NovelToon NovelToon

Cinta Tulus Seorang Mafia

Pria Terluka di depan pintu

Namaku Jeffry Dimitri aku seorang mafia dari sindikat La Costra Nostra, jika kau pernah membaca ataupun mengetahui tentang kami, yang terkenal kejam dan dingin. Orang-orang memanggilku dengan sebutan Jeff si tangan besi.

Aku dibesarkan di sebuah panti asuhan di salah satu kota di Texas yang keras, aku tidak mengetahui siapa kedua orang tuaku. Sedari kecil aku selalu saja menggunakan kekerasan untuk bertahan hidup menyelamatkan diri dan mempertahankan secuil makanan.

Namun, kini aku terkapar dengan darah di sekujur tubuh. Aku tak menyesalinya jika nyawa melayang, aku hanya ingin kebahagiaan untuk istri dan anakku. Sayangnya kebahagiaanku tak sebanding dengan semuanya. Semua ini karena cinta … cinta dan pengkhianatan.

Andaikan aku bisa mengulang waktu ….

***

Tiga tahun lalu ….

Dor! Dor! Dor!

Desingan peluru membahana di jalanan Denver memberondong sebuah mobil limosin mewah yang sedang melintas.

Decitan dari ban mobil menabrak pembatas jalanan.

"Siapa yang berani melakukan ini padaku?" teriak Jeff Dimitri, ia merasa selama ini semua musuh tunduk kepadanya.

Hampir 30 tahun seorang Jeff Dimitri malang melintang di dunia bawah tanah yang keras, ia akui dua bukanlah seorang pria yang baik, ia penjahat yang dicari seantero jagad raya. 

Jeff salah satu pemuka dari sindikat mafia La Costra Nostra yang ditakuti di benua Amerika karena sepak terjang mereka yang mengerikan.

Perebutan kekuasaan di kubu La Costra Nostra mulai goyah karena tiga tokoh terkemuka mulai ingin menggeser kebijaksanaan dengan menjual anak-anak dan wanita, sebagian menolak karena tidak sesuai dengan tujuan utama berdirinya sindikat bawah tanah tersebut.

Jeff Dimitri pria yang terlihat tampan dengan brewok dan rambut gondrong, jas, dan setelan mewah langsung menarik senjata dan menembak musuhnya.

Jeff salah satu tokoh yang menolak hal tersebut, tetapi kedamaian yang mulai tercipta kembali goyah dengan persaingan di dalam kubu tersebut, tanpa diketahui siapa musuh yang sesungguhnya.

"Mungkin kelompok mafia Bowen Utara (Daerah kumuh Denver pendirinya Bowen berkulit gelap)? Bukankah kita baru saja bentrok dengan mereka!" ucap Greg salah satu anak buah Jeff yang setia.

"Tuan, sebaiknya Anda kabur! Biar kami yang menghadap-" 

"Greg!" pekik Jeff.

Ia tak menyangka jika Grek tak lagi bisa meneruskan kalimatnya sebutir peluru sudah menembus kepala dan darah mengotori dashboard. 

Begitu juga dengan supir dan seorang lagi, di sisi kanannya, "Aaa!" Jeff pun tertembak bagian bahu dan ia tak tahu di bagian tubuhnya yang mana lagi.

Ia langsung menendang pintu mobil merangkak menjauhi berondongan senjata, ia semakin jauh merangkak membelah temaram lampu di salah satu jalan di Kota Denver yang keras pada malam hari pukul 02.00 am.

Jeff bersembunyi di balik salah satu gedung, duar! Ia melihat ledakan dari limosin miliknya menjadi serpihan.

"Bajingan! Siapa yang telah melakukan hal ini?" umpatnya, kepalanya berdenyut yak karuan.

"Mungkin sudah saatnya Tuhan memanggilku!" batin Jeff, untuk pertama kalinya ia mengingat Tuhan.

Namun, Jeff tidak ingin menyerah kepada malaikat mautnya, ia terus berlari menembus malam pekat dengan darah sudah mengotori semua tubuh.

Darah sudah membasahi kemeja putih dan jas hitam yang mahal. Jeff berlari secepat ia bisa karena semua musuh sudah mulai bergerak ingin menyapu tempat itu.

"Aku harus selamat!" batin Jeff berlari.

Jeff berusaha untuk selamat, ia telah mengalami banyak luka dan sakit dari ia terlahir dari rahim seorang wanita yang dia sendiri pun tak tahu bagaimana rupanya apalagi sang ayah.

Bruk!

Jeff jatuh terkapar di sebuah rumah kumuh di sudut Denver yang ditumbuhi semak bunga dan pohon apel.

***

"Loly! Antarkan sandwich dan segelas minuman putih beralkohol ini pada meja nomor 4!" ucap Claudia sebagai koki dari jendela kecil ukuran 1 x 0,5 meter.

Loly wanita manis bertubuh mungil berambut dan bermata hitam indah segera secepatnya melakukan semua pekerjaannya.

"Loly, pulanglah sudah waktunya kamu pulang!" ucap Claudya.

"Terima kasih, Clau!" balas Loly bahagia.

Seharian ini ia sudah teramat penat dan lelah karena Sherly dan Janet tidak masuk kerja karena anaknya sedang flu.

Lyodra atau Loly berjalan dengan santai menuju rumahnya yang hanya berjarak satu blok saja dari kafe Tea Lunch tempatnya bekerja.

"Aw!" pekik Loly, ia hampir saja jatuh kala ia tersandung sesuatu di depan pintu rumahnya yang gelap, karena ia lupa membayar tagihan listrik dan PAM.

"Apa ini?" batinnya khawatir, ia langsung menyalakan senter di ponsel, "Oh, Tuhanku! Siapa ini?" batin Loly cemas.

Ia memperhatikan dan membalikkan tubuh pria tersebut, "Dia terluka?" desis Loly menatap sekelilingnya.

"Bagaimana ini? Jika aku membawanya ke rumah sakit, aku tidak punya biaya! Aduh, buat susah saja!" umpat Loly kesal, ingin rasanya ia menyeret dan membuang pria itu ke tong sampah. 

Namun, nalurinya berpikir untuk menolong pria tersebut. Lama Loly terpaku harus apa dan bagaimana, ia hanya menarik napas dan menggeret tubuh besar tersebut ke dalam rumah.

"Apa yang harus aku lakukan?" batinnya bertanya, "Jodie!" teriaknya, ia segera menelepon Jodie Crown lewat ponsel dan berbicara cepat.

"Lima menit kau harus sampai sini! Jika tidak, aku remukkan ginjalmu!" teriak Loly yang terkenal cerewet.

Namun, semua orang menyayanginya karena di balik sifat juteknya ia memiliki hati seluas langit.

"Aduh, mataku dan tanganku ternoda. Kau harus membayarnya nanti! Kau pikir hidup ini gratis! Aku sudah capek! Kau malah membuat beban padaku! Dasar Kucing Kurap!" umpat Loly, ia membuka baju dan menarik pria tersebut ke sofa dan mempersiapkan air hangat di baskom dan kain lap.

Ia masih mondar-mandir di depan tubuh Jeff yang terbaring di sofa, "Aku butuh minum! Sialan! Mengapa aku tidak punya minuman beralkohol?" umpatnya kesal, ia mengorek isi kulkasnya yang hanya tinggal seiris roti dan sebungkus milk.

"Ternyata aku orang yang paling miskin dari seluruh orang yang ada di Denver ini!" gerutunya, ia meneguk milk dan memandang ke arah pria yang tak dikenalnya.

"Malang sekali! Hadeh, musuhnya terlalu kejam. Aduh, dasar Jodie sialan! Mengapa lama sekali? Bagaimana jika dia mati? Bayangkan saja … biaya pemakaman, ini dan itu, belum lagi aku harus memberikan kesaksian kepada polisi!

"Oh, Tuhanku! Dosa apakah yang telah menimpaku!" teriak Loly menjambak rambutnya.

"Loly! Loly!" suara serak pria tua yang tak lain adalah Jodie Crown seorang dokter pemabuk yang selalu meminum air putih yang memiliki alkohol.

"Jodie! Syukurlah kau datang! Puji Tuhan! Heh, apakah kau mabuk? Ya, ampun! Aku bisa gila malam ini! Sudahlah, kau tolong pria itu, agar dia segera kabur dari rumahku. Dan kau! Kau juga harus pergi setelah kau mengobatinya!" perintah Loly, ia masih kesal dan ingin tidur.

Jodie Crown tanpa banyak bertanya langsung mengobati dan mengoperasi juga menjahit luka Jeff dengan keahlian yang luar biasa.

"Loly, aku rasa dia butuh darah, jarum infus, dan glucosa! Kau harus membelinya sekarang juga beserta semua obat ini dan semua keperluannya! Alkoholku sudah habis untuk meredakan sakitnya," tukas Jodie seenaknya.

"Woy! Apa kau pikir aku ini ATM berjalan? Dari mana aku punya duit? Apakah kau tidak melihat lampuku adalah emergency?" teriak Loly, ia semakin kacau.

"Jangan bilang aku harus mencuri, Jodie!" teriak Loly. 

"Ya, sudah … kita tunggu saja dia mati. Kau siapkan saja cangkul untuk menguburnya!" umpat Jodie, ia kembali duduk dengan santai di salah satu sofa reot di depan Loly.

"Dasar Bajingan!" umpat Loly, ia mengingat dompet pria tersebut di atas mesin cucinya.

Loly langsung berlari mengambil dompet dan ke luar secepat dia bisa untuk membeli obat dan keperluan di apotik sebelah cafe Tea Lunch tempatnya bekerja.

"Wow! Si Kucing Kurap itu … duitnya banyak sekali!" batin Loly, "ah, aku tidak mencuri … ini untuk kesehatannya," batin Loly mengambil $ 200 dari dompet tersebut dan membayarnya di kasir.

Antara Hitam dan putih ada garis abu-abu

Loly segera berlari sekencang rusa untuk tiba di rumahnya ia melintasi kerumunan orang yang sedang melihat ledakan dan kematian para Mr. X yang tidak dikenal.

"Wah, banyak sekali kematian! Kasihan! Semoga Tuhan mengampuni dosa-dosa mereka! Amin!" batin Loly, ia berlari dan saat tiba di mini market di ujung blok rumahnya, ia membeli air mineral dan beberapa roti juga minuman berkadar alkohol rendah. 

"Aku rasa, aku akan menggaji Jodie dengan minuman ini, saja!" batin Loly kembali melesat ke rumahnya.

"Wah, kau banyak sekali berbelanja Loly! Kamu mencuri dari mana?" sindir Jodie, ia langsung memasang infus penambah darah dari kantung botol infus dengan menggantung di kipas angin menggunakan seutas tali plastik.

Namun, Loly tak peduli dengan sindiran Jodie. Ia hanya mendekati Jeff yang terluka di sofa tuanya, mengamati semua luka yang mulai diperban dan ditaburi obat oleh Jodie.

"Wah, pria ini hebat sekali! Tuhan terlalu sayang padanya?" ucap Loly melihat 5 butir peluru yang dikeluarkan Jodie dari tubuh pria tersebut.

"Jodie, apakah kau ingin minum kopi?" tanya Loly, ia tak tahu harus melakukan apa. 

Loly buta sama sekali ia tak mengecap sekolahan hanya tamat di sekolah lanjutan pertama dan ia harus mulai bekerja serabutan karena kakek dan neneknya meninggal.

"Apakah kau punya gula?" tanya Jodie, ia mencibir sinis.

"Aku mencurinya!" umpat Loly berbohong.

"Hahaha! Sejak kapan?" tanya Jodie, ia tahu Loly tak pernah melanggar satu pun aturan pemerintah. 

Loly terlalu menyadari siapa dan dari mana status kehidupannya yang berasal dari kelas bawah. Ia harus bertahan hidup sebagai apa saja yang penting menghasilkan uang dan halal. 

Jodie masih menyuntik pereda sakit dan banyak hal lain yang Loly sendiri pun tak tahu apa semua itu.

"Nih, untukmu!" Loly mengangsurkan beberapa botol minuman berlabel alkohol.

"Jangan minum, di sini! Aku akan menendangmu!" umpat Loly, "minum kopi saja! Aku ingin kau semenit saja waras!" lanjut Loly, ia memberikan seiris hotdog pada Jodie dan keduanya makan dengan diam.

"Loly …,"

"Hm,"

"Di mana kau temukan pria ini?" selidik Jodie, "mengapa pria ini mirip dengan Jeff si Tangan Besi?" batin Jodie, ia sedikit was-was.

"Di depan pintu rumahku! Memang aku pekerja sosial apa? Enak saja! Hidupku sudah kacau balau. Ngapain pula aku tambahi lagi?" umpat Loly mengunyah rotinya.

"Oh, um …," 

"Ada apa?" tanya Loly, ia menatap Jodie curiga.

"Tidak!" balas Jodie mengangkat bahunya, "setelah dia sembuh, kamu usir saja dia pergi. Satu hal lagi, jangan pernah katakan pada siapa pun, jika kau menolongnya. 

"Ingat Loly, semua orang tak sebaik itu! Ada hitam dan putih, namun yang lebih mengerikan adalah garis diantaranya, yaitu : abu- abu! Kau harus mengingat itu!" ucap Jodie, ia menginginkan Loly yang sembrono akan mengingat pesannya.

"Um," Loly menaikkan alisnya, "apakah menolongnya, adalah suatu kesalahan?" tanya Loly, ia tak mengeri.

"Loly … tahun ini umurmu berapa?" tanya Jodie, ia tahu Loly masih teramat muda.

"20 tahun, aku sudah dewasa, ya?" ketusnya.

"Nah, jika kau sudah merasa dewasa. Berlakulah seperti wanita dewasa!" ucap Jodie, "apakah kau masih ingat menggunakan revolver yang aku ajarkan? Dan pisau juga senjata api otomatis lainnya?" tanya Jodie.

"Ya, apakah itu penting?" 

"Untuk sekarang tidak! Tapi, aku yakin untuk kedepannya …," balas Jodie, ia masih menatap ke arah Loly.

"Pergilah tidur Loly, besok kau bekerja! Biar aku yang akan menjaganya," ucap Jodie, "ingat kunci pintumu, jangan biarkan siapa pun masuk, termasuk aku!" pesan Jodie dengan brewok, kumis, dan rambut putihnya.

"Baiklah …," balas Loly, ia merasa lucu. 

Sepanjang hidupnya Loly telah mengenal siapa Jodie Crown pria pecandu yang tak diketahui dari mana asalnya tetapi sekalu baik pada semua orang.

Sejak kematian kedua orang tua Loly, ia diasuh oleh neneknya yang janda tetapi karena usia, neneknya pun wafat hingga Jodie dan orang di kawasan salah satu di jalan Port Avenue di Denver yang keras yang mengurus Loly.

Semua orang memanggilnya Loly padahal namanya adakah Lyodra Campbell. Namun orang lebih mengenalnya Loly Campbell.

Jodie mengurus Loly bak putrinya sendiri mengajarkan padanya beladiri, menggunakan senjata, dan banyak hal hingga Loly bagai anak lelaki. 

"Di Denver harus mampu bertahan, jika kau ingin hidup! Agar orang tak melecehkanmu, Loly!" teriak Jodie setiap kali Loly enggan untuk berlatih, hingga akhirnya tanpa disadari Loly ia memiliki kemampuan itu.

Satu hal yang disesalkan oleh Jodie untuk mengajari Loly menjadi seorang wanita yang lembut. Jodie lupa jika Loly sejatinya adalah seorang wanita, ia mengingat dan melihat wajah di bingkai foto seorang wanita tua dan wajah mungil dengan gigi depan yang ompong sedang memegang piala lari maraton dengan tersenyum.

"20 tahun sudah …," lirih Jodie, ia tahu Loly sudah mendengkur di kamarnya. 

"Sialan! Aku tidak membawa pistol! Aku berharap tak seorang pun yang mencari Jeff Dimitri ini. Jika ada yang mencarinya, matilah kami! Akan ada pertumpahan darah di Port Avenue," batin Jodie, ia mematikan lampu dan memeriksa dan mengunci pintu dan jendela.

Pagi hari ….

"Aduh, nyenyak sekali!" lirih Loly, ia masih berguling-guling di tempat tidur hingga bruk!

"Aduh …!" umpatnya kesal ia sudah terjatuh di lantai kayu rumahnya yang tua warisan keluarga Campbell padanya.

"Jodie!" batin Loly berlari ke luar kamar, ia sudah tak melihat Jodie. 

Loly hanya meninggalkan catatan kecil tertempel di kulkas mengenai instruksi pengobatan si Kucing Kurap dan pesan menjaga diri, Jodie berkata,  "Aku sudah membayar tagihan listrik dan PAM milikmu.".

"Ah, Jodie! Kau ayah yang sangat baik," batin Loly, ia merasa mendapatkan banyak kasih sayang dari Jodie, walaupun keduanya sering bertengkar.

"Hm, masa sih aku harus melap tubuhnya? Yang benar saja? Seminggu! Aduh, aku harus jadi pembantunya? Mengenaskan!" batin Loly, ia tak menyangka akan begitu lama untuk merawat tamu tak diundang yang sedang berbaring di sofa.

Loly langsung memasak dan membuat makanan, ia langsung membersihkan luka Jeffry dengan memejamkan mata, "Sudah benar belum sih?" batin Loly, ia meraba-raba tubuh Jeff di bagian bawah perutnya dengan kain lap basah air hangat.

Jeff merasakan samar-samar jika tubuhnya sedang digerayangi seseorang, seketika Jeff membuka mata, "A …" ucap batin Jeff, ia hanya diam.

Jeffry melihat gadis muda berambut hitam dikuncir kuda sedang meraba tubuhnya dengan memejamkan mata dan mengerutkan dahi kala tangannya menyentuh harta berharga di bawah perutnya.

Jeff mengerutkan dahi kala gadis berkaus putih dan celana penuh sobekan di sepanjang kaki, Jeff melihat itu sedang trend di antara anak muda. Walaupun ia tak mengerti dengan trend aneh tersebut.

"Jika kau memejamkan mata, kau tidak akan tahu apa yang sedang kau pegang?!" hardik Jeff kesal, ia merasa gadis tak waras di depannya berlama-lama di harta pusakanya seakan itu sebuah kotoran 

Bruk! Plak!

Loly terlonjak kaget hingga ia memukul harta pusaka Jeff, "Aw! Apakah kau ingin membunuhku?" teriak Jeff kesal.

Gadis manis yang sembrono

"Oh, ma-maf Tuan eh, Om, eh Pak! Saya tidak sengaja saya pikir … itu …," lirih Loly kebingungan, ia menelan ludah dan merasa sangat malu.

"Ya,ampun apa yang aku lakukan? Aku kira itu tadi … ternyata itu belalainya. Ih, besar sekali! Aku kira itu tadi tangannya. Dasar bego kau Loly!" kutuk batinnya.

Loly langsung mengambil lap basah dan menarik tangan dari balik boxer pendek berwarna warni mirip rok miliknya yang kekecilan dipakai si Mr.X tersebut.

"Tuan, makanlah aku ingin ke … bekerja. Um, bubur dan keperluan juga obatmu sudah aku siapkan," ucap Loly, ia gemetar kebingungan seakan ia sedang tertangkap tangan mencuri sesuatu.

Loly menautkan kedua tangannya ia merasa kedua telapak tangannya sudah basah oleh keringat, ia langsung berlari ke kamarnya dan bruk! Ia tak melihat kaki meja sehingga jatuh terjerembab di sana.

"Ya, ampun! Tidak cukupkah kau mempermalukan dirimu Loly?" batinnya mengejek, "diamlah! Siapa sangka jika belalai seorang pria sebesar itu jika sudah dewasa!" bela batin Loly yang lain.

"Dasar bodoh! Makanya sekali-kali berkencanlah!" ejek batin Loly, ia hanya mendengus kesal.

Jeff hanya diam mengawasi gadis belia yang sangat ceroboh di depannya dengan tatapan dingin dan kejam. Ia hanya menghela napas panjang melihat gadis tersebut tertatih masuk ke kamarnya.

"Di mana ini? Aduh," lirih Jeff, ia ingin bangkit dan ke luar dari rumah tersebut untuk kembali ke markasnya.

Namun, luka di kedua bahu tangan, dan tulang iganya membuatnya harus berbaring. Ia merasa lapar dan ingin mengambil bubur tersebut tetapi ia sama sekali tak bisa bergerak.

"Dasar, gadis bodoh! Bagaimana aku bisa makan?" batinnya, ia menatap ruangan sangat kecil bak kotak sabun. 

"Rumah kelinciku lebih besar dari ini …," pikirnya, ia masih mengamati sekitarnya dan semilir angin menerpa wajahnya, Jeff merasakan kedamaian untuk pertama kali di kehidupannya dan ia memejamkan mata.

"Tuan, ini dompet Anda. Maaf, tadi malam aku mengambil $250 untuk membeli semua keperluan obat-obatan Anda. Saya tidak punya uang untuk menanggung semua itu!" ucap Loly, ia langsung meletakkan dompet Jeff di meja sofa.

"Apakah Anda tidak ingin makan? Aduh, aku berharap Anda segera sembuh dan segera pergi dari rumahku!" umpat Loly kesal.

"Bagaimana aku bisa makan? Jika mengangkat tangan saja aku tidak bisa! Seharusnya kau menyuapiku agar aku cepat pulih dan pergi dari sini!" ketus Jeff, "aku juga tidak bisa berlama-lama di sini," umpatnya.

"Sialan, nih orang! Gayanya sok bossy banget!" ketus Loly, ia sudah berkacak pinggang ingin marah.

Namun, ia melihat keadaan tamu asingnya yang terluka parah membuatnya mau tak mau harus menelan rasa kesalnya.

"Sini aku suapin! Tapi harus cepat! Soalnya aku harus bekerja!" ucap Loly, ia langsung menyuapi Jeff dengan sabar dan secepat kilat seakan ia sedang memberi hamster makan tanpa menimbang rasa.

"Woy! Apakah begitu caramu menyuapi orang yang sedang sakit? Lambung dan mulutku ini bukan mesin blender yang begitu mudah mengunyah makanan!" teriak Jeff.

"Yee, udah tua cerewet lagi! Udah syukur aku tolong! Jika aku biarkan kau membusuk di depan pintuku, baru tahu rasa!" umpat Loly kesal, ia sedikit melambat menyuap Jeff, ia tak ingin pria setengah abad di depannya akan meracau bak burung murai di pagi hari.

Keduanya saling diam, "Um, terima kasih telah menolongku …," lirih Jeff perlahan menatap wajah manis dan cantik di depannya tanpa memakai riasan apa pun tapi kecantikannya bak bunga edelweis yang selalu abadi.

"Ya, sama-sama. Tapi, aku ingin … begitu kau sembuh segera pindahlah, aku tidak suka ada orang asing terlalu lama di rumahku!" ujar Loly ketus.

"Jangan khawatir … aku akan pergi secepat aku bisa, jika aku sembuh!" janji Jeff, ia pun ingin mengusut dan membunuh si pembunuh mereka tadi malam.

Jeff memandan dan ingin bertanya siapa nama peri mungil yang sudah menolongnya. Namun, Jeff mengurungkan niatnya, ia takut jika wajah cantik yang bermulut setajam pisau itu akan menyakiti harga dirinya sebagai lelaki tua. 

"Apa aku terlalu tua? Padahal umurku baru saja menginjak 39 tahun, bulan mei," batin Jeff, ia hanya mencuri pandang pada wajah manis di depannya.

"Minum obatnya Tuan," ucap Loly mengangsurkan segelas air mineral dan beberapa kapsul warna-warni di tangannya.

"Um, aku pergi dulu. Anggap saja rumah sendiri tapi jangan dijual, ya?" pesan Loly.

"Apa?" tanya Jeff, ia bingung.

"Apa dikiranya,  aku ini orang miskin? Dan akan mengambil keuntungan dari gadis kecil dan miskin sepertinya? Ya, ampun sungguh keterlaluan!" batin Jeff kesal.

Jeff merasa untuk pertama kali di kehidupannya yang keras ada seseorang yang tak takut kepadanya, ia tak mengerti. Jeff merasa pamornya menjadi ketua terkemuka dari sindikat La Costra Nostra sudah tak ada artinya lagi.

"Apakah wanita ini tidak mengenal siapa aku? Jika benar, pantas saja dia tidak takut! Tapi, jika melihat sifatnya … aku rasa dia tidak memiliki ketakutan pada siapa pun," pikir Jeff.

Namun, ia masih mengawasi gadis tersebut memakai kemeja dengan lambang Tea Lunch, Jeff mencatat di dalam benaknya nama cafe tersebut dengan cepat. Jeff sendiri tidak tahu mengapa dirinya harus mengingat nama cafe tersebut.

"Hati-hati di rumah, sebaiknya aku mengunci pintu, jika ada apa-apa kau pergilah dari pintu belakang. Aku tidak ingin ada yang curiga, Ayahku Jodie berpesan, 'Agar aku tidak boleh, mengatakan pada siapa pun mengenai kamu,' um …," jujur Loly, ia mencebikkan bibirnya.

Loly sengaja mengakui Jodie Crown sebagai ayahnya walaupun mereka tidak memiliki hubungan darah tetapi, di sepanjang kehidupan Loly selama 20 tahun Jodielah yang berperan sebagai ayah baginya.

Loly tiska.ingin jika pria asing di depannya anggap memandang rendah dirinya yang sebatang kara, "Paling tidak aku masih memiliki Jodie," batin Loly.

Walaupun, ia tahu Jodie entah sudah pergi ke mana melanglang buana sesuka hatinya. Jodie hanya datang jika Loly membutuhkan bantuan dan Loly sangat beruntung akan hal itu.

"Apakah kau seorang penjahat? Wah, sial sekali aku! Jika kau seorang penjahat …," lirih Loly, ia langsung meninggalkan rumahnya dan berlari ke cafe Tea Lunch.

Loly juara satu lari maraton se-Danver, hingga ia setiap waktu selalu saja berlari ke sana kemari bak seekor puma.

***

Jeff masih bingung, ia tak memiliki ponselnya lagi, "Apakah gadis cerewet itu menyimpan ponselku? Jika iya, dia pasti sudah memberikannya padaku," batin Jeff, ia melihat dompetnya, ia melihat gulungan uang masih sama tebalnya.

"Gadis yang jujur, mungkin jika orang lain ia sudah menguras isi dompet tersebut beserta black card di situ," lirihnya.

Jeff sedikit bersyukur ia mengedarkan pandangan dan melihat semua bingkai foto kebahagiaan wanita tersebut, ia merasa sedikit iri. Ia sama sekali tidak merasakan kebahagiaan di masa kecilnya.

"Astaga naga! Aku memakai rok?" pekik Jeff melihat apa yang dikenakannya.

"Dasar … gadis itu! Jika aku sembuh, lihat saja!" umpatnya, "hancur harga diriku! Jika semua orang di La Costra Nostra mengetahui semua ini …," umpatnya kesal.

Namun, Jeff tak bisa untuk mengganti rok tersebut karena jarum infus di kedua tangannya sedang terpasang. 

"Apakah aku kekurangan banyak darah dan butuh cairan glukosa?" tanya Jeff masih bingung, ia mengingat semua malapetaka yang sedang dihadapinya tadi malam.

Jeff bersyukur jika tuhan belum ingin mengambil nyawanya, "Mungkin Tuhan menginginkan agar aku bertaubat," pikirnya, "siapa yang telah melakukan semua ini? Kasihan Greg dan semua orang," lanjut batinnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!