NovelToon NovelToon

Pesona Sang Mantan

PSM 1

Pagi yang cerah, matahari bersinar dengan indahnya. Banyak kicauan burung yang sangat terdengar merdu di telinga, banyak juga suara anjing yang menggonggong, ayam yang berkokok, dan masih banyak lagi suara yang membuat suasana desa pada pagi hari  terasa sangat ramai sekali.

Seorang gadis yang sangat cantik, putih, dan rambut panjang terikat satu berjalan dengan santai sambil mengendong kucing yang sangat imut. Dia adalah Lingga, seorang gadis desa yang sangat polos, lugu, namun dia tak kalah cantik dari para gadis desa yang lainnya.

Lingga berjalan di pagi hari, sambil membawa kucing kesayangan dirinya. Memang rutinitas dirinya untuk berjalan-jalan di pagi hari, tanpa tahu kemana tujuannya dan jika terasa sudah jauh dia akan balik lagi dan berjalan pulang.

Sembari jalan dia berbicara dengan kucing, dan bersenandung kecil. Lingga gadis polos yang lucu, walau banyak yang mengira dia gila karena sering berbicara dengan hewan terlebih lagi bersama dengan kucing.

Bruk!

“Aww..” Lingga terjatuh, ketika ada seorang yang tidak sengaja menyenggol lengan Lingga.

“Maaf aku tidak sengaja,” ujar seorang yang menyenggol lengan Lingga.

Lingga mendongakkan kepalanya, ternyata yang menyenggol lengan dirinya adalah seorang pria, dan tampan di mata Lingga. Ia pun segera berdiri, dan mengusap roknya yang sedikit berdebu.

“Apakah kau tidak apa-apa?” tanyanya lagi, sambil menatap Lingga.

Lingga menggelengkan kepalanya. “Tidak apa-apa, aku saja yang tidak memperhatikan jalan,” jawab Lingga, dengan mata yang tertuju kepada kucing di gendongnya.

Pria itu menganggukkan kepalanya. “Sekali lagi aku minta maaf, aku buru-buru, aku duluan ya.”

Tanpa menunggu jawaban dari Lingga, pria itu sudah pergi dari hadapan Lingga. Lingga memperhatikan kepergian pria itu sampai benar hilang dari pandangan dirinya, dia menghembuskan nafasnya dan kembali menatap ke arah kucingnya.

“Sakit sih tapi di tabrak orang tampan tidak apa-apa,” kekeh Lingga, sebelum dia menggelengkan kepalanya dan berjalan pergi melanjutkan perjalanannya keliling di sekitar desa.

***

Lain halnya dengan pria tadi, yang menabrak Lingga. Ia sangat kepikiran dengan Lingga, entah kenapa dia sangat perhatiannya jatuh kepada gadis yang baru pertama kali ia jumpai itu.

“Dor!”

Pria itu menoleh kaget, dia menatap gadis yang mengagetkannya dengan malas.

“Ah kau sangat suka sekali membuat diriku kaget!” ketus pria itu, sambil menyeruput kopi yang sudah dia buat dari tadi namun tak kunjung dia sentuh.

Gadis itu terkekeh, dan duduk di hadapannya. “Kenapa melamun? Tak pernah ku lihat kau melamun, ayo cerita ada apa jangan bilang jika kau melarat,” ejeknya.

“Aku anak penambang emas melarat? Gak salah?” ucapnya dengan lagak sombong.

Dia adalah Bisma, anak dari penambang emas di desa mereka. Walau anak penambang emas, keluarga Bisma terbilang cukup kaya di desa mereka.

Sementara gadis yang duduk di hadapannya adalah Risma, kakak sepupu dari Bisma. Mereka hanya selisih satu tahun saja dan banyak yang mengira mereka adalah sepasang kekasih karena sering berdua kemana pun mereka pergi.

Risma memutar bola matanya malas, mendengar ucapan sombong yang di lontarkan oleh Bisma. “Jangan sombong kau, tidak mendapatkan jodoh nanti tau rasa!” ketus Risma, sambil menatap Bisma dengan malas.

Bisma tak menjawab, pikirannya kembali tertuju kepada Lingga. Dia kemudian tersenyum tipis, membuat Risma yang melihatnya menjadi semakin heran.

“Ah sudah ku duga jika kau sudah gila,” ujar Risma membuat Bisma menatap dirinya. “bengong sendirian, senyum juga sendirian, dah aku pulang saja tidak bisa aku lama-lama dengan orang gila sepertimu,” sambung Risma lagi, membuat Bisma mendengus kesal.

Risma memang sangat suka membuat dirinya kesal, namun demikian dia juga yang bisa membuat Bisma tertawa bahkan menemani Bisma ketika dia sedang dalam masalah pribadinya.

Bisma menatap kepergian Risma yang mulai menaiki motornya, hingga pergi dari pekarangan rumah. Risma memang sering berkunjung ke rumah Bisma, karena rumah Risma juga sangat sepi dan tidak memiliki teman yang di ajak mengobrol. Mungkin ada tapi hanya beberapa.

Bisma kembali menyeruput kopinya, kembali membayangkan wajah Lingga yang sangat cantik di mata dirinya.

“Aku tadi sangat lupa mengajak dia berkenalan,” ujar Bisma sambil menyugar rambutnya kebelakang.

Dia berdiri dan membawa cangkir kopinya masuk ke dalam rumah, dia harus membawakan makanan orang tuanya ke tempat kerja karena hari sudah mulai siang.

***

16:00

Lingga baru saja selesai membersihkan halaman di sekitar rumah, dia menatap ke samping dan melihat Risma yang baru saja pulang ke rumah.

“RISMA!” panggil Lingga, ketika melihat Risma yang sudah membuka helmnya.

Lingga melambaikan tangan ketika Risma menoleh ke arah dirinya. Risma juga ikut melambaikan tangan.

“Lingga nanti kau bermain kesini, ajak juga kucingmu!” ujar Risma sedikit berteriak, membuat Lingga menganggukkan kepalanya.

Risma dan Lingga adalah kawan bertetangga, setiap sore memang Lingga main di rumah Risma bersama dengan kucing miliknya. Risma juga memiliki kucing, namun tidak sebagus punya Lingga.

Lingga segera memasuki rumah, dan menaruh sapu yang dia gunakan membersihkan halaman.

“Bu aku ingin bermain di rumah Risma,” pamit Lingga, sembari mengambil kucingnya yang duduk di atas kursi.

“Hati-hati jangan pulang magrib,” pesan sang ibu, walau jarak mereka sangat dekat tapi tetap Lingga sebagai anak desa harus pulang sebelum magrib dan tetap dilaksanakan patuh oleh Lingga.

Lingga berjalan keluar rumah dengan senang, dengan kucing yang sudah berada di gendongan miliknya. Berjalan dengan bersenandung ria, dia membuka gerbang rumah Risma memang sangat sering dia datang dan tidak perlu lagi harus berteriak memanggil Risma untuk membukakan gerbang.

“Risma kau dimana?” kata Lingga melihat pintu rumah utama Risma yang tertutup.

“BENTAR LINGGA! AKU MASIH BERGANTI BAJU!” teriak Risma dari dalam rumah, membuat Lingga menganggukkan kepalanya.

Sembari menunggu Risma dia duduk di halaman Risma, di Padang rumput yang sangat halus dia menaruh kucingnya agar mau bermain di sana.

Ceklek!

Risma keluar dari rumah dengan kucing yang sudah ada di gendongan dirinya. “Aku sudah tidak sabar bertemu dengan coppy!” ujar Risma , dia menaruh kucing miliknya dan mengambil kucing milik Lingga.

Nama kucing Lingga adalah Coppy, dan nama kucing Risma adalah Hoopy, nama yang mereka buat secara bersamaan.

“Kasihan kucing mu kau nistakan,” kata Lingga dengan menggelengkan kepalanya, dia mengambil kucing Risma dan mengelusnya dengan pelan.

Tin! Tin!

Lagi asik bermain, tiba-tiba sebuah suara bel motor membuat mereka mengalihkan pandangannya. Terlihat Bisma yang sudah berada di depan gerbang, dengan motor besar yang dia bawa.

Lingga menatap Bisma  dia ingat jika Bisma menabrak dirinya pada pagi hari tadi.

“Bisma kau ada apa kesini?” tanya Risma, melihat Bisma yang mulai mendekati mereka.

Bisma tak menjawab, dirinya menatap wajah Lingga dengan dalam. Baru saja tadi dia rindu dengan Lingga, kini dia bisa juga untuk berjumpa dengannya.

Bisma mengulurkan tangannya, membuat Lingga menatapnya heran sementara Risma menatapnya dengan geli.

“Bisma,nama kamu siapa?” ujar Bisma memperkenalkan diri.

Lingga menjabat tangan Bisma dengan ragu. “Lingga.”

Bisma tersenyum, Risma berdiri membuat mereka melepaskan tautan tangan mereka.

“Kalian mengobrol dulu, aku akan membuatkan kalian minuman,” kata Risma, sembari pergi meninggalkan mereka berdua disana.

Bisma mendekatkan wajahnya ke wajah Lingga, membuat Lingga menahan nafasnya karna kaget melihat wajah tampan Bisma dari jarak yang sangat dekat.

“Mau jadi pacarku?” bisik Bisma, membuat Lingga melebarkan matanya kaget.

Lingga tersenyum menatap hangat mata Bisma, sebelum dia menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

PSM 2

Setelah menerima cinta Bisma, Lingga duduk di depan Risma dan Bisma sembari meminum minuman yang di buatkan oleh Risma.

Lingga menerima cinta Bisma tanpa pikir panjang, dan Bisma sangat senang mendengar jawaban dari Lingga.

Lingga menaruh gelas di atas meja, dan melirik jam yang terdapat di dinding. Sejam lagi sudah magrib, dia berpamitan pulang kembali ke rumah.

“Apa mau ku antar pulang?” tawar Bisma, membuat Lingga langsung menatapnya dengan cepat.

Lingga menggelengkan kepalanya. “Tidak perlu, rumah ku sangat dekat sekali, hanya di sebelah sini,” kata Lingga sambil menunjuk tembok pembatas rumah mereka.

Bisma hanya menganggukkan kepalanya, menatap pergerakan Lingga yang mengambil kucingnya dan pergi dari pekarangan rumah.

Dirasa Lingga sudah pergi, Bisma langsung menatap Risma dengan. “Dia setiap hari datang kerumahmu?” tanya Bisma, membuat Risma menatap Bisma dengan geli.

Risma juga heran dengan jalan pikiran mereka berdua, Bisma yang menyatakan perasaan dengan cepat, dan Lingga yang tanpa mengambil keputusan langsung menerima cinta Bisma. Entah bagaimana Ending cinta mereka tidak ada yang tahu.

***

Keesokan harinya...

Setelah kemarin Bisma menghubungi Lingga lewat telfon, Lingga kini bangun pagi-pagi untuk melakukan pekerjaan rumahnya. Membersihkan setiap sudut rumahnya, dan terlebih lagi sekarang adalah hari libur.

Bisma mengajak Lingga untuk bertemu di danau, membuat Lingga sangat tidak sabar bertemu.

Ibu Lingga sempat bertanya-tanya ingin kemana perginya Lingga? Namun Lingga enggan memberitahu ibunya kemana ia akan pergi.

Sekitar pukul 8 pagi, Lingga langsung berjalan menuju danau tempat yang dijanjikan oleh Bisma.

Lingga begitu antusias, ia mempersiapkan diri dengan sangat baik, berdandan rapi dengan pakaian yang menurutnya bagus. Sebelum ini Lingga tak pernah mau dekat dengan pria mana pun, berbeda dengan Bisma yang langsung ia terima cintanya.

Lingga telah sampai di danau, ia melihat Bisma yang duduk dipinggir danau dengan bermain lempar batu. Gadis yang dimabuk cinta itu berjalan mendekat perlahan.

“Hai, maaf jika kau menunggu terlalu lama," kata Lingga tak enak, namun Bisma justru membalasnya dengan senyuman. Lingga duduk ditanah tepat di samping Bisma.

“Tidak apa, aku juga baru saja sampai disini,” ujar Bisma, sambil menatap Lingga dengan dalam.

Lingga menganggukkan kepalanya, matanya kini tertuju kepada danau yang sangat luas dan indah terlihat dengan pantulan cahaya matahari yang baru saja muncul bersinar.

“Ada yang ingin aku bicarakan kepadamu,” ujar Bisma memecahkan keheningan, membuat Lingga menatapnya dengan kening berkerut.

“Mau bicara apa?”

Bisma menghembuskan nafasnya dengan pasrah, dia mengusap pipi Lingga dengan lembut. “Aku tau ini sangat berat, tapi aku hanya mau berpamitan, aku dan keluargaku akan merantau ke pulau sebelah,” ujar Bisma menjelaskan maksud dirinya mengajak Lingga bertemu di tepi danau saat ini.

Lingga diam seribu bahasa mendengar ucapan yang di lontarkan oleh Bisma, matanya berkaca-kaca dengan tubuh sedikit bergetar mendengar ucapan Bisma.

“Kenapa harus sekarang?” lirih Lingga membuat Bisma semakin tidak tega melihatnya.

“Aku tau ini terlalu cepat, tapi keputusan kita untuk merantau sudah ada sejak lama. Ekonomi keluargaku semakin sulit, bahkan keluargaku juga sedikit ingin menjauh dari kerabatnya karena ada masalah sedikit.”

“Aku janji aku akan sering menghubungi dirimu,” lanjut Bisma, Lingga langsung memeluknya dengan erat. Dia memeluk Bisma benar erat, sangat tidak rela Rasanya jika Bisma akan pergi meninggalkan dirinya.

Nasib malang apa ada di hidup Lingga, setelah bertemu dengan cinta pertamanya kini dia harus berpisah lagi? Sangat benar tidak rela.

Lingga membalikkan badannya, dia tak kuat untuk menatap wajah Bisma makin lama. Rasa sesak di hati yang tak pernah dia rasakan sebelumnya, kini dia sangat benar rasakan.

Bisma menepuk pundak Lingga, namun Lingga masih enggan untuk menoleh ke arah dirinya.

“Aku harap kau menerima keputusanku, dan kau tidak akan membenci diriku,” kata Bisma dengan suara yang sangat dalam.

Lingga menatap Bisma sejenak, sebelum kembali menatap pemandangan danau yang sangat luas.

“Aku tidak mungkin membenci dirimu, aku hanya sedikit kecewa dengan keputusan dirimu,” jeda Lingga, ia menghembuskan nafasnya kasar. Bisma masih diam membiarkan Lingga untuk menyelesaikan bicaranya.

“Tapi aku juga tidak memiliki hak untuk melarangmu pergi, sekarang keputusan ada pada dirimu. Jika kau ingin pergi, aku harap kau bisa menjaga hati untukku,” imbuh Lingga dengan penuh harap. Dia juga tidak ingin hubungannya dengan Bisma harus berhenti dikarenakan hubungan jarak jauh.

Bisma diam, dia mengerti perasaan Lingga. Dia juga tau Lingga adalah gadis yang lugu, dan pasti dia setia. Bisma mengambil tangan Lingga, menggenggamnya dengan lembut.

“Jika soal itu, kau tidak perlu mengkhawatirkan. Aku pasti akan menjaga perasaan untuk dirimu,” jawab Bisma membuat Lingga tersenyum senang.

Lingga memeluk tubuh Bisma, dia memeluk dengan erat. Bisma juga membalas pelukan erat Lingga, ia juga mengecup kening Lingga sebentar dan kembali memeluk sebelum nanti mereka akan pisah.

***

Sore harinya Lingga sudah berada di rumah, setelah mengantarkan kepergian Bisma dan keluarganya untuk merantau kini dirinya kembali merasa kesepian.

Dari tadi dirinya tidak berhenti melihat ponselnya, menunggu kabar dari Bisma bawah dirinya sudah sampai dengan selamat di tujuan.

“Lingga kau tidak makan?” tanya Ibu Lingga yang terdengar dari bawah, Lingga mengalihkan pandangannya dia menatap arah pintu tidak ada niat makan dari tadi siang setelah mengantarkan pergi Bisma.

“Aku tidak lapar bu!” jawab Lingga sedikit berteriak, nafsu makanya sudah hilang dia tidak memiliki semangat bahkan untuk makan saja rasanya malas sekali.

Ting!

Lingga mengalihkan pandangannya kepada ponsel yang berdering, dia mendesah kesal ternyata bukan Bisma melainkan Risma yang mengajaknya besok sore untuk pergi jalan-jalan.

Risma

| Aku akan menjemputmu besok, aku akan mengajak dirimu berkeliling di dekat danau.

Lingga

Oke, aku juga ingin refreshing|

Lingga melemparkan ponselnya di atas kasur, dia merebahkan tubuhnya mencoba untuk memejamkan mata. Tubuhnya terasa sangat lelah, namun entah kenapa dia sangat kepikiran dengan Bisma yang jauh disana.

Bahkan dari tadi Bisma tak memberi dirinya kabar. Padahal sebelum pergi Lingga sudah berpesan agar memberikan kabar saat sudah sampai di tempat tujuan.

Lingga mencoba membalikkan badan, dan tidur tengkurap mematikan ponselnya dan memejamkan matanya secara perlahan.

Drtt!

Namun ternyata suara ponsel Lingga terdengar, dia belum sepenuhnya mematikan ponselnya dengan cepat dia mengambil ponselnya.

Matanya melebar ternyata Bisma menghubungi dirinya, tanpa banyak fikir dia langsung menerima panggilan dari Bisma.

“Halo?” ucap Lingga memulai pembicaraan ketika Bisma tak kunjung untuk bicara.

“Aku sudah sampai, maaf aku baru menghubungi dirimu.”

Tanpa sadar Lingga tersenyum, mereka pun kembali mengobrol ria. Lingga yang tadi merenung kini kembali ceria, dan kembali berbicara dengan Bisma. Menceritakan banyak hal, mulai tentang perjalanan ke pulau, bahkan masih banyak yang lain yang mereka ceritakan di sana.

PSM 3

Hari ini Lingga mulai kembali berangkat kesekolah, setelah mendapatkan libur sabtu dan minggu, senin kembali dia bersekolah. Ia bangun pagi-pagi dan membantu orang tua sebelum berangkat ke sekolah.

Lingga bercermin, wajahnya cantik cocok untuk anak desa dan tubuhnya yang sangat ramping dan indah.

“Aku sangat rindu dengan Bisma,” gumam Lingga, menghembuskan nafasnya kasar dan mengambil tas yang sudah dia taruh di atas meja.

Lingga keluar dari kamar, sebelum berangkat kesekolah dirinya berpamitan kepada kedua orang tuanya. Lingga berjalan sendirian di pinggir jalan tanah, melewati banyak rumah untuk berangkat menuju sekolah.

“LINGGA!” teriak seseorang. membuat Lingga berhenti, dan membalikkan badannya.

Ternyata yang memanggilnya adalah Risma, Risma berlari mendekati Lingga yang agak jauh dari dirinya.

“Ada apa kau memanggilku?” tanya Lingga heran, dan melihat pakaian Risma yang sudah rapi.

Risma tersenyum. “Aku hanya memastikan jika nanti kau benar mau ku ajak jalan di pinggir danau,” kata Risma membuat Lingga menghembuskan nafasnya dan menganggukan kepalanya.

“Tidak mungkin aku lupa dan menolak ajakanmu,” jawab Lingga, Risma terkekeh pelan.

Lingga dan Risma sangat dekat, walau Lingga beda umur dengan Risma tapi Risma tidak pernah membiarkan Lingga memanggilnya dengan sebutan 'kak'.

Lingga dan Risma sudah seperti seorang sahabat sejati yang selalu bersama kemanapun mereka pergi.

***

Tringgg!!!

Bel pulang sekolah sudah berbunyi, Lingga tanpa sabar berjalan keluar dari kelas dirinya. Ia sudah sangat bosan berada di dalam kelas, jam menunjukan pukul 13:00 dirinya harus membantu ibunya berjualan di toko.

Lingga berjalan dengan tergesa-gesa, sudah menjadi rutinitas dirinya membantu ibu jualan di toko sehabis pulang dari sekolah. Mungkin banyak orang yang mengabaikan hal tersebut beda halnya dengan Lingga, yang justru sudah mengatur waktu agar bisa membantu ibunya juga.

“Lingga! Kau jalan terlalu cepat,” ujar Teman Lingga, sambil berjalan beriringan menuju keluar dari lingkungan sekolah.

Lingga terkekeh. “Aku harus cepat sampai dirumah, agar aku bisa membantu ibu,” jawab Lingga santai membuat temannya mendengus kesal.

Rika—nama teman Lingga. Dia juga heran mengapa Lingga sangat bersemangat setiap melakukan pekerjaan.

“Kau makan apa sampai selalu bersemangat? Aku tidak pernah melihat kau mengeluh sedikitpun, ahh lain halnya dengan aku yang disuruh nyapu sedikit saja rasanya tidak kuat,” oceh Rika, Lingga menggelengkan kepala mendengarkan perkataan Rika.

“Membantu ibu itu salah satu kewajiban, selagi bisa membantu kenapa tidak?” Rika menatap Lingga dan tersenyum ini yang dia suka dari Lingga. Selain wajahnya yang cantik dan polos, tapi hatinya sangat lah baik tidak pernah sombong, dan tetap rendah hati.

Lingga dan Rika pun berjalan beriringan untuk pulang kerumah, di perjalanan mereka tak berhenti menceritakan pengalaman mereka pada saat di sekolah.

***

Lain halnya di sisi Bisma, dia tengah memegang ponsel yang dia letakkan di telinganya. Dengan wajah serius dia mendengarkan suara yang dia dengar dari ponsel tersebut.

“Aku mau kau awasi dia setiap hari, jangan sampai ketahuan,” ucap Bisma dengan nada dingin, dia langsung mematikan sepihak telfonnya dan langsung menaruhnya di atas meja.

Walau jarak Bisma dan Lingga sangat jauh, namun Bisma tidak bisa melepaskan Lingga bahkan dari pikirannya juga. Bisma memiliki sebuah tangan kanan, yang akan mengawasi pergerakan Lingga di kampung.

Bisma mendudukan bokongnya di kursi, dia memikirkan Lingga sangat penuh di pikirannya terdapat Lingga. Menurut Bisma, Lingga adalah gadis yang baik hati, rendah hati, tidak sombong dan sangat rajin. Hal itu yang membuat Bisma tidak mungkin bisa melepaskan Lingga.

Ting!

Bisma mengambil ponselnya yang berbunyi, dia tersenyum simpul membaca pesan yang tertera di layar ponselnya.

Risma

| Lingga aman, aku sudah menyuruh Arya yang akan menjaga Lingga selama di sekolah.

Bisma

| Baiklah aku percayakan semua kepada dirinya.

Bisma kembali menaruh ponselnya, Arya adalah keponakan dari Bisma. Ia sengaja menyuruh Risma untuk menyuruh Arya menjaga Lingga selama di sekolah. Kenapa bukan Bisma saja yang langsung menyuruhnya? Hanya ada satu jawaban, jika Bisma menyuruh Arya pasti tidak akan mau.

Bisma tersenyum senang dan merasa sedikit aman, dia sangat takut jika di sana tanpa sepengetahuan Bisma Lingga bertingkah aneh walau Bisma tau Lingga tidak akan seperti itu.

***

Hari demi hari berlalu, Bisma semakin sibuk bekerja membuat dia jarang menghubungi Lingga. Namun demikian Lingga juga mengerti, mungkin mereka hanya contact setiap malam ataupun pada waktu senggang.

Jam sudah menunjukkan pukul lima sore, Bisma segera membereskan semua pekerjaannya dan bangkit dari kursi untuk pergi kerumah.

Bisma ingin cepat-cepat untuk pulang, agar dirinya bisa beristirahat dengan cepat. Namun saat dia hendak berjalan mendekati Halte seorang menyengol lenganya dengan keras.

Bugh!

Bisma tersungkur dan barang-barangnya semua jatuh, namun siapa sangka orang yang menabrak dirinya justru mengambil tas hitam milik Bisma.

“WOY! PENCURI!” teriak Bisma dan langsung berlari mengejar maling yang mengambil tas Bisma.

Namun Bisma ternyata kalah telak, dia melihat maling itu masuk ke dalam angkot. Bisma mengusap wajahnya dengan kasar, hilang sudah semangatnya kali ini dimana di tas tersebut terdapat dompet dan beberapa kertas penting terutama ponsel dirinya.

Bisma duduk di pinggir jalan, dia mengusar rambutnya dengan kasar.

“Aku harus bagaimana sekarang tuhan...” lirih Bisma yang tak memiliki semangat, baru beberapa hari disini dia sudah kecolongan bagaimana jika sudah bertahun-tahun?

“Bagaimana aku menghubungi Lingga sementara ponselku sudah hilang!” panik Bisma sedetik kemudian dia menendang batas trotoar dengan keras.

Hatinya bimbang, otaknya pusing. Dia tidak bisa berfikir entah kenapa rasanya ia sudah tak memiliki semangat lagi untuk pulang kerumah.

Bisma merongoh kantong celananya tersisa uang seratus ribu ada uang yang bisa dia gunakan untuk pulang kerumah, dia pun menyetop angkot san segera menunjuk arah pulang.

Disisi lain di tempat Lingga , Lingga yang baru saja mandi dan hendak menelfon Bisma mendadak mengurungkan niatnya. Ternyata Bisma belum membalas pesannya dari tadi siang, dan kini sudah menjelang malam.

Lingga mencoba kembali mengirimkan Bisma pesan, namun whatsaapnya centang satu tanda Bisma tidak aktif.

“Ah mungkin dia lagi sibuk biarkan,” gumam Lingga masih berusaha untuk berpikir positif.

Lingga menaruh ponselnya, dia lantas membersihkan wajahnya dan menata rambutnya. Sembari menunggu Bisma membalas semua pesannya.

Ting!

Lingga dengan cepat mengambil ponselnya, ia mendesah kesal ternyata bukan Bisma melainkan Risma.

Risma

| Kenapa nomor Bisma tidak aktif? Aku ingin menanyakan nomor ibunya yang baru

Kening Lingga berkerut membaca pesan tersebut, dia mengalihkan pandangannya sembari berfikir.

“Bahkan nomor biasa saja tidak aktif, kemana dan ada apa Bisma?” batin Lingga bertanya-tanya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!