NovelToon NovelToon

Hean Untuk Hema

1. PROLOG.

HAPPY READING

***

Hema Febriani, nama seorang gadis yang tercatat sebagai salah satu mahasiswa di Universitas cukup terkenal di Ibukota.

Menjadi seorang mahasiswa, tentu saja hidupnya benar-benar mengalami kesulitan. Stress lebih tepatnya.

bagaimana tidak? banyak sekali tugas yang harus dikerjakan tepat waktu. juga dengan tugas-tugas lainnya. ditambah dengan beban hidup di Ibukota seorang diri. kesepian, itulah yang Hema rasakan beberapa tahun terakhir.

Hema memilih untuk kuliah jauh dari keluarganya karena satu hal.

Ya... Hema ingin sedikit mengubah perekonomian keluarga yang bisa dikatakan jauh dari garis kecukupan.

apalagi di desa, Hema tinggal dengan nenek saja. sedangkan orang tuanya, entahlah... Hema tak tau apakah ayah dan ibunya itu masih hidup atau telah meninggal.

karena terakhir kali Hema mengingatnya, orangtuanya itu pergi. mencari pekerjaan yang lebih layak hingga tega meninggalkan buah hati yang masih berusia 3 tahun dengan sang nenek.

Impian Hema cuma satu, berhasil.

berhasil lulus kuliah dengan nilai baik, berhasil mendapatkan pekerjaan nantinya dan berhasil membahagiakan sangat nenek di usia senjanya. hanya itu yang Hema inginkan.

walaupun saat ini, ia benar-benar meninggalkan nenek seorang diri di desa.

Itulah sebabnya Hema berusaha mati-matian berjuang di sini. segera menyelesaikan sekolahnya dan bekerja.

Walaupun begitu, Hema juga tidak memikirkan melulu tentang perkuliahan. hidupnya tak semonoton itu. gadis berusia 20 tahun itu juga memiliki cerita percintaan dalam hidupnya.

sama seperti muda-mudi di luaran sana, Hema memiliki kekasih yang sudah 3 tahun belakangan menemaninya. lebih tepatnya saat-saat pertama kali masuk dalam Universitas.

Ya... itulah pertama kali Hema mengenal Rendy dan akhirnya menjalin hubungan.

Rendy adalah pria yang begitu tanggung jawab bagi Hema. pria yang selalu ada, mendengar keluh kesah Hema setiap saat. Pria yang hadir yang mengusir kesendirian Hema selama hidup di kota yang asing baginya.

pria yang begitu Hema percayai tak akan pernah mengkhianatinya. bahkan lebih dari itu, Hema selalu bermimpi bisa hidup dengan Rendy. menjalin hubungan lebih serius kedepannya hingga impian itu berlabuh pada suatu tempat yang dinamakan pernikahan.

itulah deretan impian Hema setelah lulus kuliah. menikah dan berbahagialah dengan pria pilihannya.

"Gue butuh bantuan lo...".

ucapan Rendy yang terdengar ambigu di telinga Hema. bagaimana tidak? mereka telah menghabiskan waktu bersama sepulang kuliah tadi. makan bersama dan akhirnya kembali pada tempat tinggal masing-masing. tapi tiba-tiba Rendy kembali datang ke tempat kost Hema dan meminta bantuan darinya.

entah bantuan apa yang bisa Hema lakukan untuk kekasihnya itu. melihat wajah Rendy yang begitu kalut, Hema tau ada sebuah beban yang mengganggu Rendy saat ini.

"Bantuan apa?".

setidaknya Hema ingin tau apa yang bisa ia lakukan untuk pria yang dicintainya itu.

asalkan tidak berat dan tidak di luar kemampuan Hema, ia siap melakukannya.

"Sorry Ma..." ucap Rendy lagi. yang mana mampu membuat wajah Hema semakin penasaran. keningnya mengkerut seiring dengan banyak pertanyaan yang memenuhi kepalanya. apa? kenapa? bagaimana?

lebih tepatnya kenapa permintaan maaf lolos begitu saja dari mulut Rendy.

mereka tidak sedang bertengkar. bahkan hubungannya baik-baik saja. lalu apa alasan Rendy meminta maaf?

"Ada apa Ren? apa ada hal yang mengganggumu?" tanya Hema. tangannya terulur menggenggam jemari tangan Rendy penuh kehangatan.

meyakinkan Rendy kalau Hema akan berada di sampingnya walaupun dalam keadaan yang sesulit apapun.

"Besok saja kita bicara lagi..." jawab Rendy pada akhirnya. ada sebuah kebimbangan dalam dirinya. melepaskan genggaman tangan Hema dan spontan beranjak dari tempat duduk. wajah kalutnya sama sekali tidak berkurang, semakin membuat Hema penasaran apa yang tengah terjadi saat ini.

Rendy segera bangkit dan meninggalkan tempat itu. menyisakan Hema yang berdiri menatap keheranan dengan isi kepala bertanya-tanya.

***

Seorang pria tengah duduk bersandar ranjang kamar tidur. menekuk lutut dan memeluknya sangat erat.

tak jauh darinya, serpihan bekas ponsel berceceran di lantai kamar. mungkin pria itu baru saja membanting ponselnya hingga hancur sedemikian rupa. meluapkan rasa kekecewaan yang entah karena apa.

"Apa semudah itu melupakannya?" gerutunya pelan. setelahnya hening kembali menguasi keadaan. mata pria itu memerah menahan kesedihan. atau lebih tepatnya sebuah kemarahan yang tertahan cukup lama. jelas sekali ada sebuah kekecewaan dalam manik mata berwarna hitam tersebut. tangannya mengepal kuat, hendak memukul apa saja yang ada di dekatnya.

cukup lama hingga pada akhirnya pria itu bangkit melepaskan jaket yang masih membungkus tubuh bagian atas dan membuangnya begitu saja ke lantai kamar.

langkah kakinya terseret membawanya masuk ke dalam kamar mandi. menghidupkan shower. air hangat mampu meredakan kemarahannya. mengguyur kepala dan kembali mendapatkan kewarasannya.

Huuff....

Guyuran iar dari atas benar-benar membasahi seluruh tubuh. mata pria itu memejam, mengingat semua kenangan beberapa tahun silam yang bahkan sampai saat ini, detik ini jelas terekam dalam ingatannya. tak sedikitpun yang hilang ataupun terpotong adegannya. semuanya berputar bagaikan kaset sebuah film, tanpa jeda.

"Dewasalah sedikit Hean, 4 tahun bukanlah waktu yang lama bukan?".

Sebuah perkataan kembali menggema memenuhi telinganya.

perkataan dari seseorang yang tanpa sadar melukai perasaannya. dan sekarang kembali mengingatnya saja, seperti menyulut kemarahan dalam hatinya.

Hean tersenyum kecut, heran bagaimana bisa perkataan itu keluar langsung dari gadis yang ia percaya.

Hean Dirga, itulah nama panjang pria itu.

seorang pria yang begitu dini untuk menerima kekecewaan dalam sebuah percintaan.

di tinggalkan pacar pertamanya ke luar negeri untuk kuliah, itulah yang Hean rasakan.

Padahal banyak sekali Universitas terbaik di negeranya, tapi nyatanya tak mampu membuat si gadis tetap tinggal di dekat Hean.

tak memperdulikan bagaimana perasaan Hean, apa yang dilakukan Hean sampai bersujud menjatuhkan harga dirinya memohon untuk memintanya tetap tinggal di negara ini. semuanya sia-sia.

kekasihnya itu tetap keras kepala dan meninggalkan Hean.

Dan setelah 3 tahun berlalu. disaat Hean masih menyembuhkan luka lamanya yang belum kering, sebuah nomor asing mengirim pesan pribadi di ponsel miliknya. Ya... gadis yang telah lama pergi itu tiba-tiba menanyakan keadaan Hean saat ini.

Tanpa dosa ia berusaha menjalin komunikasi kembali dengan Hean, tanpa mengetahui bagaimana keadaan Hean selama ini.

kembali menggoncang hati Hean untuk kesekian kalinya.

"Bermimpilah kalau Hean yang sekarang masih sama seperti Hean yang dulu...".

gumamnya sesaat setelah langkah kaki membawa pria itu keluarga dari kamar mandi.

mengganti pakaian dan bersiap tidur. berharap apa yang terjadi hari ini adalah sebuah mimpi belaka. dan ketika esok tiba, semuanya akan baik-baik saja.

***

Halo semuanya...

Semoga suka dan jangan lupa di favorit kan ya, biar tau kapan update terbarunya...

2. Awal Bencana.

HAPPY READING...

***

Udara malam benar-benar dingin seolah mampu membekukan apapun. angin bertiup cukup kencang dengan sesekali kilatan petir mengukir langit Ibukota.

"Gue sudah bilang kan? bayar sekarang juga atau gue benar-benar mematahkan tangan lo!" bentak seseorang dengan wajah bringasnya.

"Tapi gue belum ada uang sama sekali...".

Yang di gertak tentu saja ketakutan, bahkan detak jantungnya serasa menggila.

"Memang gue peduli? ini sudah lebih dari 6 bulan... dan lo seperti tidak berkeinginan untuk membayarnya...". mencengkeram dagu seperti hendak menghancurkan lawannya.

Rendy benar-benar ketakutan melihat 3 pria di depannya. peluhnya bercucuran seperti habis berolahraga. tapi bedanya saat ini ia berada dlama bahaya. yang mungkin saja, lengah sedikit nyawanya bisa melayang.

"Gue janji, gue janji... 3 hari lagi...".

Tapi bukannya mendapat ampunan, pria bernama Jio justru mengangkat sebuah besi panjang dan bersiap memukul Rendy.

"JANGANN!" teriak Rendy spontan.

diikuti dengan reflek tubuhnya yang tiba-tiba terduduk. Nafasnya berkejaran dengan tubuh yang sedikit gemetar.

Sial! umpatnya. nyatanya apa yang ia alami hanya sebuah mimpi saja.

tapi terasa begitu nyata bahkan nafas Rendy juga ikut naik turun seirama dengan detak jantung yang menggila.

dengan tangan yang masih bergetar, di raihnya sebotol air yang selalu ia siapkan di nakas samping tempat tidur. menenggak air itu dengan tergesa-gesa dan kembali memikirkan mimpi buruk yang baru dialaminya.

Apa yang harus gue lakukan? batinnya bicara.

esok pagi adalah hari ketiga yang diminta Rendy. dan ia harus membayar hutangnya.

tapi sampai detik ini, Rendy benar-benar tidak memiliki uang sama sekali. itulah yang membuatnya bingung.

"Aggghh...". Rendy berteriak, mengacak rambutnya dengan kasar.

***

Pagi telah tiba. Rendy sudah bersiap untuk meninggalkan kediamannya.

Seperti hari-hari sebelumnya, mengendarai motor sport berwarna merah Rendy membelah jalanan Ibukota menuju ke Kampus dimana ia menimba ilmu selama ini.

tak ada yang berubah mulai dari penampilan, pakaian, ataupun yang lainnya.

Sepanjang malam Rendy tidak kembali tidur. pria itu telah memikirkan matang-matang apa yang akan ia lakukan saat ini.

Hingga perjalanan yang biasanya terasa cukup panjang, entah kenapa terasa singkat. Tiba-tiba motor itu telah tiba di parkiran, membuat Rendy mau tak mau harus segera turun dari kendaraannya.

"Huff...". membuang nafasnya kasar, Rendy bersiap. bejalan menuju ke gedung Universitas sambil menggenggam ponsel di tangannya.

satu hal pasti yang harus Rendy lakukan. mengirim pesan kepada Hema agar gadis itu menunggunya setelah kelas hari ini usai.

Rendy : [Tunggu di Kantin sepulang kuliah]

pesan singkat itupun terkirim. tanpa menunggu pesan balasan dari Hema, Rendy kembali mengantongi ponselnya dan berjalan menuju ke kelasnya.

Baru saja mendudukkan tubuhnya di kursi, terlihat 2 orang pria sebayanya berdiri di ambang pintu kelas. tatapan mereka jelas tertuju pada Rendy seorang.

Sial! apa yang mereka inginkan sepagi ini?

Rendy hanya bisa mengumpat dengan kedatangan mereka. karena keberadaan dua pria itu jelas memiliki maksud terselubung.

Benar saja, salah satu dari mereka menjentitkan jemarinya, meminta Rendy mendekat atau sekedar keluar dari ruangan kelas.

membuat Rendy menghela nafasnya kasar walaupun tubuhnya otomatis bangkit. berjalan menuju ke arah mereka.

"Lo lupa?". salah satu dari mereka bersuara. meletakkan lengan kirinya tepat di bahu Rendy.

"Gue sudah bilang kan? nanti gue kabari..." jawab Rendy meyakinkan kalau ucapannya bukan hanya bualan saja. setidaknya Rendy tidak akan melupakan janjinya.

"Gue akan bicara dengan Hean sendiri..." tambahnya.

"Awas kalau lo bohong lagi!" ancam lainnya.

tentu saja atak membuat Rendy takut, tapi tetap menganggukkan kepalanya setuju.

Tanpa basa-basi, kedua pria itu pun meninggalkan Rendy. berjalan melewati kelas lain dengan gaya mereka.

Br*ngs*k!

Rendy memukul tembok di sampingnya. melampiaskan rasa kekesalan yang ia rasakan saat ini. mengacak rambutnya dengan kasar tanpa memperdulikan tatapan teman-teman yang heran melihat tingkahnya.

***

Di kelas lain, dua pria yang tadi menemui Rendy akhirnya masuk. duduk di bangku masing-masing dengan wajah jumawanya.

"Apa dia berani masuk hari ini?" tebak Hean dengan senyum penuh ejekan.

"Iya,".

jawaban dari Dimas seketika membuat Hean membulatkan matanya terheran.

karena dugaannya, Rendy tidak seberani itu. masuk dan menampakkan diri setelah apa yang telah terjadi.

"Gue tidak yakin kalau Rendy bisa membayar hutangnya hari ini..." timpa Jio. membuat Hean dan Dimas beralih menatapnya.

Tanpa di ketahui siapapun, ternyata Rendy memiliki hutang kepada Hean dan teman-temannya.

bahkan Hema juga tidak mengetahui hal itu.

Entah alasan apa yang membuat Rendy sampai bisa memiliki hutang, tapi yang jelas saat ini ia benar-benar kesulitan untuk membayarnya.

"Awas saja kalau dia sampai berani membohongi ku lagi..." ancam Hean. karena telah banyak waktu Hean memakan omong kosong Rendy selama ini.

5 juta memanglah sangat kecil bagi Hean yang memang notabene nya anak orang kaya. tapi bukan berarti orang lain bisa seenaknya meminjam uang darinya bahkan sampai waktu yang sangat lama.

 

Hingga sore hari setelah kelas usai, Hema lah yang pertama datang ke Kantin. memesan minuman dan duduk di bangku besi samping jendela tepat menghadap ke arah gedung Fakultasnya.

Tangannya meraih ponsel, mengetik sesuatu sebelum akhirnya kembali meletakkan benda pipih itu di meja dan menikmati minumannya.

Tak butuh waktu lama, sosok yang ia nantikan akhirnya menampakkan batang hidungnya. berjalan mendekati tempat duduk Hema dan duduk di samping kiri.

"Sudah menunggu lama?".

Hema menggeleng. ia baru saja tiba bahkan bisa dilihat dari gelas minumannya yang masih penuh.

"Nanti malam gue jemput ya..." ucap Rendy tak lagi berbasa-basi.

"Mau kemana?" tanya Hema penuh keheranan. walaupun biasanya Rendy memang selalu menjemput dirinya entah untuk makan atau sekedar menikmati suasana malam Ibukota, tapi kali ini terasa berbeda. apalagi dengan raut wajah Rendy yang seperti risau akan suatu hal.

"Makan," jawab Rendy singkat. menampakkan senyum kakunya agar Hema tidak terlalu curiga.

"Oke...".

sungguh Rendy sedikit menyesal melihat senyum indah yang melengkung di wajah kekasihnya itu.

Maaf...

Setelah mengantarkan Hema kembali ke kost, Rendy mencoba untuk mengirim pesan kepada Hean.

 

Dan di tempat lain, Hean tersenyum tak percaya. melemparkan ponselnya di meja setelwha membaca pesan singkat yang baru ia terima.

"Dari Rendy?" tebak Jio yang duduk di sampingnya sambil menghisap sebatang rokok.

anggukkan kepala Hean menjawab semua pertanyaan sahabat-sahabatnya.

"Kalian tidak penasaran apa isi pesannya?". masih dengan senyum aneh, Hean menyerahkan ponsel ke tangan Dimas, dan Jio juga ikut mengintip apa isi pesan dari lawannya itu.

Seketika mata keduanya membulat. Dimas dan Jio menatap satu sama lain dan beralih pada Hean.

"Gila..." ucap keduanya hampir bersamaan.

tidak menyangka kalau Rendy bisa berpikir jauh dari perkiraan mereka.

"Lo mau Yan?" tanya Jio dengan sangat penasaran. apakah Hean mau menerima tawaran yang diberikan Rendy atau tidak.

"Boleh lah kalau sebanding dengan uang 5 juta... hahaha,". tawa Hean menjadi satu-satunya sumber suara yang tercipta di Apartemen tersebut.

"Sinting!" ucap Jio dan Dimas yang keheranan dengan jalan pikiran sahabatnya tersebut.

***

Halo... Tekan Favorit ya... biar tidak ketinggalan

3. Membayar Hutang (1).

HAPPY READING...

***

Langit Ibukota telah berubah warna. dari ynag masih terang karena matahari, kini berubah remang dengan di terangi oleh lampu-lampu di sepanjang jalan. juga dengan cahaya lampu di setiap gedung, ruko dan rumah-rumah.

Para pekerja telah pulang, beristirahat dan berkumpul dengan keluarganya. ada juga pedagang yang bahkan baru saja membuka lapak dagangannya ketika senja tiba. Ya, seperti itulah pedagang kaki lima yang rela terjaga demi untuk menghidupi keluarga mereka.

"Kalian disini kan?". Hean bersuara. mematikan puntung rokok di balkon dan tetap duduk bersama Jio dan juga Dimas. di meja, ada botol minuman keras yang hanya tersisa setengah saja. sisanya telah dinikmati oleh ketiga pria itu sambil menikmati suasana senja.

sejak pulang dari kampus, mereka memang berada di disi. sebuah unit Apartemen dimana Hean tinggal.

toh Hean tinggal sendirian, jadi baik Jio maupun Dimas tidak merasa sungkan sama sekali. beda jika tinggal di rumah orang tuanya, Jio dan Dimas tidak akan seberani ini berkumpul hingga malam hari.

"Kalian tidak penasaran dengannya?". Lagi-lagi Hean bersuara. seperti memaksa kedua sahabatnya untuk tetap berada di tempat itu lebih lama lagi.

"Lo ingin kita menonton pertunjukan gila mu?" celoteh Jio spontan. bahkan ada senyum penuh ejek di ujung bibirnya. ynag menandakan ucapannya hanya sebuah gurauan saja. ia tidak benar-benar ingin akan hal itu. melihat kelakuan sahabatnya malam nanti.

"Kali aja mau gabung...".

Dimas ganti yang berdecak. mengalihkan pandangannya dan menghadap tepat ke arah Hean, "Eh anak monyet, Sejak kapan lo mau berbagi dengan kami?". jelas Dimas kesal, karena walaupun mereka bersahabat, untuk urusan itu jelas tidak ada peinsip bagi membagi.

"Hahaha...". sebuah tawa dari Hean menggema memenuhi seluruh ruangan. sedangkan Jio maupun Dimas hanya ngedumel dengan umpatan ynag hanya bisa mereka lakukan dalam hati saja.

***

"Sudah siap?". satu pertanyaan sesaat setelah Rendy tiba di tempat kost kekasihnya. berdiri di depan pintu sambil membawa helm ynag biasa di pakai oleh Hema ketika mereka pergi.

"Ayo..." jawab Hema penuh semangat. tak tau apa yang akan terjadi pada dirinya nanti. tak tau seperti apa hidupnya setelah malam ini. tapi yang jelas, Hema hanya mwyakini kalau malam ini ia dan Rendy akan makan malam bersama dan mungkin saja berkeliling sebelum kembali pulang.

"Tunggu..." cegah Rendy setelah mengamati penampilan kekasihnya. padahal Hema sudah bersiap melangkah meninggalkan kamar kost nya.

"Ada apa?" tanya Hema penasaran. "Ada yang salah?". mengamati penampilannya karena tatapan Rendy jelas tertuju padanya.

Sejenak Rendy berpikir. bagaimana cara mengatakan sesuatu tapi tidak membuat Hema curiga.

"Bagaimana kalau kamu memakai gaun saja?".

Gaun?

"Em... itu, lo terlihat cantik jika memakai gaun...".

Masih dengan tatapan bingung, Rendy menarik tangan kekasihnya kembali masuk ke dalam kamar kost.

"Pakai gaun saja ya..." pinta Rendy memohon.

"Tapi Ren-,". walaupun sempat protes tapi Hema benar-benar menuruti keinginan Rendy.

mengganti pakaian jeans dan crop top yang telah ia kenakan tadi dengan gaun berwarna putih yang panjangnya sebatas lutut.

"Bagaimana dengan ini?" tanya Hema, memperlihatkan gaun yang ia kenakan di depan Rendy.

Rendy tersenyum. Cantik...

sedangkan Hema langsung paham kalau penampilannya cukup bagus dan tak perlu meminta pertimbangan Rendy lagi.

Sambil menggenggam tangan Rendy, keduanya berjalan keluar. masih sama dengan sikap Rendy sebelum-sebelumnya, mengenakan helm untuk sang kekasih dan pada akhirnya mereka benar-benar pergi. membelah jalanan Ibukota dengan sepeda motor.

 

Sampai di Restoran, Rendy dan Hema duduk menikmati makan malam mereka.

"Makanlah...". Rendy menyodorkan makanan lain ke piring Hema. berharap gadis itu makan lebih banyak dari porsi biasanya.

Makanlah yang kenyang Hema... maafkan gue...

Untuk kesekian kalinya, Hema merasa ada yang aneh dari sikap Rendy. tapi tidak di hiraukannya karena Hema yakin mungkin kekasihnya itu sedang merasa senang.

Sejenak Rendy mengecek ponselnya. ada pesan masuk dan segera ia membalas pesan itu.

Rendy : [30 menit gue sampai... ]

"Siapa?" tanya Hema.

Rendy gelagapan. "Oh ini... temen," jawabannya memastikan dan menatap lekat manik mata kekasihnya.

"Kita mampir di tempat temanku dulu ya...". ucapan dari Rendy sejenak membuat Remaja menghentikan makannya.

Mampir? kemana?

Penasaran, itulah ynag Hema rasakan.

tapi ynag dilakukannya hanyalah mengangguk setuju. toh ia yakin kalau Rendy tidak akan terlalu lama bertemu dengn temannya.

Motor melaju kembali ke jalanan Ibukota. Tangan Hema terulur untuk memeluk perut Rendy di sepanjang jalan. begitu erat dan penuh kasih. Gue mencintai Lo Ren...

Sebuah kata yang selalu Hema katakan walaupun dalam hati.

bersyukur karena telah mengenal Rendy dalam hidupnya.

Hingga kendaraan roda dua itu tiba di gedung Apartemen yang tinggi. Hema sedikit tercengang melihatnya. Apalagi Apartemen itu tergolong elite dimana yang tinggal tentu saja orang-orang dengan dompet tebal.

bahkan hanya untuk bermimpi saja, Hema tidak pernah.

ini adalah kali pertamanya datang dan berada di sini. melihat dengan jarak dekat.

Keduanya berjalan sambil bergandengan tangan. menekan Lift untuk menuju ke lantai dimana seseorang tinggal.

"Pasti temanmu kaya..." celoteh Hema. sedangkan Rendy sama sekali tidak menjawab perkataan tersebut.

andai Hema tau, jantung Rendy saat ini seperti tengah berlari kencang. nafasnya sesak bersamaan dengan angka dalam Lift yang terus bergerak naik.

Maafkan gue Ma... hanya itu yang bisa Eemdy katakan sepanjang waktu. berharap Hema tidak membencinya walaupun ia sadra apa yang akan dilakukannya tidak bisa di benarkan.

Lift berbunyi diiringi dengan pintunya yang terbuka lebar. di lantai inilah teman yang Rendy maksudkan tinggal.

mereka berjalan menuju ke nomor yang dimaksud dalam isi pesan singkat tadi.

Sejenak Rendy terdiam di depan sebuah pintu. memejamkan mata sesaat dan memikirkan kembali apakah yang ia lakukan ini adalah jalan keluar yang tepat.

"Ren-,". belum sempat meneruskan kalimatnya, Rendy segera meraih tubuh Hema. menangkup pipi Hema dengan kedua tangannya dan menciumnya sangat dalam.

hingga apa yang Rendy lakukan secara tiba-tiba itu seketika mengejutkan Hema. tapi gadis itu tak berontak. karena hal itu bukanlah pertama baginya. mereka sering melakukannya.

"Maafin gue..." ucap Rendy setelah mencium Hema dengna tiba-tiba. tangan pria itu masih berada di pipi Hema, sedangkan satunya menghapus bibir Hema yang kemerahan karena perbuatannya.

"Tidak apa-apa...". Hema yang tidak tau apa-apa hanya menjawab demikian. karena ia mengira kalau Rendy meminta maaf karena telah menciumnya tiba-tiba. padahal bukan itu maksud Rendy.

Mungkin ciuman mereka adalah ciuman terakhir setelah ini. mungkin Rendy tak akan pernah bisa mencium Hema lagi. mungkin kenangan mereka hanya sebatas kenangan masa lalu saja yang tak akan pernah terulang di kemudian hari.

karena Rendy yakin, Hema akan begitu kecewa padanya. bahkan mungkin gadis yang dicintainya itu akan membencinya seumur hidup.

Pada akhirnya dengan tangan yang sedikit gemetar. detak jantung ynag semakin menggila, Rendy menekan Bell di depannya.

menunggu di pemilik Apartemen itu membukakan pintu untuk mereka.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!