NovelToon NovelToon

Akan Kubalaskan Dendamku

Apa Salahku Ibu

Malam itu hujan deras tiada hentinya, seorang gadis remaja sedang meringkuk kedinginan disudut ruangan gelap itu.

Terlihat dari pakaian yang ia kenakan, seragam sekolah SMA yang terlihat lusuh oleh kotoran dan bekas bercak darah.

Dia dikurung oleh ayah dan ibu tirinya didalam kandang kuda peliharaan mereka. Sebagai bentuk hukuman untuknya, yang dianggap telah lancang membantah ibu tirinya itu.

Udara dingin menusuk tulang, belum lagi nyamuk-nyamuk yang mengerumuninya. Suara perutnya yang berbunyi kelaparan, belum lagi rasa sakit di badannya penuh luka.

Dia harus menahan semuanya, badan kecil kurus penuh luka itu rambut panjang terurai terlihat acak-acakan dan hanya memakai sepatu sebelah saja.

Ericka Victoria gadis bungsu dari pasangan Dewantoro Wijaya dan Larasati Pohan, gadis yang malang ketika lahir sudah ditinggalkan mendiang ibunya.

Dan dipertemukan oleh ibu tiri yang kejam dan ayah yang tak peduli padanya, cinta ayahnya pada istri barunya itu melupakan kewajibannya terhadap anak-anaknya.

Ericka Victoria memiliki dua orang kakak, kakak pertamanya bernama Revalina Wijaya dan kakak keduanya bernama Rendy Putra Wijaya.

Kenapa hanya Ericka yang tidak diberi nama belakang keluarga ayahnya itu? Entahlah, hanya yang dia tahu dia tidak dianggap oleh keluarganya itu.

Dianggap aib keluarga, ayahnya termakan fitnah ibu tirinya bahwa mendiang ibunya hamil dari perzinahan.

Sehingga semua orang di keluarganya itu membencinya, kecuali kedua kakaknya itu.

"Ya Tuhan, apa salahku? Aku tidak pernah ingin dilahirkan seperti ini," ujarnya sambil terisak menangis pilu.

Teringat kembali pada kejadian tadi siang.

Ericka melangkah gontai menuju ruang keluarga, dia pulang sekolah lebih awal karena merasa tidak enak badan.

"Heh, kamu kenapa ada disini? Bukannya kamu ada disekolah?" tanya ibu tirinya itu ketus dan sedikit membentaknya.

"Ma-maaf Bu, aku izin pulang duluan karena tidak enak badan." Jawab Ericka.

Dia terlihat ketakutan dan badannya gemetar melihat sosok ibu tirinya itu, wanita yang dinikahi ayahnya enam belas tahun yang lalu.

Disaat umur Ericka masih satu tahun, dan tepat satu tahun juga mendiang ibunya meninggal ayahnya menikah lagi.

Elena Bexxa wanita paruh baya itu masih terlihat muda dan cantik, penampilannya yang selalu terlihat anggun dan elegan itu dia tampilkan sebagai wanita bersosial tinggi.

Dia adalah ibu tirinya Ericka, sebelum menikah dengannya ayahnya dia adalah seorang janda dengan dua anak.

Pramudya dan Pricilia adalah anak kembar ibu tirinya itu, sama jahatnya ,sama culasnya dan sama perangainya. Ibarat pepatah, buah takkan jatuh dari pohonnya.

Ibu tirinya itu menatap tajam Ericka, sorot matanya menelusuri setiap lekuk tubuhnya.

"Aku lihat tak ada yang luka atau cacat di tubuhmu itu? Kenapa kamu bolos, ingin malas-malasan yah kamu?! " bentak nyonya besar itu.

Ericka sedikit tersentak oleh bentakan ibu tirinya itu, meskipun sudah terbiasa diperlakukan seperti itu dari kecil, tapi tetap saja itu menakutkan.

Membayangkan ibu tirinya itu nenek sihir yang jahat seperti yang di dongeng-dongeng cerita jaman dulu.

"Tapi Bu, aku beneran tidak enak badan. Sepertinya maag ku kambuh" terlihat Ericka meringis kesakitan.

"Alasan kamu, bilang aja malas belajar! Kamu kira biaya sekolah kamu tuh murah, belum lagi peralatan sekolahmu yang mahal-mahal itu.

Itu semua pakai duit semua belinya, masih untung kamu ditampung disini. Bersyukurlah jadi orang!" Ibu tirinya itu meneriaki Ericka sambil menunjuk-nunjuk mukanya.

Ericka sudah tak tahan, badannya linglung tak mampu menopang badannya yang sakit-sakitan itu.

Dia terjatuh, terduduk bersimpuh dihadapan ibu tirinya itu.

"Kenapa? Jangan pura-pura sakit lagi kamu yah?! Aku takkan tertipu" katanya sinis.

"Bangun kamu, bangun!" teriaknya sambil menarik-narik tubuh Ericka supaya bangun dari duduknya.

Tubuh gadis itu kurus dengan bobot badan hanya 40 kg dengan tinggi 160 cm terlihat ideal tapi itu kurus sekali untuknya.

Terkadang dia tak boleh makan tanpa bekerja, lebih banyak bekerja daripada makan. Terkadang sekedar istirahat sebentar untuk minum air saja tak boleh.

Pekerjaannya lebih berat dibanding pelayan-pelayan yang ada di rumahnya. Dia menjadi bahan pembicaraan para pelayan.

Ada yang iba dan ada juga yang menyalahkannya karena lahir dari Mendiang ibunya yang dianggap berzinah itu. Tentu saja yang ikutan membencinya itu para suruhan ibu tirinya itu.

"Ampun Bu, ampun." Ericka tak kuat berdiri lagi.

Bu Elena terus memaksanya berdiri, disaat dia ingin berdiri ia meringis kesakitan akibat cengkeraman tangan ibu Elena itu ditangannya.

"Ah, sakit!" Ericka mengerang kesakitan tanpa sengaja menepis tangan ibu tirinya itu.

Ibu tirinya itu agak terkejut dengan tepisan tangan itu, biasanya Ericka hanya menerima perlakuannya sekarang sudah mulai berani, pikirnya.

"Heh, anak tak tau di untung! Sudah mulai berani kamu yah, kamu harus diberi pelajaran biar kapok!" teriaknya.

Plakk! plakk!

Dia menampar kedua pipi Ericka dengan keras, Ericka berteriak kesakitan. Tetapi wanita itu tidak peduli, dia malah semakin menjadi-jadi.

Dia menjambak rambutnya, dan kepalanya dibenturkan disalah-satu meja yang ada di sana.

Karena kegaduhan itu, para pelayan mengintip mereka dari kejauhan. Mereka tidak berani mendekat, karena nyonya rumah itu kalau sedang marah sangat mengerikan.

Salah satu pelayan di sana, bi Mirna menelpon Reva memberitahukan bahwa adiknya itu sedang dianiaya.

Selang beberapa saat kemudian Reva datang.

"Hentikan! Apa yang kau lakukan pada adikku?!" hardiknya pada ibu tirinya itu.

Dia membantu Ericka berdiri, dan melihat tubuh adiknya penuh luka akibat benturan dan cakaran Ibu tirinya itu.

"Diam kamu, seharusnya kamu juga marah padanya! Dia membolos dari sekolah" kata ibu tirinya itu

"Tidak, adikku tidak seperti itu. Pasti ada alasan kenapa dia pulang lebih awal" kata Reva tidak peduli dengan sikap ibu tirinya itu.

"Ayo Eri, ikut kakak kita obati lukamu itu. Lalu langsung istirahat yah," katanya pada adiknya itu.

Ericka hanya diam dan menangis itu mengangguk dengan ajakan kakaknya itu.

"Mau kemana kamu? Kembali, ayo kembali!" teriak Ibu tirinya itu.

Dia berusaha menarik tangan Ericka tapi Ditepis oleh Reva.

Revalina Wijaya gadis cantik anggun dan penuh mempesona, memiliki tubuh proporsional dengan bentuk tubuh ideal seperti model. Kaki jenjang kulit putih dengan rambut panjang bergelombang, dengan hidung mancung dan matanya begitu bulat sempurna, begitu gambaran yang sempurna untuknya, dan kebetulan profesinya seorang model ternama di kotanya.

Maka dari itu tidak sulit baginya menghindari serangan dari ibu tirinya yang berusaha mencelakai adiknya lagi.

Dengan kaki jenjangnya memakai sepatu high heels dia menendang kaki ibu tirinya itu sampai jatuh.

"Aahh!" Dia berteriak kesakitan.

Berselang kemudian pak Dewantoro datang bersama beberapa pengawalnya, dia juga dikabari oleh salah satu pelayan suruhannya untuk mengawasi rumahnya.

"Sayang!" teriaknya melihat istri tercintanya jatuh oleh tendangan Reva.

Dia langsung menghampiri dan membantu istrinya itu untuk bangun. Reva tak peduli dengan mereka dia terus berjalan sambil memapah adiknya itu.

"Tunggu!" hardik pak Dewantoro.

"Apa yang kamu lakukan pada Ibumu, lihatlah kakinya sampai terluka begini!" bentak ayahnya.

"Seharusnya Ayah bertanya juga pada Istrimu itu, apa yang dia lakukan pada anakmu sampai terluka seperti ini!" Tak kalah teriaknya Reva emosi dengan sikap ayahnya itu.

"Ibumu itu pasti ada alasan kenapa dia bersikap seperti itu." Jawab pak Dewantoro.

"Apa, alasan? Alasan apa yang membuatnya berhak menganiaya adikku seperti ini?! Kalian sama saja, sekumpulan orang jahat tak punya hati nurani." Reva pergi meninggalkan mereka.

Pak Dewantoro memberi aba-aba kepada pengawalnya, mereka mengerti dan langsung menarik Reva dan Ericka.

Mereka dipaksa untuk berpisah dengan menarik tangan mereka dengan cara dipisahkan, Reva berteriak minta dilepaskan. Sedangkan Ericka hanya pasrah ketika mereka menyeretnya pergi entah kemana.

Reva dikurung didalam kamarnya dan dikunci dari luar.

"Buka, buka pintunya! Lepaskan aku dasar kalian bi*dab! Apa yang ingin kalian lakukan pada Eri?! " tanyanya sambil berteriak memukul-mukul pintu berharap akan dibuka.

Tapi mustahil tidak ada yang berani menolong dia maupun adiknya itu, dia hanya menangis meratapi nasib adiknya yang malang.

Sementara itu, disalah satu kamar di rumah besar itu. Rendy hanya duduk terdiam sambil memejamkan matanya sambil mendengarkan musik di earphone nya.

Dia sengaja tak ingin mendengar kegaduhan itu, keributan yang hampir terjadi tiap hari di rumah itu.

Tak ada ketenangan maupun kedamaian di rumah itu.

...----------------...

Bersambung

Pengorbanan Reva

Rendy Putra Wijaya, putra kedua bapak Dewantoro dengan mendiang istrinya Larasati. Dia bukannya tak peduli dengan keluarga terutama dengan adiknya itu.

Dia lebih memilih diam, karena akan percuma saja melawan ayah dan ibu tirinya itu. Mereka memiliki kuasa dan segalanya, sedangkan dia dan kedua saudaranya itu masih menumpang dengan mereka.

"Lihat saja nanti, akan ku balas kesombongan dan keangkuhannya dengan kekuatanku sendiri.

Tapi tidak sekarang, setelah aku berhasil merebut semua yang menjadi hak ku." Katanya berujar sendiri.

Berdiam diri melihat kepergian ayah dan ibu tirinya itu, dia memandangi mereka dari jendela kaca kamarnya itu.

Pandangan tajam dan penuh kebencian, mengingat kelakuan mereka terhadap kakak dan adiknya itu.

"Ayah dan Ibu kok lama banget sih? Buruan, nanti terlambat kita" kata Pricilia salah satu anak kembar Elena.

"Maaf sayang ,tadi ada kerjaan sebentar." Jawab Elena sambil tersenyum manis kepada anaknya itu.

Ternyata kedua anak kembar Elena sudah menunggu mereka sedari tadi. Mereka duduk didalam mobil mewah milik pak Dewantoro.

Mobil berjenis Limosin itu mampu menampung beberapa orang, tapi tak sekalipun Rendy dan saudara-saudaranya pernah merasakan naik mobil itu.

Kesenjangan kasih sayang dan perhatian mereka nampak sekali.

"Kerjaan apa, pasti ulah Ericka lagi kan? Huh, anak itu selalu membuat masalah" katanya bersungut dengan senyuman sinis nya.

"Biarkan saja itu urusan Ayah dan Ibu" jawab pak Dewantoro.

"Itu karena Ayah terlalu memanjakannya" kata Pricilia lagi.

"Tahun ini dia kan lulus sekolah, Yah... Bagaimana kalau Ericka kita kirim aja ke London? Dia bisa kuliah dan menetap di sana," ujar Pramudya yang sedari tadi diam sambil memainkan Gadgetnya.

"Hem, ide bagus juga. Jadi dia tidak akan merepotkan kita lagi, ya 'kan Kak, Bu?" Kata Pricilia terlihat senang dengan ide kakak kembarnya itu.

"Diam kalian, ini urusan orang tua" ucap Elena.

Sebenarnya dia setuju dengan ide kedua anak kembarnya itu, tapi wanita licik itu masih belum melihat respon suaminya.

Dia akan memilih waktu yang tepat untuk membicarakan hal itu.

Disaat mereka berlalu dengan mobil mereka, diiringi dengan mobil pengawalnya pak Dewantoro, ada seseorang yang mengawasi mereka.

"Mau kemana mereka pergi? Aku harus melapor kepadanya sekarang juga" kata pria itu.

Dia memakai setelan jas serba hitam lengkap dengan kaca mata hitamnya sambil memegang kamera.

Dia memantau setiap gerak-gerik keluarga Dewantoro Wijaya.

"Halo Pak, mereka sudah pergi bersama pengawalnya. Saya belum tahu kemana tujuan mereka, baik Pak saya akan membuntuti mereka." Pria itu menutup telponnya lalu berlalu pergi.

Rendy yang sedari tadi memperhatikan ayah bersama istri dan anak tirinya itu, menyadari sesuatu yang aneh dibalik pohon pekarangan rumahnya.

"Siapa itu? Apa yang pria itu lakukan?" tanyanya curiga.

Setelah itu dia berlalu pergi, dia tidak mau ambil pusing yang ada diluar sana. Dia ingin fokus belajar, dan sibuk dengan urusannya sendiri.

Bukannya apa-apa, Keluarganya itu merupakan salah satu konglomerat besar yang disegani di kotanya, memiliki banyak usaha dan tentu juga banyak persaingan bisnis juga.

Tidak heran jika keluarganya selalu mendapat teror dari salah satu pesaing bisnis ayahnya itu. Seolah memiliki kekuatan besar, mereka selalu mampu menghadapi pesaing-pesaingnya.

"Aku harus fokus belajar, berpura-pura tidak tahu saja. Kalau aku sudah lulus dan bekerja di perusahaan ayah, maka dengan kekuatanku sendiri aku bisa mengubah segalanya yang ayah ciptakan itu." Katanya penuh kebencian.

Sementara itu, Reva sudah berhasil keluar dari kamarnya. Salah satu pelayan di rumah itu membukanya atas perintah pak Dewantoro.

"Maaf Nona, kami tak berani melawan tuan besar" ujar pelayan itu.

"Tidak apa, aku mengerti. Kalian hanya mematuhi perintah saja, karena mereka yang membayar mu.

Tapi ingat, jangan karena uang sampai menghilangkan hati nurani mu itu" katanya sambil berlalu pergi.

Kata-kata Reva membuat pelayan itu tertusuk hatinya, bagaimana tidak dia sendiri bekerja untuk membantu orang tuanya untuk melunasi hutang-hutang kakaknya.

Mila gadis masih berumur 17 tahun sudah bekerja di rumah besar itu, dia putus sekolah karena orangtuanya tak mampu membiayainya.

Dia bekerja di sana dibantu oleh bi Mirna, tetangganya yang sudah lama bekerja di rumah pak Dewantoro.

***

"Eri, Eri! Dimana kamu? Eri, jawab Kakak sayang." Terdengar suara Reva memanggil adiknya.

Dia tahu betul, jika Ericka pasti dikurung di salah satu kandang kuda ini.

Sudah menjadi kebiasaan mereka, jika Ericka dihukum akan mengurungnya di sana. Karena itu salah satu hukuman yang berat untuknya.

Ericka trauma berat dengan Kuda, dia pernah jatuh saat menunggangi kuda waktu kecil. Salah satu saudara tirinya itu mengerjainya dengan menyuruh naik kuda.

Tanpa tahu sedang dipermainkan, dia menurut saja karena dia senang akhirnya mereka mau main dengannya. Selama ini dia dikucilkan, tak ada orang yang mau menemaninya.

Kuda jantan yang lagi susah di jinakkan itu, berlari kencang saat Ericka mencoba menaikinya, dia terpental jatuh. Dan kuda itu berlari kearahnya, melihat buas kearah Ericka.

Membuat gadis kecil itu ketakutan, menjerit ketakutan. Untungnya ada salah satu penjaga kuda itu berhasil menyelamatkannya.

Mulai saat itulah dia trauma dengan kuda, meskipun itu hanya kandang atau baunya saja sudah membuatnya gemetaran.

Akhirnya Reva menemukan kandang yang mengurung Ericka, dia lihat adiknya itu sudah tak sadarkan diri.

Dia bergegas menolongnya, meminta salah satu penjaga kandang di sana membantunya.

"Bagaimana kalian tidak tahu dia dikurung disini semalaman?" tanyanya heran pada para penjaga itu.

"Maaf Nona, kandang ini sudah lama tak terpakai sedangkan kuncinya juga kami tak memilikinya, makanya kami tidak tahu." Kata salah satu penjaga itu.

"Tapi setidaknya kalian tahu, apa kalian tidak menjaga atau memeriksa setiap kandang yang ada disini?" tanyanya lagi.

"Tidak Nona" jawabnya lagi.

Reva menghela napasnya dengan berat, dia membawa adiknya itu ke rumah sakit untuk merawat luka-lukanya itu.

"Maafkan Kakak yang gak bisa jagain kamu terus Eri." Katanya sendu sambil memandangi adiknya yang semakin kurus.

Reva berprofesi sebagai model disalah satu agensi milik Ibu tirinya itu.

Elena memintanya bekerja untuknya, kalau tidak mau adik bungsunya itu disiksa terus. Dia menuruti Ibu tirinya itu demi adiknya, bukan karena takut.

Padahal dia salah satu model terkenal di kotanya, bisa di sejajarkan dengan model internasional. Dia beberapa kali memenangkan kontes kecantikan, bahkan mendapat tawaran kontrak eksklusif dari salah satu brand terkenal di negaranya.

Dia melewati semuanya demi menjaga adiknya itu, tetapi Elena sangat licik dia memberikan sebuah apartemen untuknya tinggal dan dikontrak dengan berbagai syarat yang memberatkannya dan tidak boleh dibantah.

Agar Reva tak selalu bisa mengawasi adiknya itu dia meminta orangnya untuk mengawasi Reva agar tidak sering pulang ke rumah dan melihat adiknya itu.

Sedangkan Rendy, dia tidak peduli dengan anak itu. Rendy sibuk sendiri dengan urusannya tanpa peduli dengan orang-orang sekitarnya.

Dia berpikir akan mudah mengendalikannya tanpa tahu isi pikiran dan hati orang itu.

Berselang lama kemudian, ada beberapa orang datang menuju kearahnya. Mereka menggendong paksa Ericka yang masih tertidur lemas itu.

"Lepaskan, siapa kalian?! Hentikan, tolong!" teriaknya.

Tetapi mereka tidak peduli, mereka terus membawa Ericka pergi. Reva melihat ada dokter dan beberapa perawat di sana, mereka hanya tertunduk diam membisu.

Melihat itu Reva mengerti semuanya, mereka pasti suruhan Elena. Mengingat Rumah sakit ini juga milik Yayasan Mutiara Hati yang diketuai olehnya.

Dengan mudah dia mengendalikan semua orang-orang disini.

"Setidaknya biarkan dia dirawat dulu, aku mohon hentikan." Kali ini Reva memohon padanya.

"Maaf Nona, dia akan dirawat di rumah saja. Ini perintah nyonya" kata salah satu pengawal itu.

Mendengar itu firasatnya benar soal itu, bahwa Elena lah dibalik kerusuhan ini.

Reva langsung menelpon Elena, tetapi tak dapat jawaban apapun dari telponnya. Tentu saja, Elena sudah mengantisipasi soal itu.

Reva menangis sendiri di koridor rumah sakit itu, meratapi nasib adiknya yang tidak tahu bagaimana nasibnya itu.

...----------------...

Bersambung

Rencana Rendy

Para pengawal itu membawa Ericka ke rumahnya, mereka menaruhnya ketempat tidur dengan hati-hati.

"Keluar, jaga pintu kamar ini. Jangan biarkan orang lain masuk ke kamar ini, kecuali para pelayan yang memberinya makan dan obat.

Jika ada yang memaksa masuk, usir dia kapan perlu hajar dia sampai jera" kata Nyonya besar itu.

Elena meminta bi Mirna dan Mila untuk merawat Ericka, selain mereka tidak boleh ada yang masuk.

"Kalian yang bertanggung jawab atasnya, jika terjadi sesuatu langsung lapor saja padaku.

Jangan pernah coba-coba untuk melapor ataupun bercerita ke orang lain masalah ini, kalau tidak ingin dipecat. Mengerti?!" kata Elena.

"Baik Nyonya, kami mengerti" jawab mereka sambil menundukkan pandangannya.

Nyonya rumah itu berlalu dengan angkuhnya, tersirat senyuman sinis nya.

"Jangan coba-coba melawanku, jika tidak inilah yang terjadi. Hehe!

Aku Nyonya rumah ini, semua ada di genggamanku" gumamnya sambil terkekeh.

Rendy memperhatikannya wanita licik itu, dia mengintip dari balik pintu kamarnya.

Sadar sedang diawasi, Elena membalikkan tubuhnya melihat ke kamar Rendy. Dia hanya tersenyum sinis lalu berlalu pergi.

"Anak curut pengecut macam dia, tau apa. Heh, untuk menolong diri sendiri saja tak mampu apalagi ingin menolong adiknya.

Tetaplah pengecut seperti itu, maka akan lebih mudah aku mengendalikan dirimu" kata Elena dengan senyuman liciknya.

Rendy sadar dia ketahuan langsung menutup pintu kamarnya itu. Senyumnya tak kalah liciknya.

"Tetaplah berpikir begitu, suatu saat nanti kau akan menyesal dengan meremehkan aku" ujarnya lalu berlalu kearah meja belajarnya.

Dia membuka situs web di laptopnya, dia tergabung dengan kelompok hackers di negaranya.

Di sanalah juga dia belajar bagaimana cara meretas perusahaan ayahnya itu, bahkan sempat mengacaukan bisnis ayah dan ibu tirinya itu.

Mereka tidak tahu, dan takkan pernah tahu kalau itu ulah Rendy.

"Aku harus cepat, tahun ini aku akan wisuda, aku harus bisa mengambil hati ayah dan wanita licik itu.

Agar mereka percaya dan membiarkan aku bekerja di perusahaannya itu, dengan demikian aku bisa melancarkan aksiku" katanya.

"Bersabarlah kak Reva, Eri... Aku akan membawa kalian dari neraka ini" ujarnya bersemangat sambil memainkan laptopnya.

*

Sementara itu, Reva kembali pulang ke rumah ayahnya itu. Rumah yang sudah seperti neraka baginya.

Dia kembali ingin menemui adiknya, tetapi para pengawal itu melarang dirinya masuk ke kamar adiknya itu.

"Apa hak kalian mengusirku, aku Kakaknya! Aku ingin bertemu adikku, lepaskan. Kataku lepaskan kalian bre*gsek!" Reva menjerit tak terima diperlakukan seperti itu.

Rendy mendengarnya dari kamar, dia hanya terdiam membisu. Dia ingin sekali membantu kakaknya itu.

Tetapi dia harus bertahan, dia tak boleh gegabah. Dia harus membuat orang-orang di rumah itu percaya, bahwa dia hanyalah seorang pengecut.

Agar mereka tak terlalu memperhatikannya, sehingga dia bisa menjalankan misinya itu.

"Maafkan aku kak, saat ini aku tak bisa membantu. Tunggu saatnya nanti, aku bisa membungkam mulut mereka semua" ujarnya dengan nada geram.

Tidak lama kemudian, suasana diluar sudah hening. Rendy berpikir kakaknya sudah pergi, dia keluar ingin mengambil air minum.

Betapa terkejutnya dia, saat membuka pintu kakaknya sudah ada didepan pintu itu dengan muka masam ditekuk.

Reva menerobos masuk ke kamarnya, Rendy gelagapan dia tak ingin rencananya ketahuan sebelum misinya berhasil.

"Apa yang kau lakukan dengan mengurung diri dikamar hah?! Kau sama sekali tak peduli dengan adikmu itu.

Setidaknya temani dia Rendy, kalau Kakak ada disini semuanya tidak akan menjadi seperti ini." Reva tak kuasa menahan air matanya.

"Lihat kamar ini, berantakan seperti kapal pecah. Buku-buku dan kertas-kertas tak berguna ini membuatmu menjadi gila.

Apa ini, kamu berusaha menjadi ilmuwan hah! Apa gunanya menjadi pintar jika tak punya hati nurani.

Usahamu itu akan sia-sia tahu! Aku kecewa padamu, aku marah!

Tapi apa gunanya, semuanya salahku, aku yang tak bisa menjaga adik-adikku," Reva keluar dengan membanting pintu kamar Rendy.

Dia berjalan sedikit tergesa-gesa sepanjang jalan dia menangis, dia sempat membalikan badannya kearah kamar rendy.

"Kau bukan adikku, aku menyesal punya saudara sepertimu!" katanya berteriak.

Suaranya terdengar sampai ke telinga para pengawal yang menjaga kamar Ericka.

"Bagaimana, apakah kita harus melapor pada nyonya?" Kata salah satu dari pengawal itu.

"Tidak perlu, itu hanya pertengkaran saudara biasa. Biarkan perselisihan itu terjadi diantara mereka, bukankah itu yang nyonya inginkan?" jawab pengawal satunya lagi.

"Kau benar" sahut temannya itu.

**

Sementara itu, Rendy hanya diam saja saat kakaknya mengacak-acak kamarnya itu.

Untung saja Reva tak sadar dengan isi buku maupun lembaran kertas di mejanya itu, kalau tidak rencananya akan sia-sia.

Dia memungut buku dan kertas yang berserakan, dia merapikan semuanya kembali.

Ada perasaan sakit dihatinya, melihat kakaknya frustrasi menghadapi masalahnya sendirian.

Tekadnya semakin bulat, balas dendam dan misinya harus berhasil.

Tidak lama kemudian, ada suara ketukan pintu dari luar. Nampak ayahnya masuk sambil tersenyum.

"Nak, apa yang kau lakukan di kamar sendirian? Ayo bergabunglah dengan kami diluar" katanya sambil merangkul putranya itu.

Ada perasaan jijik dan benci bersamaan dengan rangkulan ayahnya itu, tetapi dia harus bertahan.

"Ah Ayah, aku kira siapa. Baik, Yah... nanti aku akan menyusul setelah merapikan semua ini" katanya berusaha tersenyum.

Dia buru-buru merapikan semuanya, dia melihat buku dan kertas berisi rumus juga rencananya itu langsung dia sisipkan ke buku lain yang agak besar.

Jangan sampai ayahnya tahu, dia tidak ingin menjadi masalah besar nantinya.

"Ayah dengar, tadi kakakmu datang kemari yah?" tanya pak Dewantoro.

"Iya Yah, biasalah... marah-marah ga jelas, ganggu orang lagi belajar aja" kata Rendy berusaha santai.

"Abaikan saja semua perkataan dan sikap kakakmu itu, dia masih labil.

O ya, sebentar lagi kamu akan wisuda. Sudah ada rencana mau kemana?" tanya pak Dewantoro sambil duduk disalah satu kursi dikamar itu.

"Ada Yah, ada perusahaan ayah temanku ingin mengajakku bergabung. Tapi aku masih memikirkannya" ucap Rendy.

Dia tak asal bicara, memang ada benarnya perusahaan keluarga temannya mengajak Rendy bergabung.

Rendy anaknya pintar dan sangat genius, ayahnya berniat mengajaknya mengurus perusahaan yang dia bangun itu.

Setidaknya, satu dari anak-anak kandungnya ada yang memimpin perusahaan itu.

Dia tak memiliki anak dari Elena, wanita itu berdalih tak ingin punya anak. Alasannya dengan memiliki tiga orang anak tiri ditambah dengan dua anak kembarnya sudah lebih dari cukup.

Pak Dewantoro melihat Rendy berbeda dengan saudara-saudaranya, anak ini pintar dan pandai menempatkan diri.

Mau menerima ibu dan saudara tirinya dengan baik, tidak dengan saudaranya yang lain. Tetapi pak Dewantoro salah, satu-satunya yang bisa menerima mereka hanyalah Ericka.

Ericka yang masih satu tahun waktu itu tidak tahu dan tidak mengerti apa-apa, menganggap ibu dan saudara tirinya itu adalah Ibu dan saudara kandungnya.

Dia dididik dan dikasih doktrin, bahwa apa yang mereka lakukan padanya itu benar. Termasuk penghinaan dan penyiksaan itu.

Tadinya pak Dewantoro tak tahu soal itu, sekarang dia tahu dan tak peduli. Benar-benar ayah yang kejam. Sampai detik ini dia tak mengakui Ericka anak kandungnya.

"Baiklah Rendy, Ayah tunggu kamu diluar bersama ibu dan saudara-saudaramu yang lain" lalu pak Dewantoro berlalu pergi dan menutup pintu kamar itu.

Rendy tersenyum penuh arti, dia tahu apa yang ingin ayahnya maksudkan.

"Hem, apa wanita licik beserta anak-anaknya itu tahu yang diinginkan lelaki ini? Kalau tak tahu, ini pasti seru.

Aku akan turun dan menonton drama keluarga jahat ini." Rendy lalu turun menemui mereka.

Dilantai bawah itu, tepatnya di ruang tamu besar itu. Sudah ada beberapa orang yang berkumpul.

Diantaranya ada pengacara dan notaris perusahaan ayahnya, di sana ada juga pak Johan dan mas Bram.

Mereka manajer dan asisten pribadi ayahnya itu.

"Rendy, ah... akhirnya kau turun juga. Kemari lah, Nak." Kata pak Dewantoro terlihat sumringah sekali.

Elena dan kedua anak kembarnya itu terkejut dengan kedatangan Rendy.

"Apa yang dilakukan si pengecut ini disini? Bukankah di pembagian dua perusahaan besar yang akan dipimpin oleh kedua anakku?" ujar Elena bergumam heran.

Pramudya terlihat kesal dan marah, dia berusaha menahan emosinya itu. Sedangkan Pricilia terlihat santai.

...----------------...

Bersambung

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!