Udara pagi ini, masih terasa cukup dingin hingga menusuk ke dalam kulit. Sisa-sisa hujan semalam, juga masih menyisakan genangan air di halaman dan tepi-tepi aspal. Bahkan, matahari pagi ini juga seperti enggan menampakkan diri.
Suara gaduh yang sudah terdengar di dapur sebuah rumah, tak membangunkan si anak pemilik rumah tersebut. Bahkan, dia menarik semakin erat selimut yang membungkus tubuhnya sejak semalam.
"Bu, aku mau nambah, dong. Aku belum diberi makan sama Mama," ucap seorang anak laki-laki yang tampak mengekori seorang perempuan menuju dapur.
"Tumben Mama kamu belum masak. Ada apa?" tanya perempuan tersebut.
"Mama sudah berangkat ke Solo sejak subuh tadi, Bu."
Mendengar jawaban anak laki-laki tersebut, sontak saja si ibu menghentikan langkah kakinya dan menoleh. Keningnya berkerut sambil menatap wajah laki-laki tersebut.
"Ke Solo? Ke rumah kakek kamu?" tanya si Ibu.
"Hu um."
"Sama siapa saja?" Si ibu langsung berbalik dan melanjutkan langkah kakinya setelah mendapati jawaban anak laki-laki tersebut.
"Ya, semuanya ikut."
"Papa dan kakakmu juga?"
"Hu um."
Si ibu menghentikan langkah kakinya saat sudah berada di depan kompor. Hal yang sama juga dilakukan oleh anak laki-laki tersebut sambil menyodorkan sebuah mangkuk yang sudah kosong.
"Kok kamu nggak ikut?" tanya si Ibu sambil mengambil alih mangkuk yang telah kosong tersebut, dan mengisinya dengan bubur sumsum lagi. Rupanya si anak laki-laki tersebut minta tambah.
"Males ah, Bu."
"Memang kenapa males?" tanya si ibu sambil menyerahkan kembali mangkuk yang sudah penuh tersebut.
"Nanti yang antar Ale Ale siapa?" jawab si anak laki-laki tersebut sambil menyuapkan sesendok bubur sumsum ke dalam mulutnya.
Si Ibu yang melihat hal itu, tanpa sungkan langsung menjewer telinga si anak.
"Sudah berapa kali Ibu bilang. Jika makan itu harus duduk dengan benar. Kamu itu kebiasaan makan sambil berdiri," ucap si Ibu sambil masih menjewer telinga.
"Aduuhhh duuhhh. Iya iya, Bu. Ini mau duduk, ih. Ibu sama saja sama Mama. Sakit telingaku kena jewer terus." Laki-laki tersebut masih mengerucutkan bibir sambil menarik sebuah kursi plastik yang ada di dapur tersebut. Setelah itu, dia langsung mengambil posisi duduk di sana dan mulai melanjutkan kembali santapan pagi tersebut.
Si Ibu hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah laki-laki yang sudah dianggapnya seperti putranya sendiri tersebut.
"Caca kan sudah gede, Dan. Dia pasti juga barengan sama teman-temannya untuk berangkat survey tempat KKN. Kamu nggak perlu repot-repot ngantar dia survey ke tempat KKN nya," ucap si Ibu.
"Nggak. Biar aku yang antar. Ibu nggak tahu saja teman-teman sekelompok Ale Ale itu seperti apa." Laki-laki itu tampak merengut tidak suka.
"Memang kamu tahu mereka seperti apa?"
"Tau lah, Bu. Aku kan satu kampus sama mereka," jawab si anak laki-laki tersebut.
Mendengar jawaban tersebut, si Ibu hanya bisa mendesahkan napas beratnya. Dia tidak tahu harus menjawab apa lagi.
"Dan, Ibu sangat berterima kasih dengan semua bantuan dan perhatian kamu untuk Caca. Tapi, Ibu tidak mau kamu menjadi terbebani dengan hal itu. Kamu masih punya banyak waktu dan hal lain yang bisa dilakukan. Tidak harus melulu dengan Caca, kan?"
Bukannya kesal, namun si anak laki-laki tersebut hanya mengangguk-anggukkan kepala sambil masih berusaha menyelesaikan sarapan bubur sumsumnya.
"Ibu tenang saja. Aku masih punya banyak waktu untuk hal lain, kok."
Jika sudah seperti itu, si Ibu hanya bisa mendesahkan napas beratnya tanpa bisa menjawab lagi. Setelah itu, Ibu langsung meninggalkan dapur untuk kembali menyiapkan sarapan di ruang makan yang sempat tertunda.
Beberapa saat kemudian, si anak laki-laki tersebut telah selesai menyantap bubur sumsum untuk yang kedua kalinya. Dia segera beranjak menuju tempat cuci piring dan segera mencuci mangkuk yang sudah digunakannya. Hal itu sudah menjadi kebiasaan jika dia menumpang makan di rumah tersebut.
Lalu, siapa sebenarnya anak laki-laki tersebut? Dan, apa hubungannya dengan si pemilik rumah?
Eheemm. Anak laki-laki tersebut bernama Daniel Aksara Bramastyo. Dia anak kedua dari pasangan Agung Bramastyo dan Indah Purwati. Daniel memiliki seorang kakak perempuan, Desika Anasta Bramastyo. Usia yang hanya terpaut sekitar tiga tahun, membuat Daniel dan sang kakak hampir setiap hari selalu beradu mulut. Namun, hal itu tak mengurangi rasa sayang diantara keduanya.
Lalu, apa hubungan Daniel dengan si pemilik rumah tadi? Dan, jawabannya adalah mereka tidak memiliki hubungan kekerabatan apapun.
Daniel dan keluarga pemilik rumah tersebut, sudah hampir dua puluh tahun hidup bertetangga. Rumah mereka benar-benar bertetangga mepet. Rumah Daniel menghadap ke timur, sementara rumah yang tengah dikunjungi Daniel tersebut berada persis di sebelah utara rumahnya dan menghadap ke utara. Kebetulan, rumah keduanya berada di pojokan jalan.
Kedua keluarga tersebut sudah seperti kerabat. Mereka juga sudah menganggap putra dan putri mereka seperti anak-anak mereka sendiri. Mungkin, hal itu terjadi karena mereka berasal dari daerah yang sama sebelum pindah ke sini.
Daniel, yang sudah selesai mencuci mangkuknya, langsung bergegas menghampiri si Ibu yang sedang menyiapkan sarapan untuk keluarganya.
"Bu, Ayah kok belum balik?" tanya Daniel sambil mencomot sepotong tempe goreng yang masih hangat tersebut.
"Biasanya jalan sampai depan koramil jika lama seperti ini," jawab si Ibu.
"Jauh sekali. Apa tidak capek?" ucap Daniel sambil kembali mencomot sepotong tempe goreng lagi.
"Ya, mana Ibu tahu." Ibu mengedikkan bahu sambil meletakkan piring. "Sudah, kamu bangunin Caca sana. Katanya janjian sama teman-temannya jam setengah delapan. Ini sudah hampir jam enam pagi. Bisa ngamuk nanti jika tidak dibangunin."
"Cckkk. Masih suka begadang saja itu anak, Bu." Daniel memprotes. Namun, tak urung dia melangkahkan kakinya menuju kamar Caca.
"Kamu seperti tidak kenal bagaimana Caca, Dan." Ibu menimpali saat Daniel hendak menaiki tangga yang berada di dekat ruang tengah rumah tersebut.
Daniel mendesahkan napas berat sambil berjalan menuju kamar Caca. Begitu sudah berada di depan pintu kamar tersebut, tanpa permisi Daniel langsung nyelonong masuk. Dia tahu jika Caca tidak pernah mengunci pintu kamarnya jika sedang tidur.
Kamar tidur yang masih gelap tersebut, langsung menyambut kedatangan Daniel. Tirai jendela yang masih tertutup, membuat kamar terasa pengap. Daniel bergerak menuju jendela dan langsung membuka tirai dan jendela tersebut.
Setelah berhasil membuka jendela, Daniel berbalik dan berjalan menuju tempat tidur. Dia melihat sesosok perempuan yang masih bergelung di dalam selimutnya.
Tanpa ba bi bu, Daniel langsung melompat ke atas tempat tidur dan menubruk perempuan yang tengah terlelap tersebut.
Bruukk.
Sontak saja tindakan Daniel tersebut membuat si perempuan langsung terbangun karena kaget. Suara lengkingan langsung terdengar setelahnya.
"Aaarrgghh. Dasar Kudaniiiilllll!"
***
Hai, semua.
Ini ada cerita baru lagi dari othor. Ini sebenarnya cerita sudah disimpan lama. Jadi, sambil nunggu othor ketik cerita sebelah, bisa mampir di sini.
Kasih dukungan buat cerita baru ini, ya. Klik 🖤, like dan komen banyak-banyak. Semoga bisa menghibur. Masih dengan genre yang sama dengan cerita -cerita othor sebelumnya. Eitss, semoga tidak ada kegesrekan di cerita ini ya. 🤭🤭
Suara teriakan tersebut sudah biasa didengar hampir setiap hari. Bukannya marah, Daniel justru tertawa terbahak-bahak karena sudah berhasil membuat kesal sahabatnya tersebut.
Melihat tingkah Danil, si perempuan langsung melempar bantalnya ke arah Daniel. Namun, dengan sigap bantal tersebut langsung ditangkap oleh Daniel.
"Kuda, kebiasan banget sih, bangunin orang begitu. Kalau gue jantungan terus metong gimana?!" ucap si perempuan yang baru bangun tersebut dengan wajah kesal.
"Nggak bakalan. Jantung lo itu kebal sama kejutan seperti ini." Daniel menjawab sambil melempar kembali bantal yang sudah berhasil ditangkapnya tadi.
Si perempuan mencebikkan bibir sambil menatap kesal ke arah Daniel.
"Cckkk. Ngapain lo kesini pagi-pagi buta begini?" Si perempuan masih merasa kesal.
"Pagi buta apanya, Neng? Tu lihat, sudah siang bolong melompong itu tuh. Mataharinya juga sudah mulai ngintip, tuh." Daniel menunjuk ke arah jendela.
Si perempuan hanya mencebikkan bibir sambil meregangkan tubuhnya. Daniel hanya bisa mendesahkan napas berat melihat tingkah sahabatnya tersebut.
"Buruan mandi, gih. Katanya hari ini lo mau survey tempat KKN?" Daniel mengingatkan.
Sontak saja ucapan Daniel tersebut sukses membuat si perempuan terkejut. Dia benar-benar lupa dengan agenda yang akan dilakukannya hari ini. Salah sendiri dia begadang semalaman untuk melihat drakor favoritnya. Dia sudah sejak beberapa hari yang lalu sengaja menimbun episode untuk ditontonnya agar tidak penasaran.
"Aiisshhh. Kok gue bisa lupa gini, sih?" Si perempuan memijat kedua pelipisnya dengan kedua tangan.
Mendengar hal itu, Daniel langsung mencebikkan bibir.
"Cckkk. Wajar saja sudah tua. Pasti juga pelupa."
Si perempuan tidak terima dengan ucapan Daniel.
"Sembarangan. Gue masih dua puluh satu tahun juga. Bagian mananya yang terlihat tua?!"
Daniel menelisik tubuh si perempuan dengan kedua matanya. Sambil bergaya sedang berpikir keras, Daniel kembali melanjutkan ucapannya.
"Tuh, yang di depan dada. Wajar nggak sih usia dua puluh satu tahun tapi sudah seperti emak-emak usia tiga puluh lima tahun?"
Sontak saja jawaban Daniel sukses membuat si perempuan langsung naik pitam. Dia beranjak turun dari tempat tidurnya dan berteriak-teriak sambil mengumpat kesal sahabat lucknutnya tersebut.
Tentu saja Daniel langsung lari keluar kamar untuk menyelamatkan diri dari cakaran dan juga pukulan dari sahabatnya tersebut.
"Kuda! Sini lo! Awas saja lo ledekin gue lagi. Gue sunat sampai pangkal tahu rasa lo!"
Bukannya takut, Daniel masih tertawa terbahak-bahak karena sudah berhasil membuat kesal sang sahabat. Dia langsung berjalan menuju teras saat mendengar suara pemilik rumah berada.
Hhmmm. Siapa sih perempuan yang sudah berhasil dibuat emosi oleh Daniel pagi itu? Dia adalah Alesya Fanindya Resanti. Dia adalah putri tunggal dari pasangan Toni Budianto dan Eni Rahmawati. Alesya atau Ale, itu adalah nama panggilan perempuan tersebut ketika di luar rumah. Namun, ketika di rumah, orang tuanya lebih suka memanggilnya dengan Caca.
Namun, bagi seorang Daniel, dia memiliki nama panggilan khusus untuk sang sahabat. Apalagi jika bukan Ale Ale seperti nama sebuah merek minuman. Sedangkan untuk Daniel, Alesya selalu memanggilnya dengan Kuda atau Kudanil. Meskipun begitu, tidak ada yang protes dengan panggilan keduanya.
Daniel dan alesya, berkuliah di kampus yang sama. Namun, mereka berbeda jurusan. Alesya mengambil jurusan Pendidikan, sedangkan Daniel mengambil jurusan Teknik. Meskipun begitu, keduanya tampak masih bisa menjadi sahabat yang selalu ada satu sama lain.
Lalu, apakah mereka berpacaran? Hhmmm, bagaimana jawabannya, ya?
***
Berhubung ini masih cerita baru, jangan lupa klik 🖤, kasih like dan komen banyak-banyak ya. Dukung cerita ini biar tambah rame. Hehehe
Setelah kepergian Daniel, Alesya langsung membereskan tempat tidurnya. Setelah itu, dia bergegas untuk membersihkan diri mengingat jarum jam sudah menunjukkan pukul enam lewat.
Sekitar tiga puluh menit kemudian, Alesya sudah siap dengan segala keperluannya untuk melakukan survey tempat KKN yang akan dilakukan sekitar satu bulan lagi. Dia sudah membuat rencana dengan teman-teman satu kelompoknya untuk agenda KKN yang akan mereka ikuti.
Begitu yakin jika seluruh keperluannya sudah siap, Alesya segera keluar dari kamar. Dia berjalan menuju meja makan untuk ikut sarapan dengan orang tuanya.
Sebenarnya, Alesya bukanlah gadis yang malas untuk membantu orang tuanya. Apalagi, untuk urusan dapur. Namun, jika sudah terkena racun drakor, entah mengapa dia selalu saja malas melakukan aktivitas membantu orang tuanya. Beruntung aktivitas menonton drakor Alesya tidak setiap hari dilakukannya.
"Pagi, Bu, Yah," sapa Alesya saat mendapati kedua orang tuanya sudah mulai menyantap sarapan mereka.
Kedua orang tua Alesya pun langsung menoleh ke arah putri semata wayang mereka tersebut.
"Pagi, Sayang," Ibu Alesya menjawab sambil mengulas senyuman. Sementara sang ayah, hanya mengangguk-anggukkan kepala.
"Sudah siap semuanya?" tanya sang ayah setelah beberapa saat membiarkan sang putri mengambil sarapannya.
"Sudah, Yah."
"Jadi diantar Daniel?"
Alesya menganggukkan kepala. "Jadi. Ayah tahu sendiri si Kuda jika tidak dituruti keinginannya bakalan ngamuk. Heran deh, Mama ngidam apa dulu punya anak kok bar bar begitu," jawab Alesya sambil memotong sosis dengan sendok.
Sementara ayah dan ibunya, hanya menggelengkan kepala melihat tingkah putri semata wayangnya yang selalu berdebat dengan si Daniel.
Hingga, tak berapa lama kemudian, sarapan mereka bertiga sudah selesai. Ayah berangkat lebih dulu karena harus segera ke sekolah. Beliau saat ini menjadi seorang pengajar di salah satu SMA negeri di Jakarta. Sementara sang ibu, beliau mempunyai sebuah usaha catering yang sudah cukup terkenal.
Alesya segera berpamitan kepada sang ibu setelah memastikan semua keperluannya telah siap. Alesya juga sudah melihat motor gede Daniel sudah diparkirkan di depan rumahnya.
"Dimana Kuda, Bu?" tanya Alesya sambil celingak celinguk mencari keberadaan sahabatnya tersebut.
"Entahlah. Mungkin pulang sebentar. Dia belum bawa helm juga sepertinya tadi," jawab Ibu.
Dan, benar saja. Dari arah samping rumah Alesya, tampak Daniel sedang berjalan sambil membawa helm dan jaket di kedua tangannya. Dia tidak perlu memutar jika ingin pulang ke rumah, karena ada jalan yang langsung tembus ke halaman rumahnya. Tepatnya, ada jalan yang sengaja dibuat untuk menghubungkan rumah keduanya.
"Sudah siap?" tanya Daniel begitu tiba di depan Alesya dan Ibu.
"Hhmmm." Alesya menjawab sambil mengamati penampilan Daniel.
Dia melihat Daniel memakai celana jean yang sudah bolong-bolong di bagian lutut dan ada beberapa bagian juga yang berlubang di bagian paha. Untuk atasannya, Daniel juga memakai kaos putih polos kebesarannya. Entah mengapa Daniel lebih suka memakai kaos putih dan hitam polos untuk outfitnya.
Melihat sang sahabat tengah mengamati penampilannya, sontak saja hal itu membuat kedua alis Daniel berkerut.
"Ada apa? Apa ada yang salah dengan penampilan gue?" tanya Daniel sambil mengamati penampilannya.
Alesya mencebikkan bibir. "Cckkk. Nggak ada sih. Cuma, yakin lo pakai celana berjendela lebar seperti itu. Lo tahu kan tempat KKN gue tu pedesaan. Di sana juga alim-alim banget orangnya. Bisa-bisa, mereka banyak-banyak istighfar saat lihat penampilan lo," jawab Alesya.
"Istighfar? Lo kira gue dosa yang harus dibacakan istighfar?!" Daniel tidak terima.
"Nah, itu lo nyadar."
"Ale Ale!"
***
Jangan lupa kasih dukungan buat cerita baru ini ya. Klik 🖤, komen dan like banyak-banyak. Kasih vote juga boleh kok. 🤗
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!