-KARYA PEMENANG RISING STAR EVENT SUPER SISTEM-
Alhamdulillah Gara bisa membawa pulang sertifikat ini buat author.
...****************...
Pagi hari yang biasa saja, seperti biasa matahari masih terbit dari ufuk timur, manusia masih menghirup oksigen secara gratis, kupu-kupu masih terbang dengan sayapnya, dan Kanigara, lelaki dua puluh delapan tahun ini masih meringkuk malas di balik selimutnya, semua masih seperti biasa.
Suara alarm yang sangat berisik berbunyi dari ponsel buluk milik Gara.
“Arrgh..” Gara mencari keberadaan ponsel di bawah bantal tanpa membuka mata, dan ketemu secepat kilat, cepat-cepat Gara mematikan alarm di ponselnya.
Tanpa membuka mata pula Gara sudah tahu bahwa ini jam enam pagi.
“Ah.. perasaan baru sebentar tidur kenapa udah pagi sih.” Gara menarik kembali selimutnya yang sempat bergeser.
Kanigara Dipta, seorang anak yatim piatu yang sejak umur tujuh tahun sudah tinggal di panti asuhan karena keluarga besarnya tidak ada yang mau mengurus dirinya. Saat kelas satu SD, kedua orang tuanya meninggal kecelakaan, sejak saat itulah Gara menjadi penghuni panti asuhan Kasih Ibu.
Setelah lulus SMA, Gara memutuskan untuk hidup mandiri. Saat itu Gara diterima bekerja di salah satu perusahaan jasa pengiriman sebagai kurir pengirim barang, dia bekerja selama lima tahun di sana, namun naas, Gara terkena PHK. Lebih dari lima bulan Gara tidak mendapat kerja, lalu pada akhirnya dia memilih menjadi seorang penjaga warnet dengan gaji yang pas-pasan. Bertahan dua tahun lebih akhirnya Gara merasa gajinya tidak cukup untuk menghidupi dirinya dan juga menyokong keuangan panti, akhirnya Gara mulai bekerja sampingan menjadi gojek online. Merasa pendapatan sebagai driver gojek online lebih banyak dari pada dia bekerja sebagai penjaga warnet, akhirnya Gara meninggalkan pekerjaannya dan memilih fokus menjadi driver ojek online. Hingga saat ini sudah hampir tiga tahun Gara mengais rejeki sebagai driver gojek online.
Gara merasa badannya sedikit capek, maklum saja semalam dia habis kejar setoran, lumayan malam minggu orderan pengirimaan membludak. Gara berniat kembali tidur. “Bismika Allahumma..” Tapi tetiba dia ingat hari ini adik pantinya yang bernama Vita berulang tahun.
“Ahhh.. harus cari uang tambahan buat beliin kado Vita. Arrrgh.. malesin banget sih jadi rakyat miskin.” Sambil menggerutu Gara pergi ke kamar mandi untuk mandi dan bersiap kerja.
Seperti hari biasanya Gara mengojek sejak pukul tujuh pagi, dia menerima beberapa order perjalanan dan pengantaran makanan. Dalam sehari Gara rata-rata menghasilkan Rp. 120.000,- sampai Rp. 150.000,- . Saat awal mengojek Gara bisa dapat lebih dari itu tapi seiring berjalannya waktu ada-ada saja perubahan peraturan pendapatan driver sehingga segitulah pendapatan perhari Gara sekarang.
Tapi bukan Gara namanya kalau tidak bersyukur dengan apa yang dia dapat, meski sering berucap keluhan, tapi dalam hatinya dia selalu bersyukur atas apa yang dia dapat.
Matahari mulai tenggelam, Gara menyelesaikan pekerjaannya. Gara mampir ke sebuah toko sepatu, dia memilih sepasang sneakers berwarna hitam ukuran 36 untuk kado Vita. Setelahnya Gara mampir membeli martabak telur untuk dimakan bersama di panti.
“Masih jam setengah delapan, mereka masih belum tidur.” Gara segera tancap gas menuju panti.
...----------------...
“Makasih ya Bang, bagus banget.” Vita terlihat sangat senang saat mencoba sepatu pemberian Gara. Gadis yang sekarang tepat berusia tiga belas tahun itu memang sedang mendamba sepatu baru karena sepatu sekolahnya yang hanya satu sudah dua kali direparasi karena solnya sudah mulai copot.
“Kamu tahu aja kalau Vita baru butuh sepatu baru, makasih ya Gara.” Yashinta, Ibu panti yang baik itu menggosok-gosok lengan kanan Gara.
“Harus tahu dong buk, aku kan abangnya.” Gara merasa senang saat melihat adik-adiknya juga senang. Gara memang selalu memperhatikan semua adik-adik pantinya, saat ini ada delapan belas anak yang masih tinggal di panti. Sebelumnya panti asuhan Kasih Ibu sudah meluluskan belasan anak, termasuk Gara.
“Cuman ke Satya aja buk, Bang Gara udah enggak perhatiannya.” Celetuk Satya, anak panti yang paling tua.
“Kan duit kamu lebih banyak dari aku Sat.” Gara mengedipkan sebelah matanya, menggoda Satya.
“Amiin.” Satya adalah lelaki dua puluh satu tahun, dia bekerja di perusahan milik negara yang bergerak di bidang transportasi kereta api.
“Iya, saking banyaknya dia selalu jadi krediturnya Windy.”
Satya melemparkan tanda ke Yashinta untuk tidak menyinggung tentang Windy, salah satu mantan anak panti Kasih Ibu.
“Windy? Pinjam uang ke kamu Sat?” Tanya Gara.
“Iya Bang, tapi udah kok.” Satya mencoba menutupi masalah Windy, karena dia tahu kalau Gara tahu masalah ini akan jadi panjang.
“Pinjam berapa dia? Kapan pinjamnya? Ketemu dimana kamu sama dia?” Tanya Gara layaknya polisi mengintrogasi saksi.
“Tuh kan Buk, jadi serasa di kantor polisi.” Satya menyindir Gara.
“Udah buruan jawab.” Gara dalam mode mengintrogasi memang terlihat garang, wajar kalau Satya tak mau dia tahu soal Windy.
“Udahlah ibuk tinggal ya. Semoga selamat ya Sat.” Yashinta mengejek Satya sebelum akhirnya meninggalkan mereka berdua.
‘Ah.. Ibuk, kenapa malah ninggalin aku sendiri sih.’ Dalam hati Satya.
“Satya? Enggak mau jawab nih?” Gara kembali menegur Satya.
“Hah.. oke bang, aku cerita. Terakhir Windy datang ke sini, tapi kayak biasanya, dia enggak mau masuk, kita ketemuan di depan pagar. Terakhir dia pinjam uang dua juta, sebelumnya dia pernah pinjam uang juga ke aku bang, sembilan puluh persen udah balik bang, yang sepuluh persen udah aku ikhlasin bang.” Satya akhirnya menceritakan semua kejadian Windy ke Gara.
“Sebelumnya Windy pinjam uang berapa ke Sat?”
“Ada empat atau lima kali bang, kalau di total tujuh juta.”
“Dia cerita buat apa uang segitu banyak?”
“Waktu pinjam yang sebelum-sebelumnya dia enggak mau jelasin bang, cuman bilang kalau dia baru butuh uang karena uangnya habis, dan saat pinjam uang itu masih jauh dari tanggal gajiannya bang.”
“Heum? Dia kan jadi SPG di mall, masa dia sampai kehabisan uang berkali-kali sih?”
“Enggak tahu juga bang, setiap ketemu enggak banyak ngobrol sih.”
Gara mulai merasa ada yang tidak beres dengan Windy, dia penasaran sebenarnya apa yang terjadi dengan Windy. Memenuhi rasa penasarannya, sepulang dari panti Gara pergi ke kost Windy.
Sudah hampir tengah malam, Gara sampai di daerah kost Windy. Dari jarak sepuluh meter Gara melihat Windy sedang berbincang dengan dua orang laki-laki berbadan kekar dan bermuka sangar. Apa yang mereka bicarakan tidak terdengar begitu jelas oleh telinga Gara.
Gara masih mengamati dari jarak yang agak jauh, dia berniat muncul jika kedua orang itu berbuat hal yang tidak mengenakan ke Windy, tapi ternyata tidak, ke dua orang itu pergi. Gars segera mendekati Windy.
“Apa kabar Wind?” Suara sapa dari Gara mengagetkan Windy.
“Bang Gara?” Windy terkejut melihat Gara yang baru saja memarkirkan motornya.
“Kenapa kelihatan kaget gitu sih Wind?" Tanya Gara santai.
“Kagetlah bang, abang tiba-tiba datang ke kost aku jam segini. Enggak kabar-kabar dulu.” Windy tidak bisa menutupi rasa khawatirnya.
“Aku mampir aja kok Wind, aku barusan pulang dari panti. Tadi ibuk bilang kangen sama kamu, dia khawatir sama kamu.”
“Khawatir?! Kenapa ibuk khawatir sama aku bang? Ibuk cerita apa bang soal aku?” Windy gelagapan.
“Bukan ibuk yang cerita.”
“Satya??!” Suara Windy semakin meninggi tanda dirinya sedang khawatir.
"Jangan salahin Satya, aku yang paksa dia cerita."
"Tapi pasti dia yang mulai bahas soal aku kan bang?” Windy mulai marah.
“Enggak usah marah, Satya enggak jelek-jelekin kamu, dia juga enggak minta aku kesini apalagi minta aku buat nagih hutangnya ke kamu.”
Mendengar perkataan Gara membuat Windy semakin terpancing emosi.
“Mau abang apasih??”
“Kamu datang ke panti, ibuk khawatir sama kamu, dan datang ke aku aja kalau kamu butuh uang. Jangan ke Satya, uang dia banyak dibutuhin buat adik-adik di panti. Kamu pasti tahu kan gimana keuangan panti? Kalau kamu masih belum bisa membantu panti setidaknya kamu jangan merugikan tempat kamu dibesarkan dengan layak dan kasih sayang yang mungkin enggak bakal kamu dapat di tempat lain. Itu yang perlu kamu ingat Wind.”
Windy semakin emosi, dia tidak bisa berkata-kata untuk membalas Gara.
“Masuk gih Wind, udah malam. Aku juga mau pulang kok. Jaga dirimu baik-baik ya." Gara segera tancap gas pergi meninggalkan Windy.
Hari baru mulai, seperti biasa Gara melakukan rutinitas mencari nafkah. Tapi hari ini Gara berulang kali mengintai Windy, dia ingin mencari tahu bagaimana keseharian Windy. Gara mengecek ke kost hingga tempat kerja Windy, di sebuah mall besar di kota ini. Hari ini Windy bekerja shif siang, dia bekerja dari pukul satu siang hingga sembilan malam.
...----------------...
Gara mulai standby di tempat parkir mall sejak pukul setengah sembilan malam, dia tidak ingin kehilangan jejak Windy. Sekitar pukul sembilan lebih dua puluh menit Windy keluar dari mall lewat pintu belakang, satu-satunya pintu yang dibuka untuk akses karyawan mall. Tak lama setelah Windy berpamitan dengan temannya sebuah mobil Hyundai Ioniq signature berwarna putih berhenti tepat di depannya, tanpa ragu Windy langsung masuk di kursi penumpang depan.
Gara segera membuntui mobil itu dengan motornya, untungnya mobil itu tidak berjalan cepat jadi Gara tidak kesulitan untuk membuntut dengan motornya. Setelah berkendara sekitar tiga puluh menit mobil itu berhenti dan parkir di sebuah diskotek. “Diskotek?? Pakai baju kayak gitu??” Gara menghentikan motornya di seberang diskotek, dia melihat Windy memeluk tangan seorang lelaki si pengendara mobil itu, Windy sudah mengenakan one piece off sholder dress berwarna hitam.
Gara menunggu selama satu jam, lalu dia memutuskan untuk masuk ke diskotek untuk mencari Windy. “Arrrgh..” Bagi Gara yang tidak pernah masuk ke diskotek,dia terasa sesak, suara musik yang keras, bau alkohol dan asap rokok, orang-orang yang menari di floor, wanita-wanita dengan baju sexy, di berbagai sudut banyak pasangan yang berciuman dan lain sebagainya.
Setelah mengelilingi lantai dasar dan tidak membuahkan hasil, Gara naik ke lantai dua untuk mencara Windy, dan ketemu. Windy sedang berciuman dengan lelaki yang tadi masuk bersamanya, di tangan kanan Windy memegang rokok, sedangkan tangan lelaki itu sedang asik menjelajah di tubuh Windy.
“Pulang.” Gara menarik paksa Windy. “Kok abang disini sih?” Windy kaget.
“Eh.. eh.. sapa ya? Seenaknya saja narik cewek orang.” Lelaki itu menarik Windy tapi gagal, genggaman tangan Gara sangat kuat. “Sakit.” Windy merintih kesakitan.
“Lepasin sekarang, atau lo enggak bakal selamat keluar dari sini??” Bau alkohol terciun dari mulut lelaki itu.
“Ayo pulang Wind!!” Gara membentak Windy.
BUG!
Tinjuan mendarat di pipi kiri Gara, Gara teraungkur, genggaman tangannya ke Windy lepas. Windy segera bersembunyi di belakang lelaki itu.
Beberapa preman diskotek datang karena melihat kekacauan yang mulai meresahkan orang-orang di diskotek itu.
“Ada apa nih?” Tanya seorang preman diskotek yang berbadan besar.
“Bawa dia keluar, dia gangguin cewek gue, narik-narik paksa cewek gue.” Lelaki itu memeluk Windy yang sedang ketakutan.
Dua orang preman diskotek menarik paksa Gara, menyeretnya untuk keluar.
“Wind, pulang, kamu enggak boleh kayak gini, ibuk pasti bakal kecewa kalau tahu “ Gara berteriak sekuat tenaga, tapi dia pasrah badannya diseret, dia tahu kalau melawan mungkin orang-orang itu akan melakukan kekerasan padanya.
“Arrrgh..” Gara di dorong keluar dari diskotik.
“Jangan berani-berani lagi buat kekacauan disini.” Teriak seorang preman diskotek sebelum masuk kembali ke diskotek.
Gara berjalan lesu menuju motornya lalu kembali ke kost. Sesampainya di kost Gara bercermin, pipinya lebam, dan bibirnya berdarah, tangan kanannya juga terluka terkena pecahan gelas saat tersungkur di diskotek tadi.
Gara mengobati lukanya dengan obat antiseptic dan kasa. Gara duduk di ujung kasur sambil terus memikirkan Windy, hatinya terasa tidak tenang. Meski bukan adik kandungnya, tapi Gara sudah menganggap semua anak-anak panti adalah saudaranya sendiri.
Bersambung..
Yuk baca terus yuk sambil tinggalin jejak, makasih😍
Pagi ini Gara berniat mengintai Windy lagi, namun sayang saat Gara datang ke kost Windy, dia tidak ada disana. Kata teman kostnya Windy tidak pulang semalam. Windy juga tidak mengangkat teleponnya.
“Hahh.. kemana dia?” Sampai tengah hari Gara masih belum mengojek, dia masih mengkhawatirkan Windy. Tiba-tiba sebuah pesan masuk, pesan dari Windy
[Aku tunggu di jln. Samudera dua bang, sekarang, ada yang perlu aku omongin.]
[Oke, aku kesitu sekarang, lima belas menit lagi aku sampai, tunggu!]
Gara segera menggeber motornya menuju tempat yang Windy maksud, tidak sulit bagi Gara mnemukan suatu daerah karena dia sudah hampir seluruh kota dia jelajahi selama menjadi driver ojek online.
Hanya perlu sebelas menit untuk sampa tempat yang di maksud.
[Aku di gang 1, paling pojok.]
Gara mengikuti petunjuk yang Windy kirimkan melalui pesan elektronik.
Gara sampai di gang yang Windy maksud, ternyata gang buntu, tidak ada Windy, hanya ada tiga orang berbadan besar yang memakai kaos press body hingga terlihat otot-otot besarnya dan tato yang menghiasi lengan mereka. Perlahan mereka menghampiri Gara. Perasaan Gara mulai tidak enak, dia memutar balik motornya, tapi ternyata dua orang lelaki seram sudah menunggu diujung gang.
‘Sial! Aku dikepung!’ Batin Gara.
Tak lama kemudian lima orang itu menyeret Gara turun dari motornya lalu menyudutkannya di pojok gang, mereka menonjok Gara di seluruh tubuhnya, hingga Gara tersungkur tak berdaya.
Gara hampir pingsan, badannya terasa lemas, tulangnya seperti sudah terpresto. Sayup-sayup Gara melihat Windy digandeng lelaki yang semalam bertengkar dengannya di diskotek.
“Masih hidup lo?” Tanya lelaki itu sambil menarik rambut Gara hingga wajahnya terangkat.
“Win.. win.. dy?” Gara ingin memastikan benarkah itu Windy.
“Jangan berani-berani sebut nama cewek gue! Apalagi sampai lo deket-deket sama dia! Lo tu udah di tolak masih aja belaga sok jadi abang buat Windy, cuhh..” Lelaki itu meludah ke wajah Gara.
Windy tidak mengeluarkan suara, dia hanya melihat Gara dengan tatapan yang sulit di definisikan.
“Udah.. udah pergi gih, kerja bagus, nanti sisa payment gue transfer. Hati-hati di jalan.” Lelaki itu pergi bersama Windy, di ikuti kelima lelaki yang menghajar Gara.
“Ditolak? Hah..” Gara merasa geli dengan perkataan lelaki itu. “Hah..” Gara tidak habis pikir, apa yang sebenarnya terjadi hingga Windy membuat skenario seperti ini.
Sekuat tenaga Gara mencoba untuk bangun dan duduk bersandar pada tembok, dia mencoba mengumpulkan kekuatan untuk bersiap pulang dengan motornya.
Drrt.. drrt.. drrt..
Gara melihat ke samping kanan, ternyata ponselnya berdering. Gara merangkak untuk mengambil ponselnya yang terlempar saat dia dihajar tadi.
Ternyata dari Satya. “Hah.. kenapa dia telepon disaat enggak tepat gini sih?” Gara menggerutu sendiri.
“Iya Sat, ada apa?”
“Bang.. Riko masuk rumah sakit, waktu pulang sekolah dia keserempet angkot, tangannya patah. Sekarang baru di operasi, aku sama ibuk ada di rumah sakit harum kenanga.” Suara Satya terdengar sedikit lirih dari biasanya.
“Hahh..” Gara menghela nafas, kenapa harus terjadi disaat dia sedang dalam kesusahan pula?
“Sat, aku datang nanti malam atau besok ya. Aku belum bisa jelasin kenapa aku enggak bisa datang sekarang, tapi tetap kabari aku terus ya keadaan Riko gimana.”
“Abang baik-baik aja kan?” Satya bisa merasakan ada yang tidak beres pada Gara, karena biasanya jika terjadi sesuatu pada anak-anak panti Gara selalu langsung datang, apapun yang sedang dia lakukan akan ia tinggalkan, tapi kenapa kali ini tidak?
“Anggap saja begitu, kamu jaga ibuk ya.”
“Bang.. jangan bikin aku makin panik dong. Abang dimana sekarang?”
“Di rumah, kamu anak paling besar di panti, kamu harus bisa bersikap dewasa, jangan panik. Kalau kamu panik nanti ibuk bakal lebih panik lagi. Oiya.. kamu butuh uang? Atau sesuatu enggak? Nanti biar aku transfer atau aku kirim kalau kamu butuhnya barang.”
“Aku butuh abang.”
Gara meneteskan air mata mendengar jawaban dari Satya, sebenarnya dia juga ingin langsung ke rumah sakit, tapi dia takut Yashinta akan semakin khawatir jika melihat keadaaanya saat ini.
“Sat, aku janji bakal ke situ, aku mohon maklumi aku kali ini ya.”
Tidak ada jawaban dari Satya, lalu Gara memutus telepon. Gara menangis di pojok gang, pikirannya sangat kacau saat ini.
...----------------...
Setelah berhasil sampai di kost dengan selamat bersama motornya, Gara lalu mandi dan mengobati luka-luka yang ada di sekujur tubuhnya. Gara melirik jam dindingnya, sudah jam delapan malam tapi masih belum ada kabar dari Satya, akhirnya Gara mengirim pesan ke Satya.
[Gimana keadaan Riko?]
Hingga hampir satu jam masih belum di balas oleh Satya. “Ahh.. aku mau beli makan dulu, seharian ak7 belum makan.” Gara keluar kost menuju warteg untuk membeli makan, badannya masih terasa linu, tapi dia tetap bersyukur karena masih hidup dan masih bisa berjalan normal.
Gara membeli sebungkus nasi putih dengan lauk telur balado dan sayur daun pepaya. Dia membawa pulang nasi bungkus ke kost lalu menyantapnya. Gara mencoba untuk tidur tapi tidak bisa, pikirannya masih belum bisa tenang.
Triiiing.
Sebuah pesan masuk.
[Alhamdulillah operasi Riko lancar bang. Abang kesini besok saja, malam ini aku dan ibuk yang akan menemani Riko di bangsal.]
“Alhamdulillah.” Gara bersyukur operasi Riko berjalan lancar.
[Oke aku ke rumah sakit besok pagi.]
Sudah tenang, Gara mengantuk sekarang, tak lama kemudian dia tertidur pulas.
...----------------...
Pagi hari Gara menepati janjinya, dia pergi ke rumah sakit. Setelah memikirkan berbagai macam skenario untuk menceritakan keadaannya, akhirnya Gara memilih skenario ini, “Aku enggakpapa kok ibuk, badannya udah agak enak sekarang, kemarin aku baru apes saja buk, jadi jatuh deh pas baru ngojek.” Gara bercerita ke Yashinta di rumah sakit.
“Udah sekarang kamu pulang saja, istirahat sana! Riko biar ibuk saja yang jaga, Satya juga berangkat kerja sana. Riko tinggal pemulihan aja kok, dia anak yang kuat.” Yashinta mengusir secara halus Gara, dia merasa semakin sedih melihat kedua anak angkatnya sakit
Satya memberi sinyal ke Gara untuk menuruti kemauan Yashinta. “Oke buk, tapi kalau ada apa-apa jangan lupa kabari aku ya buk.” Gara sebenarnya masih ingin menemani Yashinta di rumah sakit.
“Iya, udah sana kalian keluar. Kalian berisik, nanti Riko jadi kebangun, kasihan dia masih merasa kesakitan di bekas operasinya.”
Satya menarik tangan Gara, “Iya buk, aku pamit ya, berangkat kerja dulu. Nanti waktu jam istirahat aku kesini buk.” Satya menciun tangan Yashinta
“Enggak usah, nanti anak-anak sehabis pulang sekolah katanya mau jenguk Riko, kamu kesini setelah pulang kerja saja.”
“Oke deh buk kalau gitu.” Jawab Satya.
“Aku juga pulang dulu ya buk, jangan lupa kabari aku kalau ada sesuatu.” Gara juga mencium tangan Yashinta. Yashinta hanya mengangguk.
Satya segera menarik tangan Gara menuntunnya agar segera keluar dari bangsal untuk menjauh.
“Bang, cerita sebenernya ada apa? Enggak mungkin abang jatuh bisa sampai babak belur kayak gini!” Satya tidak percaya skenario yang Gara buat untuk Yashinta, tapi memang Gara tidak ingin membohongi Satya.
“Aku memang enggak jatuh Sat, aku cerita kayak gitu biar ibuk enggak makin kacau pikirannya. Oke aku cerita sekarang, jadi kemarin itu..”
Gara bercerita ke Satya sambil berjalan hingga smapai di parkiran rumah sakit.
“Dasar orang gila ya si Windy!! Enggak bisa kayak gini bang, kita harus lapor polisi, ini namanya tindak kriminal bang!!” Satya marah mendengar cerita Gara.
“Enggak usah, aku baik-baik aja kok, tinggal penyembuhannya aja. Besok juga udah pulih, jangan khawatir ya Sat.” Gara tersenyum.
“Tapi bang..”
“Eh.. tapi makasih lho Sat udah khawatirin aku.” Gara menepuk-nepuk lengan Satya “Udah sana berangkat kerja, pegawai BUMN yang dibayar sama negara mana boleh telat dan malas-malasan begini.
“Eits.. abang salah, pegawai BUMN dibayar sama perusahaan, justru perusahaan yang kasih pemasukan buat negara. Jadi derajat pegawai BUMN itu..”
“Udah ah malas aku dengernya, dasar sombong, mentang-mentang pegawai BUMN.” Gara meledek Satya tiap kali Satya membanggakan diri sebagai pegawai BUMN.
“Abang hati-hati ya, bisa aja Windy bakal melakukan hal yang sama lagi ke abang. Kalqu ada sesuatu jangan bohong ke aku ya bang, kita kan udah janji buat crrita apapun satu sama lain.” Satya dan Gara telah saling mengenal selama empat belas tahun, mereka punya latar belakang yang mirip maka dari itu mereka bisa saling berbagi satu sama lain, layaknya saudara kandung.
“Iya bawel! Sana berangkat kerja.”
Satya dan Gara berpisah untuk mencari motor masing-masih untuk segera pergi ke tempat tujuan masing-masing.
...----------------...
Tidak menuruti kata Yashinta, Gara memilih untuk bekerja, dia ingin mengumpulkan uang untuk membantu biaya rumah sakit Riko.
Setelah seharian ngojek Gara mampir makan di angkringan sebelum pulang ke rumah untuk mandi lalu ke rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit Gara bertemu dengan Satya yang setia menemani Riko yang sednag tertidur di ranjang pasien.
“Gimana keadaan Riko?” Tanya Gara ke Satya.
“Udah baikan bang, makan tetep doyan dan ya kalau bekas operasi sih masih kerasa sakit bang katanya. Tapi tadi dokter bilang besok siang udah boleh pulang.” Satya menjelaskan ke Gara.
“Syukurlah. Biaya rumah sakit habis berapa Sat?”
“Tadi aku di kasih tahu ibuk, katanya sekitar delapan juta bang. Ibuk minta tolong ke aku sama kamu bang. Ibuk udah telepon bang?”
“Belum, aku transfer aja ke kamu ya Sat, besok kamu bisa urusin kan?” Tanya Gara.
“Bisa bang.”
“Aku mau kejar setoran Sat soalnya, aku kan bukan pegawai yang terima gaji tetap kayak kamu, hehehe..”
“Abang butuh uang? Kalau abang baru butuh uang biar aku aja nanti bang yang kasih empat juta ke ibuk.”
“Enggak Sat, aku ada kok, nih kalau enggak percaya.” Gara memperlihatkan saldo tabungannya sebesar Rp 6.110.300,- dari m-banking di ponselnya.
“Mau aku tunjukin juga bang saldo aku?” Kata Satya dengan nada bercanda.
“Enggak usah, nanti aku iri, haha..”
Mereka berdua bercanda dan bercerita sepanjang malan mengenai kehidupan mereka.
...----------------...
Pagi buta Gara pulang ke kost setelah bertemu Yashinta. Gara mandi lalu pergi bekerja jam enam pagi, dia langsung dapat pelanggan pertama dari kost.
“Yes udah langsung dapat, alhamdulillah.” Gara merasa senang niatnya untuk kejar setoran berawal baik.
Gara adalah lelaki yang bertanggung jawab, dia menjadi salah satu tulang punggung di panti saat ini. Pemasukan dana ke panti bersumber dari alumni panti yang sudah bekerja dan hidup mandiri, ada juga dari hasil berjualan kue jajan pasar yang dibuat Yashinta dengan anak-anak panti, lalu tentunya ada sumbangan dari orang luar panti yang jumlahnya tentu saja tidak pasti tiap bulannya. Namun karena niat baik Yashinta tidak pernah kekurangan dana untuk menghidupi anak-anak panti secara layak.
Gara pulang ke kost pukul setengah sepuluh malam, hasil kejar setorannya berbuah manis, dia mendapatkan penghasilan bersih empat ratus ribuan.
“Ahhh.. kerja bagus Kanigara! Saatnya tidur buat kembaliin tenaga, besok kerja lagi.” Setelah mandi Gara langsung tidur.
*Bersambung..
Lanjut baca terus ya..
Jangan lupa tinggalkan jejak, makasih😍*
Tok.. tok.. tok..
Suara gaduh seseorang mengetuk pintu membuat Gara terbangun. Gara melirik ke jam dindingnya, masih jam dua pagi?? Siapa yang bertamu jam segini?
Gara membuka pintu, dua orang berbadan besar menerobos masuk ke kost nya lalu mengunci pintu.
“Kamu Kanigara kan?” Tanya salah satunya ke Gara sambil melotot.
“Iya, anda siapa ya? Kenapa jam segini mencari saya? Dan menerobos masuk ke kost saya?”
“Kamu kakaknya Windy kan?” Lelaki itu memperlihatkan foto Windy di ponselnya.
“Iya, tapi..” Belum selesai Gara bicara seseorang lagi memotong pembicaraan.
“Dia kabur dan enggak bayar hutang ke perusahaan kita, dua hari lalu dia kirim pesan alamat kostsini, dan bilang kamu bakal bayar hutangnya.” Lelaki itu menuding tepat di depan wajah Gara.
‘Windy sialan! Mau dia apa sih sebenarnya?’ Dalam hati Gara.
“Tapi kami bukan saudara kandung, kami sama-sama anak panti dan saya..”
“Kita enggak mau tahu soal sejarah kalian, bodo amat! Yang kita mau kamu lunasi hutang Windy sebesar lima juta dan bunganya empat juta, jadi total sembilan juta.” Lelaki itu mencekeram kerah baju Gara.
“Tapi saya enggak ada uang.” Jawab Gara.
“Kita enggak mau tahu bodoh!!” Gara di dorong hingga tersungkur di dekat motornya.
“Kita balik lagi dua hari buat ambil uang kita.” Seseorang membuka pintu.
“Jangan berani kabur! Atau kamu enggak bakal selamat!” Seseorang lagi sempat mengancam Gara sebelum akhirnya pergi.
Gara menutup pintu kostnya rapat, dia kembali ke kasur sambil berteriak-teriak dan mengumpat Windy sesuka hati. Gara mulai stress, kejadian tidak enak bertubi-tubi menimpanya karena Windy.
...----------------...
Dua hari berlalu.
Gara melewati dua hari ini dengan rasa khawatir, dia sekuat tenaga kejar setoran, hasilnya lumayan banyak namum masih belum bisa mencapai sembilan juta jika ditambah dengan saldo di rekeningnya. Gara sempat berniat menceritakan kejadian penagihan hutang Windy ke Satya, tapi dia tidak berpikir pasti nantinya Satya akan memberi uang untuk melunasi hutang Windy itu, Gara tidak ingin memberatkan Satya.
Gara juga sempat mencari Windy di kost, tapi ternyata sejak kejadian pengeroyokan Gara beberapa hari kemarin Windy tidak muncul di kost. Windy juga tidak bisa dihubungi, nomornya mati, Gara benar-benar hamir gila.
Gara masih berputar-putar dengan motornya, dia tidak ingin pulang ke kost, dia takut akan diburu oleh reintenir penagih hutang Windy. Gara juga tidak berani ke panti, dia takut reintenir akan mengganggu panti.
00:31 WIB
Akhirnya Gara pulang ke kost. Dia menuntun motor dari gang hingga ke depan kostnya, perlahan Gara membuka pintu kost, tapi…..
“Baru pulang lo??” Seseorang menepuk pundak Gara.
Gara belum sempat membuka pintu kost, dia segera berlari menuju jalan besar, sekuat tenaga Gara berlari menghindar orang-orang itu.
Tapi kedua reintenir itu tidak mau kalah, mereka berlari mengejar Gara.
“Sst..” Suara misterius terdengar dari sebuah bangunan kosong. Gara yang sempat melewati suara itu akhirnya kembali, dia masuk ke bangunan kosong itu, tanpa rasa takut soal suara miaterius itu.
BUG!!
Seseorang menghantam kepala bagian belakang Gara, lalu seketika Gara tidak sadarkan diri.
...----------------...
Gara mulai sadar, kepalanya terasa pusing, dan dia merasa badannya dingin. Gara tersadar karena suara alarm dari sebuah smartphone lipat mungil berwarna putih. Gara meraih ponsel yang tergeletak di sebelahnya, Gara masih berbaring dilantai yang kotor, badannya masih belum terlalu kiat untuk duduk.
Saat membuka flip ponsel putih itu sebuah kertas terjatuh di wajah Gara. Sayup-sayup Gara melihat tulisan tangan bertulis..
Nama akun : Kanigara
Password : 20100520
Gara tidak mempedulikan kertas itu, dia segera mematikan alarm dari ponsel itu.
“Agggrhh…” Gara mencoba duduk. Dia melihat sekeliling, bangunan kosong itu kumuh dan terlihat seram.
Gara merogoh saku celananya mencari ponsel, ternyata masih jam empat pagi. Gara merogoh saku celana yang sebelah karena merasa ada yang mengganjal.
Ada sebuah amplop, Gara bingung, dia merasa itu bukan miliknya, tapi tetap ia buka. Ada secarik kertas dan uang seratus ribu sepuluh lembar. “Uang?” Gara segera membuka kertas yang terlipat itu.
‘Kanigara..
Segera login ke aplikasi ‘Golden Spoon’ yang ada di ponsel putih disebelahmu,
Dengan akun dan password yang sudah aku selipkan di ponsel itu.
Aku sudah melunasi hutangmu, dan uang satu juta itu untuk pengobatanmu.
Maaf menghantammu terlalu keras.
Selamat menjalankan misi, hwaiting!
Mr. Golden Spoon’
“Apa-apaan nih?” Gara masih bingung, tapi dia menuruti perintah dari surat itu, dia log in ke aplikasi di ponsel flip putih itu.
‘Selamat datang di aplikasi Golden Spoon KANIGARA!’
‘Saya Mr. Golden Spoon secara pribadi mengundangmu untuk melakukan misi dan memenangkan reward berupa uang yang akan masuk ke akun ini dan kamu bisa menariknya ke rekening bank atau e-wallet mu.’
‘Ponsel ini hanya bisa dipakai untuk membuka aplikasi Golden Spoon. Kamu tidak boleh menceritakan mengenai Golden Spoon ke siapapun, saat hal itu kamu lakukan maka kamu akan dinilai melanggar peraturan.’
‘Jika kamu melakukan pelanggaran peraturan sebanyak tiga kali, maka ponsel ini akan secara otomatis meledak.’
‘Peraturan ada di menu, baca baik-baik agar tidak terjadi sesuatu yang tidak kamu inginkan.’
‘Selamat menjalan kan misi, hwaiting!’
‘Mr. Golden Spoon’
“Becandaan apa sih ini?” Gara masih tidak mengerti, namun rasa penasaran mulai datang.
‘MISI PERTAMA TELAH DATANG’
‘AYO LAKUKAN MISI INI DAN DAPATKAN REWARD SEBESAR’
‘Rp 10.000.000,-‘
LAKUKAN MISI SEKARANG?
Gara melotot melihat notifikasi yang tiba-tiba muncul.
“Hahh.. bodo amat! Aku harus pulang dulu buat melihat keadaan.” Gara segera pergi dari bngunan kosong menuju ke kostnya. Dia juga tidak lupa membawa ponsel flip putih dan amplop.
Keadaan tenang, motor milik Gara juga masih ada. Gara kaget melihat kunci kost yang masih berada di pintu, ternyata karena terburu-buru dia lupa menarik kunci kostnya.
Gara segera masuk ke kost, masih rapih, Gara mengecek lemarinya, rak buku dan lainnya, semua masih sesuai letaknya.
“Aneh, motor dan bahkan kost yang bisa saja mereka obrak-abrik karena kuncinya lupa aku cabut semua selamat. Jangan-jangan isi surat ini benar? Orang yang memukul kepala dan yang memanggil ‘sst..’ saat itu benar melunasi hutang ke reintenir yang mengejarku semalam.”
Gara merogoh saku celananya, mengambil smartphone flip putih. Rasa penasaran makin bertambah, tapi rasa khawatir juga muncul. Kejadian naas yang menimpanya berkali-kali membuatnya berpikir dia sedang tidak beruntung.
“Gimana nih? Pencet enggak ya?” Gara masih ragu untuk menekan notif yang muncul di aplikasi Golden Spoon.
“Gimana kalau ternyata misi ini berujung kayak series Squid Game? Bisa mati aku. Atau kalau ternyata ini penipuan? Hahhhh..” Perasaan penasaran dan khawatir berkecamuk di hati Gara, otaknya bahkan serasa beku tidak bisa berpikir.
“Hahh.. bodo amat, anggap saja aku bertaruh dengan keberuntunganku, soal mati dan hidup urusan Tuhan.” Sambil memejamkan mata Gara menekan layar ponsel itu.
‘MISI KE SATU : MATA-MATAI SELAMA EMPAT HARI ANAK YANG BERNAMA MIKHA ANGELA DI TK PUTIH MELATI DI JALAN BAMBU KUNING NOMOR 89. PASTIKAN ANAK ITU PULANG DENGAN SELAMAT DAN BERTEMU ORANG TUANYA.’
Sebuah foto muncul.
“Ini pasti anak yang bernama Mikha Angela itu.” Gara tampak memperhatikan foto anak kecil berambut panjang mengombak berponi itu. “Cantik, pasti anak orang kaya.” Gara masih mengomentari foto itu.
“Heumm.. udahlah aku tidur dulu, mau pecah rasanya otakku.”
Kejadian-kejadian aneh yang menimpanya membuat seluruh sel yang ada di badannya terasa melunak, Gara segera tertidur setelah menempelkan kepala ke bantal. (Dasar Gara *****!😝)
...----------------...
Pagi ini Gara memilih untuk membolos kerja pagi demi memenuhi rasa penasarannya dengan misi yang muncul di aplikasi. Tepat pukul setenngah tujuh pagi Gara sudah berada di TK Putih Melati. Gara mengamati satu persatu murid yang datang. “Hemm.. sekolah orang-orang kaya.” Semua murid yang datang di antar menggunakan mobil yang tidak jelek.
“Itu dia Mikha Angela.” Gara akhirnya melihat gadis kecil itu diantar seorang babysiter masuk ke gedung sekolah.
“Kira-kira aplikasi ini berdampak positif atau negatif ya buat orang lain? Kenapa misinya mengintai orang gini? Anak kecil pula, hah.. entahlah, aku coba saja dulu.” Gara yang sebenarnya masih tidak yakin dengan aplikasi Golden Spoon pada akhirnya menganggap sedang bertaruh keberuntungan.
Gara mengintai di pangkalan ojek di seberang sekolah TK Putih Melati, kebetulan di seberang sekolah banyak outlet-outlet makanan, jadi tempat itu dinilai sesuai untuk tempat mengintai. Gara juga bisa mengobrol dengan driver lainnya, jadi dia tidak merasa bosan.
Sekitar pukul setengah sebelas mobil-mobil penjemput murid TK Putih Melati mulai berdatangan, Gara juga bisa melihat mobil hyundai ionoq 5 berwarna silver yang tadi pagi mengantar Mikha sudah datang. Gara fokus mengamati keadaan sekolah elite itu.
Pukul sebelas siang murid-murid mulai keluar dari gedung sekolah, begitu juga Mikha, dia bergandengan dengan seorang anak perempuan sebelum akhirnya di jemput babysiternya.
Gara membuntuti mobil yang membawa Mikha hingga sampai ke rumah. Sebuah rumah bergaya klasik modern dengan tiang-tiang yang tinggi menjulang, dan jendela kaca dengan kaca akrilik warna-warni, halaman yang luas dengan rumput hijau yang rapih dan sebuah kolam air mancur ditengahnya, rumah itu seperti istana.
TRIIIING!
Suara notifikaasi dari ponsel flip putih membuyarkan fokus Gara yang sedang mengamati rumah Mikha.
‘Hari pertama berhasil!’
“Gila! Dari mana aplikasi ini tahu si anak itu udah sampai rumah? Hih.. ngeri juga nih aplikasi.” Gara memasukan ponsel itu lalu pergi dengan motornya, Gara berniat mengojek.
...----------------...
Sudah tiga hari berturut-turut Gara mengintai Mikha, semakin hari Gara semakin penasaran dengan hasil yang akan dia dapat setelah menyelesaikan misi dari aplikasi Golden Spoon, tapi dia juga tidak berharap lebih, dia juga masih tidak seratus persen percaya dengan aplikasi itu. Hari ini adalah hari jumat, hari terakhir Gara mengintai Mikha, seperti biasa Gara sampai di TK Melati Putih pukul setengah tujuh pagi.
Tidak ada yang spesial, Mikha masih diantar oleh babysiter yang sama, mobil yang sama pula, dan juga jam datangnya pun masih sama. Keadaan di TK Melati Putih pun juga masih sama saja, tapi ternyata ada yang berbeda.
Saat pulang sekolah tiba, Mikha di jemput oleh seorang laki-laki. Mikha naik ke mobil yang bukan biasanya dengan orang yang berbeda pula, Gara langsung mengikuti mobil itu.
“Kok belok ke kiri sih? Rumah anak itu kan harusnya belok ke kanan?” Gara segera menambah kecepatan untuk melampaui mobil yang ditumpangi Mikha. Tapi Gara gagal melakukannya, mobil itu melaju kencang, lalu berhenti di sebuah restoran.
Gara memperhatikan Mikha yang di gandeng lelaki yang menjemputnya tadi, dia bertemu seorang wanita. Mikha tampak tidak senang, wajahnya murung.
“Apa itu ibu anak kecil itu? Tapi kenapa wajahnya murung?” Gara masih mengawasi Mikha, dia duduk di meja yang berjarak agak jauh dari meja Mikha dan wanita itu.
Beberapa kali Mikha merengek minta pulang, tapi wanita yang bersamanya tidak menghiraukannya, dia beberapa kali membujuk Mikha untuk makan. Sedangkan lelaki yang menjemput Mikha tadi duduk di hadapan Mikha.
Gara merogoh smartphone flip putih, tidak ada tanda misi berhasil, ada yang aneh!
Mikha tiba-tiba berlari keluar, wanita dan lelaki yang bersamanya mengikutinya, Gara pun juga tidak mau ketinggalan.
“Mikha mau pulang, pokoknya Mikha mau ketemu mama.” Mikha mulai menangis, kedua orang itu tampak bingung untuk menenangkan Mikha.
“Mama kan ada disini sayang.” Wanita itu membelai rambut Mikha.
“Bukan! Aku enggak mau sama mama Celin! Aku maunya sama mama Kalani!” Mikha membentak wanita itu, dia semakin menangis.
‘Jangan-jangan mereka bukan orang tua anak ini ya?’ Batin Gara.
“Kita bawa pulang saja sayang, nanti Kalani bisa nemuin kita disini.” Ajak lelaki itu.
‘Kalani?’ Batin Gara.
“Oke.” Wanita itu mau menggendong Mikha tapi Mikha kembali kabur, Gara segera menangkap Mikha dan membawanya menggunakan motor.
“Om ini siapa? Mau bawa aku kemana? Lepasin!” Mikha merengek.
“Om temennya mama kamu, mama Kalani, om bakal bawa kamu balik ke sekolah.” Motor Gara melaju kencang menuju TK Melati Putih.
“Mama Kalani?” Tanya Mikha.
“Iya, kamu pegangan kencang ya Mikha!”
“Oke om.”
...----------------...
Sampai di TK Melati Putih, Gara dan Mikha langsung di sambut guru-guru yang tampak khawatir.
“Mikha kamu kemana nak? Mama kamu cariin.” Seorang guru memeluk Mikha.
“Mikha tadi dijemput papa Theo ketemu mama Celin.” Jawab Mikha.
“Mikha tunggu sebentar ya.” Guru itu mendekati Gara.
“Kamu siapa?” Tanyanya dengan nada judes.
“Emm.. saya..” Gara gelagapan menjawab, tiba-tiba mobil yang tadi membawa Mikha datang, Celin dan Theo keluar dari mobil menghampiri Mikha tapi dihalangi oleh semua guru.
“Apa-apaan ini? Kalian enggak bolehin saya ketemu anak kandung saya??” Teriak Celin ke semua guru yang melindungi Mikha.
Gara semakin bingung, dia mau kabur tapi rasanya tidak tepat, Gara memilih terdiam, dia berdiri di belakang guru Mikha yang menanyainya tadi.
“Maaf bu, tapi ibu Kalani sudah berpesan pada kami.” Guru yang tadi menanyai Gara maju untuk menjawab Celin, dia adalah kepala sekolah bernama Terry.
“Kalani? Ibu tahu kan dia itu mama tirinya Mikha! Saya ini ibu kandungnya!” Celin semakin marah, tiba-tiba sebuah mobil mini couper berwarna merah datang, seorang wanita keluar lalu berlari ke arah Mikha.
“Kalani??” Gara terkejut melihat satu-satunya mantan kekasihnya yang lama tidak bertemu muncul disaat keadaan aneh seperti ini .
“Mama.....” Mikha memeluk Kalani.
“Tenang sayang, mama disini.” Kalani menenagkan Mikha.
“Kalani! Kamu ini apa-apaan sih melarang aku ketemu anak aku sendiri?!” Celin semakin marah.
“Kamu tanya saja sama Juna langsung.” Kata-kata Kalani membuat Celin terdiam.
“Aku bakal ambil Mikha dari kalian.”
“Kalau Juna mengijinkan aku langsung serahkan Mikha ke kamu.”
Celin menatap Kalani dengan tatapan penuh amarah, dia akhirnya pergi bersama sang suami, Theo.
Kalani memeluk Mikha erat, Gara memperhatikannya.
“Mama.. om itu teman mama ya?” Mikha menunjuk Gara. Kalani menengok kearah yang Mikha tunjuk.
“Kanigara??” Kalani terkejut melihat Gara.
Gara hanya tersenyum dan membatin ‘Mampus! Gimana aku harus jelasin ke Kalani soal aku bawa Mikha kesini?’
“Kanigara?” Kalani mendekat ke Gara.
“Halo Kal.” Sapa Gara canggung.
“Ibu kenal orang ini? Orang ini yang membawa Mikha kesini bu.” Terry menjelaskan kejadian tadi ke Kalani.
“Iya bu, dia teman saya.” Kalani masih bingung.
“Jadi gini Kal, aku tadi enggak sengaja lihat anak kamu di resto Stromellow, aku juga baru mau makan disana, tapi aku merasa ada yang aneh sama tiga orang di meja itu. Aku lihat anak itu nangis terus dan bilang Mikha mau ketemu mama Kalani, lalu anak itu lari keluar dan aku lihat dua orang tadi memaksa anak itu untuk diajak pergi. Karena aku merasa ada yang aneh aku lalu bawa anak itu balik kesini.” Gara menjelaskan panjang lebar dengan kata-kata yang tidak tertara, dia menutupi fakta bahwa dia sedang mengintai Mikha.
“Dari mana kamu tahu Mikha sekolah disini?” Tanya Kalani.
“Emm.. dari baju seragamnya Kal.” Untung saja Gara masih bisa berpikir rasional.
“Hah.. makasih banyak ya Gara, kamu udah bawa Mikha ke aku, oh.. sebentar.” Kalani mengecek ponselnya, dia membaca pesan.
“Gara ini kartu nama aku, aku enggak bisa lama-lama, ada urusan. Kamu hubungi aku ya? Aku harus balas kebaikan kamu hari ini.”
“Enggak usah Kal, tapi aku bakal hubungi kamu kalau aku butuh bantuan.”
“Oke, aku pergi dulu ya.” Kalani berpamitan dengan guru-guru Mikha lalu mengajak Mikha pergi dengan mobilnya.
“Mentari Kalani, general manager, PT. Mienesia Jaya Merdeka? Wah.. dia sekarang jadi bu general manager Mienesia yang terkenal itu? Mie instannya rakyat negara ini? Gila.” Gara merasa senang dengan capaian mantan kekasihnya.
TRIIIING!
Sebuah notifikasi dari ponsel flip putih, Gara cepat-cepat merogoh sakunya untuk melihat aplikasi Golden Spoon.
‘SELAMAT! MISI PERTAMA SUKSES! REWARD Rp 10.000.000,- SUDAH MASUK KE AKUNMU!
TUNGGU MISI BERIKUTNYA!’
Gara segera melihat ke menu reward, benar! Reward yang sebelumnya 0 menjadi sepulih juta, Gara segera mentransfer reward ke rekeningnya, dia segera membuka m-banking dan berhasil, ada uang masuk sepuluh juta. Gara segera pergi dari TK Putih Melati, dia mencari ATM terdekat. Gara mengambil semua uang yang ada di rekeningnya, dia takut uang itu lenyap secara misterius.
“Wah.. gila aplikasi ini.” Gara senyum-senyum melihat uang yang baru saja dia ambil dari ATM. Gara langsung menuju minimarket, dia membeli makanan, minuman, beras, gula dan lain-lain untuk dia berikan ke panti asuhan.
*Bersambung..
Jangan lupa tinggalin jejak yaaah..
Makasih🥰*
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!