"Almeera, apa yang sedang kau lakukan? Apa kau tidak mencemaskan suamimu? Kau tau, suamimu sekarang lagi mabuk sama teman temannya. Kau bukannya memanggil dan menyuruhnya untuk istirahat, kau malah tidur".
Ucapan ayah mertuaku sungguh membuatku sakit hati, apa dia tidak tahu kalau aku sedang tak enak badan..? Di tambah putriku juga sedang sakit, bahkan seharian ini aku belum istirahat.
"....."
Aku hanya diam, tak menyahut ucapan ayah mertua, bukannya tak menghargai tapi aku sungguh lelah ditambah kondisiku yang memang kurang enak badan. Lagi pula aku tak menyuruhnya mabuk, dan kalau aku memanggilnya sekarang aku takut dia akan marah padaku. Apalagi dia sekarang lagi bersama teman teman nya.
Aku beranjak dari tempat tidurku dan keluar kamar untuk pergi memanggil suamiku. Setibanya di sana aku mulai memanggilnya dari jarak jauh, karena merasa tidak enak disana ada teman temannya.
" Bang, kesini dulu" Sahutku padanya.
Suamiku menoleh, dan mulai berdiri mengikutiku.
"Ada apa? Kenapa kau kesini?" Tanya Bang Angga setelah dia menghampiriku.
"Apa belum puas Bang, dari semalam loh kamu mabuk. Aku tuh capek, seharian Kanaya tuh sakit ditambah badanku juga sudah mulai lemas karena Kanaya ku gendong terus. Dan kamu malah asyik mabuk sama teman teman kamu, kamu nggak mikir apa? Kalau tau kamu akan seperti ini, lebih baik siang tadi aku ke rumah mama untuk istirahat. Setidaknya disana ada mama dan juga papa aku yang akan bantuin jagain kanaya" Kataku padanya, walaupun aku sangat kesal dan marah, tapi sengaja kupelankan suaraku agar tidak menimbulkan keributan. Lagi pula kami sedang d luar, dan jalanan pun samgat ramai. Aku tidak ingin kami menjadi bahan tontonan orang orang.
Terlihat wajah Bang Angga sangat marah tapi aku tak perduli, aku berbalik dan pergi dari hadapannya karena dia tidak menjawab omonganku. Tak kusangka, Bang Angga menyusulku pulang. Selama perjalanan pulang tak satupun yang bersuara, baik aku maupun Bang Angga.
Setelah beberapa menit kami tiba di rumah, karena jarak dari rumah teman Bang Angga dengan rumah kami tidak terlalu jauh. Aku langsung masuk ke kamar kami dan disana aku langsung menangis. Aku tidak menyangka di hari yang suci ini aku akan mengalami hal seperti ini, iya tepat dihari ini hari Lebaran idul fitri. Dan usia pernikahan kami baru mau beranjak 2 tahun, sedangkan usia putriku sendiri adalah 1 tahun.
Coba banyangkan saja, dari semalam aku menyiapkan makanan untuk lebaran ini. Banyak yang aku siapkan, mulai dari ketupat, opor ayam, sayur acar, ikan rica pedas, sambal terasi. Dan semua itu aku menyiapkan seorang diri, karena di rumah ini hanya ada aku, Bang Angga, anakku, ayah mertua sama satu orang kakak ipar laki-laki. Karena ibu mertua sudah meninggal semenjak Bang Angga masih kecil. Disaat sedang memasak, aku menyuruh Bang Angga untuk menjaga Kanaya dulu karena Kanaya lagi sakit jadi tidak bisa dibiarkan tidur sendiri.
Setelah beberapa jam berkutat didapur, tepat pukul sebelas malam masakanku semuanya sudah selesai. Setelah itu Aku segera membersihkan diri, hanya melap badanku saja karena sudah sangat larut. Aku segera masuk ke dalam kamar untuk menyusul Bang Angga dan Kanaya. Setelah aku masuk Bang Angga meminta izin untuk keluar sebentar menemui teman temannya di tempat tongkrongan mereka, aku memberi izin karena aku kasihan juga dari tadi Bang Angga menjaga Kanaya. Tapi aku tak menyangka di tempat tongkrongannya Bang Angga, dia dan teman temannya minum minuman beralkohol sampai jam 5 subuh. Aku tak menyadari kalau Bang Angga pergi selama ini, karena aku langsung tertidur saking capeknya.
Dan dihari lebaranpun, setelah pulang sholat Id Bang Angga seolah lupa akan keberadaan aku dan Kanaya. Dia kembali asyik lagi sama teman temannya dan mulai mabuk lagi sampai malam. Gimana aku nggak kesal coba....
Disaat aku sedang menangis di dalam kamar, aku fikir Bang Angga akan mendekatiku dan meminta maaf. Ternyata Bang Angga sangat marah karena aku menyusul dan memanggilnya disaat dia lagi bersama teman temannya.
" Apa kamu tidak waras Almeera? Kau memarahiku di saat aku sedang bersama dengan teman teman ku, apa kau ingin mempermalukanku?". Aku sangat terkejut mendengar bentakan dari Bang Angga.
"Apa maksudmu Bang? Apa tadi aku memarahimu di depan mereka? bukannya tadi aku memanggilmu dari jauh dengan baik baik? lagian aku juga bicara dengan suara yang pelan kok, dan aku yakin kalau mereka tidak mendengar suaraku". Aku menghela nafas sebentar, " Lagi pula ada apa denganmu, kenapa kau jadi marah dan bukannya minta maaf? Aku lagi nggak enak badan loh, kanaya juga sakit. Kamu bukannya peduli pada kami, kamu malah asyik sama teman temanmu".
" Lalu mau kamu apa? Aku nggak suka yah kalau aku lagi sama teman temanku kamu datang memanggil seperti itu. Aku tuh malu tau, lagi pula tidak setiap hari kan aku kumpul sama mereka seperti ini".
"Bang, aku panggil kamu karena tadi papa tuh marah marah sama aku, aku tuh capek dan pengen istirahat dan papa malah ngomongin yang nggak nggak katanya aku nggal peduli sama kamu. Kamu fikir aku nggak sakit hati apa, kalau tau seperti ini lebih baik aku pulang aja ke rumahku". Aku sangat kecewa sama Bang Angga, dan tanpa sadar aku membentaknya seperti itu. Aku bukannya mau bermaksud mengadu soal papa mertua ke Bang Angga, aku hanya tidak tau lagi mau bicara seperti apa.
Wajah Bang Angga sangat marah, dia mengepalkan tangannya dan mengeraskan rahangnya.
" Kau ingin pulang? Baiklah silahkan pulang, dan mulai besok kita urus perceraian kita"..
Deghhh
Aku sangat terkejut dengan perkataan Bang Angga, apa ini? Apa aku sudah di talak hanya karena masalah sepeleh.
"Apa maksudmu Bang?"
"Kenapa? Apa kau terkejut? Ini kan yang kau inginkan? Aku tau selama ini kau tak pernah mencintaiku dengan tulus Almeera, dan aku juga tau kelakuanmu selama ini tidak baik pada keluagaku. Kau bahkan baru saja mengadu tentang papa, apa kau fikir aku akan percaya padamu dan menyalahkan papa atas apa yang terjadi pada kita hari ini? Jangan bermimpi Almeera".
Aku sangat syok dengan perkataan Bang Angga barusan, aku tidak menyangka kalau Bang angga akan berbicara seperti ini. Terkait cinta, iya aku jujur kalau aku belum mencintainya bukan tidak. Dan aku sedang dalam tahap belajar menerima dan mencintainya dengan tulus, tapi kalau soal ketulusan terhadap keluarganya aku sangat tulus. Aku bahkan mengorbankan masa depanku hanya untuk berbakti dan mengabdi padanya dan keluarganya, tapi apa yang barusan aku dengar. Ini sangat menyakitkan dan melukaiku, aku tak bisa tinggal diam aku langsung menjawabnya.
"Apa katamu? Aku tidak baik pada keluargamu? Hei, bahkan aku sudah banyak berkorban hanya untuk mengabdi padamu dan juga keluargamu. Aku tak mengubris permintaan papa ku untuk bekerja karena kau tak setuju, aku bahkan tak pernah merawat diriku sendiri hanya karena aku mengurus keluargamu. Dan sekarang kau mengataiku seperti ini hanya karena masalah sepele?. Kau sungguh keterlaluan bang, dan tadi apa kau bilang mau menceraikan ku? Baiklah mari kita lakukan.".
Dan di malam ini, aku mendapat talak satu dari Bang Angga.
Setelah aku mengatakan semua itu pada Bang Angga, dia hanya berdiam diri. Aku tak perduli, aku berbalik dan mengambil koperku dari atas lemari kemudian aku mengisi sebagian pakaianku dan juga kanaya. Aku tidak bisa mengisi semuanya karena koperku tidak muat, bang angga seolah tak perduli dia kembali menatapku dan masih dalam keadaan marah. Wajahnya juga sangat merah akibat menahan emosi dan juga sedang mabuk.
" Baiklah, mulai besok mari kita mengurus perceraian kita". Aku kembali lagi terkejut, lagi lagi bang angga membicarakan masalah perceraian. Dan aku menganggap ini sudah talak dua. Sebenarnya tadi aku tidak serius berbicara seperti itu, bukan karena aku mencintainya dan tak ingin pisah darinya akan tetapi aku lebih memikirkan nasib kanaya. Aku tidak ingin kanaya yang masih kecil tapi sudah hidup terpisah dari papa dan juga mamanya.
Aku berharap bang angga akan menahanku dan meminta maaf, tapi hal tak terduga malah terjadi. Dia tetap mau bercerai, baiklah percuma juga aku bersedih. Dan aku mulai menatapny dan menjawab perkataannya.
"Jika itu maumu Bang, mari kita lakukan".
Hanya itu yang bisa aku katakan, karena sejujurnya aku sudah sangat lelah dengan semua ini.
" Cih, memang itu yang kau inginkan". Ucapan bang angga sudah tak ku hiraukan lagi, bang angga kemudian membuka lemari dan mengambil akta nikah kami serta kartu keluarga kemudian menyobeknya. Tentu saja aku sangat marah dan kecewa, 'apa apaan bang angga ini apa dia tidak tau kalau akta nikah itu sangat penting untuk segala urusan apapun' ucapku membatin.
Ketika kami asyik bertengkar, kami tidak sadar kalau pertengkaran kami didengar oleh kak Seno kakak iparku.
Ka Seno menghubungi ka sam kaka laki laki tertua bang angga dan menceritakan pertengkaran aku dan bang angga. Di keluarga bang angga, mereka 4 bersaudara, 3 laki laki dan 1 perempuan. Yang perempuan bernama kak yani kakak tertua, kak sam anak kedua, kak seno anak ketiga dan bang angga anak bungsu. Sementara di keluargaku, aku anak semata wayang dari hasil pernikahan papa dan mamaku.
Di pernikahan pertama papaku dikaruniai 1 putra, sedangkan pernikahan pertama mama dikaruniai 3 putri. Untuk pernikahan papa dan mama sendiri, dikaruniai 1 putri yaitu diriku sendiri, namun pada usiaku 10 tahun papa mengadopsi seorang anak laki laki yang waktu itu mau diasingkan ke sebuah pulau karena tidak ada yang mau mengasuhnya. Aku yang masih kecil waktu itu sangat kasihan pada bayi laki laki yang tak berdosa yang pada saat itu masih berusia 1 tahun, aku memaksa kedua orang tuaku untuk mengangkatnya menjadi adiku. Papa yang tidak tega melihatku merengek akhirnya menyetujui permintaanku, dan akhirnya kami merawatnya sampai sekarang.
Baiklah kembali lagi pada kak seno yang sedang mengbubungi kak sham.
"Ka, sekarang ini Angga lagi berantem sama almeera. Dan sepertinya mereka mau cerai, cobalah kau hubungi angga dan bicara sama dia. Siapa tau dia mau mendengarmu". Kata kak seno disaat dia menghubungi kak sham.
"Apa? Kenaapa sampai seperti itu? Apa yang terjadi?"
"Aku tidak tau pasti kak apa yang terjadi, tapi sepertinya angga lagi mabuk. Dan sepertinya juga papa terlibat dalam pertengkaran mereka, coba kau hubungi dulu si angga untuk menanyakan kebenaran ini".
"Baiklah, aku akan menghubungi angga".
Tuttutuut, panggilan dimatikan antara kak sham dan kak seno.
Disaat aku sedang asyik mengemas pakaianku, terdengar nada dering dari ponsel bang angga..
Derrrrrrttttt
Bang angga mengangkat telfon yang tak kuketahui siapa penelponnya.
"Iya, hallo ada apa kak?"
"Apa kau sedang berantem sama almeera?"
"Dari mana kakak tau?"
"Barusan seno yang memberitahuku, jika kalian sedang bertengkar selesaikan dengan baik baik jangan sampai ambil keputusan yang akan membuat kalian menyesal".
"Sudahlah kak, ini urusanku dan almeera. Dan aku yakin apa yang menjadi keputusanku hari ini adalah yang terbaik".
"Kau jangan seperti anak kecil angga, apa kau tak memikirkan kanaya? Dia masih kecil, dia membutuhkan kau dan juga almeera. Kau sedang mabuk skarang, jadi jangan langsng ambil keputusan. Sebaiknya kalian beristirahatlah, kakak yakin ketika kalian bangun besok semuanya akan kembali membaik. Dimana almeera? Berikan ponsel padanya, kakak mau bicara".
Bang angga memberikan ponsel padaku dan mengatakan kalau kak sham mau bicara.
'Oh jadi tadi yang telfon kak sham' Ucapku dalam hati. Aku mengambil ponsel dari bang angga dan mulai bicara dengan kak sham.
"Halo kak"
"Halo almeera, ada apa antara kau dan angga?"
"hanya masalah sepeleh kak"
"Kalau cuma masalah sepeleh, kenapa harus ada kata perceraian? Ingat almeera, kalian punya kanaya yang masih kecil dan masih membutuhkan kalian berdua. Jadi kakak harap jangan mengambil keputusan menurut ego kalian saja tapi fikirkan juga kanaya. Apalagi mengambil keputusan dalam keadaan emosi seperti itu sangat tidak baik, fikirkan lagi dulu".
"Sepertinya kak sham sudah banyak tau tentang pertengkaran kami, sejujurnya aku juga tidak ingin seperti ini. Tapi kalau ini yang diinginkan bang angga aku bisa apa". Disaat aku bicara seperti ini kulihat bang angga melirikku dengan tatapan yang aku tidak tau apa artinya.
"Angga lagi mabuk almeera, jadi dia pasti tidak sadar dengan apa yang dia ucapkan. Jadi kau jangan masukan ke hati, lebih baik kalian istirahat saja dulu tenangkan hati dan fikiran kalian. Kakak yakin, besok pagi pasti semuanya baik baik saja dan keadaan kembali membaik".
Lagi lagi dengan alasan karena mabuk jadi tidak sadar, tapi aku bukan wanita bodoh. Aku yakin apa yang diucapkan bang angga barusan adalah benar benar dari dalam hatinya yang dia pendam selama ini. Karena aku pernah dengar, seseorang yang berbicara ketika sedang mabuk itu adalah kebenaran.
"Baiklah kak, akan aku fikirkan lagi".
Tuuuuutttt...
Panggilanpun berakhir, dan kami sempat diam. Bang angga sudah sedikit tenang, dan dia mulai berbaring di bawah kakinya kanaya. Aku menatap mereka berdua, dan mulai berfikir tentang perkataan kak sham. Mungkin ada benarnya juga, lebih baik aku segera istirahat siapa tau besok pagi keadaan sudah jauh lebih baik.
Ketika aku ingin berbaring, bang angga kembali lagi bertingkah yang membuatku sangat marah. Bagaimana tidak, kanaya lagi sakit dan dia seenaknya bergerak dan seperti mengamuk di atas tempat tidur di samping kanaya. Aku sudah tidak ingin banyak berfikir lagi, kulihat tidur kanaya sudah mulai tidak nyaman dan mulai bergerak. Aku sangat khawatir bang angga menindihnya kalau gaya tidurnya seperti itu, kalian tau sendiri kan gimana gaya tidur seseorang yang sangat mabuk.
Aku ambil selimut dan mulai membungkus badan kanaya, tekadku sudah bulat malam ini aku harus pulang ke rumahku. Mungkin keputusanku ini terlalu terburu buru, tapi aku sudah tidak tahan lagi dengan semua ini. Aku merasa tak dihargai lagi sama bang angga, ku tatap wajahnya dan juga kamar ini, kamar yang menjadi saksi percintaan aku sama bang angga.
Aku keluar dan melihat siapa saja yang ada di depan rumah, kali aja masih ada tukang ojek yang lewat. Karena ini juga sudah larut, sudah jam 11 malam tapi aku tak mau bertahan lagi di sini... Ku lihat ada seorang pria yang sedang bersantai di atas motornya, aku menghampirinya dan meminta tolong padanya untuk mengantarku
Dia merasa heran melihatku, kenapa di jam seperti ini aku mau pergi membawa koper dan 1 tentengan plastik besar di tanganku serta ada kanaya di gendonganku. Tapi aku tak perduli dengan tatapannya.
" Maaf kak, aku bukan...
" Maaf kak, aku nggak ojek". Kata pria itu
" Oh maaf, tapi bisakah kau mengantarku ke daerah kerindah? Aku mohon". Ucapku menghiba padanya, karena aku dan bang angga tinggal di desa S hanya saja berbeda daerah. daerah bang angga bernama maniska, dan daerahku biasa di bilang kerindah.. (Sebut saja seperti itu)
"Mmm baiklah, mari kak". Ucapnya setelah berfikir sebentar.
"Makasih yah". Ucapku sambil naik ke atas motornya..
kemudian dia mulai mengantarku ke kerindah, setelah beberapa saat kami pun sampai di depan rumahku. Jaraknya tidak terlalu jauh karena desa kami ini tidak terlalu besar, jarak rumahku sama rumah bang angga juga dekat. Tampaknya di daerahku masih sangat ramai, maklum lagi suasana lebaran.
Beberapa orang melirik ke arahku yang terlihat sedikit berantakan, dengan kanaya di gendonganku sama koper yang cukup besar serta tentengan plastik juga yang berisi pakaianku dan kanaya. Sebenarnya aku merasa tidak enak di tatap seperti itu, tapi mau gimana lagi ini sudah menjadi keputusanku.
Sebelumnya aku sudah mengucapkan terima kasih pada pria yang mengantarku tadi, aku juga mau membayar uang ojek tapi dia menolaknya dan mengatakan "tidak apa apa kak, lagipula aku nggak ojek". Setelah itu dia langsung kembali, dan aku pun menuju rumahku tanpa peduli beberapa tatap mata yang memandangku dengan berjuta pertanyaan yang terlihat di wajah mereka.
Toktoktok..
"Assalaamu allaikum..."
"Waalaikumsalaam" terdengar papa menyahut salamku dari dalam, kemudian papa membuka pintu dan terkejut melihat keadaanku dan juga kanaya.
"Ada apa meera? Mana angga?" papa langsung bertanya setelah aku masuk.
Aku menarik nafas sebentar lalu duduk di salah satu kursi plastik di rumah kami, mama mulai mendekat dan mengambil kanaya di gendonganku. Sepertinya mama sudah mulai menyadari apa yang menimpaku, karena melihat aku hanya datang berdua dengan kanaya dengan membawa koper baju dan tentengan plastik besar.
Aku mulai buka suara dan menjawab pertanyaan papa.
"Meera berantem pa sama bang angga, makanya meera pergi dari rumah dan membawa kanaya". Jawabku sambil melihat wajah papa, terlihat papa menahan amarah.
"Baiklah, sebaiknya kau masuk ke kamarmu dan istirahatlah". Ucap papa yang sepertinya tidak ingin banyak tanya lagi, aku bisa melihat raut kekecawaan dari wajah papa. Papa berbalik dan langsung ke kamarnya, aku kembali menoleh ke mama. Sejujurnya aku juga tidak ingin seperti ini, apalagi dengan melihat kekecewaan yang tampak jelas di wajah papa. Aku bisa merasa kalau papa tampak sangat kecewa dengan keadaan yang sedang aku alami, sementara mama mendekatiku dan mengusap punggungku memberi kekuatan.
"Jangan terlalu difikirkan sayang, lebih baik kamu istirahat dulu. Besok baru kita bahas lagi, mama juga lihat kamu sangat lelah jadi istirahatlah.."
"iya ma". Hanya itu yang dapat aku ucapkan ke mama, kemudian aku mulai masuk ke kamar yang dulu menjadi kamarku sebelum menikah dengan bang angga. Kuperhatikan sekeliling kamar ini, ternyata tidak berubah hanya saja lebih bersih dan juga rapi.
Aku mulai berbaring di samping kanaya, ku tengok wajah damai putriku yang lagi tertidur kemudian aku membelai wajahnya dan mengecup keningnya sambil meminta maaf.
"Maafin mama naya, kamu harus mengalami ini disaat usiamu masih bayi"
hikshiks, aku kembali menangis dan merenungi nasibku. Sesungguhnya aku juga tidak ingin seperti ini, aku mencoba untuk memejamkan mataku namun tetap tidak bisa sampai pada pukul satu dini hari aku belum juga bisa untuk tidur. disaat mataku sudah sangat berat kanaya terbangun dan menangis, aku membalikan badanku ke arahnya kemudian menenangkannya sambil menyusui. Setelah menyusuinya kanaya kembali tertidur dan akupun sudah terlelap saking lelah.
Hari terus berlalu tak terasa sudah 3 hari aku di rumahku, namun bang angga tak pernah datang sekalipun untuk menengkok kami atau setidaknya datang untuk meminta maaf dan mengajaku kembali. Menanyakan kabar kanaya lewat handphone saja tidak pernah, kadang aku sangat kasihan pada putriku karena tidak mendapatkan perhatian dari papanya, tapi untuk mau kembali ke rumah bang angga aku sangat gengsi. Disaat aku sedang merenungi nasibku dan juga kanaya putriku, tiba tiba aku mendengarkan salam..
"Assalaamu allaiqum..."
"wa'alaiqumsalaam..." Jawab mama
Ku miringkan kepalaku untuk melihat siapa yang datang karena posisiku berada di ruang makan, dan ternyata ka yani kakak iparku.
"apa kabar tante?" tanya kak yani pada mama.
"alhamdulillah baik, kamu apa kabar?"
"Alhamdulillah baik juga tante"
"Syukurlah, ayu silahkan duduk".. Kak yani sudah duduk di sofa ruang tamu, dan terdengar mama mulai memanggilku.
"Meera, kesini dulu ada yani kakaknya angga".
mama menyuruhku untuk ke depan, sebenarnya aku sedikit malas karena aku berfikir kenapa kak yani yang datang bukannya bang angga. Aku mulai berdiri dan keluar menuju ruang tamu mulai menyalami
ka yani dan ka amat suaminya.
"apa kabar meera".. Tanya ka yani
"aku baik ka"
"lalu kanaya? Trus dimana dia?"tanya ka yani sambil matanya mencari keberadaan kanaya.
"kanaya lagi keluar sama papa, tadi dia sedikit rewel jadi papa mengajak nya untuk keluar jalan jalan sebentar". Ka yani kemudia mau berbicara tapi keburu mama yang duluan..
"ya sudah kalian berbicara dulu, meera mama ke belakang sebentar, yani tante tinggal dulu yah.." mama kemudian berpamit untuk ke belakang.
" Meera, ada apa antara kamu dan juga angga? Seharusnya kamu tidak kesini, kalau malam itu angga marah marah sama kamu seharusnya kamu lari saja ke rumah kaka kenapa harus kesini? Ini tidaak baik".. Aku hanya diam mendengar omongan ka yani.
"Maaf kak, aku nggak kefikiran sampai kesitu. Yang aku fikirkan hanya segera menghindar dari amukan bang angga dan juga agar kanaya bisa tidur dengan tenang akupun juga bisa istirahat dengan cepat dan aku rasa rumah inilah yang paling nyaman." balasku sambil menatap ka yani dengan tegas.
"Ya sudah kalau begitu, tapi kaka mohon pulanglah dan selesaikan masalah ini dengan angga. Kalau ada masalah baiknya dibicarakan bukannya lari seperti ini."
wow, ka yani bicara seperti ini seolah olah aku sendiri yang bersalah. Lalu dimana bang angga? mengapa bukan dia yang datang menemuiku dan meminta maaf? Mengapa harus ka yani yang datang? Apa harus aku yang sendiri berjuang? Berbagai macam pertanyaan yang muncul di hatiku, dan aku tidak bisa berdiam diri seperti ini aku harus bertindak. Sudah cukup aku diam dan mengalah selama ini, kali ini tidak lagi.. Aku mengangkat wajahku dan mulai menjawab perkataan ka yani.
"Maaf kak, tapi aku tidak bisa kembali lagi ke rumah".
"Tapi kena-..
belum sempat ka yani berbicara, mamaku sudah menghampiri kami dengan membawa teh buat ka yani dan ka amat.
"Ayo diminum dulu tehnya yani, amat"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!