"Luna, maafkan ibu yo nduk"
Wanita tua, yang kepalanya mulai dipenuhi dengan rambut putih itu terisak dan memeluk erat tubuh mungil Luna, ketika Luna hendak berpamitan. Diikuti dengan rengekan sang adik yang tak ingin berpisah darinya.
"Ratna, jaga ibu baik-baik ya, mbak janji mbak akan wujudin cita-cita mulia Ratna."
Luna mencoba mengembangkan senyum dan menahan tangis,yang sejatinya sudah ia bendung berhari-hari sebelum hari ini tiba.
"Ayo Lun, mengko ketinggalan bis."
Bu dhe Sri yang mengajak Luna ke jakarta untuk bekerja bersamanya, menurut info dari Bu dhe Sri, Luna akan bekerja dan menjadi asisten pribadi tuan mudanya atau anak dari majikan dia.
- -
Sepanjang perjalanan, Luna berusaha untuk tegar, terlihat tangannya beberapa kali mengusap air mata yang tak sanggup ia tahan. Luna memang masih terlalu dini untuk bekerja, usianya baru 17 tahun dan terpaksa memutus sekolahnya karena faktor ekonomi keluarga yang begitu mencekik. Bapaknya pergi meninggalkan hutang yang tak sanggup ibunya bayar, setiap hari ia hanya mendengar para rentenir itu mengamuk dan mencaci ibunya. Bahkan, mereka mengancam akan menyita tanah satu-satunya yang mereka tempati sekarang jika dalam satu bulan ke depan ibunya tidak sanggup membayar hutang.
"wes Lun, gak usah dipikir! Bu dhe kan wes janji, bakal bantuin kamu dan ibukmu."
Bu Dhe Sri mencoba membujuk dan menenangkan Luna. Karena ia tidak tega melihat Luna yang dari kecil harus berkelut dengan penderitaan.
Luna ditinggalkan oleh bapaknya dengan dalih akan merantau waktu usia luna 12 tahun, namun sudah 5 tahun berjalan. Bapaknya yang pemabuk dan juga penjudi itu tidak sekalipun memberikan kabar. Hingga perasaan benci itu tumbuh dalam hati Luna juga Ratna. Luna mempunyai seorang kakak laki-laki yang usianya terpaut 6 tahun darinya, ia dibawa paksa oleh bapaknya, sebut saja Aditya. Laki-laki tampan yang hanya mengenyam bangku sekolah sampai SMP. Dengan alasan yang sama dengan Luna, semua karena ekonomi keluarga.
Keberangkatan Luna, juga diiringi dengan rasa penasarannya dan ingin mendapat jawaban langsung dari sang bapak dan kakaknya. Mengapa mereka begitu tega tidak kembali, bahkan sebaris kabar pun tidak tersampai kepada keluarnya dikampung.
--
Bel rumah berbunyi, kedatangan Bu Sri dan Luna disambut riang oleh teman kerjanya. Mereka sangat antusias dan ramah. Rumah sebesar istana itu memiliki asisten rumah tangga 7 hanya untuk mengurus rumah saja, terlepas dari itu setiap satu majikan pun memiliki asisten dan sopir pribadi. Terbayangkan, berapan kaya majikan Luna saat itu.
" Lun, Tuan Bastian san ibuk pulangnya mungkin malem. Jadi kamu istirahat dulu aja ya, sambil nunggu mereka datang." Sahut Bu dhe Sri yang mulai melihat kegelisahan diwajah Luna.
"sing tenang, mereka wong baik kok." tambahnya.
"Lun, kamu jangan takut. Tuan bastian itu sebenarnya orang baik. Cuma memang kesannya saja angkuh dan sombong." tambah Mira mencoba menjelaskan.
"yang penting mah, kamu bisa ambil hatinya Lun, dan nurut aja pasti da dia ndak akan marah-marah sama kamu." celetuk Euis dari sudut kamar.
"ih naon sih maneh, cicing atuh, ntong nambah-nambahan" Omel Lia pada Euis yang tak begitu dimengerti oleh Luna.
Sepertinya tidak ada yang buruk diantara mereka, semua terlihat baik ya walau Euis sedikit Judes, tapi dia juga sangatlah baik.
"Lun, tuan muda menunggumu diruang kerja nya. Kamu bisa temui dia sekarang." Ucap Mira
Luna terlihat kaku dan ragu, jantungnya berdegup kencang. Ia sangat takut sekarang, yang terlintas dalam bayangnya hanya laki-laki berperawakan tinggi besar dan sangar.
" Wes nduk, Bu dhe lak wis ngomong, gak perlu takut. Buang pikiran burukmu, kamu kudu inget sama ibukmu dirumah." bu dhe sri mencoba memberi semangat Luna.
--
Kreeekk
"permisi Tuan muda" Luna membuka pintu.
Disudut ruang, dihadapan jendela, terlihat seorang lelaki berdiri membelakangi arah pintu. Tanpa bersuara ia mengisyaratkan untuk Luna masuk, tak berfikir panjang ia memahami maksud dari calon majikannya tersebut.
Luna menyeret lembut kakinya, selangkah demi selangkah mendekat. Jantung nya kian kencang berdetak. Pandangannya menunduk kearah lantai. Ia tak berani menatap laki-laki yang mulai membalikkan badannya.
Bastian menatap Luna, dari ujung rambut hingga kaki,lalu kembali memperhatikan wajah lugu Aluna.
"persis dengan difoto, bahkan lebih cantik" batin Bastian.
"siapa namamu?" Bastian membungkuk, meratakan wajah nya dengan wajah Luna.
Aluna semakin salah tingkah, sebentar ia melihat wajah tuannya yang sangat jauh dari bayangan dia sebelum nya. Bastian yang dia kira sangar, ternyata sangat tampan dan memiliki senyum manis. Luna menyadari itu, lalu kembali menunduk dan menjawab dengan terbata.
"Al luna tuan."
"*a Luna kau tidak perlu memanggilku Tuan jika diluar rumah. Aku tidak suka asisten yang kaku, aku tidak suka asisten dekil dan kumuh, jadi mulai besok, kamu harus rapi, terlihat anggun..."
"eh tapi....."
"aku tidak suka ketika aku bicara ada yqng memotongnya. Aku tidak suka jika asistenku membantah dan jadi pembangkang. Kamu ngerti*?" cerocos Bastian.
Bastian mengeluarkan parfum dan melemparnya pada Luna.
"kamu bisa pakai itu..."
Luna dengan sigap menangkapnya. Bastian berlalu dan meninggalkan Luna. Ia hanya mengikuti langkah kaki Bastian yang semakin jauh dari tempatnya berdiri sekarang.
--
"Bu dhe, bagaimana Luna bisa seperti itu.."
Luna tertunduk lesu setelah bercerita kepada Bu dhe nya. Ia mengeluh dengan syarat yang diajukan Bastian. Itu diluar akal sehat nya. Bagi Luna itu terkesan, seperti dia hendak menjual diri.
**
Jam sudah menunjukkan pukul 05.00 pagi, selesai sembahyang subuh, ia bergegas mandi dan mememakai pakaian yang paling bagus dilemarinya. Menggunakan sedikit make up dan menyemprotkan parfum sedikit ketubuhnya.
"kurasa cukup, ini sangat berlebihan." Batinnya menatap diri dibalik kaca.
--
"selamat pagi Pak Bastian. Ini saya bawakan sarapan bapak." Luna mengetuk pintu bastian.
" masuk!" sahut Bastian ketus.
Kamar yang sangat megah, tatanan yang elegan, bahkan semua fasilitas lengkah. Luna, terbayang rumah nya dikampung tidak sama besar dengan kamar Bastian.
" Aluna bestarii, apa kamu mendengar ku? Saya sedang bicara denganmu?"
Suara Bastian mulai meninggi, membuyarkan lamunan singkat Aluna. Ia sangat kagum, dan tenggelam dengan rasa rindu nya deng sang ibu. Bahkan, suara Bastian yang bersaut-sautan sedari tadi tidak dia dengarkan.
" Maaf pak " Luna menunduk.
Matahari masih malu menampakkan sinarnya, tapi aluna sudah membakar emosi Bastian. Ia sangat marah, karena merasa diabaikan oleh orang yang bagi dia nyawanya saja sanggup dibayarnya. Bastian memaki, menghardik bahkan memberikan hukuman pada Luna dengan pekerjaan yang padat, selembar kertas besar penuh dengan tugasnya. Tidak ada istirahat baginya, bahkan untuk menyuap nasi pun harus cukup dengan beberapa menit yang dijatahkan Bastian.
Bu dhe Sri, mira, lia bahkan Euis merasa kasian melihat Luna yang seharian bagaikan setrikaan. Mereka ingin membantu tapi Bastian mengawasi Luna seharian.
"kau merasa terhibur?"
Celetuk Luna memberanikan diri karena merasa risih dengan tatapan Bastian.
Bastian bangkit dari singgasanya, sedikit tersenyum dan berlalu meninggalkan Luna.
"istirahatlah, besok kau harus bangun pagi!"
"sebenernya apa sih maunya ni perjaka tua. Menyebalkan!" omel Luna seorang diri.
" baby, apa tidak ada yang lebih baik?" Bisik Tsania terdengar samar dari tempat duduk Luna.
Bastian hanya menatap sengit ke wajah Tsania. Matanya tidak terlepas dari laptop di meja kerjanya. Walau sadar tidak dihiraukan, Tsania terus saja berbicara.
"eh dekil, bikinin minum sana"
" Heii, lo ngga punya kuping? Atau pura-pura budeg?! " Tsania mulai meninggikan nada bicaranya dan mendekati Luna.
" oh, mbak sedang bicara sama saya, saya pikir. Masih bicara sendiri." Ledek Luna.
"hei lo, dekil! Berani lo ya ngledek gue?!" Ancam Tsania.
Bastian sangat membenci keributan. Ia menggebrak meja dengan keras, membuat Luna dan Tsania terdiam seketika.
" Tsan, lo bisa minta sama OB jika lo butuh sesuatu! Dia Luna, asisten pribadi gue, cuma gue yang berhak dan punya wewenang memerintah Luna. Dan lain kali, lo panggil dia dengan namanya."
Bastian menutup laptopnya, lalu menyambar blazer yang ia simpan disofa sebelah Luna duduk. Ia meninggalkan Tsania dan menarik tangan Luna.
Seluruh staf dan karyawan yang ada tak melepas pandangan pada Luna, gadis kecil yang karena nya bisa membuat Bastian semarah itu terhadap Tsania,si ratu drama. Mereka saling berpandang, lalu berbisik satu sama lain.
--
" pak, apa yang bapak lakukan terlalu berlebihan, ini hanya akan menjatuhkan harga diri bapak didepan karyawan bapak."
Luna membuka obrolannya setelah beberapa menit saling diam didalam mobil.
"aku membayarmu, untuk menuruti semua perintahku! Bukan untuk mengomentari apa yang aku lakukan!"
Bastian mendekatkan wajahnya tepat didepan wajah Luna. Mereka berpandangan hingga akhirnya Luna menyadari hal yang tak layak seperti itu.
Mobil berhenti tepat dihalaman butik busana wanita, Bastian turun dan diikuti Luna yang masih bingung dengan perilaku tuannya. Seolah perawat yang menjaga anak asuh, Luna membuntuti langkah kaki Bastian.
Hatinya terus bertanya untuk siapa, dan untuk apa Bastian membeli pakaian wanita begitu banyak.
Nalar nya terus mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang berkecamuk dihatinya. Semua berbanding dengan apa yang rekan-rekannya katakan.
*Aluna*
Laki-laki seperti apa Bas, kamu ini? Kadang kamu angkuh dan menyombongkan semua milikmu, tapi hari ini, didepan ratusan staff bahkan di depan wanita yang sangat tergila-gila padamu, kamu rela membentak dan berbicara sekeras itu?
"Kau tidak sedang memujiku dalam hati kan?"
Angkuh Bastian.
"kau terlalu percaya diri" Luna membuang muka.
"jangan dulu ge-er, heh! Aku hanya benci keributan."
Bastian tersenyum penuh kepuasan, tiada kata yang luna ucap, ia hanya melirik kearah Bastian lalu menggeleng lirih dan kembali membuang muka.
Memang, hati kecilnya tiada lelah bertanya, mengamati setiap sudut diri Bastian, mencari sesuatu yang tersembunyi namun enggan menampakkan diri. Benar, ada yang aneh.
*Tsania*
Wajah marah dan malunya tidak lagi bisa tersembunyi, ia mengayun kaki dengan emosi dan pergi dengan omelannya.
Ia adalah Artis dari management Bastian, artis papan atas dan sedang naik daun. Angkuh dan sombong nya melebihi Bastian, bahkan rasa ingin menang dan tidak mau dikalahkan membuat dia bergelar "Ratu Drama".
Tidak ada yang berani memerintahnya, semua berada dibawah kendali Tsania. Bahkan saat syuting pun semua tunduk dan mengikuti kemauannya, memang acting dia tidak lagi diragukan. Dia sangat ahli dalam menghafal teks, bahkan penghayatan juga emosi nya selalu bisa ngena dengan peran apapun yang dia perankan.
Sebenernya, Tsania adalah pribadi yang kuat, dia hidup tanpa didampingi kedua orang tuanya, dia juga pribadi yang setia. Tapi dia juga wanita yang licik dan jahat, nyawa orang pun akan melayang jika menghalangi apa yang sudah menjadi kemauannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!