"Sudah berapa Minggu," ujar laki laki dihadapannya.
"8 Minggu?" sahut Rani
"Kamu ingin memiliki? Miliki saja? Atau buang saja," sembur laki laki itu dengan tiba tiba lalu ia langsung beranjak dari duduknya.
Wajah laki laki itu merah padam menahan marah yang memuncak ke ubun ubun. Dengan kerasnya ia menendang kursi yang ia duduki, kursi yang tadi di duduki langsung terpental jauh sekali, sampai pedagang dan wanita itu terkejut sekali melihat tingkah laku laki laki dihadapannya.
Tanpa menoleh sama sekali ia berjalan menuju mobil yang tidak jauh diparkirkan dekat mereka makan tadi, sedangkan wanita itu hanya menatap kepergian laki laki itu dengan perasaan yang tidak karuan. Meninggal kan wanita 25 tahun. Ia tahu kalau laki laki itu marah bukan kerena apa apa tapi kerena mendengar kejujuran yang diungkapkannya.
"Ran, cepatnya! Hari udah malam ditambah lagi mau turun hujan!" teriak laki laki itu dengan lantang.
''Kurang sopan!" gerutu Rani.
Wanita itu langsung beranjak dari duduknya dan membayar uang nasi goreng plus minumannya. Wanita muda itu hanya tersenyum samar, hanya menutupi perasaannya.
"Rey, kamu kurang sopan main teriak teriak saja," sembur Rani saat ia menghampiri Rey.
Rey tidak menjawab pertanyaan Rani, ia langsung masuk ke dalam mobil Avanza putih.
Malam itu!
Rey dan Rani ke alun alun di Banten. Kerena tadi siang mereka diberi tugas untuk mengisi kegiatan di GP, tentang pengolahan bahan pustaka.
Mereka utusan dari SMP. Awalnya Rani tidak mau ikut, tapi kapsek yang meminta mereka ke Pandeglang. Menurut kapsek yang harus datang dua orang yaitu kepala perpus dan pengelola perpus.
Akhirnya Rani dan Rey berangkat juga. Setelah selesai acara, mereka menuju alun alun untuk mengisi perut mereka yang keroncongan. Di alun alun mereka pesan nasi goreng dan pecel ayam, untuk makan malam. Kerena kalau langsung pulang tidak mungkin. Waktu di acara bimtek dikasih makan siang hari, sedangkan kegiatan sampai sore.
Akhirnya, daripada langsung pulang mereka makan dengan lahap. Sesudah makan Rey menanyakan sesuatu, akhirnya ia jawab dengan jujur. Tapi reaksi Rey seperti itu. Rani sakit hati. Mungkin kalau Rey tidak mendahului bertanya, ia sama sekali tidak akan mengatakan pada laki laki itu.
Ia akhirnya berjalan menuju mobil yang di pinggir jalan. Rey, sedang menunggu di dalam mobil sambil membaca koran. Rani, membuka pintu depan dan duduk di samping Rey. Rey hanya diam saja.
Rey menjalankan mobil dengan hati hati sekali. Apalagi hujan mulai turun rintik rintik.
"Aku nggak mau ya istriku tahu tentang ini. Bisa bisa aku digugat cerai sama dia!" cerca Rey sinis.
Ada gemuruh di dalam dadanya. Rey melirik Rani yang menyandarkan punggungnya ke kursi mobil. Wanita itu tidak mengubris apa yang dikatakan Rey.
"Terserah! Aku juga nggak akan menunggumu, Rey. Aku salah telah memberikan sama kamu. Sedangkan aku tahu kamu telah milik orang lain." gumam Rani.
Ia malas sebenarnya berdekatan dengan laki laki itu, laki laki yang seharusnya memberikan ketulusan dalam cintanya tapi nyatanya malah menjerumuskan dirinya. Rani hanya bisa mendesah kecil, ada perasaan benci mendengar perkataan Rey seperti itu.
"Apa kamu sanggup menanggung semuanya? Daripada susah di masa yang akan datang, lebih baik gugurkan. Itu lebih aman untukmu." tantang Rey egois.
"Gugurkan? Picik? Rey, ingat! Banyak di luaran sana yang ingin punya anak. Termasuk istrimu kan, kenapa aku yang diberi amanah harus menguburkannya!" Rani marah.
Wanita itu benar benar tidak habis pikir apa yang dikatakan oleh kaki laki dihadapan, laki laki yang dulu ia puja sangat berbeda dengan laki laki yang ada dihadapannya.
Rani menahan geram di lubuk hatinya. Kalau saja ia bakal tahu kejadiannya seperti ini, mungkin ia tidak bakal memberikannya pada Rey. Tangannya mengepal menahan emosi, ingin rasanya ia menghajar laki laki yang ada di hadapannya tapi ia tidak melakukannya kerena ini di dalam mobil bisa bisa bahaya.
Ya, Rani tahu kalau selama ini Rey dan istrinya menanti hadirnya seorang anak dari pernikahannya. 5 tahun Rey dan Rina menikah, tapi belum Tuhan belum mempercayai mereka.
Sedangkan.
Rani dan Rey yang melakukan kerena suka dan suka malah membuahkan hasil.
"Tapi dia anak haram?" sembur Rey marah mendengar kata kata Rani yang menyingung hatinya.
"Haram? Picik kamu Rey. Anak hasil apapun juga nggak ada yang haram. Tapi orang tuanya yang haram. Melakukan tanpa pikir panjang lagi." Teriak Rani tajam.
"Sudahlah! Aku lagi nyetir. Nggak fokus."kata Rey tidak membahasnya lagi.
"Kamu yang duluan. Kayanya kamu hanya bisa menyudutkan aku saja." Bela Rani agak sewot.
Akhirnya Rey hanya diam saja. Rani pun akhirnya diam. Hujan rintik rintik turun. Rani, meng of kan AC di dalam mobil, ia mengigil kedinginan. Tapi, Rey seperti sengaja. Ia menghidupkan AC lagi.
"Rey!" Teriak Rani geram saa Rey menghidupkan AC kembali.
"Aku gerah. Kamu main matiin AC saja." Kata Rey tanpa bersalah.
Rey sama sekali tidak peduli. Ia melihat Rani melipatkan kedua tangan ke atas perutnya, untuk menahan dingin. Rey hanya tersenyum sinis melirik wajah Rani yang agak pucat. Sebenarnya laki.laii.muda itu hanya beralasan kalau dirinya gerah, kerena di.luaran sana hujan turun dengan lebat. Rani sebenarnya tahu kalau itu hanya alasan Rey saja.
Rani akhirnya diam saja. Rani hanya bisa mendesah saja. Dia tidak mau berdebat lagi sama Rey. Ada rasa kecewa di hati Rani melihat Rey. Rani mendesah. Kesal.
Rey cuek. Ia menjalankan mobil dengan kecepatan sedang. Malam mulai turun, hujan belum reda sama sekali.
Rey hanya menatap wajah Rani dalam dalam. Perasaan sama seperti dulu, tapi keadaan lah yang membuat ia kecewa. Sejujurnya Rey masih mencintai Rani, tapi ia berusaha menyembunyikan perasaan hatinya.
Ia tidak bisa mempertahankan Rani. Memilih wanita lain. Perjodohan lah, yang membuat Rey dan Rani terpisah. Orang tuanya tidak setuju, Rey menikah dengan Rani.
Orang tua memilih Rina menjadi pendamping hidupnya. Malang tidak bisa dielakkan lagi, pernikahan yang berlangsung selama 5 tahun tidak membuahkan anak. Mertua menuduh mandul.
Tapi kenyataannya tidak. Rey kecewa saat tahu Rani hamil perbuatan dirinya. Mereka melakukan suka sama suka.
Kecewanya Rey. Kenapa bukan Rina yang hamil? Kenapa harus Rani. Berita yang seharusnya membuat dirinya bahagia kini malah menjadi bumerang. Apalagi kalau keluarga mertuanya tahu masalah kehamilan Rani olehnya.
Rey berkata kasar, tidak peduli, itu hanya luarannya saja. Sejujurnya ia ingin melindungi Rani apalagi janin yang di kandungnya. Tapi, situasinya sungguh menyudutkan dirinya.
Ia juga memohon jangan sampai Rani, membocorkan kehamilan pada keluarga istrinya. Rani hanya diam saja. Mendengar apa yang ia katakan. Ada sakit dalam hatinya. Mungkin juga berdarah, apa yang dirasakan Rani berbeda dengan Rey. Rani begitu rapuh saat dirinya tahu hamil.**
Apalagi keluarganya belum tahu kehamilannya. Ia tidak sanggup untuk mengatakannya, pada ibunya. Apalagi ibunya sudah tua. Sedangkan ayahnya telah lama meninggal sejak Rey membatalkan pernikahan dengan dirinya.
Rani tahu kalau dirinya tidak pantas kerena bukan wanita pilihan ibunya Rey. Tapi Rani sangat kecewa saat tahu Rey tidak memperjuangkan cinta mereka.
Rani tahu Rey telah meninggalkan dirinya untuk Rina. Tapi, 5 tahun telah terlewati Rani masih mencintai Rey.
Lima tahun kemudian. Seharusnya Rani melupakan cintanya pada Rey, tapi tidak bisa apalagi setelah lima tahun mereka bertemu dan saling curhat satu sama lain. Ya tentang rumah tangga Rey sendiri.
Kalau di pikir sebenarnya Rey tidak lantas menceritakan rumah tangga dirinya pada Rani, kerena bagaimanapun Rani adalah orang lain. Biarpun Rani pernah mengisi masa masa indah Rey, tapi seharusnya ia bisa menahan gejolak jiwanya dan tidak sampai cerita pada Rani. Kenyataan nya lain lagi.
Bodohnya Rani. Malam itu hujan lebat sekali, Rey yang telah mengantarkan Rani meminta Rani menemani di rumah Rani. Saat itu adiknya Rani sedang di rumah teman. Mengerjakan pekerjaan kelompok.
Malam itu!
Seharusnya tidak terjadi apa apa. Malah sebaliknya. Malam yang sepi, ditambah hujan lebat. Setan berbisik lembut sampai keduanya terbuai oleh cinta yang pernah padam kini menyala lagi.
Hujan yang dingin. Membuat keduanya hangat sekali. Kehangatan mencapai syurga yang indah. Tapi keindahan itu lah menghancurkan keduanya.
Biarpun begitu. Rani masih mengharapkan Rey untuk jadi pendamping hidupnya. Biarpun mungkin ini salah, apalagi Rey telah punya istri yang sah secara hukum maupun agama. Sedangkan dirinya?
Kalau ingat itu. Rani hanya bisa mendesah saja. Ya, ia mengakui salah telah percaya sama Rey. Rey yang Ia sayangi telah berubah saat ia mendengar ada yang hidup di rahim Rani.
Perubahan Rey seperti itu membuat dirinya kecewa, patah hati, menyesal, tapi Rani tidak bisa berbuat apa apa untuk melakukan sesuatu untuk Rey. Dan malah dirinya yang jadi korba nafsu, penyesalan yang seharusnya datang dari awal kini malah datang dari akhir.
Rani, tidak menuntut apa apa dari Rey. Tapi, ia ingin Rey sayang sama janin yang ada di rahimnya. Itu saja cukup. Kenyataannya lain, Rey ingin menghilangkan. Itu yang membuat Rani gamang untuk menjaga janin yang hidup di rahimnya.
Tapi disisi lain perasaan ibu muncul, jadi otomatis, Rani menolak untuk menghilangkan janin yang kini hidup dengan tenang di dalam rahimnya. Tapi tadi ketika ia mendengar kata kata Rey, ia hatinya perih sekali. Rey ingin menghilangkannya. Tapi Rani tidak. Ia telah bersalah, masa harus menambah dosa lagi.
*
Pagi telah datang. Membuat para burung bernyanyi di atas pohon, serta sinar matahari yang menyinari bumi menambah indahnya alam ciptaanNya.
Pagi itu hari Kamis, Rani telah sampai di sekolah. Ia langsung membuka pintu perpustakaan yang dekat dengan ruang guru. Rani baru beberapa tahun berada di perpustakaan. Dan yang lebih kagetnya, ia bertemu dengan Rey seorang kepala perpustakaan di sekolah yang sama.
Anak anak menyerbu perpustakaan. Mereka membaca buku cerita yang telah tersedia di perpustakaan.
Rani, langsung duduk di bangku, dan membuka laptop untuk membuat kertas pinjam. Di laptop itu juga ia membuat katalog, buku inventaris dan masih banyak lagi.
Sedangkan buku pengunjung, buku pinjam/kembali mengunakan buku besar dan disimpan di rak buku di sampingnya.
"Bawa ya buku nomor ddc 600 ke ruangan saya," suara Rey mengagetkan Rani yang sedang mengerjakan klasifikasi ddc.
"Buat apa?" tanya Rani menatap Rey.
" Iya ntar dibawa ke ruangan oleh siswa." lanjut Rani tidak semangat.
"Kamu saja yang bawa, aku menyuruh kamu bukan mereka!" Rey marah.
Beberapa siswa yang ada di ruangan itu langsung memandang keduanya yang bertengkar.
"Pak!" pekik Rani tertahan.
Ia memberikan kode pada Rey untuk tidak berteriak apalagi beberapa mata siswa tertuju pada mereka berdua. Rey terlihat cuek pada pandangan mata siswa. Rani hanya mendesah melihat Rey seperti itu.
Panggilan pak untuk Rey hanya berlaku di sekolah, kalau di luar sekolah Rani lebih enjoy manggil nama saja. Rani melihat beberapa siswa tersipu malu melihat dirinya dan Rey beradu mulut.
Dan yang lebih terkejutnya Ia tidak menyangka kalau Rey menyuruh membawa buku ddc ( desimal dewey classification ) 600 ke ruangan Rey.
'untuk apa coba,' pikir Rani.
Rey tidak menggubrisnya. Ia memandang sinis ke wajah Rani. Ada senyuman mengejek menghiasi wajah Rey, sambil melirik wajah Rani.
"Baik kalau kamu maunya itu?"Akhirnya Rani mengikuti kata Rey.
Wanita itu langsung beranjak dari duduknya dan mengambil buku yang DDC nya 600 untuk dibawa ke ruangan Rey. Mau menolak Rey marah tidak menolak bagaimana, itu yang membuat Rani serba salah untuk mengikuti perintah Rey. Kalau di luar sekolah ia sama sekali tidak pernah mengikuti perintah Rey sama sekali, menurutnya buat apa?
Rey mengambil kursi dan duduk di ruangan itu sedangkan Rani mengambil beberapa buku lalu di simpan di hadapan Rey. Rey hanya melihat saja. Rani, membawa buku kode 600 ke hadapannya. Ia langsung berdiri..
"Bawanya jangan sedikit sedikit. Biar cepat beres. Tuh pakai kardus yang besar." Tunjuk Rey, menunjukan kardus di sudut ruangan kecil.
"Rey!" pekik Rani kaget.
Rani berdiri di samping Rey. Mata nya melirik siswa siswi yang masih ada di sana. Ia tidak mungkin bertengkar dengan Rey dihadapan siswa siswi yang ada di perpustakaan, Rani hanya mendesah saja mendengar perintah dari Rey perintah yang tidak masuk akal menurutnya.
Sedangkan anak anak yang ada di perpustakaan pura pura membaca tapi telinganya dipasang baik baik untuk tahu apa yang terjadi, kadang matanya juga menatap wajah Rani dan Rey yang ada di depan.
"Berat, mengangkat buku ke kardus. Apalagi kardus besar kaya gitu."Lanjut Rani tertegun.
Ia juga tidak mungkin mengambil kardus yang diatas lemari besar. Rani tidak menyangka kalau Rey melakukan itu padanya. Perih.
"Nggak apa apa kok. Kamu kuat kan angkatnya," sinis Rey menatap wajah Rani tajam.
"Picik!" Sembur Rani tidak suka.
Rani langsung berbalik ke kursi. Tapi dengan cepat Rey mengambil kursi yang akan di duduki Rani. Otomatis Rani terjatuh ke lantai.
"Rey!" Jerit Rani tertahan. Perutnya sakit akibat ia terduduk jatuh. Ia meringis. Tangan kirinya memegang perut bagian bawah.
"Bu, nggak apa apa Bu?" tanya Vian salah seorang siswa yang melihat kejadian itu.
Vian langsung berlari menghampiri Rani yang duduk di lantai kerena kursi yang akan ia duduki diambil oleh Rey. Rani hanya diam saja saat Vian menanyakan keadaannya, ia hanya meringis saja.
"Kamu pergi!" usir Rey pada Vian saat gadis itu akan membantu Rani bangun.
Vian menatap wajah Rani. Rani hanya mengangguk saja, ia tidak ada pilihan untuk dibantu sama Vian kerena pasti Rey bakal memarahi Vian.
"Kalian semuanya keluar dari ruangan ini. Ini perintah!" teriak Rey menatap semua siswa Yanga da di ruangan perpustakaan. Vian dan teman temannya akhirnya keluar dari ruangan itu, sebenarnya Vian ingin membantu Rani, tapi takut sama Rey. Akhirnya ia pun meninggalkan ruangan itu bersama yang lainnya.
HAHAHA...
Tawa Rey. Ia berjongkok dekat Rani dan berbisik..
"Cuma bercanda, udah jangan marah," kata Rey langsung pergi dari tempat itu tanpa memperdulikan Rani.
Hati Rani gerimis. Mendapat perilaku Rey pada dirinya. Rani masih mengigit bibir bagian bawah, sakit rasanya perutnya. Tapi ia berusaha bangun dan mengambil kursi.*
"Rey, sakit!" Jerit Rani, spontan wanita itu langsung memegang perutnya yang kena pukul oleh Rey dengan kuatnya, sampai wanita itu berteriak kesakitan.
Rani yang tadi membereskan buku yang ada di meja untuk di lakukan shelving ke rak buku langsung menghentikan membereskan buku saat perutnya kena hantam tangan Rey dengan kerasnya sampai wanita itu langsung rubuh dan duduk dengan penuh kesakitan.
"Aaaaah!" tahan Rani meringis. Ia berusaha mengigit bibir bagian bawah untuk menhan sakit yang tiba tiba ia rasakan.
"Gugurkan lebih baik daripada kamu seperti ini kesakitan," ejek Rey sambil berjongkok disamping Rani.
Rey puas melihat Rani merintih kesakitan sambil memegang perutnya.
"Kamu lakukan itu kerena ingin menghilangkannya, please Rey aku mohon lindungi dia," Isak Rani masih kesakitan.
Tiba tiba Rani shock saat melihat cairan menembus celana. Basah. Ada perasaan campur baur yang dirasakan oleh wanita itu, takut, cemas, khawatir, sedih, kecewa.
"Rey!" panggil Rani meminta tolong.
Rey melihat semuanya. Laki laki itu tertegun saat ia melihat cairan warna merah keluar dari dalam celana. Ditatapnya wajah Rani, ia kira Rani hanya bersandiwara meminta tolong tapi kenyataannya lain.
Hanya beberapa menit ia tertegun tapi dengan kasarnya, ia jongkok di samping wanita itu tanpa ada rasa kasihan sama sekali Rey tanpa ba bi bu lagi langsung mendorong tubuh Rani, sampai Rani terdorong dan berbaring menahan sakit. Wajah Rey terlihat penuh bara api saat ia menatap Rani.
Rey langsung meninggalkan ruangan perpustakaan dengan hati biasa saja, membiarkan Rani mengerang kesakitan yang teramat sakit.
"Ibu!" teriak Vian menghampiri Rani yang masih terbaring lemas.
Vian langsung membangunkan Rani dan berusaha dengan sekuat tenaga untuk membawa Rani ke kursi yang ada di ruangan itu. Mata Vian terbelalak saat melihat darah dilantai dan di kaki Rani, hatinya berkecamuk tapi tidak bisa diungkapkan sama sekali.
"Ibu, haid ya kok banyak banget?" tanya Vian polos.
Rani akhirnya bisa duduk di kursi dekat meja pengolahan bahan pustaka, ia hanya tersenyum samar mendengarkan pertanyaan yang dilontarkan gadis umur 14 tahun itu gadis manis yang selalu ada di perpustakaan. Ia tidak perlu menjawab keheranan gadis itu. Tapi Vian seperti ingin tahu apa yang terjadi pada gurunya itu.
"Ibu lagi datang bulan, perut ibu sakit," dusta Rani akhirnya.
"Ibu benar mengalami sirkus haid?" tanya Vian menyakinkan dirinya.
Rani mengangguk kecil. Vina hanya bisa mendesah, tapi hatinya berkata lain lagi, peristiwa ini pernah menimpah kakaknya waktu itu kak Widya keguguran anak pertamanya.
"Kenapa?" tanya Rani menatap wajah Vian dengan heran kerena gadis dihadapannya itu hanya diam termenung seperti memikirkan sesuatu.
"Ibu kaya kakak aku. Waktu kak Widya jatuh ketika sedang jemur baju langsung pendarahan, darahnya persis seperti itu," gumam Vian seperti pada diri sendiri.
DEG!
Biarpun gumaman Vian terdengar pelan tapi jelas sekali di telinga Rani, waktu Vian cerita tentang kakaknya yang mengalami pendarahan hati Rani langsung terkejut seperti tersengat ribuan listrik yang disentuh pada tubuhnya.
Rani tersenyum samar, ia hanya diam saja. Dan tidak mungkin ia menceritakan masalah pribadinya pada gadis yang ada dihadapannya, Rani hanya menarik nafas dalam dalam dan menghembuskan kembali.
"Bu, lebih baik ibu ke puskesmas saja takut terjadi apa apa pada ibu, jangan jangan.." Vian terdiam tidak melanjutkan apa yang ingin ia ungkapkan.
"Maksudmu?" tatap Rani terkejut.
"Aku hanya menduga kalau ibu hamil," desah Vian pelan.
Seperti mendengar halilintar disiang bolong mendengar Vian bicara tentang hamil. Ia tidak marah sama Vian tapi dugaan gadis yang ada dihadapan nya sangat tepat ya ia tidak bisa membohongi hatinya. Apa yang dikatakan Vian benar, tapi Rani bakal menutupi kehamilan itu dihadapan Vian tapi sampai kapan? Pasti ada batasnya biarpun ditutupi juga semuanya bakal tahu.
Vian minta izin buat ke kelas kerena bel masuk telah berdering memanggil para siswa yang ada di luar, kini Rani sendirian di ruang perpustakaan ia masih merasakan sakit dan kram di perutnya tapi ia juga merasa kalau darah tidak mengalir lagi.
Rani dengan pelan pelan mengambil tessa yang ada di meja, tessa itu sebenarnya berada di meja dirinya tapi Vian tadi yang membawanya ke dekat dirinya.
Setelah selesai membersihkan bekas darah di kaki dan paha, ia berlahan beranjak dari duduknya untuk pulang ke rumah, kerena tidak mungkin ia di ruangan perpustakaan dalam keadaan perut kram dan sakit apalagi pungung.
Di kamar Rani hanya bisa menangis terluka mengingat apa yang dilakukan oleh Rey, terbayang semua prilaku Rey sejak kehadiran janin yang ada di kandungannya.
"Aku butuh buku kode 600, bawa ke ruangan ku!" teriak Rey Minggu lalu di ruang perpustakaan dengan kerasnya sambil tangannya memukul meja sampai Rani yang kaget sekali.
Kemarin ia menyuruh Rani untuk mengangkat kardus, tapi Rani menolak. Kini hari ini ia datang ke perpustakaan untuk bertemu dengan Rani untuk membawakan buku ke ruangannya.
Untuk hari ini perpustakaannya sepi, anak anak belajar di kelas masing masing. Tidak ada satupun siswa yang ada diluar, keadaan sepi ini malah membuat Rey girang kerena ia berusaha untuk mencelakai Rani bagaiman pun caranya.
"Rey, seharusnya kamu angkat dan bawa buku buku itu ke ruangan mu. Bukan menyuruhku." sembur Rani meninggalkan Rey.
Tangannya terasa sakit, kerena di pelitir ke belakang, sampai tulang seperti mau patah saja, membuat tangan Rani sedikit ngilu.
Tapi, sebelum Rani meninggalkan Rey. Pria itu menarik tangan Rani untuk mendekat. Rani hampir terjatuh. Tapi untungnya hanya terduduk ke kursi. Biarpun ia terduduk, ada rasa sakit. Tapi ia tahan saja.
"Aku maunya kamu yang bawa. Ini perintah!" Teriak Rey marah kerena perintahnya dilawan oleh Rani.
"Pak, bapak jangan seenaknya menyuruh ibu Rani untuk membawa buku ke ruang bapak!" teriak seorang gadis yang tiba tiba ada dibelakang keduanya.
Rey dan Rani lanhsung melihat siapa gadis yang berteriak lantang itu. Vian berdiri dengan tatapan yang menakutkan menatap wajah Rey dengan tajam.
"He, anak ingusan jangan ikut campur! Ini urusan orang dewasa," balas Rey teriak..
Rey mendekati Vian, tapi Rani menghalanginya ia tidak ingin kalau Vian diapa apa akan oleh Rey tapi laki laki itu malah menepiskan tangan Rani dengan kasarnya.
"Kamu diam! Kamu hanya beralasan saja,"
Ia tidak suka dengan alasan Rani yang menurutnya tidak ada alasan lagi. Rani juga merasa kalau Rey selalu menindas dirinya, dan ia pikir kalau Rey hanya ingin mencelakai dengan ia melakukan hal hal diluar dugaan..
Tapi sebelum Rey bertindak pada Vian, Rani langsung mendekati Vian terlebih dulu dari pada Rey. Sampai Rey mendelik tidak suka pada Rani, ia cuek saja
Awalnya Rani belum pulang ingin membereskan buku buku yang berserakan. Kerena buku buku tadi tidak karuan kerena ada anak anak yang tadi baca buku di perpustakaan. Tapi, Rey datang dengan perintah membawa ke ruangan kepala perpustakaan. Dengan buku didalam kardus. Rani benar benar kesal sama Rey. Ia sudah beberapa kali menolak.
Tapi, Rey malah terkesan memaksa Rani untuk melakukannya. Akhirnya pertengkaran mereka tidak bisa dielakkan lagi, keduanya sama sama mempertahankan ego masing masing.
Rani hanya mendesah dan menarik nafas dalam dalam saat mengingat kejadian kemarin di perpustakaan, ia bersyukur ada Vian yang secara tidak sengaja menolong dari Rey. Tapi hati ini ia tidak bisa melakukan apa apa saat Rey menyiksa dirinya. *
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!