...Halo readers. Ketemu lagi sama othor. Ini karya ke 4 othor, semoga bisa kalian nikmati ya ... Jangan lupa kasih dukungan kalian dengan klik jempolnya, masukin ke rak biar gak ilang, kasih koment juga yaa ......
...Happy reading....
...🍁🍁🍁...
.
.
"Cecil ... Awas!"
Gadis yang setengah mabuk itu membanting setir mobil ke arah kiri untuk menghindari motor yang hampir dia tabrak, beruntung teriakan Dirga yang duduk di sampingnya membuat Cecilia tersadar lalu dengan cepat menginjak pedal rem.
Ckittt
Bunyi kampas rem terdengar menusuk gendang telinga saking derasnya dia menginjak rem. Beruntung kondisi mobil miliknya dalam keadaan sangat baik hingga ban depan maupun belakang tidak tergelincir dan mobil berhenti dengan sempurna.
"Gue bilang apa? Lo sih marah marah mulu. Pake acara mabok lagi lo."
"Eeh ... Lo tahu kan gue gini karena apa? Gue juga gak bakal marah marah kalau lo gak macem macem Dirga."
"Hah ... Lo emang bebel! Gue kan udah jelasin, gue gak ada apa apa sama dia. Lagian lo kenapa sih? Jadi ngatur ngatur gue sekarang, inget ya Cel ... Gue aja gak pernah ikut campur masalah lo. Lo masih jalan sama daddy daddy lo itu, gue gak banyak protes. Jadi mending lo juga mingkem deh sama urusan gue." sentak Dirga dengan marah saking marahnya dia menendang dashboard mobil dengan keras.
Cecil menelan saliva, apa yang di katakan Dirga memang benar, dia tidak bisa berhenti dari pekerjaannya yang teramat menguntungkan. Biaya kuliah bahkan kebutuhannya hidupnya selama ini terpenuhi dengan baik. Dari mana kalau bukan dari pria pria kesepian yang menukarnya dengan belaian dsn bahkan tubuhnya.
"Kalau lo gak kayak gitu, mana mungkin gue sampai marah marah begini! Lo tahu kan masalahnya apa? Jadi gak usah selalu hal itu yang lo jadiin alasan."
Dirga menjambak rambut belakang Cecilia hingga kepalanya ikut menengadah, tidak hanya ringisan, dia juga berteriak. "Dirga ... Sialan! Lepasin gue."
"Heh pelacuur, denger ya, gue lama lama muak sama lo! Lo gak kayak Serly. Lo selalu bantah gue, dia enggak! Lo gak pernah dengerin gue, beda sama dia." Cecilia terdiam dia tidak lagi bicara jika pria yang telah menjadi pacarnya selama hampir 8 bulan itu sudah mengeluarkan kata-kata kasarnya. Ditambah juga menyebutkan nama yang paling tidak ingin dia dengar Serly, yang sampai saat ini masih Dirga jadikan perbandingannya. Walaupun, orang yang dia sebutkan itu sudah tidak ada di dunia.
Dirga adalah pria yang mengubah pemikirannya serta membuatnya jatuh cinta setengah mati. Pria yang membuat dirinya berfikir jika suatu hari nanti dia bisa berhenti menjadi sugar baby. Pekerjaan yang digelutinya hampir 4 tahun ini. Namun seiring waktu pria itu kini banyak berubah.
"Lo denger gue kan? Hah?" ujar Dirga keras seraya menyentakkan kepala Cecilia hingga mmebentur setir mobil.
"Jangan sampai gue ulangi perkataan gue lagi. Kalau masih kayak gini, mending kita putus aja."
"Putus?" Cecil mengusap keningnya yang kemerahan "Gak salah lo? Kalau mau putus ya putus aja. Lagian cinta gue sama lo lama lama ilang juga. Lo fikir gue nggak mau kehilangan lo karena gue cinta mati sama lo gitu?"
Kini justru Dirga yang membisu. Sial kalau gue sampai putus sama dia, gue pasti bakal rugi, semua fasilitas gue dapet dari dia. Gak usah kerja keras nyari duit.
"Sayang ... Maafin aku! Aku terlalu emosi, aku malu sama temen temen ku waktu kamu mengamuk di klub. Tapi aku gak bener bener mau putus denganmu." ujar Dirga mengambil tangan Cecilia dan menggenggamnya. "Harga diri aku sayang."
"Iya tapi kan itu lo yang mulai kalau lo nggak ganjen dan lu enggak godain cewek itu gue nggak bakalan marah-marah kayak gini," Cecilia menepis tangan Dirga, Gila aja perubahannya keliatan banget, mana kepala gue dijedotin lagi, lo bener bener gak mau putus karena gue mesin ATM lo kan. Tapi gue juga masih butuh Dirga, secara gue gak bisa bebas pergi kemana aja sama daddy. Anggap aja, emang hubungan ini saling nguntungin. Tin
Tin
Suara klakson keras dari arah belakang memekik telinga keduanya hingga mereka tersentak. Dirga menoleh ke arah spion yang berada di samping mobil untuk melihatnya "Apaan sih?"
Begitu juga dengan Cecilia yang melihat ke arah belakang melalui spion yang berada di atas kepalanya.
"Lo bisa lihat kan kita menghalangi jalan orang. Aaah." Cecilia mendengus seraya menghidupkan mesin mobilnya.
"Ini semua gara-gara lo semuanya gara-gara lo!!!" Pekiknya lagi tanpa menoleh pada Dirga.
Seorang pria menyembulkan kepalanya keluar, "Heh kalian tuli? Cepat jalan. Kalian pikir ini jalan nenek moyang kalian?"
Cecilia menoleh ke arah belakang, dia sampai ikut menyembul, "Heh ... Ini memang jalan milik nenek moyang gue? Mau apa lo?" ujarnya tidak mau kalah.
"Dasar anak muda tidak punya etika! Kalian fikir hanya kalian yang punya masalah di dunia ini? Cepat minggir."
Cecilia tetap menatapnya dengan sengit, dia langsung memutar setir mobilnya seraya menginjak pedas. "Oke oke baiklah orang tua so bijak. Tunggu sebentar gak usah teriak-teriak. Telinga gue masih berfungsi dengan baik."
"Udah ayo jalan, hidup lo cari gara gara mulu." ujar Dirga yang terus menatap ke spion.
Akhirnya mobil mobil di belakang kembali merayap, Cecilia sengaja menepi bukan untuk memberi biarkan kendaraan yang lain lewat terlebih dahulu. Tapi dia hanya ingin melihat pria yang mengatainya dengan jelas.
Pria dibalik mobil berwarna silver itu melewati mereka, hingga Cecilia bisa melihatnya dengan jelas.
"Dasar anak anak cacat mental."
Seruan itu sangat jelas di telinga Cecilia hinga dia kembali berang. Dia keluar dari mobil dan berkacak pinggang, walaupun setengah sempoyongan.
"Heh kurang ajar! Ngomong seenak jidat lo!" Teriaknya pada mobil berwarna silver yang melintas begitu saja. Pria itu mengeluarkan jari tengah yang di acungkan ke arah Cecilia.
"Brengsekk ... Bener bener kurang ajar! Dia fikir dia siapa pakai acara bilang kaum cacat mental, nggak tahu dia siapa gue?" desisnya dengan berjalan menyusul mobil silver yang teus melaju.
"Asal lo tahu! Bukan cuma mental gue yang rusak. Otak lo juga rusak!" teriaknya lalu tertawa.
Dirga keluar dari mobil, dia menyeret lengan Cecilia dan memasukkannya ke mobil. "Masuk Cel ... Biar gue yang nyetir."
Dirga berjalan memutar dan mask dibalik kemudi, dia melajukan mobil dengan mendengus berkali kali. "Bener bener biang onar. Kapan hidup lo bisa tenang tanpa bikin masalah Cecil. Bahkan orang gak bakal peduli sama lo kecuali gue!
Cecilia tertawa, dia menoleh pada Dirga disampingnya, "Lo beneran peduli sama gue atau sama duit gue aja?"
"Gue peduli sama lo Ce ... Gue sayang sama lo. Jadi bisa kan lo gak bikin masalah lagi?"
"Gue bakal tenang kalau gue nemuin orang tadi dan kasih dia pelajaran."
.
Jangan lupa dengerin juga versi audiobooknya. Dijamin makin seru. Suaraaa beuhhh... Cece banget deh. Gak percaya ... Cek aja sendiri. follow juga Dubbernya . Alka. Makasih
"Kenapa? Lo gak percaya kalau gue bisa kasih orang tadi pelajaran? Kita lihat aja nanti. Gue bener bener akan nemuin dia." ujarnya dengan tergelak, satu tangannya bermain nakal di kancing baju Dirga.
Dirga menekan tombol lift, merengkuh bahu Cecilia dan membawanya masuk kedalam saat pintu lift terbuka.
"Mending lo sekarang tidur dari pada meracau kemana mana." Menepis tangannya masih masih menggerayang di balik celah kancing.
"Oh god! Lo emang cewe brengsekk. Lo gak tahu ada CCTV di lift ini."
Gadis berambut pirang itu berdesis, dia menyandarkan kepalanya pada bahu Dirga, "Gue gak peduli. Lo tahu gimana gue kalau tidur abis mabok kan? Hem ...? Lo juga pasti mau kan?"
Sial ini yang bikin gue makin gak bisa lepasin dia, selain uang. Dia tahu apa yang gue mau, tanpa harus kasih imbalan apapun. Dirga membatin, tak lama dia mengangguk pelan.
Cecilia mengulum senyuman, tidak ada satu pun pria yang bisa menolak pesonanya selama ini.
"Apa gue harus cari tahu siapa orang yang tadi?" ujar Dirga.
"Hm ... lo yang paling ngertiin gue sayang." ujar Cecilia dengan merapatkan tubuhnya, dia memeluk pria yang kini tidak kuasa menahan has ratnya. Tangannya sudah merekat di pinggang gadis berparas cantik dengan tindikan di hidung mancungnya.
"Nakal ...! Lo gak marah marah lagi kan?" tanya Cecilia dengan wajah menggoda, bibir sensualnya sedikit terbuka, seolah siap menyambar bibir lawan yang tiba tiba melemah dihadapannya.
Ting
Pintu lift terbuka, sesosok pria berjas hitam berdiri menatap mereka berdua, tak dinyana pria itu berdecih dengan pandangan jijik seraya menggelengkan kepalanya.
"Benar benar tidak punya etika!" gumamnya.
Cecilia maupun Dirga terbelalak, pria yang berdiri mematung dengan kedua tangan yang dia masukkan ke dalam saku celananya.
Ini kan pria yang tadi ngata ngatain gue?
Dirga melangkah keluar disusul oleh Cecilia yang berjalan lambat. Gadis berambut pirang itu terus menatap pria yang masih menunggunya keluar. Senyuman nakal dia layangkan namun pria itu sama sekali tidak menunjukan reaksi apa apa.
Bener ... Dia pria yang bilang gue cacat mental.
Mereka berjalan melewatinya, pria berjas hitam itu masuk tanpa ingin peduli sama sekali.
Namun dengan gerakan cepat, Cecilia kembali masuk pada saat pintu lift hendak tertutup. Meninggalkan Dirga yang tersentak kaget.
"Cecil ... Astaga! Apa yang dia lakukan. Bener bener tuh jalaang. Cari masalah mulu." serunya dengan terus menekan tombol agar lift terbuka. Namun usaha Dirga tentu saja sia sia, lift sudah berpindah lantai.
Cecilia menabrakkan dirinya dengan sengaja, membuat dadanya yang membusung menabrak tubuh tegap pria didepannya. Refleks pria itu memegang kedua bahunya untuk menjauh.
"Ingat aku tuan bijak?"
Pria tersebut mengernyit, rasanya dia tidak pernah melihat gadis cantik namun seberantakan itu.
"Kau mabuk?"
Cecilia terkekeh, dengan jadi telunjuk dan ibu jari yang dia rekatkan. "Hanya sedikit, pengaruhnya tidak seberapa, aku masih sadar dan ingat betul wajah anda tuan."
"Kau gila ... Aku bahkan tidak mengenalmu nona." ujarnya dengan mendorong Cecilia hingga di terhuyung.
Lagi lagi Cecilia terkekeh, dia tidak menyerah mendekatinya. Bak pucuk di cinta ulam pun tiba, dia tidak perlu susah payah mencarinya.
"Itu sebabnya aku disini tuan, mari berkenalan."
Cecilia mengulurkan tangannya, dengan senyuman di wajah cantiknya. "Veronika Cecilia, call me Cecilia,"
"Aku tidak berminat!"
"Kalau begitu call me sayang gimana? Hem ...?"
"Benar benar sinting."
"Tidak apa apa ... Aku memang sinting." Cecilia kembali terkekeh.
Pria itu menggeser tubuhnya satu langkah ke samping, begitu juga dengan Cecilia yang terus menempel.
"Kau tahu tuan bijak! Aku bisa melakukan apapun. Diatas ... Dibawah, disamping, atau apapun yang kau perintahkan." ujarnya dengan kerlingan satu matanya.
Pria itu tidak menjawab, dia menatapnya dengan bengis dan hanya mendengus kasar.
"Kau tidak percaya? Atau mau aku contohkan?"
"Enyahlah!"
"No no ... No! Aku tidak akan pergi sebelum berkenalan," Cecilia melirik nomor lantai yang muncul di atas pintu lift. "Atau aku akan memberimu satu contoh yang akan membuatmu menyesal sekali tuan."
"What ever lakukan semaumu."
Cecilia kembali mendekat, kali ini dia menghadap ke arahnya, sedikit berjinjit dan mendekatkan wajahnya ke arah telinga pria berjas hitam itu. "Kau akan segera jadi milikku tuan!"
Namun pria itu kembali mendorongnya, "Kau fikir aku mau denganmu jalaang kecil?"
"Tentu saja ... Cause I'm a Sugar Baby!"
Ting
Cecilia mengedipkan satu mata kearahnya dan merobek baju bagian bahunya dengan sengaja, pintu terbuka dan seketika tubuh Cecilia terhuyung ke arah luar.
"Tolong ...!"
Pria itu tersentak bukan main, dia benar benar tidak menyangka wanita muda itu benar benar sangat nekad.
Beberapa orang yang tengah berada dilantai satu itu menoleh ke arahnya, sebagian yang tengah menunggu lift pun tersentak.
"Nona? Kau tidak apa apa."
"Tolong aku pak! Dia dia ... dia melakukan pelecehan." ujarnya dengan menangis, tangannya menunjuk ke arah kotak besi dimana pria itu terpaku.
Tubuhnya membeku seketika, bahkan untuk melangkah saja rasanya benar benar berat.
"Dia ... Dia memaksaku! Padahal aku sudah menolak, aku takut ... Pak ... Bu ... To--tolong aku." ujar Cecilia menutupi bagian tubuhnya yang kini terlihat, dia juga semakin menangis dengan bercucuran air mata.
"Benar benar akting yang bagus!" ujar pria itu keluar dari lift. "Kau sengaja menjebakku."
Orang orang disekitar yang melihatnya sudah tampak geram melihatnya,
Ayo kita laporkan polisi.
Aku tidak menyangka di apartemen ini ada seorang maniak.
Aku jadi takut disini.
Orang orang semakin ramai membicarakannya, tak lama kemudian seorang security datang dengan berlari.
"Pak ... Bawa dia! Bawa orang yang telah melakukan pelecehan, aku ... aku----"
"Tidak ... aku tidak melakukannya, dia bohong!"
"Enggak pak ... Dia yang bohong."
"Kalau begitu kita cek CCTV saja! Dan buktikan jika aku benar benar melakukannya padamu." sentak pria itu dengan rahang tegas yang semakin bergemelatuk menahan marah.
Sial ... Gue lupa kalau ada CCTV di lift.
Keduanya digiring ke kantor managemen apartemen, Pria itu berjalan dengan kesal. Dan terus menyorot ke arah Cecilia. Sementara gadis itu terus menunduk di belakang securty yang membawanya. Dia melupakan sesuatu hal yang paling penting hari ini. CCTV.
"Kau akan menyesal karena membuat masalah dengan ku nona ******." desis pria yang berjalan dengan tegap. Tidak ada ke khawatiran di wajahnya, tenang dan datar sekali.
"Silahkan duduk! Aku akan mengecek CCTV lebih dulu." ujar Securty bernama Dika itu.
Pria itu menghempaskan tubuhnya di sofa, namun tidak dengan Cecilia. Dia terus berfikir bagaimana caranya bisa mengatasi masalah yang dia buat sendiri.
Sial gue harus gerak cepat, apa gue kabur aja dari sini? Atau ... Ayo Ce mikir ... Otak ayo mikir keras.
Cecilia kembali menangis histeris, dia bahkan menghampiri Security yang hendak ke ruangan CCTV. Akting menangisnya sangat bagus dan membuat pria yang bahkan tidak mengenalnya pun berdecak kesal.
"Pak ... aku mohon! Aku tidak sanggup melihat rekaman itu. Aku trauma, aku takut ...! Tolong Pak ..." Sekilas Cecilia melirik nama yang terpasang di baju seragam security itu. "Pak Dika. Tolong ak--Aku ... Aku hanya ingin tinggal dengan aman di sini. Aku bukan penghuni baru, dan aku baru melihatnya hari ini. ak--- aku takut sekali Pak. Please Pak, aku tidak mau melihatnya lagi."
"Cih!! Kau tidak ingin melihatnya karena kau takut ketahuan kalau kau berbohong kan?"
"Pak Dika ... Lihat kan? Dia ... Dia menyerang psikis ku Pak! Mau memutar balikan fakta. Padahal ... Jelas jelas aku ini korban." Cecilia lunglai ke lantai, menutupi wajahnya yang merah dan berair mata. "Kenapa wanita korban pelecehan selalu tidak berani speak up. Itu karena ancaman, dan kalian para pria, masih menyerang psikis korban." ujarnya dengan menangis tergugu dengan bahu yang semakin bergetar.
Security itu hanya menghela nafas, dia menatap pria yang duduk dengan tenang di sofa. Pria itu mengangguk, lalu securty pun kembali menutup pintu ruangan CCTV.
"Baiklah Nona, karena rasa kemanusianku yang amat tinggi, kita tidak perlu melihat CCTV." seru pria itu bersandar pada sandaraan sofa. "Tapi sebagai gantinya, aku akan memanggil polisi kemari, kalau perlu dokter kejiwaan untuk memeriksa psikismu." ucapnya lagi.
Lamat lamat Cecilia menegakkan kepalanya, dia menoleh pada pria yang kini tersenyum jahat padanya. "Kau fikir aku gila?"
"Kau bilang aku menyerang psikis mu Nona? Jadi aku akan bertanggung jawab penuh, kalau terbukti aku menyerang dan melakukan pelecehan denganmu, aku akan membayar ganti rugi. Apa harus aku menikahimu?"
Sialan jalaang kecil ini, dia yang merugikanku. Aku harus menanggung malu untuk hal yang tidak pernah aku lakukan.
Securty itu memapah Cecilia ke sofa, dan memberinya segelas air putih. "Karena tuan Irsan sudah bersedia bertanggung jawab, kita bisa menyelesaikannya secara kekeluargaan."
Irsan ... Jadi namanya Irsan. Gue harus lakuin hal memalukan ini hanya untuk tahu nama nya? Sial banget lo Ce, mampus lo kalau polisi sampe periksa lo.
Cecilia terdiam dengan ibu jari sesekali menyapu air mata palsu yang dengan mudah dia keluarkan. Irsan tidak melepas tatapannya sedikitpun darinya, bahkan hanya untuk setiap helaan nafasnya.
"Bagaimana? Mereka akan datang sebentar lagi, jadi kau tenangkan diri saja dulu di sini."
"Aku takut!!" Cecilia kembali menutup wajahnya dengan kedua tangan. Dia kembali menangis, walau kali ini tangisannya lebih lembut dari sebelumnya.
Irsan menghembuskan nafasnya berat, situasi ibi benar benar merugikannya, meetingnya terlambat hanya gara gara gadis setengah gila yang sedang di pengaruhi alkohol.
Dia pun beranjak dari sofa, "Pergilah sekarang atau aku berubah fikiran!"
Cecilia kembali membuka kedua tangan yang menangkup wajahnya penuh, dia melihat ke arah Irsan lalu mengulum senyuman.
"Terima kasih! Aku pasti akan membalas kebaikan anda tuan Irsan." ujarnya dengan nada yang mendayu.
Dengan bergegas dia keluar dari kantor managemen apartemen.
Brukk
Tanpa sengaja dia menabrak Dirga yang sedari tadi mencarinya. Keduanya terhenyak namun tidak lama karena Cecilia segera menarik tangan Dirga dan membawanya pergi.
"Ada apa Ce? Lo kenapa keluar dari kantor management?"
"Cepet Dirga! Kita pergi dulu, nanti aja gue ceritanya." ujarnya terus menarik tangan pacarnya itu.
Gadis berumur 20 tahun itu memasuki lift, begitu juga dengan Dirga sementara Irsan menghela nafas entah untuk keseberapa kalinya.
"Nona itu tinggal di unit G lantai lima bersama pacarnya, dia memang kerap pulang dalam keadaan mabuk. Menurut informasi data, dia masih mahasiswa namun mampu membayar biaya IPL di sini."
"Iuran pengelolaan lingkungan?"
Securty itu mengangguk, "Tanpa tunggakan dan selalu dibayar di muka. Bahkan dengan tips besar."
"Menarik! Dia memang jalaang. Awasi selalu dia Pak."
"Baik ...!"
Irsan keluar dari dari kantor managemen, dia menarik satu bibirnya ke atas. "Kau salah target nona Jalaang."
.
"Gila lo Ce! Lo sampai ngelakuin hal gila ini hanya untuk pria yang cuma ngatain lo cacat mental? Lo emang sakit!"
Cecilia mengerdikkan bahu, "Dia yang mulai peperangan!"
"Tapi lo sendiri gak bisa ngatasin masalah yang lo buat sendiri kan Ce. Cari masalah lo." Dirga memang tidak aneh dengan sifat Cecilia, dia bahkan melakukan hal itu padanya dulu.
"Bisa ... Buktinya gue lolos dan ada di sini sekarang!"
Dirga hanya menghela nafas, Cecilia memang wanita keras kepala, tidak ada kata menurut dalam kamus hidupnya kecuali dengan uang. Dia akan seperti kucing yang mengeong, lemah dan menyenangkan. Menggoda adalah keahliannya, dan hampir semua pria yang dia goda pasti akan takluk padanya, pesona Cecilia memang menarik, cantik, seksi dan mampu membuat dunia jurkir balik hanya dengan satu gerakan saja. Membuka kedua paha mulusnya.
Dan itu membuat Dirga sedkit takut, Cecilia adalah aset paling berharga, walau cinta dihatinya hanya seujung kuku saja. Bahkan selama ini mereka hanya saling bermain main, Cecilia hanya menggunakan Dirga hanya agar terlihat dia memiliki pacar seumuran yang bisa dia banggakan pada teman temannya.
"Gimana kalau dia serius dengan bawa polisi dan dokter kejiwaan buat lo Ce?"
Cecilia menghempaskan tubuh lelahnya ke atas ranjang berukuran king, dia terkekeh dengan berguling ke kanan dan ke kiri. "Lo khawatir sama gue Dirga?"
"Iya ya lah Ce ... Lo pacar gue. Mana mungkin gue gak khawatir sama pacar sendiri. Gue cinta sama lo Ce." Ujar Dirga terduduk di tepi ranjang membelakanginya.
"Aaaaa ... Pacarku yang mencintaiku!" Cecilia bangkit dan menarik kerah Dirga hingga Pria itu terjatuh disampingnya.
"Tapi untuk Cinta? Apa itu cinta? Seonggok perasaan yang gak guna." ujarnya dengan Cecilia naik ke atas tubuh Dirga, dia juga membuka pakaian bagian atasnya yang sudah sobek dan melemparkannya begitu saja. Hanya tinggal kain penutup berenda berwarna merah yang tersisa di tubuhnya.
Tangannya pun terulur membuka kancing kemeja yang di kenakan Dirga. Dengan tubuh bergerak gerak lembut membuat otak Dirga tidak lagi mampu berfikir. Bibir sensual miliknya merayap di dada bidang Dirga yang turun naik. Mengecup beberapa kulit di daerah yang sangat dia tahu efeknya bagaimana,
"Begini kah caramu mengaet pria pria mata keranjang? Hem?" Tanya Dirga dengan suara serak.
"Lebih dari ini Dirga sayang! Mereka memberiku uang dan kemewahan. Maka aku akan berikan semua yang mereka butuhkan.
Dirga menelan saliva, saat tangan Cecilia menurunkan resleting celananya, "Lalu aku?"
"Cinta hanya bikin basah sayang. Gak bikin kenyang."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!