..."Layla, apa tidak ada barang barang ketinggalan, kumohon segera selesaikan cepat kita akan segera kembali ke Indonesia" - tegas, memburu waktu....
Hari ini adalah tepat 9 tahun aku meninggalkan Indonesia dan kembali, kerinduan terpendam kepada paman Kadir, Haby, dan Ali beberapa saat setelah kami berpisah, aku tidak pernah tahu kabar mereka lagi setelah sekian lama.
Pesawat mendarat pukul 18.00 malam, berjalan memasuki mobil jemputan dengan supir pribadi ayah, hanya aku dan ibu yang kembali dan ayah masih dengan pekerjaannya
"apa habis ini kau akan bekerja di perusahaan ayah?" - memainkan jari, melirik
"aku tak tahu bu" - mata melihat ke luar, rintik rintik hujan dan kota dipenuhi cahaya lampu.
Kota Bogor sebutan kota hujan
"apa kau akan mencari rumah paman Kadir?, setahuku dia sudah berpindah dan menjual rumahnya"
"kenapa ibu sangat yakin, kalau paman Kadir meninggalkan rumahnya yang megah ??"
"ayah bercerita kepada ibu, sejak kamu meninggal kan kediamannya dan mengikuti kami ke Saudi untuk melanjutkan sekolah tinggi di Universitas Saudi" - terdiam sejenak
"paman Kadir menjual rumah dan berpindah bersama anak anaknya ... setahuku dia sudah tidak bergelut di dunia batu bara"
"ibu, ada konflik dirumah keluarga mereka yang sangat sulit dijelaskan ... tapi aku akan mencari paman Kadir dan keluarganya"
"apa kau jatuh hati sama anak laki laki pertama yang tampan itu?" - tatapan sinis, dan segera memalingkan muka
"ibu, meski beberapa bulan aku tinggal disana tapi aku sangat akrab dengan mereka ... tapi biarkan aku mencari mereka, apa ibu akan meninggalkan Indonesia lagi dan menjemput ayah ke Saudi ?" - terheran
"ayah akan pindah ke Swiss Layla, disana ada bisnis yang menjamin ... ayah akan segera pensiun dari pekerjaannya, lalu dia akan menjadi investor demi masa depan lebih baik setelah ia tidak bekerja lagi di perusahaan minyak bumi"
"ibu, Layla meninggalkan Indonesia 9 tahun lalu ... lalu ibu akan mengikuti ayah ke Swiss, jika Layla memilih untuk hidup di Indonesia, apa ibu keberatan?" - terbata - bata
memperhatikan ekspresi yang menginterogasi
"apa kau akan menikah dengan anak paman Kadir yang pertama ?" - nyengir, sedikit membuat canggung
"ibu .." - terdiam sejenak
"kau tidak bisa membohongi ibu Layla" - menggodaku
"kau jatuh hati kepada Ali sejak pertama kali kalian bertemu, kan?"
"ibu jika dia tidak ada di dunia ini lagi, maksudku jika aku sama seperti mu mengikuti laki laki yang aku cintai kemanapun dia pergi, apa ibu tidak keberatan untuk berpisah denganku?"
"hmm ... Layla, ibu pernah membuat kesalahan dengan memisahkan mu dengan Mariah demi laki laki yang ibu cintai, jadi ibu mengerti jika kau ingin tetap tinggal di Indonesia demi Ali" - terdiam sejenak
"aku tidak keberatan jika kau tidak tinggal dengan kami, Layla ... pilihan hidup berada di tanganmu, ibu sangat mencintai putri putri ibu, kau dan Mariah" - tangan dingin menggenggam erat, mata sayu menatapku
"ibu" - tak dapat menahan air mata
"aku sayang ibu" - memeluk sambil menangis.
\=\=\=\=\=\=\=
Malam masih menguasai kota, cahaya lampu lampu bersinar menerangi jalan basah, hujan tetap tak berhenti.
Supir ayah tetap fokus dengan kemudi, hawa yang semakin dingin, AC membeku kan kulit sambil tertidur di sandaran ibu mata masih menatap keluar kaca
"habis ini kita akan sampai Layla, ibu menyuruh pembantu membersihkan rumah termasuk kamarmu, ibu akan bantu merapikan barang bawaan mu nanti" - suara kian memudar, mata terlelap dan semakin sunyi.
Pukul 22.00, mobil mulai memasuki perumahan
jalan telah banyak berubah tapi pemandangan masih tak asing
"ibu kapan kembali ke Saudi ?"
"seminggu ini ibu masih di sini, Layla " - jawaban tanpa menunggu waktu
"apa tidak terlalu cepat ? ibu begitu mengkhawatirkan ayah, bukan ? ibu sangat mencintai ayah" - gumam ku
"pak bisa kecilkan AC nya karena Layla sangat kedinginan !" - permintaan spontan
"baik, nona Layla" - tak berapa lama terasa sedikit hangat
mobil berhenti didepan pagar, rumah masa kecil didepan mata
"ibu merenovasi rumah dengan cat berwarna biru kombinasi putih" - memperjelas penampilan rumah
"lebih cerah kan ?? aku ingin mengganti pemandangan baru" - jawaban yang masuk akal
"aku suka rumah paman Kadir" - nyengir
"kau bisa membeli rumah itu jika kau mau" - ledek, membuka bagasi mobil menurunkan barang barang dibantu supir ayah
"apa ibu akan menjual rumah kenangan lama ini, rumah ini tidak berpenghuni" - mata nya menyipit melirik ku
"tidak berpenghuni karena setelah ini kau akan menjadi menantu paman Kadir" - ledeknya lagi, membuka gerbang pagar
"apa paman Kadir tidak sekaya dulu bu?" - terlontar tak berfikir karena penasaran
"kurasa ia tetap kaya tapi ia telah menjual 50% saham nya kepada orang lain" - tatapan ibu tak biasa
"apa kau sekarang menilai cinta dari kekayaan" - tanya, mengernyitkan kening
"ibu selama di sekolah aku tak pernah mengenal lelaki"
"berarti Ali adalah laki laki pertama yang kau cintai" - tegas, menginterogasi
"dia adalah kekasih Mariah" - mengangkat barang barang kedalam kamar, aroma bunga memenuhi kamar
"wangi sekali !!!"
"Layla, Mariah lebih merelakan Ali bersama mu daripada dengan wanita lain" - tampak menggodaku
"selamat tidur" - singkat, ibu mengakhiri percakapan dan pergi
"ya bu ... good night"
cahaya matahari menembus jendela menyengat kulit, aku terbangun karenanya.
Cat kamar warna ungu favorit yang tak berubah, aroma lavender memenuhi ruangan, mata masih menatap langit langit kamar
"apa yang dia lakukan sekarang ?" - bergumam sendiri
"ceklek" - suara pintu terbuka, ibu memasuki kamar
"kau tidak mengunci pintu Layla" - ungkapnya, membawa sprei warna ungu motif bola
"apa ibu akan mengganti sprei dengan motif anak anak?" - mengernyitkan kening
"ibu lupa mengganti sprei mu, cepat mandi dan sarapan ... ibu akan mengganti sprei" - berjalan mengitari koper membuka lemari
"anak ibu sangat rajin, bahkan ia belum memindahkan baju bajunya ... lemari masih kosong, segera mandi ibu akan lakukan itu" - omel nya, aku bergegas mengambil handuk dan memasuki kamar mandi.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Rempah rempah coklat begitu terasa sebagai sabun mandi, shampo aroma greentea ku pilih untuk membersihkan rambut, bilasan air hangat membuat rileks
"akhirnya ini yang kutunggu"
hujan rintik rintik memenuhi kota, langit masih gelap kelabu, kicau an burung terdengar dari luar
menggosok gosok rambut yang basah, mata menatap pegunungan dari balik jendela
"di sanalah rumah paman Kadir" - menggerutu
hari ini aku mengenakan hem hijau, celana jeans coklat, dan sepatu boot.
Mengurai rambut yang ku warnai coklat sepanjang bahu
ibu tampak menunggu dimeja makan
"anak ibu keliatan cantik, dia akan menemui kekasihnya" - ejeknya
"ibu sudahlah, aku akan pergi untuk memastikan paman Kadir masih disana atau tidak"
"menurutmu, jika paman Kadir pindah kau akan mencari, Layla ?"
"aku akan mencari kemanapun ia untuk memastikan apa yang terjadi"
"sejak kamu mengikuti kami dan melanjutkan sekolah, paman Kadir mengabari ayahmu bahwa ia akan menjual rumah nya dan segera pindah ... lalu ayahmu bilang bahwa dia sudah tidak memiliki contact lagi dengannya" - terdiam, mencerna kata kata yang diungkapkan ibu
"ayah janji akan mengganti mobilku dari yang kupakai sejak jaman sekolah SMA ... kurasa aku tidak membutuhkan Honda Jazz lagi, aku ingin mobil sport"
"oh ya ... lalu kau ingin mengganti mobil yang bagaimana ?"
"aku ingin mobil Jeep seperti punya Haby atau Pajero ... ibu tahukan mobil Honda Jazz adalah mobil lamaku dan tidak pernah ganti sama sekali"
"apa kau mencari rumah paman Kadir dengan supir ayah ?"
"tidak bu, biarkan aku sendiri ... aku ingin berjalan jalan sedikit setelah lama tidak di Indonesia, aku akan naik bus"
"kau naik bus Layla?" - terheran
"biar nanti ibu ku telepon jika aku udah selesai dengan urusanku, pastikan supir ayah menjemput ku"
"oke Layla, berhati hatilah ... karena rumah paman Kadir berada di daerah pegunungan"
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Tepat pukul 11.00 siang aku meninggalkan rumah, berhenti di halte untuk menunggu bus
udara masih sangat dingin, kota Bogor masih tidak berubah, hujan adalah musim kami
"aku ingin mengetahui kabarnya, aku ingin melihat nya lagi, aku merindukan sorotan matanya yang menekan, menahan, dan menginterogasi ... aku merindukan suaranya yang menggema, pundak yang lebar, kulit yang putih, dan saat dia mengatakan dia menjaga ku dari ibunya hatiku berdegup kencang ... Ali"
semua kata kata untuknya ku kumpulkan menjadi satu buku agenda of Layla
hujan terus tak berhenti, melihat pemandangan jalan yang dipenuhi kehijauan, pohon pohon menjulang tinggi ke langit
semua orang di pegunungan memakai sepeda onthel menuju kebun dengan jas hujan telah memenuhi jalan, mataku mengamati keadaan diluar.
Bus yang aku tumpangi tidak penuh, aku hanya sendiri dalam deretan bangku
tiba tiba badanku menjadi sedikit lelah
perjalanan yang harus ditempuh 3 jam untuk sampai kerumah paman Kadir, biasanya aku mengebut membutuhkan waktu 2 jam perjalanan
tapi hari ini mobil lamaku dijual demi mengganti mobil baru
'hoamm' - menguap, melihat penumpang di sekeliling kosong dan hanya tinggal 5 penumpang.
\=\=\=\=\=\=
"Non, non sudah sampai non" - seseorang membangunkan ku, saat aku tertidur pulas
"oh maaf bapak, apa aku turun di halte ini ?" - kepalaku masih sangat pusing
"ya .. nona harus berjalan kaki untuk menaiki gunung karena bus ini hanya mengantar sampai halte bawah pegunungan tidak sampai pegunungan"
"ok baiklah bapak .. terima kasih" - bergegas mengambil tas selempang dan turun dari bus
hujan masih terus turun
"apa tidak ada kendaraan umum yang bisa mengantarkan sampai puncak, lumayan jauh jika harus berjalan kaki" - bergumam sendiri
waktu menunjukkan pukul 14.00 siang, melangkah kan kaki berjalan menuju puncak meski tidak tahu berapa jauh lagi yang harus ditempuh, tapi aku menguatkan diri dengan keringat bercucuran
"huft ... " - langkah terhenti tepat di sebuah warung
aku memesan nasi pecel dan satu gelas es teh ukuran jumbo karena separuh perjalanan membuat perut ku lapar dan haus
"hap ... hap" - lahap mengunyah masakan khas desa, terlihat beberapa orang pegunungan berhenti disini dan menikmati makanan
"berapa bu ?" - berdiri, setelah menghabiskan seporsi
"20ribu neng" - bergegas meninggalkan warung.
Saat ini waktu menunjukkan pukul 14.45 hujan mulai reda
menutup payung kecil dan memasukkan dalam tas, melanjutkan perjalanan
rasanya keringat telah terserap oleh baju dengan hawa dingin pegunungan
selang tak berapa lama terlihat gedung putih bangunan tinggi, langkahku tak sabar dan terus berjalan semakin cepat
jawaban dan orang orang yang ingin kutemui yang bersangkutan dengannya, orang orang yang pernah menjadi keluarga ku meski sesaat
"Ali ... apa kau sudah kembali, apa yang sedang kau lakukan, apa kau telah kembali kepada mereka ?" - pertanyaan pertanyaan yang mengganggu tidurku selama ini waktu perpisahan yang terus menyakiti, perasaan tanpa kusadari
"apa saat ini kau sedang bersama paman Kadir ?" - fikiran memenuhi otakku
tepat di depan sebuah pagar yang terbuka aku berhenti, mata mengamati sekitar meski tampak sepi seperti biasanya, tidak ada mobil terparkir
kakiku meraih pintu, tanganku gemetar untuk mengetuk "tok .. tok"
"permisi ... permisi" - 12 menit tidak ada jawaban
"tok ... tok" - berdiri dengan perasaan gugup
"ceklek " - seseorang membuka pintu, laki laki separuh baya memakai kaca mata namun aku tak mengenalnya
"cari siapa neng" - mengernyitkan kening, merasa asing
"hmm maaf nama aku Layla, aku puteri dari Ja'far Shodiq ... aku ingin bertemu paman Khadir Jhavaleen teman ayah" - suara lirih, terbata - bata
"maksud mu pak Kader" - terdiam sejenak
"iya iya .. apa bapak mengenalnya ?" - menunggu jawaban
"setahuku setelah dia menjual rumah ini kepada saya, saya sudah tidak tahu menahu tentang nya dan dimana dia, aku juga tidak terlalu akrab dengannya"
"oh ..." - kecewa
"apa bapak ada nomor telepon barunya ?"
"tidak ada non !!! itu sudah lama, setelah usai mengurus pergantian nama atas kepemilikan rumah, aku sudah tidak berhubungan lagi dengan dia"
"oh ..." - lagi lagi kecewa
"ok kalau begitu, Layla mau pamit dulu ... terima kasih bapak infonya" - bergegas pergi
langkahku masih tak berhenti melanjutkan perjalanan untuk bisa sampai ke puncak gunung, tapi ada seseorang yang ingin kutemui dan ini searah.
Dia adalah nenek Margareth yang merawat Mariah, kuharap aku bisa bertemu dengan nya
perjalanan ditempuh waktu cukup singkat dari rumah paman Kadir
tepat disebuah rumah kecil aku berdiri, mengamati pemandangan sekitar tampak sepi
jalanan masih becek, sepatu boot ku menjadi basah dan kotor
rumah tampak tak berpenghuni
"apa disini sudah tidak ada lagi yang tinggal?" - bergumam sendiri
mengetuk ngetuk pintu, perlahan mengintip kedalam
pintu terbuka tak terkunci
dinding rumah rapuh, kursi berdebu, atap rumah bocor
"neng cari siapa atu?" - bapak berkumis mengagetkan
"oh saya cari nenek Margareth?"
"nenek Margareth sudah meninggal non 7 tahun lalu" - ungkap nya, sedikit terkejut
"meninggal ?"
"iya neng"
"lalu apa tidak ada orang kesini ?" - penasaran, memastikan keadaan
"ada bapak tua yang kaya raya, dia yang biayain kehidupan nenek Margareth" - ungkapnya
"apa bapak tau, sekarang dia dimana?"
"kalau itu maaf non, aku tidak terlalu mengenal orang itu ... disini aku hanya kenal nenek Margareth saja"
"oh ... oke terimakasih bapak" - bergegas pergi.
Kali ini aku datang sia sia, nenek Margareth meninggal karena usia, tepat saat setelah 3 tahun aku meninggalkan Indonesia
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
melanjutkan perjalanan lagi, berjalan setapak demi setapak
tempat yang aku tuju setelah ini adalah "tempat kenangan kami, tempat aku melihat bayang bayang Mariah ..."
waktu telah menunjukkan pukul 16.00 sore, kicauan burung burung beterbangan di atas langit, aku duduk di sekitar batu besar ditengah tengah pinggiran jurang yang curam, pemandangan kota tertutup kabut bak lautan
angin yang mencekam, rambut yang ku urai beterbangan
"ini adalah tempat 9tahun lalu semua terjadi"
mengamati sekitar, tiba tiba aku ingin menangis nyatanya selama ini aku menahan
"Ali ...
aku menahan selama ini agar bisa bertemu denganmu, kerinduan ini menusuk setiap menit di jantungku, setiap kata hanya bisa diungkap dalam fikiran, setiap ingatan hanyalah bayangan kosong yang tertinggal bagai butiran debu beterbangan dan menghilang"
"dimanakah sebenarnya kamu Ali ?"
\=\=\=\=\=\=
"tut tut" - getaran handphone, tampak nama ibu
"mom's Soraya" - berdering
"Layla, apa kamu sudah bertemu paman Khadir ? bagaimana? lalu kapan kamu kembali? sekarang sudah pukul 17.00 ibu sangat mengkhawatirkan mu Layla" - suara ibu tanpa jeda
"ibu .. paman Khadir sudah pindah rumah dan tidak ada orang yang tahu mengenai tempat barunya" - suaraku mengecil
"lalu ?" - penasaran
"lalu aku tidak tahu setelah ini aku akan kemana?"
"seminggu ini ibu akan sibuk menyiapkan tiket pesawat untuk pergi ke Saudi menjemput ayahmu sebelum kami berpindah ke Swiss ... kamu bisa bekerja ditempat ayahmu Layla" - menghiburku
"dan waktu yang akan menjawab untuk menemukan paman Khadir dan keluarganya" - ungkapnya
"baik bu, bisa ibu menelepon supir ayah aku akan kirim share lokasi"
"oke nak ... jaga dirimu"
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
sesampainya di rumah, aku merebahkan tubuh di spring bed yang empuk
"huft ..."
pundak dan kakiku mati rasa, kedipan mata perlahan pertanda mulai mengantuk, waktu menunjukkan pukul 22.00 malam
mata masih melihat atap kamar ditemani lampu tidur, cahaya dari luar jendela tampak indah
malam ini bulan purnama, waktu dimana aura aura siluman kuat
sedikit bernostalgia tentang kejadian itu Ali berubah menjadi seperti monster
malam yang cepat berlalu
Ali bertranformasi ke wujud aslinya mengalami kesakitan yang tak dapat ditahan, setiap malam bulan purnama energi aura siluman memanggilnya namun ia selalu menolak
saat itu, dia menangis dan memanggil namaku "Layla ... "
ia tidak ingin kembali ke dunia itu, tatapan yang kosong, sorotan mata tajam menggambarkan kesedihan
memanggil namaku lagi "Layla"
wajahku mengingat kan dengan sesosok kekasih nya yang tewas dibunuh ibunya
"Mariah"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!