NovelToon NovelToon

Surat Wasiat Kakek

Tidak Percaya

Ada kalanya hidup sering dikejutkan oleh hal-hal diluar dugaan

- Barra -

.....

"Tidak!!!." Barra menolak keras permintaan sang ayah.

" Tapi kamu tidak punya pilihan lain.. Kamu tetap harus menerimanya Barra."

Seketika hawa panas merasuk ke dalam diri Barra, perkataan ayahnya membuatnya serasa jantungan.. Sesak.

" Pernikahan bukan lelucon yah.. Aku tidak mau!!."

" Braakk....!!." Agung Pramudya Nitinegoro menggebrak meja makan ketika mereka sekeluarga tengah menyantap makan malam di kediaman Nitinegoro.

" Yah.. Sudah jangan seperti itu." Istrinya yang tidak lain adalah ibu Barra, Angelina Pramudya Nitinegoro menahan amarah sang suami.

" Ini akibat dari perlakuanmu terlalu memanjakannya, lihat dia sudah berani membantahku!." Nafasnya naik turun, Agung sebisa mungkin menahan amarah untuk tidak melayangkan tangan pada putra tunggalnya itu.

" Barra, kalau kamu mau hidup enak turuti perintah ayah, tapi kalau kamu mau kita menjadi gelandangan kamu boleh menolaknya."

Agung melengos pergi dengan segala amarah tertahan di jiwa. Menutup pintu secara kasar meninggalkan suara debuman yang cukup keras.

" Bu.. Ini tidak adil. Masa aku harus nikah sama wanita yang sama sekali tidak aku tau. Kenapa harus aku?." Barra merajuk meminta bantuan pada ibunya, biasanya kalau Barra sudah seperti itu ibunya akan membela di depan sang ayah. Tapi kali ini berbeda, masalah yang dihadapi cukup pelik.

" Berdamailah dengan ayahmu.. Kita tidak punya pilihan.."

"Apa?." Seakan tidak percaya apa yang dikatakan ibunya, Barra memilih pergi menghabiskan malam panjangnya di sebuah bar tempat biasa yang sering ia kunjungi saat stress melanda.

Barra seorang lelaki kuat, ia tidak mudah untuk cepat mabuk. Saat orang lain akan mabuk hanya dengan tiga atau empat gelas minuman beralkohol. Tidak dengan Barra, ia akan bertahan lebih dari itu. Barra mengacak-ngacak rambutnya, matanya memerah. Ditemani oleh beberapa wanita malam yang hanya dilihatnya saja malam itu tanpa disentuh. Malam itu ia tak menginginkan apa-apa selain lari dari kenyataan menghindari pernikahan yang sama sekali tak ia inginkan.

*****

Dua hari yang lalu

Pengacara pribadi sekaligus orang kepercayaan orang tuanya Agung Pramudya yang tak lain adalah kakeknya Barra Pramudya, Pak Norman Setya datang ke kediaman keluarga besar Nitinegoro. Maksud kedatangannya adalah untuk menyampaikan isi surat wasiat kakek Nitinegoro yang wafat 40 hari yang lalu. Semua anggota keluarga di harapkan untuk berkumpul di ruang tamu beserta dengan para assiten rumah tangga yang berjumlah sebanyak 15 orang harus ikut menjadi saksi dibacakannya isi wasiat tersebut.

Pak Norman segera membacakan isi surat wasiat tanpa bertele-tele dengan sangat jelas bahwa inti dari surat wasiat itu adalah Barra harus menikah dengan wanita pilihan kakeknya sebagai syarat untuk mendapatkan seluruh aset dan harta kekayaan kakek Nitinegoro.

Pak Norman menambahkan sebagimana isi wasiat diatas adalah yang dimaksudkan dengan wanita pilihan pak Nitinegoro adalah Dita Prameswari yang tak lain anak dari sahabat mendiang kakek Nitinegoro.

" Menikah?." Agung membelalakan matanya, ia tak menyangka ayahnya akan meninggalkan wasiat bersyarat yang tidak masuk akal.

" Ini tidak bisa pak Norman.. Bagaimana bisa seperti itu. Barra tidak mungkin menikah dengan gadis pilihan ayah.. Lagi pula ayah sudah tiada. Maka pernikahan pun tidak bisa dilaksanakan sesuai keinginan ayah." Awal mulanya Agung juga menentang keras isi surat wasiat ayahnya, bagaimanapun Barra harus menikah dengan gadis dengan latar belakang baik, jelas bibit, bebet dan bobotnya.

"Maaf Pak Agung.. Disini dijelaskan bahwa seluruh aset kekayaan mendiang ayah anda dan juga perusahaan utama yang anda jalani akan diberikan dan di balik namakan menjadi Barra Pramudya apabila poin diatas dilaksankan. Artinya Barra harus menikah dengan Dita. "

" Apa maksudmu dengan membalik namakan? Bukankah ayah sudah membalik namakan seluruh hartanya atas nama Barra?."

" Maaf pak Agung, ayah anda sudah merubahnya lagi sejak lama. Jalan satu-satunya adalah Barra harus menikah kalau ingin membalik nama kannya kembali kalau Barra tidak bersedia seluruh aset harta kekayaan pak Nitinegoro akan otomatis di hibahkan kepada orang-orang yang membutuhkan dan juga pernikahan itu harus bertahan tidak boleh kurang dari 5 tahun, jadi apabila Barra menikah lalu bercerai lagi dengan berat hati harta pak Nitinegoro tidak akan beralih ke tangan Barra. "

" Lelucon macam apa ini?." Agung menarik kasar jas yang dikenakan Pak Norman.

" Ini bukan lelucon pak.. wasiat ini sah secara hukum dan wasiat ini dibuat seminggu sebelum pak Nitinegoro wafat."

"Kenapa baru sekarang kamu bilang masalah serius seperti ini?." Agung berteriak lantang.

" Pak Agung, ini adalah surat wasiat. Pak Nitinegoro menyuruh saya membacakannya setelah 40 hari wafatnya beliau. Dan juga isi wasiat ini harus dibacakan ketika Barra menggantikan posisi anda di perusahaan. Waktunya pas hari ini."

Semua yang berada diruangan itu terkejut dengan tingkah Agung terkecuali Barra. Ia menanggapinya dengan santai. Ia sangat yakin surat wasiat kakeknya tidak akan berpengaruh terhadap kehidupannya.

Apalagi ibunya Barra, tidak bisa berbuat apa-apa melihat suaminya sangat emosional sekali. Ibunya Barra tahu betul, Agung adalah lelaki emosian dan berambisius lebih tepat julukannya adalah si gila harta.

Agung menengadahkan kepalanya ke atas.. Wajah sombongnya tercetak jelas. Ia harus menerima kenyataan bahwa ayahnya melakukan hal diluar dugaannya. Mustahil untuk ia menolak pernikahan Barra dengan anak sahabat ayahnya.

*****

" Shit!!." Kini kepala Barra sudah benar-benar pusing, efek alkohol yang diminumnya sudah mulai bereaksi, berdenyut cukup cepat sampai ia harus menghentikan tegukan selanjutnya.

" Zaman siti nurbaya.. ckck.." Ia sudah meracau tak jelas , dipegang hapenya lalu Barra menghubungi Farhat assisten pribadinya untuk menjemputnya segera di Lux Bar.

" Jemput cepetan udah gak tahan.. !!."

Bara mau tak mau harus menerima takdir hidupnya yang dirasanya tak adil dan bukan tanpa sebab kakeknya memberikan harta dengan syarat menikah tak lain hanya ingin Barra sadar dan merubah tingkah lakunya. Kakeknya berpikir Barra tak cukup dewasa, masih senang berfoya-foya, senang mempermainkan perempuan, entah berapa banyak perempuan yang sudah tidur dengannya.

Kakeknya berpikir keras bagaimana caranya mengubah tabiat jelek cucu kesayangannya. Hidup berkecukupan sejak kecil dan juga perlakuan manja yang Barra dapatkan membuatnya berperilaku seenaknya, tidak beraturan.

Barra menjabat menggantikan ayahnya di perusahaan utama baru dua bulan, ada hal menarik semenjak Barra menjabat, peningkatan penjualan dua bulan itu meningkat. Survey membuktikan karena banyaknya minat pembeli dengan ketampanan sang pemimpin perusahaan muda dan keren. Ketampanan Barra tersebar setelah dirinya resmi menggantikan posisi ayahnya. Menjadi beberapa time line di berbagai media cetak dan elektronik bahkan menjadi perbincangan hangat di kancah nasional maupun internasional. Kehidupan pribadinya mulai disorot setelah beberapa skandal dirinya dengan beberapa perempuan terkuak.

*****

Hallo... Moga novel ini bisa menjadi teman kalian dan juga teman favorite bacaan kalian ya.. Author minta dukungannya dengan memberikan Komen, like dan votenya.. Thanks

Harus Menerima

Jangan melihat kecantikan dari fisik

- Dita -

.....

Agung tampak berbicara dengan seseorang di telepon, terdengar ia menyuruh orang kepercayaannya untuk mencari seorang gadis bernama Dita Prameswari di daerah Bandung.

"Siap Bos.. saya akan mencarinya sekarang juga."

" Saya tunggu kabar darimu.. Cari dan dapatkan.. Bawa kehadapanku secepatnya!."

Agung sudah sangat tidak sabar ingin tahu gadis seperti apa yang sudah ayahnya pilih untuk jadi menantunya.

" Yah... Bagaimana kalau kita terima saja dengan ikhlas apa yang ayahmu suruh.. Siapa tau itu yang terbaik untuk kita semua." Istrinya memegang pundak Agung, istrinya tahu bahwa Agung akan lemah dengan kata-kata lembut.

" Apa maksudmu bu?."

" Maksud ibu, siapa tau ayahmu itu hanya ingin Barra berubah. Kan kita tidak tau Barra setelah menikah bagaimana, ibu ingin Barra sadar dan menikah terus punya kehidupan yang baik.. Orang tua mana yang tidak mau melihat anaknya bahagia."

Agung meresapi semua perkataan istrinya, hati kecilnya membenarkan. Kenapa ia harus bersikeras menentang toh mungkin ayahnya punya alasan tersendiri mewasiatkan pernikahan untuk Barra. Ayahnya yang juga kakeknya Barra sangat menyayangi Barra sejak kecil, bahkan saat umur Barra baru menginjak satu tahun, kakeknya menghadiahi mobil mewah untuk cucunya itu. Jadi mana mungkin kakeknya Barra melakukan hal yang bisa membuat Barra hancur.

"Benar bu, pernikahan adalah jalan satu-satunya untuk Barra."

Ibunya Barra tersenyum lepas akhirnya suaminya bisa mengerti jalan pikirannya, ia yakin suaminya juga pasti menginginkan hal baik untuk anaknya.

*****

" Bos.. Kemarin saya sudah mencari Dita sampai ke alamatnya di Bandung dan ternyata..." Orang kepercayaan Agung yang bernama Deni itu tak bisa menahan tertawanya.

" Kenapa Den, ada yang lucu?." Agung sangat serius menanggapi Deni.. Wajah terlihat capek, Deni harus seharian mencari alamat Dita yang diberikan Agung di daerah Bandung.

" Bos.. Saya kemaren seharian nyari, muter-muter sampe malem. Alamatnya masih belum ketemu, soalnya itu alamat lama. "

" Terus nggak ketemu?."

" Iya itu Bos, nanyain ke tetangganya di alamat lamanya itu. Terus saya disuruh ke rumah sodaranya, rumahnya lumayan dekat. Tau nggak sih Bos apa yang dikatakan sodaranya itu?."

"Apa sih Den, kamu kalo ngomong yang jelas. Jangan ngasih teka-teki gitu." Agung sudah hilang rasa sabarnya dengan perkataan Deni.

" Katanya Dita Prameswari ada di Jakarta dan bekerja di Perusahaan Barra Group." Ujar Deni dengan logat sundanya yang khas. Deni orang kepercayaan Agung , sudah hampir 6 tahun jadi orang suruhannya.

"Apaaa? Kamu nggak salah Den?." Agung hampir berteriak, gadis yang dicarinya ternyata berada di dalam kandang sendiri. Dita Prameswari, ia mengenal gadis itu dengan baik. Sebagai atasannya dulu Dita sering disuruhnya untuk mengerjakan seluruh pekerjaannya.

"Dita si anak rajin, aku lupa dengan namamu dan tak menyangka itu adalah dirimu." Gumamnya sendiri.

Agung tertawa lepas.. Akhirnya bisa menemukan Dita dengan mudah.. Tidak butuh waktu lama. Agung segera memerintahkan Deni untuk mengatur pertemuannya dengan Dita saat itu juga.

"Kamu anter saya ke perusahaan hari ini juga. Saya ingin bicara dengan Dita."

*****

Salah satu security perusahaan menghampiri Dita yang tengah berkutat dengan komputernya, ia tengah sibuk mengerjakan deadline untuk meeting atasannya.

"Bu Dita, ada yang ingin bertemu dengan Bu Dita sekarang.."

"Siapa pak? Kebetulan saya sedang sibuk nih.."

" Maaf Bu.. Soalnya ini Pak Agung bu.. "

" Pak Agung Pramudya? Atasan saya dulu?."

Dita mengerjap.. Dibenaknya terpikir untuk apa Pak Agung ingin menemuinya.

" Baik pak.. Saya akan temui pak Agung sekarang. Pak Agungnya ada dimana?."

" Pak Agungnya ada di restoran bu, sedangkan yang datang orang suruhan pak Agung."

"Ooh gitu, ya udah saya beresin ini dulu ya pak nanti saya turun."

Dengan cekatan Dita segera membereskan pekerjaannya, untung saja saat itu hampir jam makan siang. Jadi tidak masalah kalau ia keluar kantor sedikit kurang dari waktunya toh Pak Agung yang menyuruh menemuinya.

*****

"Dit.. Apa kabar kamu?." Agung menunjukan sikap ramah, watak keras kepalanya sejenak dihilangkan.

" Baik pak.. Duh jadi deg-degan bapak mau ketemu saya. " Dita memang akrab dengan Agung, bahkan Agung sudah menganggapnya seperti putrinya sendiri.

" Ada yang lebih deg-degan lagi Dit, Maksud saya ingin ketemu kamu ingin menyampaikan satu hal penting."

" Apa pak.." Dita mengernyitkan kedua alisnya.

" Kita langsung ke intinya saja ya.. Jadi gini Dit, kakeknya Barra, ayahnya saya. Ingin kamu menikah dengan Barra, anak saya.."

Wajah Dita cengo.. Ia tak percaya penuturan Agung. Mana mungkin ia menikah.. Memikirkannya saja tidak pernah.

"Menikah pa?."

"Iya Dit, Menikah dengan Barra.. Di wasiat kakeknya Barra harus menikah dengan kamu." Agung menegaskan supaya Dita mengerti dengan ucapannya.

" Tapi kenapa saya pak?."

" Katanya orang tuamu sahabat kakeknya Barra? Apa benar?."

" Sahabat?."

" Gini aja Dit, kamu cerna setiap perkataan saya baik-baik ya.. Saya kasih kamu waktu sampai besok. Hubungi saya, kamu masih nyimpan kan no.hape saya?."

" Masih pak.. Saya masih simpan."

" Baiklah kalau begitu saya tunggu kabarnya besok, sekarang kita makan saja dulu.. Sayang kalau makanannya tidak dimakan.."

*****

Sudah hampir separuhnya Dita mengerjakan dokumen saat atasannya menyuruhnya lembur, sudah jam 7 malam lewat dari jam pulang kantor. Hanya Dita dan dua orang temannya disuruh untuk lembur, atasannya terkadang semena-mena menyuruhnya, dikenal galak dan arogansinya tinggi. Dita adalah karyawan baru, posisinya sebagai sekretaris perusahaan Barra Group, banyak yang mengincar posisinya sekarang. Sudah genap setahun Dita dipekerjakan disana, sejak masih masa kepemimpinan Agung Pramudya.

Dita dikenal gadis yang ramah, perilakunya baik dan ia dikenal banyak orang karena kecantikannya pantas saja kalau ia jadi gadis paling cantik di perusahaan. Berawal dari perkampungan di Bandung, Dita mencoba mengadu nasib ke ibu kota. Beruntung nasib yang baik membuatnya diterima bekerja.

Daerah periangan memang dikenal sebagai surganya perempuan cantik, tapi bukan itu yang membuat Dita diterima bekerja, ia adalah seorang Sarjana lulusan Institut Teknologi Bandung. Di Indonesia ITB menduduki peringkat ke dua, sudah pasti otak seperti apa yang bisa berkuliah disana.

Dita Prameswari, anak satu-satunya dari pasangan Bambang Dewandono dan Triwulandari. Sayangnya kedua orang tuanya meninggal ketika Dita baru saja lulus sidang sarjananya, terbayang jelas bagaimana perasaannya ketika wisuda tanpa didampingi orang terkasih. Dita bukan berasal dari kalangan berada, ia hanya berasal dari keluarga sederhana. Usaha keluarganya mengandalkan dari bisnis kue, ibunya memang hobi membuat berbagai macam kue. Alhasil kemampuan ibunya diwariskan pada Dita.

Dita menghidupi diri sendiri setelah kepergian orang tuanya dari berjualan kue ketika di Bandung yang ia titipkan ke beberapa toko kecil, lumayan cukup untuk biaya sehari-hari sedangkan dulu biaya kuliahnya dia dapatkan dari beasiswa.

Ia tersenyum getir mengingat perjuangannya sampai ketitik sekarang.

Setuju

Katakanlah bila mau.. Jujur dengan semua pilihan walau itu tak sejalan

.....

Agung melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah, dengan penuh percaya diri tak lupa senyum yang tak pernah lepas semenjak siang tadi.

Ia merebahkan dirinya di sofa besar ruang santai keluarga, istrinya datang menghampiri dengan secangkir kopi panas yang disajikannya di meja.

" Ayah keliatannya seneng banget.. Beda sama kemaren-kemaren." Istrinya begitu penasaran apa yang membuat suaminya berubah menjadi bergembira.

Agung mengambil cangkir kopi dari atas meja kemudian menyesapnya sedikit lalu menyimpannya kembali.

"Ayah baru ketemu sama Dita.. "

" Dita? Dita yang dijodohin sama Barra? Papa ke Bandung?." Rentetan pertanyaan mulai bermunculan dari mulut ibu satu anak itu.

" Bukan Bu.. Tapi ke perusahaan kita. Dita itu yang dimaksud kakeknya Barra adalah sekretaris ayah dulu.."

" Hah... Dita yang anaknya sopan itu yah?."

"Iya, Dita yang itu. Yang kata ibu apa-apa buat Dita oleh-oleh dari luar negeri, makanan semuanya buat Dita."

" Ya ampun yah.. Kok bisa kebetulan gini sih ya.. Ibu setuju sekali kalo Dita jadi mantu kita. Biar Dita tidak punya orang tua tapi ibu yakin Dita bisa ngemong Barra." Ibunya Barra menyambut suka cita kabar baik dari suaminya. Dita memang kenal dengan ibunya Barra dan sudah beberapa kali bertemu ketika berkunjung ke kantor.. Agung memang pernah bercerita kalau Dita adalah anak yatim piatu, membuat hati ibunya Barra menjadi terenyuh. Ingat dengan anaknya bagaimana kalu Barra tidak berayah dan beribu.

"Kapan kita undang Dita kerumah yah?."

" Terserah ibu aja, ibu yang atur ya.."

*****

" Barra.. Sini ayah mau bicara sama kamu sebentar."

Dengan langkah benar-benar terpaksa sepulang dari kantor sore tadi Barra menghampiri ayahnya dengan terpaksa. Sebenarnya ia tidak mau berbicara dulu dengan kedua orang tuanya sebelum api dihatinya padam.

" Ada apa lagi?."

" Barra.. Ayah serius kali ini. Kamu tetap harus menikah dengan Dita!!."

"Yah, gimana aku mau nikah kenal aja nggak.. Pake logika dong Yah, Barra nggak mau kalo bukan dengan gadis yang Barra kenal." Barra tetap teguh pada pendiriannya.

Saat itu Agung bisa meredam emosi semampunya, ia tidak ingin mengeluarkan kata-kata kasar atau ribut dengan anaknya. Ia ingin semuanya berjalan sesuai yang diharapkan.

" Barra, ayah setuju dengan keputusan yang ada di surat wasiat kakekmu. Tidak bisa dibantahkan lagi. Lagi pula ayah tau dan kenal dengan Dita, gadis yang akan jadi istrimu."

" Gadis dari kampung maksud ayah.. "

" Barra anak ibu, Dita memang dari kampung tapi dia tidak kampungan. Dengerin ibu, usia kamu itu sudah mau kepala tiga loh. Masa kamu nggak mau nikah kaya temen-temen kamu. Lagian kamu kenal dengan Dita. Malah kamu ketemu tiap hari." Lemah lembut ibunya mencoba merangkul sang anak, anak lelaki biasanya akan mudah menuruti perkataan ibu dari pada ayah.

" Maksud ibu apa? ketemu siapa?."

" Dita itu sekretari kamu dikantor Barr..." Ayahnya sudah tidak tahan ingin segera memberitahukan kenyataan itu pada anaknya.

" Dita?."

Mendadak Barra lupa tentang sosok Dita sekretarisnya di Kantor. Walaupun ia baru menjabat selama dua bulan setidaknya ia harus ingat rupa gadis itu. Gadis yang ia temui setiap hari bahkan mejanya pun dilewatinya ketika akan masuk kedalam ruangannya.

" Sial.. Aku bahkan tidak mengingatnya sedikitpun."

*****

Sementara Dita baru pulang lembur sekitar jam 9 malam, ketiga karyawan diantarkan kerumah masing-masing dengan mobil kantor. Kepala Dita hampir tidak bisa berpikir lagi, pekerjaannya barusan membuat pikirannya terkuras.. Belum lagi Dita harus secepatnya memberi keputusan.

Sampai di rumah kontrakan yang tidak terlalu besar tapi cukup nyaman untuk ditempati, Dita langsung bersih-bersih. Ia sudah tidak tahan dengan bayangan bantal empuk menantinya dikamar.

" Hari ini rasanya benar-bebar bar-bar.. Uuuhh.." Ia menarik-narik rambutnya cukup keras, cara itu cukup efektif untuk sekedar menghilangkan rasa sakit kepala sejenak.

"Anaknya pak Agung... Bukankah anaknya pak Agung adalah atasanku saat ini.. Ya ampun kenapa aku hampir tidak menyadarinya tadi. "segelisah itu Dita, sampai ia turun dari ranjang dengan ujung telunjuk tangan digigitnya sambil mondar-mandir mencari ide.

"Ini gak mungkin... Masa iya Pak Barra atasan aku..?."

"Aku gak bisa terima.. Gak. Walaupun kekayaannya tidak habis tujuh turunan tetap aku tidak bisa." Dita mencak-mencak kesal sendiri.

Dita ingat tentang sosok kakek Barra, tadi saat di restoran sekilas Agung menceritakannya sedikit bahwa kakeknya Barra adalah sahabat ayahnya Dita.

Ia ingat ketika ia masih tinggal di Bandung dan kakeknya Barra masih hidup, ayahnya pernah menolong kakeknya Barra ketika tergeletak tak sadarkan diri di depan pagar rumahnya selepas pulang lari pagi karena mengalami serangan jantung. Ayahnya Dita saat itu berada tak jauh dari lokasi kejadian, rumahnya tepat bersebelahan dengan rumah kakeknya Barra. Dulu kakeknya Barra, pak Nitinegoro memang pernah tinggal lama di Bandung mengurus salah satu anak usahanya.

Merasa berhutang budi karena kebaikan ayahnya Dita, pak Nitinegoro berinisiatif ingin Dita kelak menikah dengan Barra. Apalagi Dita dikenal anak yang baik. Ketika anak seusianya senang main dan pulang malam, Dita malah senang hati membantu orang tuanya membuat kue. Salah satu alasan yang membuat pak Nitinegoro mantap menjodohkan cucunya dengan Dita.

*****

Tidak seperti hari biasanya Dita berada dikantor dengan perasaan campur aduk, ia masih memikirkan bagaimana reaksi Barra saat bertemu dengannya. Benar saja tak lama Barra pun datang lebih awal dari biasanya. Ketika melewati meja kerja Dita, Barra sekilas melirik kearahnya, hampir tak pernah Barra lakukan sebelumnya.

Deg...

Rasa berdebar yang belum pernah ia rasakan sebelumnya, Dita menunduk malu tak mampu untuk mengangkat wajahnya dan melihat lurus menyambut sang atasan. Berbeda dengan Barra, ia lebih bisa mengatasi situasi.

Berselang lima menit setelah Barra masuk ke ruangannya, ia menelepon Dita lewat sambungan telepon internal.

" Ke ruanganku sekarang juga!." Suara khas berkharisma terdengar jelas di seberangnya.

" Apa pak..?."

" Kamu tidak mendengarku ya?! AKU BILANG KE RUANGANKU SEKARANG JUGA!!!." Suara Barra cukup memekakan telinga Dita, sampai ia harus menjauhkan pegangan telepon dari telinganya.

Tanpa menunggu lama Dita segera pergi ke ruangan Barra. Entah apa maksud Barra memanggilnya.

" Pak.. Bapak manggil saya?."

" Iya.. Duduk disana!." Barra menunjuk sofa panjang besar yang berada di ruangannya tanpa melihat kearahnya seditpun.

Dita menuruti perintah Barra, tak lama Barra pun mengikuti dan duduk berhadapan dengan Dita.

"Jadi kamu gadis yang mau dijodohkan denganku?." Barra langsung to the point.

" Oh Barra kenapa mata gadis itu sangat meneduhkan, ia juga cantik. Kenapa aku tak sadar ada wanita cantik di dekatku."

*****

Minta tolong nih.. Dukung author ya dengan memberikan komen, like dan votenya.. Thanks

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!