NovelToon NovelToon

Pemuda Bermata Elang

Tentang Riza

Riza adalah anak sulung dari empat saudara, Dia terlahir dari seorang wanita yang bernama Khoirunnisa belasteran sunda arab. Ayahnya bernama Rizal mahendra asli suku sunda.

Riza terlahir sebagai anak pertama, dilahirkan pada waktu Isa, maka dari itu keluarganya sepakat memberikan nama Riza Putra Perdana. Sejak saat itu Riza kecil menjadi pembawa kegembiraan bagi keluarganya.

Suasana yang semula sepi berubah menjadi penuh warna. Sedari kecil Riza tidak pernah rewel hingga Dia tumbuh menjadi pria dewasa yang bijaksana.

Matanya yang bulat, tajam berwarna coklat kebiru-biruan membuatnya dijuliki pemuda bermata elang. Wajar jika Riza berwajah kearab-araban karena ada keturunan dari ibunya yang terlahir dari keluarga Al-Atos.

Meskipun berwajah ketimuran tapi tidak menjadikannya sombong. Justru Dia menjadi sosok pemuda yang disenangi dilingkungannya. Dia ramah sehingga mudah bergaul dengan banyak orang.

Sebagai anak sulung tentulah Dia mau tidak mau harus menjadi contoh yang baik bagi ketiga adiknya. Bukan hanya itu Dia pun harus lebih bersabar mengalah untuk adik-adiknya.

ketiga adiknya diantaranya adalah:

Reinaldy Isnani terpaut dua tahun denganya. Usianya sekitar 21 tahun. Kuliah di salah satu universitas di Bogor. Dia termasuk anak yang penurut, cerdas, dan sangat menyukai puisi

Rois Al-Latif adalah adik Rei, diujung namanya diberi nama Al-Lathif karena kedua orang tuanya berharap Dia menjadi Lelaki yang berhati lembut. Usiany 18 tahun, memiliki hati yang baik, lembut, anaknya tidak neko-neko, dan kalem.

3.Raisya mutia si bungsu, usinya 15 tahun, masa-masa remaja tetaplah sama, yaitu masa-masa mencoba dan rasa ingin tahunya besar. Begitulah Raisya karena masih remaja sehingga dia sedikit ngeyel dan keras kepala. Namun berkat bimbingan dari keluarganya dia tetap tumbuh menjadi gadis remaja yang baik.

Meskipun Raisya sedikit tomboy namun Dia memiliki sikap yang ramah dan juga penyayang sehingga disayangi keluarga dan teman-temannya.

Riza sangat menyayangi ketiga adiknya tersebut, untuk adik-adiknya Dia rela untuk meninggalkan masa remajanya di luar. Saat remaja waktunya lebih banyak dihabiskan untuk menemani adik-adik tercintanya.

Setelah adik-adiknya mulai tumbuh dewasa, Riza mulai aktif di luar rumah termasuk di komplek tempatnya tinggal. Banyak kegiatan yang diikuti sehingga warga sudah tidak asing lagi dengan keberadaannya.

Banyak anak-anak gadis komplek yang tertarik padanya, namun Riza sama sekali tidak mengindahkannya, bukan karena sombong melainkan Riza takut memberikan harapan palsu pada mereka.

Riza memang baik terhadap semua orang tapi sikapnya beda terhadap gadis-gadis, Dia lebih memilih bersikap dingin atau seperlunya saja. menghindar lebih baik menurutnya daripada menyakiti lewat sikap manis.

Namun tidak begitu halnya terhadap Ceri, karena ceri adalah teman sepermainannya sejak TK, sehingga sikapnya lebih hangat bahkan sesekali mereka bercanda saat berada dalam aktifitas yang sama, seperti bakti sosial di komplek mereka.

Karena kedekatannya mereka sering mengadakan agenda bersama, tentu agenda-agenda yang melibatkan banyak orang. Riza dan Ceri sebagai panitia jelas sering bertemu untuk rapat koordinasi acara.

Seringnya mereka bertemu tanpa mereka sadari diam-diam mereka saling menaruh rasa. Meski sama-sama diam namun kadang mereka menjadi kikuk ketika bertemu.

Mereka tetap berteman tanpa memperdulikan rasa yang ada dalam hati. mencoba mengabaikanya bahkan melupakannya. Bagi mereka teman lebih berarti daripada rasa yang tidak dimengerti dan belum pasti, hanya membuat kotor hati.

Riza berusaha untuk tidak peduli dengan rasa yang semakin hari semakin membuat Dia tersiksa itu. Tersiksa karena harus menahannya untuk tidak diungkapkan. Riza mencoba menepisnya dan berpikir mungkin itu hanyalah rasa biasa karena pertemanan mereka yang begitu lama.

Berbeda dengan Ceri, sebagai seorang wanita jelas dia merasakan ada kehangatan dalam pertemanan baik mereka. Kebaikan Riza semakin membuatnya yakin bahwa ada rasa diantara mereka. Namun tidak mungkin jika Ceri yang lebih dulu mengungkapkan.

Akhirnya mereka sama-sama memendam perasaan itu. Memilih diam dan melanjutkan pertemanan sebagaimana mestinya. Tidak mudah memang bagi seorang wanita untuk menyembunyikan, namun dengan sekuat hati ceri berusaha.

Keduanya melakukan aktivitas bersama seperti biasanya, seolah tidak ada rasa diantara mereka. Namun gelagat mereka diketahui oleh kedua orangtua Riza yang kurang merestui.

Sebenarnya Ayahnya tidak mempermasalahkannya hanya saja Ibunya yang kurang setuju, tentu saja bukan tanpa alasan. Sayangnya alasan itu belum diketahui Riza.

Sedangkan Riza adalah seorang anak yang penurut, tidak mungkin Dia membantah perintah Ibunya. Selama perintah itu tidak melanggar syari'at agama maka akan dilaksanakannya.

Namun meskipun demikian Riza bukanlah orang yang sudi menyerah begitu saja. Dia akan mencari jalan keluar supaya bisa bersatu bersama kekasih idaman.

Tentu saja ketiga adik Riza akan memberikan dukungan karena kalau tidak sungguh menyayangkan, padahal menurut mereka Riza dan Ceri adalah pasangan yang serasi. membayangkan kalau kakaknya hidup bahagia dengan wanita yang Dia sayangi sejak TK itu indah bagi mereka.

🍃🍃🍃

Hiking memang bukanlah hobinya, namun bukan sekali dua kali dia bergabung bersama rekan-rekannya di komunitas pecinta alam. Hiking membutnya merasakan ketenangan, kejujuran, kepedulian dan kepekaan terhadap sesama juga alam sekitarnya.

Baginya hiking bisa menyibak yang tersembunyi dan bisa menguatkan diri untuk bisa lebih dekat pada Ilahi. Jati diri sebagai seorang lelaki akan merasa tertantang dengannya, jika tidak ada iman di hati, mungkin akan menepuk dada dan berbangga diri penuh kesombongan.

Namun itu jarang terjadi, justru hampir kebayakan dari pecinta hiking berubah menjadi lebih rendah hati. Di ketinggian yang suhu udaranya kian menipis mereka menyadari bahwa mereka tidak sendiri. Mereka menerawang kesegenap penjuru yang penuh dengan keindahan, dan mereka berteriak dengan segenap kekuatan membuktikan bahwa betapa kerdilnya diri tanpa Ilahi raby.

🍃🍃🍃

Bintang, ya planet satu itu benar-benar mampu menyihir pikirannya. Jika malam datang Riza akan menyambutnya penuh suka cita. Dibawah remang cahanya, Riza bisa sepuasnya bercerita tentang apa saja yang Dia mau, bahkan meski berdiam, dia bisa menghabiskan berjam-jam bersmanya.

Riza sendiri tidak mengerti akan ke cintaannya pada planet satu itu. Dia hanya tahu kalau sejak kecil sangat bahagia jika menengadahkan wajahnya ke langit untuk menyapanya, dan mengukir kata, juga cita-citanya diatas sana.

Saking cintaya pada bintang, pernah suatu hari ketika Dia masih duduk di bangku smp, menyatakan bahwa cita-citaya ingin seperti bintang. Ketika ditanya alasannya oleh guru bahasa Indnesia, dengan replek menjawabnya dengan lantang "Karena bintang itu indah, Bintang nampak begitu kecil, bahkan hanya setitik padahal pada kenyataannya bintang itu adalah planet yang besar," melihat gurunya seakan bingung akan jawabannya lalu Diam sejenak kemudian kembali menjelaskan

"Iya bu, menjadi seperti bintang, meskipun kelak aku jadi orang besar tapi aku tidak mau sombong,"

Saat itu Riza dengan asal saja menjawab, namun ketika Dewasa Dia mulai memahami kata-kata yang dilontarkannya waktu itu.

Malam

Di pojok balkon termangu Riza diatas kursi, matanya menerawang ke alam bebas. Alam yang sudah berubah menjadi gelap. Sejurus kemudian Riza melangkah dan meletakkan sikutnya diatas pagar balkon yang berwarna biru muda.

"kau bintang-bintang selalu saja membuatku kagum, setiap malam kau selalu menemaniku.

Aku tak kan pernah bosan menyapamu, karena kau setia dan selalu membutku tersenyum" gumam Riza sembari menengadahkan wajah putihnya ke langit, seakan sedang berbicara dengan bintang nan jauh diatas sana.

"Ka, kakak" tiba-tiba terdengar suara Raisya dari dalam rumah.

"Iya dek, kakak di balkon" Riza segera menyaut, sembari kembali melangkah untuk duduk dikursi jati yang diukiri bunga tulip berwarn ungu.

"I'm camming" teriak Raisya, yang tidak lama kemudian muncul dihadapannya.

"Apaan sih dek pake bahasa inggris segala, belepotan juga" ledeknya pada adik tercintanya.

"Ih kakak nih, malah ngeledek, justru karena belepotan makanya adek belajar untuk dipake buat sehari-hari. Diajari ke, ini mah malah diledekin, ah sebel adek sama kakak" jawab Raisya sembari membulatkan pipinya yang lesung, matanya mendelik ke arah kakaknya.

"Duh adik kakak yang cantik marah nih ceritanya" ucap Riza sembari berdiri dan menggerakakn kedua tangannya untuk mencubit kedua pipi adiknya.

Sejurus kemudian Riza kembali duduk dan meminta adiknya untuk duduk di kursi sebelahnya yang terhalangi meja kecil berbentuk bulat dengan dihiasi taplak berwarna ungu.

Tanpa membantah Raisya pun mengikutinya dan tanpa menunggu aba-aba langsung nyerocos menceritakan permasalahan disekolahnya. Riza menyimak dengan seksama tanpa menyela sedikitpun.

Sepuluh menit kemudian " ehm ehm, dek sudah selsai ceritanya?" Selidik Riza sembari menatap adiknya yang wajah kuning langsatnya berubah menjadi sedikit memerah. Raisya hanya menganggukan kepalanya.

"Baik, mau kakak bantu gak nih?" Goda Riza pada adiknya. Lagi lagi hanya dibalasnya dengan anggukan.

Melihat adiknya masih sedih, Riza kembali usil dan mengatakan "Ok tuan putri, tapi ada syaratnya" ucap Riza, berharap adiknya sedikit terhibur. Tapi Raisya hanya menjawab dengan singkat " Apa syaratnya?"

"Tuan putri tidak boleh cemberut, tidak boleh menyela saat kakak sedang bicara, dan setelah itu harus membuatkan kopi, lengkap dengan omlet," sengaja Riza memberikan syarat yang banyak supaya adiknya tersenyum.

Bukannya tersenyum Raisya malah semakin cemberut dan berdiri hendak melangkah pergi, sontak Riza pun ikut berdiri dan menghadangnya dengan tangan kanannya " eits, tuan putri mau kemana, silahkan duduk kembali, kakak cuma bercanda, ayolah dek jangan manyun terus dong."

Raisya pun terpaksa sedikit menyunggingkan senyumnya dan kembali duduk menuruti kata kakaknya.

Riza memperbaiki posisi duduknya dan mulai menanggapi cerita adiknya " adekku sayang, kalau namanya hidup ya memang seperti itu, dimana-mana pasti ada tiga golongan yaitu peduli, cuek dan tidak suka. Tugas kita tetap berbuat baik dan dahulukan husnudzon."

Raisya memicingkan mata sebelah kirinya seakan tidak mengerti " maksudnya kak, kok aku bingung ya?"

Riza tersenyum dan kembali menjelaskan " iya dek, jika kamu disekolah suka diremehin, dibohongi bahkan dihianati temanmu, seperti yang kamu ceritakan tadi, kamu harus mengutamakan husnudzon, kamu harus kroscek dulu kebenarannya dan apa penyebabnya. Membalasnya dengan kebaikan itu lebih utama."

Raisya mengangguk-ngangguk seolah mengerti

" Baik ka, eh tapi ka, kan kalau dihianati teman itu sakit banget," Raisya kembali menekuk wajahnya.

Riza memalingkan tubuhnya ke arah adiknya dan menatapnya lekat-lekat "Kakak faham dek dihianti itu sakit, tapi dengan itu kamu jadi tau sipa yang benar-benar peduli padamu atau hanya sekedar kedok saja. Selain itu kamu dapat pelajaran berharga, jika dihianati itu sakit, maka kamu jangan menghianati. Satu lagi dek, tetap jaga silaturahim dengan tetap berbuat baik pada orang-orang yang menyakitimu. Meskipun itu tidak mudah tapi yakinlah dek kamu bisa"

Raisya berdiri dan melangkah sedikit untuk memeluk kakanya " Ah, kakaku ini terlalu baik, masa yang jahat juga harus dibaiki, tapi aku suka sama cara kakak nasehatin aku, aku padamu kak," Raisya memeluk kakaknya lebih erat. Diam-diam dari matanya yang bulat keluar bulir-bulir air membasahi pipinya.

Riza melepaskan pelukannya dan mengusap air mata adiknya dengan tangannya "sudah..sudah tuan putri jangan nangis, sekarang waktunya tuan putri tidur."

Rasiya tersenyum simpul "kopi nya gimana?"

Riza terkekeh " haha sudah tidur sana, kakak sudah tidak mau kopinya, sekarang kakak mau curhat sebentar sama bintang," tangan Riza menunjuk langit yang bertabur bintang.

Raisya beringsut menuju pintu masuk sambil menjulurkan lidahnya, menatap heran pada kakaknya "Ish dari jaman orok suka banget ngobrol sama bintang, kaya gak ada teman aja. Kasian banget sich kakaku ganteng-ganteng pacarnya bintang.

Riza membalas menjulurkan lidahnya "sudah masuk sana, yang penting kakakmu ini ganteng kan?"

Raisya masuk kedalam, sambil terkekeh dan sempat mengejek kakaknya " ish.. kepedean amat ya, gantengan juga kucing kita wkwkwkw"

🍃🍃🍃

Sunyi, Riza memang senang kesunyian, baginya sunyi itu inpirasi, baginya sunyi itu kekuatan, baginya sunyi itu teman.

Sunyi ditemani bintang-bintang itu adalah kebahagiaan tersendiri bagi Riza. Malam ini kebetulan cerah dan kerlipnya begitu mempesona membuatnya enggan untuk meninggalkannya.

Dalam temaram malam diam-diam terdengar bisik rindu dari relung hatinya, rindu masa-masa kebersamaan bersama Ceri teman sepermainanya waktu TK.

Memasuki usia SD mereka terpisah karena Ceri harus sekolah di Jogja ditempat neneknya dan kembali ke Bogor saat memasuki usia SMP. Saat Ceri kembali mereka masih suka bertemu dan bermain bersama. Namun ketika mereka sudah sama-sama tumbuh menjadi remaja, mereka tidak terlalu sering main seperti saat mereka masih TK atau pun SD.

Mereka harus terpisah kembali saat Ceri SMA, Ceri pindah ke Bandung karena ikut orang tuanya yang mengurus bisnis disana.

bayang-bayang masa kecil membut Riza senyum-senyum sendiri, "Ceri sekarang kamu kaya apa ya, masihkah suka ketawa terbahak sembari mengeluarkan iler seperti waktu kamu TK, atau masihkah kamu takut sama rambutan, sehingga kamu terjatuh ketepi parit kala kamu SMP?"

Entah Riza bertanya pada siapa, asyik dalam lamunan sehingga tidak sadar ada ibunya yang memperhatikannya dari balik pintu. " Ehm..ehm za, kamu senyum sama siapa?"

Riza tergagap, kehadiran ibunya yang tiba-tiba membuatnya salah tingkah, sehingga dia asal tunjuk, " i..ituu sama bintang bun" sambil mengarahkan tangannya ke langit.

Ibunya mengernyitkan dahinya dan tersenyum, lalu kembali kedalam rumah. Sebelum berlalu Ibunya meminta Riza untuk segera tidur karena malam sudah larut.

"Baik Bun, Riza sebentar lagi tidur ko"

Sebelum Riza masuk rumah untuk tidur, Riza kembali menengadahkan kepalanya ke langit dan melambaikan tangannya, bermaksud pamitan pada malam dan bintang-bintang "Sampai jumpa besok ya, terimakasih sudah menemaniku malam ini." Riza pun masuk rumah, dan menuju kamarnya untuk beristirahat, dan tidak lupa mematikan lampu kamarnya.

(Terimakasih sudah membacanya, saya sangat senang jika mendapatkan like dan comen. Krisan membangunnya saya tunggu ya teman-teman)

Terjebak dalam Mimpi

Setelah Riza masuk kamar, Dia mematikan lampunya dan membiarkan lampu tidurnya menyala. Lampu berbentuk bintang terletak di meja di samping tempat tidurnya. Di bawah temaram terlihat Riza tersenyum sambil mengamati benda bercahaya disampingnya itu.

"Hai bintang, kenapa cahayamu begitu indah, dan memberikanku ketenangan disetiap malamnya," gumam Riza tanpa mengharapkan jawaban dari benda mati itu.

Riza belum bisa tidur, malah memikirkan Ceri "Ceri..ceri kenapa aku jadi penasaran sama kamu yang sekarang, setelah kita berpisah, kita belum pernah bertemu lagi. Apa kamu sekarang sudah jadi wanita dewasa?" Gumamnya sembari menarik selimut keatas dadanya.

Tidak lama setelah itu Riza tersadar "Eh, kenapa aku ini harus memikirkan ceri" lirihnya sembari beristigfar berkali-kali. Mencoba memejamkan mata, namun kantuk itu tak kunjung datang, akhirnya bangkit dari tempat tidurnya menuju meja belajar yang disebelahnya berderet buku-buku, tersusun bagai perpustakaan.

Duduk dan mengangkat tangannya untuk mengambil salah satu buku dipinggirnya, buku berjudul La Tahzan persi bahasa indonesia karangan Dr. Aidh Al-Qorni . Buku paporitnya yang selalu Dia sempatkan untuk membacanya sebelum tidur.

Halaman demi halaman dibacanya penuh penghayatan, tibalah pada sebuah kalimat tepatnya pada halaman lima

"Bagi orang yang berpikir, berkas-berkas masa lalu akan dilipat dan tidak akan pernah dilihat kembali. Cukup ditutup rapat-rapat, lalu disimpan dalam 'ruang' penglupaan, diikat dengan tali yang kuat dalam 'penjara' pengacuhan selamanya. Yang demikian, karena masa lalu telah berlalu dan habis. Kesedihan tidak akan mampu mengembalikannya lagi. Keresahan tak akan sanggup memperbaikinya kembali. Kegundahan tidak akan mampu merubahnya menjadi terang, dan kegalauan tidak akan mampu menghidupkannya kembali, karena ia memang sudah tidak ada."

Entah kenapa Dia tertarik dengan kalimat itu, dan berulang ulang membacanya sembari mencoba memahaminya. Hmm..."Apa pikiranku terhadap Ceri termasuk hal yang bodoh?" Gumamnya sembari mengernyitkan dahinya.

"Baiklah baiklah akan aku coba baca sekali lagi, supaya aku faham maksud dari tulisan ini " ucap Riza sembari menunjukan jari telunjuknya pada kalimat yang sudah dibacanya berulang kali.

🍃🍃🍃

Suasana malam kian terasa begitu sunyi, terdengar jangkrik sedang asyik berdendang mengiringi sepi, katak yang berlomba bernyanyi tanpa arti pun ikut mengimbangi. Angin malam kian terasa menusuk, melambaikan pepohonan rindang ikut mewarnai nuanca malam.

Sementara Riza lelah berpikir, Dia pun terlelap diatas buku yang sedang dibacanya. "Kerrrrr" dengkur yang cukup keras terdengar keseluruh ruang kamar, menandakan Riza sudah tidur dengan pulas.

Detik demi detik berganti menjadi menit, menit demi menit terhimpun menjadi jam, sudah dua jam Riza tertidur pulas, terduduk diatas kursi dengan kepala menunduk tenggelam pada buku dihadapannya.

Tiba-tiba lirih terdengar suaranya " Ceri..apa itu kamu?" Riza seolah memastikan seseorang yang ada dihadapannya. Dari kejauhan nampak seorang gadis berwajah cantik, mengenakan gaun biru lengkap dengan jilbabnya yang lebar.

Gadis itu hanya melambaikan tangannya dan berlalu begitu saja. Riza berusaha mengejarnya, namun sayang Dia tak menemukan gadis itu. Terlalu cepat menghilang sehingga Riza tak mampu menyusul kemana perginya.

Riza mengedarkan mata elangnya kesetiap sisi, namun nihil, tak didapatinya yang Dia cari. Riza terduduk lemas, bersedih mengapa Dia ditinggalkan begitu saja tanpa kata.

Hiks..hiks..Riza menangis, makin lama tangisannya makin kencang, sehingga mengagetkan seisi rumah.

Di ujung ruang keluarga dalam sebuah kamar Ayah dan Ibunya terkaget, bersitatap dan sama-sama mengangkat kedua bahunya, karena ketidak mengertian suara yang mereka dengar.

"Hiks..hiks..suara tangisan itu kembali terdengar. Ibunya segera turun dari tempat tidurnya untuk memastikan, lalu kemudian disusul ayahnya.

Sesampainya diruang keluarga, keduanya menajamkan telinganya, sambil berjalan menuju sumber suara. Tok..tok pintu kamar Riza diketuk Ibunya. Cklek, pintu dibuka oleh ayahnya. "Bun, gak dikunci ternyta" kata ayahnya sembari menerobos masuk kamar dan segera mencari stop kontak, tek..stop kontak dipencet, dan nampaklah Riza yang sedang terisak sembari tidur dikursi.

Ibunya segera menghampiri Riza, dan membangunkannya " Za..Za..bangun Za" Ibunya memanggil Riza dan menepuk-nepuk pundaknya, setelah sekian kali disebut namanya akhirnya tersadar,belum sempat membuka matanya dengan sempurna, terkaget hingga membuatnya terjatuh dari tempat duduknya. Bruk, Riza terjatuh ke lantai.

"aw.."Riza mengerang kesakitan. Ibunya dan Ayahnya segera mengamit Riza, membantunya untuk berdiri. Hmm "Kenapa Bunda dan Ayah ada disini?" Ucapnya penuh keheranan.

Ibunya mendelik kearahnya "Lha harusnya bunda yang nanya, kamu kenapa malam-malam begini menangis?"

Riza menggaruk kepalanya yang tidak gatal "Menangis?, Siapa yang menangis bun" Riza belum mengingat sepenuhnya apa yang terjadi.

Ehm..ehm Ayah Riza berdehem "sudah-sudah lebih baik kamu tidur kembali, dan tidur dengan benar" ucap Ayah Riza. "

"Iya Za, tidak baik bagi kesehatanmu tidur seperti tadi, bisa sakit lehermu ini nanti" timpal ibunya sembari menunjuk kearah lehernya.

"Baik bun, maaf sudah membuat ayah dan bunda khawatir" bisik Riza sembari memeluk ayah bundanya.

Riza diamit kedua orang tuanya menuju kasur

"nah disini baru tempat tidur" ucap keduanya kompak. Muka Riza memerah malu menyaksikan kekompakan kedua orangtuanya.

Keduanya berpamitan" Za, jangan banyak pikiran, dan jangan lupa berdo'a kalau mau tidur" ucap bundanya sembari berjalan menuju pintu keluar, tidak lupa mematikan lampu kamar Riza.

Riza hanya mengangguk pelan beberpa kali, merasa malu karena Dia selalu diperlakukan seperti anak kecil. Riza sadar itu adalah salah satu bentuk kasih sayang mereka, terlebih karena Dia adalah anak sulung. Namun ada saatnya Riza merasa risih dengan itu.

"Hmm, kenapa aku ini, ko bisa nangis sampai kedengaran sama ayah bunda" Riza masih belum mengingat apa yang terjadi dimimpinya.

kembali mata elangnya diarahkan pada lampu tidurnya yang berbentuk bintang,

"Hei kamu, kenapa aku tadi menangis?" pertanyaan bodoh yang tidak mungkin dijawab benda mati itu. Tiba-tiba mata elangnya memicing, Dia mengingat sesuatu "Benarkah tadi aku menangis gara-gara ketemu Ceri dimimpiku?" merasa aneh dan sebal karena Ceri samar terlihat dimimpinya, dan kenapa dia pergi begitu saja.

Dia mencoba memejamkan mata nya supaya bisa kembali tidur, sebelum tidur Dia membaca do'a sebelum tidur dan tiga surat terakhir dari Al-Qur'an, yaitu Al-Ikhlas, Al-Falaq dan Annas. Membacanya sembari mengangkat kedua tangannya, selsai membacanya Dia meniupkannya pada kedua telapak tangannya lalu mengusapkannya keseluruh tubuhnya, dilakukan sebanyak 3 kali.

Itulah do'a sebelum tidur yang diajarkan gurunya sewaktu masih kecil. Meskipun kadang lupa untuk membacanya.

Selimut kembali ditarik menutupi tubuhnya, dan memiringkan tubuhnya kesebelah kanan, yang Dia tahu, itulah posisi tidur yang diajarkan dalam agamanya dan juga dibenarkan pula oleh dunia medis. matanya mulai terpejam, menyelami kembali alam mimpi, yang sempat terpotong karena terbangun.

Akan kah dimimpinya Riza kembali bertemu gadis berjilbab dengan gaun biru, benarkah Wanita itu Ceri?, atau itu hanya angan Riza yang berharap bertemu Ceri hingga terbawa kedalam mimpi?

(Terimaksih sudah sudi membacanya, saya tunggu krisan membangunnya, itu sangat membuat saya bahagia, terlebih jika dilike dan dicomen)😘🌻🌻🌻

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!