NovelToon NovelToon

Terjerat Dendam CEO' Penghuni Toilet

Awal Mula ~ Semur Jengkol

...Hai, ini novel ketiga Kak Nana...

...Kak Nana masih perlu banyak belajar lagi dalam menulis....

...Jika salah tegur saja, agar Kak Nana lebih baik ke depannya....

...Di dalam novel ini tidak ada hikmah atau pun pelajaran yang bisa diambil....

...Murni kehaluan author semata, silahkan dinikmati dan diresapi....

...----------------...

Sugar Entertainmant.

Ruang Make Up Artist.

"Kristin! Aku harus ke toilet, perutku sangat sakit," Lunna berseru nyaring, sambil beranjak dari kursi. MUA yang duduk di samping tak sengaja menjatuhkan brush make up. Dengan sigap wanita bertubuh munggil itu membungkuk, satu tangannya terulur menyambar kuas di atas lantai.

"Whats?! Lunna satu menit lagi kita akan bertemu Mr. Alabama, dan kau baru mau ke toilet sekarang?! Yang benar saja. Tidak bisa! Tahan dulu!" Kristin panik bukan main, bagaimana tidak, di detik-detik terakhir pertemuan bersama orang terpenting di Los Angeles, Lunna ingin pergi ke toilet.

Lunna menggeram sebal. Kedua netranya melotot tajam. "Kau gila atau apa?! Kau mau aku kentut di depan Mr. Alabama." Dengan tergesa- gesa wanita setinggi 178 cm itu berjalan menuju pintu. Tak menghiraukan perkataan Kristin yang melarangnya pergi ke toilet.

Kristin tergugu. Nampak grasak-grusuk. "Tapi Lunna! Kau bisa kentut di ruangan ini, tenang saja. Artis juga manusia, mengapa kau malah pergi ke toilet? Tidak usah malu." Wanita berambut model bob itu melirik sekilas pada MUA yang sedari tadi terdiam membisu, hanya menjadi penonton saja.

Kristin, sang Manager berusaha mencegah artistnya untuk keluar dari ruangan. Sebab jarum jam terus berdetak cepat. Ia tak mau Mr. Alabama meradang atas keterlambatan pertemuan mereka, bagi budaya luar negeri, waktu adalah segalanya. Belum lagi, Mr. Alabama adalah orang yang berpengaruh di LA, pria lanjut usia itu, salah satu fans sejati Lunna.

Kaki Lunna terhenti. Dia berbalik, mengerlingkan matanya ke atas. "Kau pikir aku hanya mau kentut! Kalau mau kentut sudah aku lakukan dari tadi! Aku mau berak! B-E-R-A-K, Kris!" Dia mengeja kata berak dengan penuh penekanan.

Kristin dilanda kepanikan. "Oh my God! Kenapa kau tidak dari tadi saja beraknya!? Mengapa harus sekarang?" Sebagai seorang Manager di agensi terbesar di benua Amerika Serikat. Dia sudah cukup bersabar terhadap sikap Lunna yang terkadang menyepelekan pertemuan. Sebab sudah dua kali, Lunna bersikap seperti ini.

Lunna mengerlingkan mata lagi. Wanita itu enggan menyahut. Tubuhnya mematung seketika, tengah menahan sesuatu.

"Lun!" Kristin heran, melihat Lunna tak membalas perkataannya, biasanya Lunna akan menyahut dan berkicau cepat seperti burung beo.

"Lun!" panggilnya lagi seraya menghampiri.

Lunna bergeming, meski Kristin berada dua langkah darinya. "Shftt, diamlah, kau dengar sesuatu tidak?" Wanita berambut panjang itu meletakkan jari telunjuk di ujung bibir.

Dahi Kristin berkerut hingga tiga lipatan, tengah kebingungan. Begitu pula dengan MUA di sebrang sana, melakukan hal serupa.

Put!

Bunyi gas beracun seketika bergema di dalam ruangan.

"Lunna!" jerit Kristin, secepat kilat menutup hidungnya. Begitu juga wanita bertubuh munggil di dekat meja rias.

Reflek tangan Kristin mengibas-ibas udara di sekitar' berusaha menghilangkan jejak bau yang menusuk indera penciumannya.

"Kau makan apa, Lunna?!" Kristin teramat penasaran, mengapa aromanya sangat tak sedap dan menyengat. Kedua matanya tak sengaja melihat kumpulan nyamuk tergeletak tak berdaya di atas lantai.

"Semur jengkol! Kau sudah mencium bau kentutku yang semerbak itu, Kan. Jadi aku harus ke toilet sekarang! Sebagai Managerku, aku yakin kau bisa menangani permasalahan Mr.Alabama, aku pergi dulu. Bye-bye Managerku yang cantik jelita!" cerocos Lunna berlalu pergi, meninggalkan Kristin dan MUA yang saling melemparkan pandangan.

'Semur jengkol? Makanan apa itu?' Benak Kristin mencari jenis makanan asing yang baru masuk ke gendang telinganya.

"Duh, bagaimana ini?" gumam Kristin mencari siasat agar Mr. Alabama tak berang akan keterlambatan Lunna nantinya.

"Cantik-cantik bau kentut!" Kristin mendengus kasar setelah melihat punggung Lunna menghilang di balik pintu.

Lunna Andersean merupakan satu-satunya cucu perempuan Wali Kota Los Angeles. Sedangkan kedua orang tua Lunna adalah Leon Andersean dan Lily Marques, pengusaha terkaya dan masuk dalam jajaran sampul forbes. Kedua orang tua Lunna saat ini berada di Indonesia. Leon merupakan kelompok mafia' bernama Montero, mafia yang disegani di LA. Berbeda dengan Lunna, dia anggota mafia bernama Draglife, kelompok mafia yang terkenal di Moskow, Rusia.

Selesai mengenyam pendidikan strata-1 di jurusan dunia akting University of Arts Helsinki, Finlandia. Lunna ingin menggapai mimpinya dengan menjadi artis terkenal. Dan di sini lah dia sekarang, merintis semuanya dari nol. Tak ada yang mengetahui identitas Lunna hingga saat ini. Dia sengaja merahasiakan latar belakangnya dari khalayak publik. Entah, motif apa yang membuat Lunna menyembunyikan jati dirinya.

Di dunia entertainmant, Lunna di kenal dengan nama samaran Lunna A. Dia berada di naungan agensi Sugar Entertainmant, agensi ternama di Los Angeles. Gedung mewah bertingkat tiga puluh lantai ini menerbitkan banyak aktris papan atas dan beberapa model terkenal.

Lunna adalah salah satu artis pendatang, yang baru melejit namanya dalam satu tahun belakang. Akting Lunna begitu apik dan menjiwai, sehingga para fans fanatik maupun fans sejati, begitu mengagumi dan mengelu-elukan namanya. Kesuksesan Lunna berasal dari usahanya sendiri tanpa campur tangan keluarganya.

Tak cukup sampai di situ, Lunna juga menjadi bintang iklan di beberapa produk terkenal, seperti Mayb*lin*, Guc**, Pra**, Chan***, Fend* dan masih banyak lagi. Lantas ketenaran Lunna, membuat sebagian besar orang, menaruh rasa iri dan dengki padanya, namun Lunna tak peduli dan masa bodoh.

Lunna memiliki postur tubuh yang proporsional dengan tinggi badan 178 cm. Rambut panjang berkilau, bibir yang sensual, mata nan tegas, dan hidung mancung bak patung Dewi Aphrodite, salah satu Dewi kecantikan di zaman Yunani kuno yang digambarkan memiliki paras cantik dan menawan. Sempurna bukan? Siapa yang tidak iri pada Lunna A.

Dengan tergesa-gesa kaki Lunna berayun, mencari toilet yang bisa ia gunakan. Sebab, sedari tadi, toilet di lantai tiga tak dapat digunakan alias rusak. Aneh saja, di gedung mewah dan megah toilet tak dapat berfungsi sama sekali. Di sepanjang kaki melangkah, Lunna menggerutu di dalam hati.

Put!

Bunyi gas keluar dari bokongnya lagi.

Kepala Lunna celingak-celinguk, berharap tak ada orang yang mendengar, bisa hancur image-nya.

"Fiuh." Lunna lega sebab tak ada orang di sekitar lorong.

"Aduh, bagaimana ini? Darla! Pasti dia menabur sesuatu di semur jengkolku! Argh! Awas saja kau, Darla! Aku kutuk kau menjadi jengkol!"

Lunna mempercepat langkah kaki, karena sesuatu di belakang mendesak untuk keluar. Dia menuju lift hendak mencari toilet di lantai empat. Benda besi berbentuk kotak itu membawanya cepat ke lantai empat. Kaki Lunna berayun lincah. Setelah dentingan bunyi lift terdengar. Namun tiba-tiba kakinya terhenti.

"Eh, aku nggak kecepirit, Kan?" Lunna bertanya sendiri sembari menoleh ke belakang bokongnya.

*

*

"Ah h h lebih cepat Britney!"

"Bersabar lah Jack! Aku akan memuaskanmu."

Terdengar dua insan manusia berbicara di dalam bilik toilet. Keduanya sedang bercumbu mesra sambil mendesah nyaring. Tampak seorang pria duduk di atas toilet, sementara itu seorang wanita berjongkok dihadapannya.

"Iya! Cepatlah aku sebentar lagi harus bertemu Mr. Alabama." Jack menarik sejenak kepala Britney, agar dapat melihat wajah pacar sewaannya itu. Pria bernetra warna hitam itu menyeringai tipis.

Britney tersenyum simpul, melihat raut wajah Jack sedang menahan sabar, tangannya mengelus-elus belalai Jack yang sedari tadi sudah terlihat menegang.

"Tapi ada syaratnya, belikan aku tas dan apartment!" Wanita yang berprofesi sebagai salah satu model di agensi Sugar Entertainmant, mengedipkan satu matanya.

Satu alis Jack terangkat. "Oke, sekarang cepat!" Ia langsung mengarahkan kepala Britney ke bawah perutnya.

"Ouch, ouch, you wild! B*tch, faster!" Kepala Jack mendongak ke atas, menikmati setiap sentuhan lidah tornado Britney.

[Aduh, aduh, kau liar! J*l*ng lebih cepat]

Brak!

Dentuman pintu menghentikan aktivitas Jack dan Britney. Keduanya mematung di tempat, kala melihat seorang wanita bermuka merah, melotot tajam ke arah mereka. Iya, itu adalah Lunna, dia baru saja menemukan toilet namun bukan toilet khusus wanita melainkan toilet pria. Setelah memeriksa setiap bilik, hanya satu bilik ini yang tidak dikunci. Dengan terpaksa dia menendang pintu dalam satu kali hentakan.

Nafas Lunna memburu, menahan gejolak di dalam perut. Kedua mata Lunna tak sengaja melihat burung gagak Jack.

'Lumayan panjang." Mata Lunna berkedip pelan, memindai tongkat basseball di depan.

Sedangkan Jack dan Britney mengedipkan mata mereka berkali-kali, masih belum tersadar sama sekali akan kejadian saat ini. Keduanya masih mode ling-lung.

"Minggir!" teriak Lunna sambil menarik kuat rambut Britney dan dasi Jack. Saat keduanya tak bergeming.

"Apa yang kau lakukan wanita gila!?" Jack memekik sebab lehernya tercekik gara-gara dasinya di tarik Lunna. Begitu pula dengan Britney sedari tadi berteriak histeris, rambutnya di cengkram kuat.

"Diam lah! Tidak usah banyak bertanya! Aku mau berak!" Lunna mendorong kasar tubuh Jack dan Britney hingga terjembab di lantai. Secepat kilat Lunna masuk ke dalam bilik tanpa menghiraukan sumpah serapah Jack.

"Wanita gila! Buka pintunya!" Jack mengedor-edor pintu toilet. Dia meradang sebab wanita yang tak asing wajahnya itu menganggu aktivitas panasnya.

"Jack! Sudah lah, lebih baik kita cari tempat lain saja," kata Britney sambil menarik satu tangan Jack.

Jack mengibas cepat tangannya. "Diam kau! Moodku sudah hancur!" Pria itu melangkah cepat keluar. Meninggalkan Britney, yang memanggil namanya berulang kali.

Cari Identitasnya!

"Yuri!" panggil Jack, mengedarkan pandangan.

"Kemana dia?!"

Jack berang, kegiatan surgawinya barusan harus tertunda karena ulah seorang wanita. Pria itu berkacak pinggang menahan lava yang siap dimuntahkan segera dari gunung berapi. Nafasnya memburu cepat, giginya bergesekkan satu sama lain. Sampai-sampai mukanya merah menyala. Kedua mata Jack masih menelisik keberadaan Yuri. Dia menahan amarah, sebab Yuri tak berjaga di depan pintu toilet.

Terdengar derap langkah kaki beradu dengan lantai porselen mendekat. Dengan perlahan seorang pria bertubuh jangkung berjalan. Pria berperawakan tinggi, alis mata tebal, bola mata lumayan besar, hidung mancung, dan warna kulit ciri khas orang Asia.

Yuri Kanazawa ialah asisten, sekaligus tangan kanan kepercayaan Jack Harlow. Pria berkebangsaan Jepang itu sudah mengabdikan diri lebih dari dua tahun pada Jack Harlow.

Dahulu, keluarga Kanazawa memiliki hutang budi dengan keluarga Harlow, jadi, sebagai anak paling bungsu, Yuri yang baru menginjak dewasa awal, mengemban tugas menjadi kaki tangan Jack.

Di usia yang masih terbilang muda, kecakapan dan kecekatan Yuri dalam berkerja tidak dapat diragukan lagi. Dia menguasai empat bahasa asing, China, Thailand, Bahasa Inggris, dan Spanyol. Pelafalan Yuri patut diacungi jempol, dia bisa menyebutkan huruf L dan R secara fasih dan jelas. Tidak seperti kebanyakan orang Jepang yang susah melafalkan kedua huruf itu.

Tak hanya itu Yuri juga multi-talent, menguasai beberapa seni beladiri, meskipun begitu, jiwa dan mukanya masih sangat polos, dan bersih. Sepolos kapas putih yang belum tersentuh sama sekali.

Yuri tersenyum sumringah hingga menampakkan lesung pipit di kedua pipi. Dia tak tahu saja sang Tuan menatap tajam ke arahnya. Bak muka bayi tak berdosa, ia semakin melebarkan senyuman. Melirik sekilas pada segelas kopi yang baru saja dia bawa dari ruang sebelah. Asap mengepul ke udara menandakan air berwarna hitam pekat' baru saja di seduh.

Membungkuk sedikit. "Tuan, memanggil Yuri?" tanyanya, mengedipkan mata pelan.

"Kemana saja kau?!" Jack melotot tajam, udara di dalam paru-parunya masih terus memompa ke otak.

"Tadi Yuri sedang membuat kopi, karena Yuri haus Tuan." Yuri menjawab polos, tanpa curiga sedikitpun bahwa sekarang Jack akan segera meletus.

Jack enggan membalas, kedua tangannya terkepal kuat. Dan netranya, menatap tajam seperti singa yang siap menerkam lawan.

Bingung. Yuri menggerakkan kepala ke kanan dan ke kiri, saat Jack tak menyahut.

'Tuan, kenapa ya? Apa Yuri membuat kesalahan? Atau Tuan sedang menahan diri agar tidak kentut? Yuri bingung.'

Raut wajah Yuri seperti anak kecil yang sedang keheranan. Benaknya dipenuhi tanda tanya besar. Apa dia melewatkan sesuatu. Tak mau menerka-nerka, bibirnya kembali membuka.

"Tuan Jack."

"Diam! Gara- gara kau! Aku tidak bisa menuntaskan kegiatanku! Sekarang, cepat kau cari identitas wanita yang berani mengangguku tadi?! Dia masih di dalam toilet! Aku harus memberikannya pelajaran?! Laporkan padaku, empat jam dari sekarang!" Teriakan Jack bergema di lorong.

Yuri terlonjak kaget sampai-sampai kopi di dalam gelas bertumpah ruah keluar, hingga mengenai tangannya sedikit. Dia meringis pelan kala rasa panas menjalar di kulit. Seketika degup jantungnya berdetak cepat, seperti lomba lari marathon.

Sekarang, dia tahu kesalahannya. Yuri tak menyahut, takut gunung Mauna Loa kembali meletus. Sebutan Yuri jika Jack naik pitam. Sekilas informasi, Mauna Loa salah satu gunung berapi aktif, yang terletak di Hawai, dekat dengan Samudera Pasifik.

Yuri mengangguk pelan lalu membungkuk sedikit. Sedangkan, Jack mendengus kasar, hendak mengayunkan kaki.

"Tuan!" panggil Yuri kikuk.

"Apa?!"

"I...i tu Tuan, burung gagak, Tuan!" Yuri melihat ke bawah perut Jack, ternyata sedari tadi restleting Jack belum di tutup, benda kenyal itu masih bergelantungan seperti gantungan kunci.

Lantas, Jack menoleh ke bawah, melihat burung gagaknya menyembul keluar. Dengan cepat tangannya terulur dan menarik restleting, sembari celingak-celinguk di sekitar. Jack menarik nafas lega, tak ada orang, lorong nampak renggang dan sepi.

"Jack!"

Britney menyembul dari balik toilet sambil berlarian kecil. Mendengar panggilan, Jack melirik sekilas lalu melengos pergi, meninggalkan Britney dan Yuri.

"Aduh! Ini semua gara-gara kau?!" Britney membentak Yuri sambil menghentak-hentakkan kaki di lantai. Dia memberengut lalu mendengus kesal.

Yuri mengerlingkan mata ke atas, enggan berdebat dengan nenek lampir di depan. Dia menyebut Britney, nenek lampir, salah satu film dari Indonesia yang baru-baru ini dia tonton. Bagaimana tidak, wanita di depan, riasan wajahnya amat tebal, menurut Yuri.

"Cih!" Britney melotot tajam, lalu melenggang pergi meninggalkan Yuri seorang diri.

Yuri menghela nafas, lalu beralih menatap pintu toilet. Sebagai asisten mau tidak mau, dia harus menjalankan perintah atasan. Kedua matanya memicing, ingin melihat siapa wanita yang telah membuat Jack murka.

Jack Harlow, salah satu CEO ternama dan memiliki adikuasa yang menggemparkan warga LA. Pria kaya raya, yang culas dan sombong. Namun pandai mengelola kerajaan bisnis seorang diri. Bisnis yang dia geluti sendiri dari nol, tanpa campur tangan keluarganya.

Jack adalah pengusaha properti terbesar di benua Amerika serikat. Perusahaannya bergerak di berbagai sektor, seperti makanan, infrastruktur, telekomunikasi, energi, real estate dan sebagainya.

Jack bertubuh kekar dan tinggi, berparas tampan nan rupawan, serta memiliki rahang kokoh dan tegas, di sekitar pipi ditumbuhi bulu-bulu halus, membuatnya semakin nampak gagah, sorot matanya begitu tajam, alis matanya melengkung lebat, dan bibir sensual yang selalu menggoda iman para kaum hawa.

Siapa yang tak terbuai dengan pesona Jack. Ketampanan dan kekayaan Jack membuat para wanita pemburu uang akan berlomba-lomba ingin mendekati Jack. Meskipun begitu, Jack sangat berhati-hati dalam bertindak, tak ingin citranya jelek di depan publik. Dan hampir semua kalangan petinggi ataupun konglomerat, ingin menjadikan Jack menantunya. Walaupun mereka tahu, Jack adalah seorang player alias pemain wanita.

Dahulu, Jack adalah pria yang setia, akan tetapi, semenjak dua tahun belakang, dia berubah, karena kesalahan seorang wanita di masa lalu, Jack menjadi liar dan tak dapat dikendalikan. Bergonta-ganti pasangan sudah biasa, namun Jack tak pernah tidur dengan siapa pun selain mantan kekasihnya. Tongkatnya hanya ingin dipuaskan dengan lidah saja.

"Kira-kira siapa yang menganggu Tuan Jack?" gumam Yuri, kedua matanya masih memandang pintu toilet. Dia heran siapa yang berani mengusik Jack Harlow, si pemilik gedung Sugar Entertainmant.

Cukup lama, Yuri berdiri. Sembari menunggu, dia menyesap pelan kopi yang bertengker di tangan.

"Apa Yuri check saja ke dalam?" Yuri bernegosiasi dengan diri sendiri, karena tak mau membuang banyak waktu, dia memutuskan untuk memeriksa ke dalam. Sebelum kaki jenjang Yuri melangkah, seorang wanita berparas cantik menyembul keluar dengan raut wajah panik.

Kedua mata Yuri terbelalak. Melihat sosok yang dia kenali.

Senyuman manis merekah di wajahnya.

"Lunna A!" Tanpa sadar Yuri berucap, sembari berjalan ke depan.

Lunna menoleh, kedua matanya memicing. 'Sepertinya fans ku.'

"Stop!" Lunna berseru dengan mengangkat tangan ke depan sebelum Yuri berada di dekatnya.

Reflek, Yuri menghentikan langkah kaki, binar bahagia terpatri jelas di dua matanya.

"Lunna A, aku fans sejatimu!" kata Yuri sambil senyam-senyum.

"Iya, iya aku tahu. Badanku bau, aku baru dari toilet, tunggu sebentar!" Lunna mengambil parfum mini yang tersampir di gelangnya. Dia selalu membawa kemanapun botol-botol kecil itu. Sebagai artis dia harus siap sedia. Dengan tiga kali semprotan di sisi kanan dan kiri, aroma parfum menguar dari tubuhnya.

"Badan Lunna A tidak bau." Yuri melihat Lunna tengah menyemprot parfum di udara.

Lunna tak menyahut, sibuk sendiri. "Hah akhirnya, nah sekarang tidak bau, fiuh!"

"Baiklah, aku harus pergi dulu." Dengan tergesa-gesa Lunna berjalan hendak ke ruangan pertemuan Mr.Alabama.

"Tunggu, Lunna A. Yuri mau foto?" Yuri merentangkan tangan, menghalangi jalan Lunna.

"Oh my God! Aku harus pergi, ada klien, nanti setelahnya kau boleh berfoto." Lunna gusar, waktunya sudah terbuang banyak. Dia tak mau membuat Mr. Alabama marah.

"Benarkah?" Yuri mengangkat jari kelingking, bermaksud membuat janji.

'Astaga, kenapa matanya polos sekali! Haha, baru kali ini aku bertemu orang berwajah Asia." Lunna melakukan hal serupa dan melilitkan jari kelingking.

"Bye!"

Lunna melambaikan tangan, berlalu pergi, meninggalkan Yuri, yang masih menatap rambut panjang Lunna bergerak pelan.

"Eh tunggu dulu, kalau Lunna A dari dalam toilet, berarti wanita yang di maksud Tuan Jack....."

*

*

"Mr. Alabama!" Lunna melangkah cepat, sembari mengangkat dress sedikit.

Mr. Alabama dan Kristin menoleh ke sumber suara, begitu pula dengan Jack dan Britney, yang sedari tadi sedang berbincang bersama Mr. Alabama. Jack cukup terkejut, melihat wanita yang menganggunya barusan berjalan ke arah mereka.

'Siapa wanita ini? Apa dia artis atau model?' Jack menatap dingin.

'Kenapa si penghuni toilet ada di sini?' Lunna melirik sinis Jack dan Britney secara bergantian.

Identitas ~ Lunna A

"Baiklah, Mr. Alabama, nanti malam kita akan bertemu kembali," kata Jack tanpa melepaskan pandangan mata dari Lunna.

Jack teramat penasaran, wanita yang mengusiknya tadi, sepertinya artis di Sugar Entertainmant. Selama dua tahun di Jepang, Jack memang tak pernah menonton televisi atau pun membuka sosial media. Fokusnya hanya satu, melebarkan kerajaan bisnisnya di seluruh negeri. Tapi, dia keheranan, mengapa wanita di depan tak mengenalinya sama sekali.

"Baik, Mr. Harlow, aku juga ada janji temu dengan Sugar." Mr. Alabama melirik Lunna sekilas, yang sedari tadi berdiri di sampingnya. Tangan pria bertubuh tambun itu, terulur dan menjabat tangan Jack.

'Sugar? Apa dia Sugar Baby, Mr. Alabama, Cih! Semua wanita sama saja!'

"Aku permisi," Jack pamit undur diri, sebelum melengos, dia sempat menoleh ke arah Lunna lalu tersenyum tipis. Sementara Lunna membalas dengan senyum terpaksa.

'Awas kau! Aku tandai!' Jack berbalik, lalu melangkah cepat, tak menghiraukan panggilan Britney sama sekali.

"Maafkan aku Mr. Alabama, aku benar-benar tak bermaksud datang terlambat. Karena tadi aku sa-"

"Sudah lah, Sugar' aku mengerti kau pasti sedang berdandan cantik, Kan di toilet?" Mr. Alabama mangut-mangut.

Lunna tersenyum kecut.

'Seandainya saja dia tahu, kalau aku berusaha mengeluarkan emas-emas murni di toilet tadi.'

"Kristin mengatakan padaku kalau Sugar berdandan sangat cantik hari ini. Padahal tak berdandan pun anda tetap cantik." Mr. Alabama melirik Kristin yang mengulas senyum.

"Benarkah? Terimakasih, Mr. Alabama, aku sangat tersanjung." Lunna menatap Kristin lekat-lekat, mereka berbicara melalui mata batin.

'Kau berhutang padaku, Lunna!'

'Hehe, terimakasih Managerku yang keren.'

"Mari, kita pergi ke restaurant, aku sudah membooking tempat, silahkan ajak juga MUA-mu juga bila perlu."

"Boleh kah?" tanya Lunna sumringah.

Sikap Mr. Alabama mirip sekali dengan Kakeknya, sudah lama dia tak berjumpa sang kakek. Kesibukan kakek dan dirinya, membuat mereka jarang bertemu, walaupun mereka satu pulau. Rasa rindu menjalar di relung hatinya sejenak. Belum lagi panggilan nama Lunna sama persis dengan panggilan Kakeknya.

Sudah tiga kali Mr. Alabama dan Lunna bertemu. Jumpa pertama Mr. Alabama ingin memanggil Lunna dengan sebutan Sugar. Katanya senyuman Lunna amat manis seperti gula.

Sudut bibir Mr. Alabama melengkung membentuk senyuman, lalu mengangguk perlahan.

*

*

*

Siang menjelang sore, hiruk pikuk masih terdengar di sudut-sudut Kota Los Angeles. Sebagian manusia rehat sejenak dari aktivitas kerjanya. Tak terkecuali Jack Harlow, dia baru saja tiba subuh tadi dari Jepang. Paginya dia langsung berjilbaku ke salah satu bangunan miliknya, Sugar Entertainmant.

Lantai sepuluh

[Ruang CEO]

Jack duduk termenung di kursi kebesarannya, menghadap kaca raksasa di belakang meja kerja. Kedua matanya melihat kendaraan roda empat lalu lalang di bawah. Pekerjaan belum selesai, kini pria itu beristirahat sesaat. Matanya tak bergeming dari kaca pembatas. Rasa sesal masih ada di relung hatinya, hari ini suasana hatinya amat tak baik. Entah, karena apa, mungkin karena ulah wanita tadi. Yang mengusik ketenangan ular belutnya di bawah sana.

Terdengar ketukan pintu bergema di gendang telinga Jack. Dengan sigap, ia memutar kursi.

"Masuk!" Jack berseru cukup nyaring.

Yuri melangkah perlahan, mendekati meja kerja Jack. Kemudian membungkukkan badan sedikit. I-pad keluaran terbaru dibanderol dengan harga puluhan juta' bertengker di tangan kanannya.

Jack menatap datar Yuri, sambil menopang dagunya.

"Bagaimana kau sudah menemukan siapa wanita tadi?"

"Wanita yang Tuan Jack maksud, Lunna A, artis berbakat di agensi ini Tuan." Yuri menjelaskan dengan senyuman merekah bagai kelopak bunga yang baru mekar

Satu alis Jack terangkat. "Kau fansnya?"

Lantas Yuri tak lansung menjawab. Dia menggaruk kepalanya sesaat.

"Lanjut!" Jack mengubah posisi duduk dengan menyandarkan punggung ke kursi.

Yuri mulai membasahi bibirnya, sebab informasi yang dia dapatkan membuatnya sedikit tercengang. Rasa kagum semakin bertambah di hati Yuri. Dengan sigap Yuri menyentuh touchscreen dengan pen i-pad.

Melirik Jack sekilas, Yuri menarik nafas pelan, lalu berkata," Lunna A, lahir di Los Angeles, usia 30 tahun, lulusan terakhir S-1 di University of Art Helsinki, Finlandia, meraih peringkat cum-laude 4. Makanan kesukaan semur jengkol, hobi ti-"

"Stop! Bacakan yang penting saja! Tempat tinggal, nomor rumah, nama pacar, nomor sepatu, atau apa pun itu!" potong Jack jenggah kala melihat pancaran mata Yuri tersirat kekaguman mendalam.

Yuri menelan saliva pelan. Beruntung dia sudah terbiasa dengan perangai Jack. Ia menghela nafas lagi.

"Tinggal di apartment Luivitton seorang diri, mantan pacarnya banyak Tuan, apa Yuri harus sebutkan?"

"Tidak usah!"

"Yuri tak menyangka ternyata nama Lunna A, Lunna Andersean," gumamnya pelan, saat melihat nama panjang Lunna.

"Kau bilang apa tadi? Ulang!" Jack mendengar Yuri bergumam kecil menyebutkan nama belakang Andersean.

"Mantan pacar Lun-"

"Bukan!" Jack mulai berang, Yuri semakin hari semakin membuatnya habis kesabaran.

"Nama panjangnya!?" Jack beranjak, berkacak pinggang.

Yuri hanya ber oh ria, kemudian berkata,"Nama panjang Lunna Andersean, cucu Wali Kota Simon Andersean."

"Yuri bingung kenapa Lunna menyembunyikan identitasnya kalau dia cucu pak Wali Kota, ya." Yuri bergumam lagi.

"Andersean!"

Pikiran Jack menerawang pada kejadian tragis beberapa tahun silam. Rasa dendam dan benci melebur menjadi satu membentuk kobaran api dihatinya. Kejadian yang tak bisa dilupakan seumur hidupnya, begitu membekas dan tak akan pernah pudar. Seketika rahang Jack mengeras, kedua matanya berkilat menyala. Satu tangannya terulur mengambil sebilah pisau di meja, dan melempar di atas kepala Yuri, hingga pisau tertancap di dinding tembok' di ujung sana.

Yuri mematung di tempat, tatkala mendapatkan serangan mendadak. Dahinya berkerut melihat Jack murka saat mendengar nama Andersean.

"Lunna Andersean!" Jack memekik nyaring bagai orang yang kerasukan. Nafasnya memburu, menahan gejolak amarah.

Yuri tergugu melihat Jack seperti iblis pencabut nyawa. Entah mengapa, perasaannya tidak enak.

"Yuri!"

"Iya." Yuri menjawab singkat sambil membungkuk.

"Kemari!" Jack merubah ekspresi wajahnya, seringai tipis terukir jelas.

Lantas Yuri menghampiri Jack, dan berdiri di samping meja.

"Ada apa Tuan?" tanyanya hati-hati, sekaligus waspada.

Jack mendekatkan bibir di daun telinga Yuri, lalu berbisik pelan.

"Kau mengerti?" Jack bertanya sambil tersenyum penuh arti.

Bagai anak kecil, Yuri mengangguk patuh. Pria berwajah oriental Asia itu melangkah keluar dari ruangan.

Selepas kepergian Yuri, Jack menarik nafas kasar. Lalu berjalan kembali menghadap kaca raksasa. Tangannya, ia masukkan ke dalam saku celana.

"Sekian lama, akhirnya aku menemukan salah satu keluarga Andersean!"

Jack tersenyum penuh arti. Mengambil ponsel yang tersimpan di saku, menggeser layar lcd perlahan.

*

*

Di lain tempat.

Seorang pria bertubuh kekar, duduk di sofa berwarna coklat. Kepalanya bersender di sofa. Nampak asap mengepul ke udara, kedua matanya terpejam sembari menghirup cerutu yang terselip di jari telunjuk dan jari tengah. Alunan musik klasik dari gesekan piring, membuatnya semakin terbuai.

Dering handphone, berbunyi. Dengan perlahan kelopak mata hitam legam itu terbuka. Dia melirik sekilas benda pipih di atas meja. Merubah posisi badan, lalu menyambar cepat.

"Hallo," sapanya terlebih dahulu.

 

----------------

"Benar kah? Lakukan saja! Biarkan keluarga Andersean hancur!"

Panggilan terputus.

"Hahahaha!" Tawa menggelegar memenuhi seluruh penjuru ruangan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!