NovelToon NovelToon

Sistem Uji Nyali? Siapa Takut!

Prolog

Krik Krik Krik Krik

Di tengah kegelapan malam, sekelompok pemuda dan pemudi menyelinap masuk ke sebuah komplek sekolah. Di tengah kompleks tersebut, berdiri sebuah gedung bertingkat 6, dengan lantai 6 sebagai atap gedung. Gedung tersebut bukanlah gedung terbengkalai, namun gedung sekolah yang masih aktif hingga saat ini. Dengan berbekal lampu senter, kelompok tersebut berjalan melewati lapangan sepak bola yang terletak di belakang komplek sekolah tersebut.

“Yakin nih kita masuk ke sekolah malam-malam gini?” ucap seorang wanita muda berbaju ketat sambil merangkul lengan pria di sampingnya.

Melihat teman wanitanya, pria muda bertindik di kupingnya mulai menyombongkan diri, “HUUMM, selama ada aku, setan pun bakal lari terbirit-birit!” sambil melempar rokok di tangannya.

“Hush, pamali ngomong kayak gitu, kalau ketemu setan beneran gimana, Ris?” sahut pria bertubuh agak tambun di belakang Fariz dan Vera. Di samping pria tersebut, ada 3 orang pria muda lainnya menggunakan jaket klub basket SMA Avernus.

“Dasar penakut loe, baru sampai di depan pintu saja sudah pucat gitu, hahahaha”

“Jangan badan besar doang, tapi hati Hello Kitty, hahahaha”

Risky hanya bisa menunduk malu atas ejekan Dimas dan Tio. Sebenarnya, Risky tidak mau mengikuti uji nyali bersama teman satu klub basket, namun Fariz, kapten dari tim basket Avernus mengancam Risky untuk mencoret namanya dari tim utama. Karena Risky masuk ke SMA Avernus melalui rekomendasi prestasi di bidang olahraga, mau tidak mau Risky harus tetap berada di tim utama, jika tidak beasiswanya akan dicabut.

Dipimpin oleh Fariz dan Vera, mereka berenam masuk ke dalam gedung berlantai 6 yang merupakan pusat kegiatan belajar mengajar melalui pintu belakang. Ketika mereka masuk, hawa dingin menusuk tulang mulai terasa. Di depan pintu, terdapat tangga darurat menuju lantai 2.

“Dingin sekali di sini.” keluh Vera sambil memeluk erat lengan Fariz.

“Nanti pulang kita buat yang anget-anget, hehehe…”

“Ihh~, dasar genit”

Melihat Fariz dan Vera bermesraan di depannya, ’Ya Tuhan, selamatkan hamba-Mu yang jomblo ini dari neraka dunia.’ gumam Risky dalam hati.

Ting Ting Ting Ting Ting Ting Ting

Suara alunan musik piano Beethoven - Für Elise menggema di koridor lantai 1 sekolah. Alunan melodi tersebut terdengar indah, namun juga terdengar creepy. Alunan melodi tersebut membuat Fariz gemetaran.

”AAAAHHHHH~ ...” teriak Fariz sambil berlari meninggalkan teman-temannya.

“Fariz, tunggu! Jangan tinggalkan aku!!!” teriak Vera sambil mengejar Fariz.

‘Sial, katanya setan bakal lari jika melihatmu, tapi kenapa malah kamu yang lari duluan! Benar-benar sialan!’ keluh Risky sambil berlari mengikuti Fariz.

Dimas dan Tio yang terlambat bereaksi masih berdiri di tempat yang sama. Mereka saling bertatapan dan bingung atas apa yang terjadi.

“Dim, apa kita perlu mengikuti mereka?”

“Mau bagaimana lagi, jika kita tidak mengikuti Fariz, bisa-bisa besok kita dicoret dari tim utama. Padahal suara piano dari ruang musik bisa saja anggota klub musik yang sedang berlatih sampai malam, lagian ini juga baru jam 9 malam, wajar kalau ada yang masih berlatih. Dan juga, aku sama sekali nggak percaya sama yang namanya hantu.”

“Iya juga sih … Tapi bukannya ada larangan untuk masuk ke gedung sekolah di atas jam 9 malam ya? Bagaimana menurutmu Yohan?”

“...”

“Yohan?“

“...”

Dimas dan Tio menengok ke belakang karena Yohan tidak menjawab pertanyaan Tio. Tapi, saat mereka menengok ke belakang, Yohan tidak ada.

“Lho, Yohan ke mana? Apa dia ikut lari?”

“Nggak mungkin, aku nggak lihat dia lari.” ucap Tio sembari berpikir.

“Apa dia pergi ke arah ruang musik? Ruang musik kan berlawanan arah dengan tangga belakang. Mungkin dia penasaran dengan asal suara musik ini.”

“Bisa jadi. Ngomong-ngomong suara musik ini agak creepy juga ya kalau dimainkan di malam hari. Kayak musik di film-film horor.” singgung Tio atas alunan piano Beethoven - Für Elise yang terus berulang tanpa henti sejak tadi.

“Lupakan Yohan, ayo kita susul Fariz ke atas.” usul Dimas.

“Ok”

Mereka berdua pun akhirnya memutuskan untuk meninggalkan Yohan dan memilih mengejar Fariz.

......................

“Haaah … haaah ... haaah …”

Risky terus mengejar Fariz sampai akhirnya Fariz berhenti di depan kamar mandi wanita lantai 4 dengan nafas yang tersengal-sengal.

“Tunggu, haaah … haaah …” Suara Vera terdengar dari belakang Risky. Walau tubuh Risky sedikit tambun, namun dia adalah anggota tim utama klub basket SMA Avernus, jadi wajar jika ia memiliki stamina dan kecepatan yang lebih baik dari Vera yang hanya manajer tim basket.

Rasa lelah berlebih membuat Vera emosi dan membentak Fariz. “Fariz, apa maksud semua ini !?  Kenapa kamu tiba-tiba lari !? Sebelum kesini kamu juga sudah janji kan kalau kamu akan melindungiku, TAPI MANA BUKTINYA!?”.

Plakk

Cap merah lima jari membekas pada pipi kiri Fariz. Fariz terkejut atas tindakan Vera. Ia pun balas menampar Vera. ”DIAM, DASAR PELACUR!”

“Apa kamu bilang!?”

“Aku bilang diam dasar PE-LA-CUR, jelas!? Dasar, sudah pelacur, budheg pula!”

Mendengar hinaan Fariz, Vera emosi dan menampar Fariz lagi, namun tangan Vera berhasil ditangkap Fariz. ”Brengsek, lepaskan aku!!!”

“Kamu kira aku tidak tahu apa, kamu tidur dengan pak Effendi kan!? Demi mendapatkan posisi sebagai manajer tim, kamu rela tidur dengan pelatih kami, apa namanya itu kalau bukan pelacur!”

“Ap– nggak, itu berita hoax! Aku cuma tidur denganmu saja, sumpah!” bela Vera dengan nada panik.

‘Apa! Vera tidur dengan pak Effendi? Ini berita besar!’ Teriak Risky dalam hati. Ia pun sangat bersemangat mendengar skandal seperti ini. ‘Tukang Gosip’, itulah sebutan Risky di klub basket. Risky sebenarnya sudah curiga jika pak Effendi dan Vera memiliki hubungan khusus, namun ia tidak menyangka bahwa hubungan mereka sudah sampai sejauh itu. Apalagi Vera terkenal sebagai salah satu pacar Fariz.

“Lalu anak siapa yang kamu gugur kan 3 bulan yang lalu?”

“Ba– Bagaimana kamu tahu?” Tanya Vera dengan ekspresi terkejut.

“Tentu saja aku tahu. Jangan lupa aku adalah kapten tim basket, pengaruhku cukup kuat di sekolah ini!”

“Tapi itu bisa saja anakmu kan? Itu nggak bisa dijadikan bukti bahwa anak yang aku gugurkan bukan anakmu!”

“Dari perkataanmu, kamu sendiri ragu bahwa itu anakku, HUUM!”

“Hei, tunggu … Kalian dengar suara itu?”

“Risky, jangan ikut campur masalah kami, diam di situ atau aku coret namamu dari tim!”

“Ta-ta-tapi, aku benar-benar mendengar sesuatu, se-seperti suara tangisan!”

“Haahh! Aku tidak de–”

“Hiks Hiks ...”

Suara isak tangis membuat Fariz berhenti berbicara. Risky pun langsung merinding ketakutan setelah mengkonfirmasi bahwa itu bukan halusinasinya saja. Mereka bertiga mencari asal suara itu, dan mata mereka sama-sama tertuju pada kamar mandi wanita.

“...”

“...”

“...”

“Ri-Risky, gimana kalau kamu memeriksa asal suara tersebut.”

“Nggak nggak nggak nggak …” ucap Risky sambil menggelengkan kepalanya dengan cepat.

Tiba-tiba saja, pintu bilik paling ujung kamar mandi terbuka secara perlahan. Sesosok wanita berpakaian putih keluar dari bilik tersebut. Wajah wanita tersebut tertutup oleh rambutnya yang menjuntai ke bawah.

“Hiks Hiks …”

Suara tangisan terus terdengar dari arah sosok tersebut.

Saat Vera dan Risky masih tercengang dengan penampakan tersebut, Fariz sudah lari duluan menuju tangga yang lokasinya berhadapan dengan kamar mandi.

“Fariz tunggu!!!” teriak Vera sambil mengejar Fariz bersama dengan Risky.

Ketika Fariz menuruni tangga, muncul seorang laki-laki bertubuh atletis menaiki anak tangga. Fariz pun menabrak laki-laki tersebut karena ketakutannya.

Jleeb

Tanpa disadari, sebuah pisau menancap di perut Fariz. Fariz menatap laki-laki tersebut dengan ekspresi terkejut. “Yo-Yohan, kenapa?”

Yohan hanya terdiam sambil tersenyum lebar bagaikan seorang psikopat.

Dari belakang Fariz, Vera dan Risky berlari menuruni tangga untuk mengejar Fariz. Mereka berdua berhenti ketika melihat tampak belakang Fariz yang bersandar pada tubuh Yohan.

Dengan wajah kesal bercampur lelah, Vera mendekati Fariz yang masih bersandar pada Yohan. Yohan mencabut pisau yang menusuk Fariz dan mendorong tubuh Fariz pada Vera. Tetes demi tetes darah jatuh dari ujung pisau penuh darah di tangan Yohan.

Tubuh Vera terjatuh menerima tubuh Fariz yang tinggi. Ketika Vera mencoba bangun, Vera merasa tangannya sedikit basah setelah memegang perut Fariz.

“Yohan!!!” teriak Vera penuh emosi pada Yohan. Namun, amarah Vera perlahan berubah menjadi rasa takut melihat Yohan tersenyum sinis sembari memegang sebilah pisau penuh darah. Seketika itu juga, Yohan menggorok leher Vera hingga kepala Vera terputus.

Melihat kejadian ini, Risky jatuh terduduk di tangga. Terlihat celana Risky sedikit basah.

”Yo-Yo-Yohan, jangan bunuh aku.” pinta Risky berlinang air mata.

“Tenang, tenang, tenang … aku punya rencana lain untukmu.” balas Yohan dengan senyum lebarnya.

......................

“Kamu dengar suara tadi? Sepertinya suara Vera.”

“Kayaknya dari lantai 4 deh.”

“Ayo kita ke sana, sepertinya Yohan sedang bertengkar dengan Vera.” Ajak Dimas

Mereka berdua bergegas menaiki tangga menuju lantai 4. Namun, ketika sampai di lantai 3, Dimas tidak sengaja menginjak sesuatu dan membuatnya terpeleset.

“Aduh …”

“Dim, kamu nggak apa-apa?” tanya Tio sambil membantu Dimas berdiri.

“Iya nggak apa-apa, sepertinya aku menginjak sesua–”

“Kamu menginjak apa Dim?” Melihat ekspresi ketakutan Dimas, Tio penasaran dan melihat ke lokasi pandangan Dimas jatuh.”I-I-Itu!!!!”

““Arghhhh~””

Mereka berdua pun berlari ketakutan menuruni tangga setelah melihat sebuah benda bulat yang tak lain adalah kepala Vera. Terlihat bagaimana darah masih terus menetes dari pangkal lehernya disertai mata Vera terbuka yang masih terbuka lebar seakan menunjukkan ekspresi shock.

“Haahh … haahh ... haahh … Dim, apa yang terjadi sebenarnya? Kenapa ada kepala Vera tergeletak di lantai?” tanya Tio setelah mereka kelelahan dan berhenti di bawah sebuah pohon beringin tua yang ada di halaman belakang gedung SMA Avernus.

“Aku juga nggak tahu apa yang terjadi, kemungkinan Fariz membunuhnya! Haahh … haahh …”

“Ti-tidak mungkin ! Kenapa Fariz melakukan itu, mereka kan pacaran?”

“Apa kamu nggak dengar gosipnya? Kalau Pak Effendi dan Vera menjalin hubungan khusus.”

“Bukannya itu hoax?”

“Jika melihat Vera seperti ini, sepertinya gosip itu benar. Dan karena kita telah melihat saat terakhir Vera pergi mengejar Fariz saat Vera masih hidup kemungkinan kita juga akan dibunuh!”

“Terus gimana ini Dim, ayo cepet kabur!”

“Ayo!”

Belum sempat berlari, tiba-tiba akar gantung dari pohon beringin tersebut bergerak dan melilit leher Dimas dan Tio.

“Hihihihihihihihihihi …”

Sosok wanita bergaun putih terlihat tertawa dari atas pohon beringin melihat Dimas dan Tio menderita.

......................

“Hooaa Mmmmwah, sepertinya aku ketiduran, moga-moga aja nggak ketahuan Pak Bos.” Gumam Solikin sambil menggaruk-garuk kepala. Solikin adalah Satpam SMA Avernus yang kebetulan mendapat giliran jaga malam hari itu.

Teng~ Teng~ Teng~

Suara jam dinding bergema 3 kali seakan memberitahu bahwa sekarang waktu telah menunjukkan pukul 03.00 WIB dini hari.

‘Sepertinya sudah saatnya aku berpatroli’

Solikin pun mulai berpatroli mengelilingi halaman sekolah. Ketika ia menuju halaman belakang sekolah, ia menyenteri pohon beringin.

“Hiii~ Mayat!!!!”

......................

Titititit Titititit Titititit

Suara alarm menggema di kamar berukuran 3x3 meter tersebut. Seorang remaja berusia 15 tahun terbangun dan mematikan jam wekernya. Melihat kalender di dinding, Rian bergumam, ‘Nggak terasa sudah setahun sejak kedua orang tuaku menghilang. Mulai hari ini aku juga mulai memasuki masa SMA ku.’

Rian pun bergegas untuk mandi dan bersiap-siap untuk hari pertamanya masuk SMA. ‘Aku berharap semuanya lancar dan aku bisa mendapatkan teman di hari pertamaku ini.’

Ketika Rian akan berangkat, Rian menemukan sepucuk surat di depan pintu rumahnya. ‘Pasti surat tagihan lagi. Kali ini tagihan apa lagi ya. Hmmm, coba aku baca, jika tidak segera melunasi dalam jangka waktu 3 Bulan, maka Rumah akan …’

“DISITA!”

Teriakan Rian menandai dimulainya hari pertamanya masuk SMA.

Hari Pertama

“Kenapa hari pertama masuk SMA ku harus seperti INI!? Arghhhh~” teriak Rian sambil mengacak-acak rambutnya di depan gerbang SMA Avernus.

“Hei, apa orang itu nggak apa-apa?”

“Sepertinya orang stres.”

“Ayo jangan dekat-dekat, nanti ketularan stres juga.”

Mendengar bisikan para murid lainnya, membuat Rian tersadar bahwa ia sekarang berdiri di depan gerbang sekolahnya. “~Ugh” wajah Rian pun memerah seketika.

“Emmm, kamu nggak apa-apa?”

Dari belakang Rian, berdiri seorang cewek yang juga menggunakan seragam SMA Avernus. Rambut panjangnya terlihat melambai terkena  angin sepoi-sepoi membuatnya terlihat elegan. Ditambah lagi dengan wajahnya yang kebule-bulean, membuat Rian semakin terpesona.

‘Cantik sekali.’ pikir Rian.

Melihat Rian melamun, wanita tersebut mendekatkan wajahnya hingga berjarak 1 cm saja dari hidung Rian. ”Kelihatannya nggak panas.” ujar wanita berkulit kuning langsat tersebut sambil memegang dahi Rian.

“Walau nggak demam tapi wajahmu merah sekali. Mau kuantar ke UKS?”

“E-ee-ee … ng-nggak perlu, aku nggak sakit kok, nih lihat ...” tunjuk Rian sambil berpose ala binaraga, namun tidak terlihat otot sama sekali di lengannya.

“Syukurlah… Aku kira kamu sedang sakit, apa lagi tadi kamu sempat berteriak-teriak tidak jelas, lalu disusul wajahmu yang memerah. Biasanya orang demam suka mengigau.”

“Alena, ayo cepat ke kelas, jangan hiraukan cowok itu!”

Mendengar ada seseorang yang memanggilnya, Alena menoleh ke sampingnya. Di sana ada seorang cewek berseragam SMA Avernus dengan rambutnya yang dikuncir dua. Cewek itu menarik tangan Alena, memaksanya untuk segera menjauhi Rian.

“Tapi Tika–”

“Sudahlah ayo cepat!”

Alena pun menoleh pada Rian dan memberi gesture permintaan maaf sambil tangannya ditarik oleh Tika. Rian hanya bisa tersenyum kecut melihat Alena pergi, ’bahkan temannya pun menganggap ku aneh, haaahh~’. Menyadari blunder yang dia lakukan di hari pertamanya sekolah, Rian semakin depresi.

“Ri~an …” Dari belakang Rian, seorang cewek menutup kedua mata Rian.

“Hayoo~ ... tebak ini siapa?”

“Suara ini … Livia?”

“Ting Tong, betul sekali, yayy …” jawab cewek berambut sebahu tersebut sambil memeluk Rian dari belakang. Wajah orientalnya yang cantik dan kulitnya yang putih membuat cowok-cowok di sekitar gerbang sekolah iri pada Rian.

"Kamu juga sekolah di sini? Aku kira kamu masuk SMA Negeri 5, dengan nilai Ujian Nasional mu, seharusnya sudah cukup untuk masuk sana."

"Lhoo, bukannya aku sudah bilang ya, kalau aku juga masuk SMA Avernus supaya bisa bareng lagi?"

" Haaah~? Kapan?"

"Itu loh waktu jam istirahat di kelas, setelah pengumuman kalau kamu dapat beasiswa masuk ke SMA Avernus. Kalau nggak salah kamu sedang bergumam nggak jelas dan sangat mengkhawatirkan. Makanya aku nggak tega ninggalin sahabatku yang cupu ini."

"Urghhh" Rian pun samar-samar mengingat kejadian itu. Saat itu Rian sedang bingung dengan hutang peninggalan orang tuanya yang menumpuk. Bahkan saat Pak Irham, Wali Kelas 9-A sedang mengumumkan siapa saja penerima beasiswa SMA Avernus di kelas, Rian tidak mendengarkannya. Rian bahkan baru mengetahui dirinya diterima dan mendapat beasiswa setelah Pak Irham meminta dokumen persyaratan untuk masuk salah satu SMA terbaik di Surabaya itu.

“Ehmm Ehmm … Tolong jangan lupakan kita berdua ya.” Di sisi Livia, ada dua orang siswa yang tampaknya sudah berada di sana sejak awal Livia menutup mata Rian.

“Iya nih, pagi-pagi sudah mesra-mesraan aja.”

“Lho, Adi? Guntur? Kalian juga masuk Avernus? Dan juga, aku nggak lagi mesra-mesraan ini! Aku dan Livia cuma teman masa kecil aja.”

“Haah~, sabar ya Livia.” ucap Guntur sambil menepuk-nepuk punggung Livia. Siswa bertubuh gemuk itu sudah sering melihat ketidakpekaan Rian sejak SMP.

“Iya, yang sabar ya …” Adi pun hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat Rian dan Livia.

“By the way kalian masuk kelas mana? Aku baru mendapat SMS pagi ini kalau aku masuk kelas X-6” Tanya Livia.

“Kami juga X-6” Jawab Guntur sambil merangkul Adi.

“Kalau kamu Rian?”

Rian menggaruk-garuk kepalanya sambil tersipu malu. “Ponselku sudah kujual kemarin untuk biaya makan bulan ini. Jadi aku nggak tahu aku masuk kelas mana, hehehe …”

Suasana yang tadinya gembira berubah menjadi gelap. Melihat hal itu, Livia berusaha mengalihkan pembicaraan. ”Ayo kita ke papan pengumuman itu, mungkin di sana ada pengumuman tentang pembagian kelas juga.”

Setelah melihat papan pengumuman, ternyata Rian juga masuk kelas X-6. Mereka berempat pun bergegas menuju kelas X-6 yang terletak di lantai 4. Sesampainya di sana, Rian melihat Alena duduk di samping Tika. Seketika itu juga, mood Rian berubah. Melihat perubahan mood Rian, Livia, Guntur, dan Adi menjadi bingung.

“Hei, Rian kenapa tuh?” Senggol Guntur pada Livia.

“Aku juga nggak tahu. Sudah lama juga aku nggak lihat ekspresi bahagia Rian. Sejak kedua orang tuanya menghilang, Rian selalu depresi, terkecuali saat Rian mendapatkan uang, senyumannya sedikit menakutkan saat itu.”

“Ah, betul juga. Saat menerima dana bantuan dari sekolah, senyum Rian sedikit creepy, seperti maniak.” Sambung Adi.

Tanpa mempedulikan tiga temannya yang secara terang-terangan menggosipkan Rian di depan mata kepala sendiri, Rian pun bergegas menghampiri Alena. “Hai”

Melihat yang menyapanya, “Oh, hai … kamu yang tadi sakit demam ya, bagaimana keadaanmu sekarang? Sudah baikan?”

“Terima kasih sebelumnya, tapi aku beneran nggak demam kok. Cuma–”

“Cuma Sakit Jiwa!” Potong Tika dengan ketus.

“Ehh, itu–”

“Tika, jangan begitu” Bela Alena.

Tiba-tiba saja, Livia menghampiri Tika dan mendorongnya.“Heh, apa maksudmu menyebut Rian sakit jiwa, HAAH!”

Tika yang terjatuh, balas mendorong Livia hingga jatuh. Mereka berdua pun saling adu jotos dan saling menarik rambut. Murid-murid lainnya pun langsung heboh dan berusaha melerai. Alena dan Rian masing-masing memegangi Tika dan Livia untuk menenangkan mereka berdua.

“Hei, ada apa ini kok ribut-ribut!” Seorang guru yang terlihat masih mudah masuk ke kelas. Melihat dua siswi sedang berkelahi di hari pertama sekolah, guru tersebut emosi. “Kalian berdua, ikut bapak ke ruang BK sekarang. Yang lainnya harap tenang dan tunggu bapak kembali!”

Dengan begitu, perkelahian antara Livia dan Tika berakhir. Mereka pun mengikuti Pak Guru menuju ruang BK yang ada di lantai 1.

......................

“Maaf ya atas kelakuan Tika. Tika sebenarnya tidak seperti ini. Entah kenapa sejak kakaknya menghilang, dia jadi selalu bad mood.” tunduk Alena.

“Menghilang?”

“Iya. Kakak Tika dulu adalah anggota tim Basket sekolah ini, bahkan dia masuk tim utama. Namun satu bulan yang lalu, kakaknya menghilang. Kakak Tika, Risky, diduga membunuh manajer, kapten, dan 2 anggota tim utama Basket Avernus. Sejak saat itu, Tika selalu dihina sebagai adik seorang pembunuh dan membuatnya menjadi sensitif.”

Menyadari alasan di balik sikap Tika, Rian, Guntur, dan Adi mulai sedikit bersimpati padanya. Namun, tetap saja hal itu tidak membuat mereka memaafkan perlakuannya pada Rian dan juga Livia. Setelah itu, mereka pun mulai berkenalan dan saling mengakrabkan diri. Rian pun berhasil menjelaskan pada Alena bahwa dia sedang ada masalah sehingga Rian bertingkah seperti itu pagi ini. Alena mencoba menanyakan apa masalah Rian, namun Rian hanya tersenyum diam tanpa sepatah kata pun. Guntur dan Adi yang baru tahu tentang kejadian pagi ini, hanya bisa tersenyum.

Adi dan Guntur adalah teman Rian sejak kelas 7 SMP, sehingga mereka tahu mengenai perubahan yang terjadi pada Rian sejak kedua Orang Tuanya menghilang. Rian yang awalnya adalah siswa paling cerdas, ceria dan mudah akrab dengan siapa pun, mendadak berubah menjadi pemurung, sering bergumam sendiri, bahkan kadang berteriak tidak jelas seakan sedang menyesali sesuatu. Dan ini diperparah dengan tidak fokusnya Rian dengan keadaan di sekitarnya saat sedang kumat.

Dari interaksi Rian dengan Alena, Rian berhasil bertukar nomor telepon dengan Alena. Namun sayang, Rian sudah tidak memiliki ponsel lagi. Hal ini membuatnya sedikit depresi.

Beberapa saat kemudian, Pak Guru muda dan tampan yang diketahui bernama Pak Arta, kembali ke kelas bersama Livia dan Tika. Pak Arta adalah Wali Kelas X-6 dan juga guru Bimbingan Konseling. Mereka berdua terlihat sudah saling berbaikan, namun jika teliti sedikit, terlihat ekspresi wajah Livia dan Tika seperti tidak natural, senyuman mereka terlihat palsu.

Setelah itu, Pak Arta mulai mengabsen satu persatu murid di kelas X-6, sekaligus menyuruh mereka untuk memperkenalkan diri di depan kelas. Karena jadwalnya sedikit mepet akibat perkelahian Livia dan Tika, Pak Arta hanya memperbolehkan pengenalan diri secara singkat dengan maksimal 2 menit per orang. Jadwal selanjutnya setelah perkenalan adalah keliling SMA Avernus dan memperkenalkan fasilitas-fasilitas yang ada. Tidak ada perpeloncoan dalam SMA Avernus. Jadi, masa orientasi sekolah hanya dilaksanakan dalam satu hari dan keesokan harinya langsung dilanjutkan kegiatan belajar mengajar yang menandakan dimulainya semester 1.

......................

"Haaahh, lelahnya masa orientasi hari ini." Keluh Rian sambil berbaring di kasurnya.

'Bagaimana ini, aku harus cari uang dari mana lagi? Aku cuma punya waktu 3 Bulan sebelum rumah ini disita.' Memikirkan hal itu, Rian pun beranjak dari tempat tidurnya dan mulai membongkar isi rumahnya, berharap menemukan benda berharga peninggalan orang tuanya yang bisa dijual.

Tidak menemukan benda berharga lainnya, Rian mulai lelah dan duduk di kursi ruang kerja Ayahnya. Saat memandang langit-langit ruang kerja Ayahnya, Rian melihat sebuah kumpulan lubang yang membentuk pola. Rian termenung melihat lubang-lubang itu. Sosok Rian yang cerdas telah bangkit kembali dari tidurnya, bagaikan roda gerigi yang dipenuhi sarang laba-laba mulai kembali bekerja dengan cepat.

"Hmm, lubang-lubang ini jika dihubungkan… ahhh, aku tahu !" Rian pun berdiri dari kursi dan mulai bergumam. 'Atik, Menkib, Mirfak, lalu kemudian Algol. Ini rasi bintang Perseus. Tapi apa maksud dari simbol ini. Dalam rasi bintang Perseus, yang terkenal adalah Mirfak dan Algol. Mirfak merupakan bintang paling terang dan melambangkan Siku. Sedangkan Algol adalah mata ular yang melambangkan kepala Medusa.'

Rian mulai berpikir sambil berjalan mengelilingi ruang kerja. Saat Rian melihat lemari rak buku Ayahnya, ia melihat sebuah buku dengan simbol tongkat dengan dua ular yang membelit tongkat tersebut. 'Lambang kedokteran, ular… Tunggu!' kemudian Rian mengambil buku tersebut. Buku bersampul tebal tersebut ternyata bukanlah buku tentang kedokteran, melainkan buku mengenai mitologi dari salah satu dewa Yunani, Hermes.

Saat membaca buku tersebut, Rian merasakan ada sesuatu yang menonjol pada cover buku tersebut. Rian pun merobek cover buku tersebut dan menemukan sebuah kartu. Dalam kartu tersebut terpampang foto ayahnya dan data diri seperti layaknya Kartu Tanda Penduduk (KTP). Yang membedakan adalah di balik kartu tersebut, ada simbol tongkat dengan dua ular yang membelit tongkat tersebut. 'Apa ini yang Ayah coba katakan dalam simbol rasi bintang Perseus? Tapi ini saja tidak cukup, pasti ada makna tersembunyi lainnya. Ayo pikir… Pikir lagi Rian, Pikir!'

Rian memandangi sekeliling ruang kerja Ayahnya. Saat ia melihat lampu hias berbentuk persegi, mata Rian terbelak. 'Mirfak!'

Rian secara reflek menempelkan kartu tersebut pada bagian tengah lampu hias tersebut. Lampu hias tersebut berbentuk seperti bingkai lukisan dengan lampu yang berbentuk bingkai dan bagian tengah kosong.

Tiiit

Lampu hias tersebut mulai bergerak. Ternyata lampu hias tersebut merupakan pintu brankas yang ditanamkan dalam tembok. Dalam brankas tersebut, terdapat sebuah ponsel berwarna hitam dengan simbol unik dan sepucuk kertas. Rian kemudian membaca isi kertas tersebut. 'Jangan pernah nyalakan ponsel itu? Apa maksud isi pesan ini, tulisannya pun huruf kapital semua, yang artinya ini benar-benar penting. Dan aku yakin ini adalah tulisan tangan Ayahku.'

Rian memegang ponsel misterius itu. Saat melihat bagian belakang ponsel tersebut, samar-samar Rian melihat berbagai simbol aneh yang membentuk pola abstrak. Namun simbol tersebut tidak terlalu jelas, jika tidak melihat secara dekat, simbol-simbol tersebut tidak akan terlihat. Entah mengapa, saat Rian melihat simbol tersebut, dalam benak Rian muncul rasa penasaran yang kuat seakan memerintahkan Rian untuk menyalakan ponsel tersebut. Tidak kuat menahan rasa penasaran, Rian pun menyalakan ponsel tersebut.

Saat menyalakannya muncul simbol tongkat dengan dua ular yang melilitnya. 'Simbol ini lagi?'

Lalu pada layar ponsel tersebut, muncul proses pengunduhan sebuah aplikasi dan menginstalnya. Setelah proses instal selesai, tiba-tiba muncul sebuah layar transparan di depan Rian bertuliskan Sistem Uji Nyali. Layar tersebut benar-benar muncul di depan mata Rian, namun bukan pada layar ponsel, melainkan melayang di depan Rian.

Ding

[Proses pengikatan dan instalasi telah selesai. Selamat kepada Host telah menerima Sistem Uji Nyali]

Tantangan Cermin

Ding

[Proses pengikatan dan instalasi telah selesai. Selamat kepada Host telah menerima Sistem Uji Nyali]

Mendengar suara seperti robot dan juga layar transparan yang melayang di depannya, Rian mulai meragukan kewarasannya. "Uh, sepertinya aku terlalu lelah karena kegiatan di sekolah tadi, sampai aku berhalusinasi seperti ini."

[Host, anda tidak sedang berhalusinasi]

Tiba - tiba saja, kepala Rian sakit, seakan mau pecah. "Arghhh, apa yang terjadi, kenapa kepalaku sakit sekali."

[Host, sistem berusaha membuktikan bahwa sistem ini bukanlah halusinasi dengan mengaktifkan mode hukuman. Mode ini membuat otak bergejolak sehingga menimbulkan rasa sakit]

"Ok-ok-ok, aku percaya… Tolong hentikan!"

Seketika itu juga rasa sakit kepala Rian berhenti. "Hah ... Hah ... Hah … kamu ini sebenarnya apa? Kenapa bisa melakukan seperti ini?"

[Saya adalah Sistem Uji Nyali, di mana sistem akan memberikan misi yang sangat menguji nyali Host dan juga hadiah. Setiap Host menyelesaikan misi, Host akan mendapatkan hadiah, mulai dari hadiah berupa harta materi seperti uang, mobil mewah, rumah mewah, sampai hadiah berupa kemampuan khusus yang membuat Host menjadi manusia super, aksesoris terkutuk, serta senjata terkutuk. Dan ada juga hadiah spesial berupa #@#@# #@#@ #@#@]

"Apa yang terjadi, kenapa tiba-tiba suaramu seperti radio rusak?]

[Host tidak memiliki hak akses]

'Tidak memiliki akses? Artinya tingkatan ku masih rendah. Pasti ada cara di mana hak akses ku bisa dinaikkan.'

Ding

[Paket pemula telah diinisiasi. Host dimohon untuk mengeceknya]

Pada layar Sistem, terdapat tombol Misi, Kemampuan, Gacha, Toko, dan Kantong. Pada awalnya semua tombol tersebut berwarna abu-abu dan tidak bisa di tekan. Namun setelah Sistem Uji Nyali menginisiasi paket pemula, tombol Misi menyala dan tidak berwarna abu - abu lagi. Rian langsung menekan tombol Misi tersebut.

______________________________________________________________________

Halaman Misi

- Misi : Tantangan Cermin (Pemula)

*Tingkat Kesulitan : Easy

*Hadiah : 10 poin, Terbukanya fitur Gacha dan Kantong

*Batas Waktu : ~

*Status Penyelesaian : 0%

*Deskripsi :

Host harus mengucapkan namanya sendiri 3x di depan cermin dalam kamar mandi pukul 03.04 WIB dini hari dengan berbekal penerangan sebuah lilin.

*Catatan :

Jangan lupa kunci pintunya. Sekali memulai tantangan permainan ini, jangan pernah berhenti dan meninggalkan tantangan ini di tengah-tengah permainan.

- Terkunci

- Terkunci

______________________________________________________________________

"Sistem, hadiah poin ini digunakan untuk apa?"

[Poin bisa digunakan untuk mengaktifkan fitur Gacha. Satu kali Gacha membutuhkan 20 poin. Dari Gacha, Host bisa mendapatkan hadiah secara acak, tergantung dari keberuntungan Host]

"Berarti setiap misi pasti akan mendapatkan hadiah 10 poin?"

[Tidak, setiap misi memberikan hadiah yang berbeda - beda. Tergantung dari tingkat kesulitan dan juga tingkat penyelesaiannya. Selain poin, ada juga misi yang memberikan hadiah berupa harta materi. Teknik, aksesoris, dan senjata dapat dibeli menggunakan poin melalui Toko.  Untuk kemampuan khusus hanya bisa didapat melalui Gacha]

Mendengar bahwa akan ada misi yang berhadiah harta materi, Rian langsung bersemangat. Karena dengan cara itu, ia bisa membayar hutang agar rumahnya tidak disita. Untuk sementara tidak masalah hadiahnya cuma poin, karena bagi Rian ini baru misi tutorial saja, belum misi yang sebenarnya.

Tiba - tiba saja Rian mendapat ide. "Kalau tantangan cermin ini aku jadikan konten di platform sharing video TeckTock, sepertinya bakal viral. Dan aku juga bisa mendapat uang dari penonton ! Setali tiga uang, dengan menjalankan misi, selain bisa buat bahan konten TeckTock,  juga dapat hadiah dari sistem."

Rian pun teringat bahwa ponselnya telah ia jual. Bingung harus bagaimana, mata Rian tertuju pada ponsel yang digenggamnya. "Pakai ini bisa nggak ya? Dan sepertinya basis OS-nya menggunakan android."

Rian segera memasukkan kartu provider ponsel miliknya dan men-download aplikasi TeckTock dari Playstore. Ia pun membuat akun TeckTock baru dan membuat video pengumuman bahwa Rian akan melakukan tantangan cermin secara Live. Tidak banyak yang menonton video pengumuman Rian, apalagi follower Rian masih 0. Terlebih lagi, video - video yang trending kebanyakan berisi video cewek - cewek cantik berpakaian seksi dan cowok - cowok ganteng yang pamer kekayaan. Ada juga yang konten pendidikan dan komedi, namun jumlahnya tidak banyak.

Waktu menunjukkan pukul 22.13 malam, Rian memutuskan untuk tidur terlebih dahulu dan menyalakan alarm pukul 02.30 pagi. Sebelum tidur, tidak lupa Rian menerima misi tantangan cermin terlebih dahulu.

......................

Titititit Titititit Titititit

Waktu telah menunjukkan pukul 02.30 pagi. Rian segera bangun dan mempersiapkan Live Broadcast pertamanya.

"Halo guys, perkenalkan aku Rian dan hari ini aku akan melakukan permainan tantangan cermin. Jika kamu suka video ini, segera like dan follow channel TeckTock ini."

"Seperti yang aku jelasin di video pengumuman sebelumnya, tantangan ini mengharuskan pemain untuk menyalakan lilin di depan cermin kamar mandi, tentu lampu kamar mandi harus mati. Lalu tepat jam 3 lebih 4 menit, pemain harus menyebut nama pemain sebanyak 3x."

Perlahan, jumlah penonton Live Stream Rian mulai naik. Yang tadinya 0, mulai naik perlahan naik menjadi 12, 20, hingga kemudian berhenti di angka 41. Rian tidak terlalu kecewa dengan jumlah penonton yang masih sedikit. Sudah cukup bagus untuk TeckTocker pemula memiliki puluhan penonton di Live Broadcast pertamanya.

Dengan membawa ponselnya, Rian segera menuju kamar mandinya.

"Lihat nih Guys, aku sudah mematikan lampu dan menyiapkan lilin di depan cermin. Ingat ya Guys, ini bukan rekayasa Guys, semua yang terekam langsung dalam kamera adalah nyata tanpa editan. Oke, aku ubah dulu Guys mode kameranya menjadi mode malam agar permainan dapat terlihat lebih jelas."

Seketika, tayangan pada Live Broadcast berubah menjadi hitam putih. Awalnya Rian sempat ragu apakah ponsel ini bisa merekam di tempat yang gelap. Tapi ternyata ponsel hitam ini memiliki banyak fitur canggih termasuk mode malam yang sama dengan mode inframerah pada kamera biasa. Sementara itu dalam Chat Room, para penonton mulai berdiskusi.

#kucingpoi : ada yang pernah denger nggak tantangan ini ? Aku tahunya cuma tantangan Bloody Marry dan Boogyman.

*#waterfox : sama, aku juga baru denger. Makanya penasaran nih hasilnya bakal gimana. *

#bacotnumber1 : gue pernah denger mitos kalau kalau jam 12 malam sampai sebelum subuh itu hawa negatif lagi kuat - kuatnya. Coba loe sisiran malem - malem, katanya pas loe berhenti sisiran, bayangan di cermin tetap sisiran, padahal loe sudah berhenti. Ngeri nggak tuh.

#waterfox : #bacotnumber1 emang kamu udah pernah coba ?

#bacotnumber1 : belum, hehehe. Gue cuma denger aja dari podcastnya si Dika.

#kucingpoi : bacot aja lu … Ayo diem semuanya, udah mau dimulai nih tantangannya.

Tanpa mempedulikan chat yang sedang berlangsung, Rian mengunci pintu kamar mandi dan memulai tantangannya.

Secara perlahan Rian menyebut namanya. "Rian Morfran"

Seketika itu juga, api lilin mulai bergerak-gerak seakan ditiup angin. Suhu dingin menusuk tulang menyeruak dalam kamar mandi.

Deg Deg Deg Deg Deg Deg Deg Deg

"Hah… Hah… Hah.." Nafas Rian mulai tersengal-sengal mengikuti irama detak jantungnya. 'Tenang Rian, Tenang …'

"Rian Morfran"

BRAAK

"Tenang Rian, tenang … Aku mungkin sedang berhalusinasi mendengar suara pintu dipukul."

BRAAK BRAAK BRAAK BRAAK BRAAK

"Ini cuma halusinasi, ini cuma halusinasi, ini cuma halusinasi, ini cuma halusinasi …"

Rian terus mensugesti dirinya bahwa ini adalah halusinasi. Namun suara pukulan dari balik pintu terus terjadi tiada henti, bahkan suaranya semakin keras. Pegangan pintu juga bergerak naik turun dengan cepat, seakan ada seseorang yang ingin membuka pintu dengan paksa.

SKREEEEEEEEEEK

Kali ini suara cakaran melengking tajam terdengar dari balik pintu. Wajah Rian mulai terlihat sangat pucat seakan energinya semakin terkuras. Tetesan darah pun muncul dari hidungnya. Ia terlihat sangat lemah.

Deg Deg Deg Deg Deg Deg Deg Deg

"Hah … Hah … Hah ... Aku ... harus … menyelesaikan … TANTANGAN INI! RIAN MORFRAN!"

Seketika itu juga, suasana menjadi hening, tidak ada lagi suara pukulan dan cakaran pada pintu kamar mandi. Hati Rian mendadak menjadi tenang. Bayangan Rian yang terpantul pada cermin terlihat tersenyum damai, namun anehnya, tangan Rian dalam cermin melambai-lambai seakan mengajak Rian masuk ke dalam cermin. Rian yang terlena dengan ketenangan ini tanpa sadar mulai mendekatkan wajahnya ke permukaan cermin.

Bayangan Rian terus menerus melambaikan tangannya pada Rian. Saat wajah Rian berjarak beberapa mili dari permukaan cermin, senyum bayangan Rian berubah menjadi menakutkan.

"Allah Akbar Allah Akbar"

Suara Adzan Subuh membangunkan Rian dari kondisi tersebut. Rian pun langsung menjauhi cermin tersebut. Setelah itu, bayangan Rian pada cermin kembali normal.

"Hampir saja. Jika bukan karena mendengar suara Adzan dan sudah masuk waktu Subuh, mungkin nyawaku bisa melayang. Baru paket pemula aja sudah seberbahaya ini, bagaimana dengan misi lainnya?!"

Melihat bayangannya yang terpantul pada cermin, terlihat hidung Rian mengeluarkan darah. Rian baru sadar bahwa sejak tadi ia mimisan. Wajah pucat Rian juga sudah mulai berangsur normal.

Mengingat bahwa Rian masih melakukan Live Broadcast, Rian bergegas mengambil ponselnya yang ia letakkan di atas meja wastafel. Di dalam Chat Room, terlihat para penonton gaduh dan meminta Rian untuk segera menghentikan tantangan ini. Mereka ketakutan dan khawatir dengan kondisi Rian. Semua yang terjadi dalam tantangan ini, terekam dengan sempurna dalam TeckTock. Mulai dari suara pukulan dan cakaran pada pintu, hingga bayangan dalam cermin yang berubah.

Penonton video ini pun meningkat dari 41 menjadi 9.893 penonton. Hampir mencapai 10.000 penonton. Follower Rian juga meningkat ke angka 9000an.

"Hai Guys, nggak terasa banget ya kalau tantangan ini menghabiskan waktu hampir satu jam! Gimana menurut kalian tayangan Live ini, mendebarkan bukan? Ingat ya Guys, semua yang ada dalam tayangan ini adalah nyata tanpa rekayasa dan editan. Sedikit nasehat dariku, tolong juga jangan ikuti tantangan cermin ini, karena sangat berbahaya. Bisa kalian lihat sendiri apa yang terjadi selama aku menjalani tantangan ini. Jangan lupa follow channel aku dan juga like video ini, ke depannya akan ada Live Broadcast yang lebih seru dan mendebarkan. Mohon dukungannya juga agar aku bisa tetap berkarya. Terima kasih dan sampai jumpa."

Seketika itu juga, para penonton mulai mengirim roket dan bintang dalam Chat Room. Mereka sangat puas dengan program Live Broadcast milik Rian.

Rian yang sudah lelah secara mental dan fisik, memutuskan untuk mandi, Sholat, dan tidur sejenak sebelum berangkat ke sekolah.

......................

Kratak Kratak

Setelah Rian meninggalkan kamar mandi, Cermin dalam kamar mandi tersebut mulai bergelombang dan retak. Dalam cermin, terlihat sosok hitam berambut acak-acakan dengan wajah rusak dan mata kanannya yang menonjol keluar.

"RIAN MORFRAAAN!!!!" Teriak sosok tersebut dengan ekspresi penuh amarah.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!