NovelToon NovelToon

Pembalasan Sang Istri

Bab 1

Hari pernikahan.

Gemerlap lampu hias dekorasi masih mentereng menghiasi ballroom sebuah hotel ternama.

Jajaran makanan ringan hingga berat tersaji pada masing-masing meja. Alunan musik lembut melengkapi suasana malam.

Wedding Organization masih dengan stamina terjaga menyambut para tamu yang terus berdatangan. Ini adalah acara super megah yang dilangsungkan dalam pernikahan putri tunggal meraka, Starla Faranggis.

"Oh My God, Honey. Your so beautifull. Apa kamu benar-benar Starla kecil kami?" guyon seorang paruh baya.

"Tentu saja Tante. Aku Starla kecil mu yang dulu suka menyiksa ikan-ikan kesayangan Om David."

"Hahaha. Benar-benar...." peluk paruh baya itu erat.

"Bagaimana kabar Om David? Aku tidak melihatnya." celinguk Starla mencari ke segala arah.

"Maaf honey, David ada keperluan bisnis di Swiss. Dia akan kembali lusa. Seharusnya tanda tangan kerjasama sudah terjalin dari jauh hari. Tapi, tiba-tiba keadaan koleganya memburuk sedangkan ada beberapa hal yang masih harus diurus." hela nafas wanita paruh baya itu.

"Hemm, aku kira Om David masih marah dengan Arwana Platinum yang ku buat mati dulu."

"Haha. Mana mungkin honey. David hanya mendumel beberapa hari saja. Setelah itu dia ikut acara lelang yang diselenggarakan komunutas pecinta ikan lalu mendapat pengganti yang baru. Kamu tidak perlu khawatir."

"Wah, aku semakin merasa berdosa. Sepertinya aku harus menggantinya." Sesal Starla.

"Tidak perlu sayang. Tindakan mu itu sudah benar. Sekarang justru tante yang ingin membunuh ikan pelakor itu. Bisa-bisanya David lebih sering ngobrol dengan ikan ketimbang tante." dengus paruh baya itu.

Gelak tawa terdengar memenuhi ballroom malam itu. Orang paling bahagia adalah Starla. Setelah banyak melewati ujian akhirnya ia bisa menikah dengan Daniel.

"Oh ya, di mana Daniel? Tante ingin berbicara padanya," cari tante itu menengok ke segala arah.

"Hemm, sepertinya tadi aku melihat dia sedang ngobrol dengan Pak Ginanjar di sana."

"Astaga, itu Pak Ginanjar? Bakal calon presiden itu?"

"Humm, Tante ngobrol saja dulu dengan beliau. Aku akan mencari Daniel."

Starla menyisir ke segala arah. Tak ditemui. Ia memilih berganti lokasi. Mungkin Daniel sedang istirahat di ruang tunggu.

Sapaan orang terpaksa Starla tanggapi singkat. Mengingat ia peran utama pada malam hari ini. Tidak mungkin ia mengabaikan begitu saja.

Setelah memasuki ruang tunggu. Ia tidak mendapatkan Daniel. Hilang kemana dia di saat acara penting seperti ini?

Helaan nafas terdengar berat, "kamu kemana sih?"

Ia mencoba men-dial nomor Daniel. Sebisa mungkin Starla tidak ingin menggunakan ponsel. Karena mungkin Daniel sedang berhadapan dengan orang penting sampai tidak bisa mengangkat telepon.

Dulu, Starla juga punya pengalaman buruk tentang ini. Di mana keuntungan milyaran dollar hangus hanya karena Daniel tidak men-silent ponsel ketika menjalin kerjasama dengan orang sensitif.

Dan panggilan itu milik Starla. Selepasnya Daniel mendiami Starla selama seminggu. Itu adalah kesalahan yang tidak ingin Starla ulangi.

"Semoga aja nggak ganggu."

Starla membulatkan tekad. Nada panggilan pun terdengar beberapa kali.

Bersamaan dengan itu ada suara langkah yang mendekat. Ketika bunyi pintu terdengar. Spontan Starla bersembunyi.

Ia pun tidak tau kenapa tubuhnya reflek melakukan ini. Ia juga sadar, dirinya bukan anak kecil yang suka mengagetkan orang.

Tapi ada alasan mengapa instingnya reflek memerintahkan bersembunyi. Ya! Bunyi langkah itu bukan hanya satu orang.

Ruang tunggu ini adalah tempat privasi khusus pengantin. Jika bukan MUA tidak ada yang boleh masuk kemari.

Tapi Daniel?

Ia membawa seseorang yang jelas-jelas bukan MUA. Siapa dia dan kenapa?

"Congratulation honey. You are the best actor in the world."

Suara wanita itu bergaung mengisi ruangan sunyi berpendar cahaya minim. Starla bersembunyi di balik sofa menutup rapat-rapat mulutnya.

Nafasnya tercekat ketika menyadari suara wanita berayun manja pada laki-laki yang baru saja mengikrarkan ijab kobul dengannya.

Tidak bisa dipungkiri bahwa Starla mengenal suara familiar itu. Tanpa harus memastikan Starla tau jika pemilik suara itu adalah Alarie, sahabatnya di perkuliahan.

"Hah! Perjalanan ini sangat panjang. Susah sekali meyakinkan Starla untuk menikah." Keluh Daniel.

"Itu karena Starla memang plin-plan. Kita yang paling tau sifatnya sejauh ini. Menyusahkan orang saja! Sudahlah, yang penting rencana kita sudah berjalan. Sekarang tinggal menyingkirkan wanita itu dan kamu akan memiliki semuanya."

DEG!

Apa maksudnya ini? Menyingkirkan?

"Pelankan suara mu! Aku tidak ingin mengambil resiko seseorang mendengarnya."

"Ruang ini kedap suara. Kita tidak perlu khawatir." Alarie melirik nakal, menyisir seluruh tubuh Daniel dari atas ke bawah, "bahkan jika kita melakukannya tidak akan ada orang yang tau."

Hal itu mendapat respon positif dari Daniel. Ia menyeringai nakal kemudian mendudukan diri ke sofa tunggal di dekat sana.

"Kalau begitu, hibur aku. Aku benar-benar lelah hari ini." ucapnya sembari membuka lebar kedua kakinya.

Mereka melakukan hal bejat itu. Tanpa perasaan bersalah. Mengingat satu wanita yang telah mereka khianati.

Terlebih lagi, bagi Starla. Dua orang itu adalah kepercayaannya setelah Papanya meninggal.

Siapa yang menyangka. Buah kepercayaannya dihadiahi pengkhianatan.

Menciptkan dendam yang tanpa mereka sadari akan menjadi bibit penghancur di masa depan.

"Ugh! Cukup!" cegah Daniel. Ia mendorong kepala Alarie menjauh dan merapikan kembali pakaian.

Puncak kepuasan telah ia dapatkan. Ia baru ingat tadi ponselnya berdering.

Tertera nama Starla di layar, "sepertinya Starla mencari ku." ucap Daniel. Wajahnya tersinari terang cahaya ponsel.

"Aku harus ke ballroom." lanjutnya.

"Tinggal-lah bersama ku sebentar lagi. Ya?" mohon Alarie memelas.

"Ayolah baby, aku tidak ingin membuat Starla membenci ku di hari bahagianya."

"Tapi, ini hari terberat untuk ku. Kita sudah pacaran diam-diam sejak kuliah. Selama ini aku tidak pernah mengeluh kamu jalan bareng Starla."

"Tapi hari ini..., lelaki ku baru saja mengucapkan ikrar pernikahan di depan ku. Ini menjadi hari terburuk seumur hidup! Aku hanya minta beberapa menit dari mu. Tidak bisa?" ucap Alarie cemberut.

"Baby, kamu yang paling tahu posisi ku. Ayolah, bukankah ini demi kita? Aku juga berat meninggalkan mu."

"Baiklah, tapi aku punya syarat!"

"Apa?"

"Berjanjilah untuk tidak tidur dengan Starla!"

"Baby, kita sudah bahas ini berulang kali. Starla akan curiga kalau aku tidak menyentuhnya."

Melihat Alarie berlinang air mata membuat Daniel memeluk wanita itu, "maaf baby, ini juga demi masa depan kita."

"Kalau begitu berjanjilah. Kamu tidak akan memiliki keturunan dengannya!"

Daniel tidak bergeming. Cukup berat memenuhi janji itu mengingat sorotan media terarah padanya.

"Ya, aku berjanji." dustanya kemudian.

Mereka saling berpelukan sebelum keluar bergantian. Di dahului oleh Alarie kemudian Daniel.

Hallo yorobun

first story aku

Semoga suka yaa 😀😀

Bab 2

Masih dengan di tempat yang sama. Starla bangkit. Mendudukan diri ke sofa. Matanya kosong memandang kursi tunggal di sana.

"Brengsek!" umpatnya di sela hembusan nafas berat.

Dering ponsel mengalihkan fokusnya. Melirik sekilas dan mendapati Daniel memanggil.

Starla benci dibohongi. Starla benci pengkhianatan. Oleh karena itu, Starla harus melihat kedua jelmaan binatang itu mengemis ampun!

Iya! Starla memang pendendam. Memangnya hal apa lagi yang bisa membuat wanita tulus melancarkan balas dendam jika bukan pengkhianatan?

Terlebih dengan semua usahanya sejauh ini? Meyakinkan Papanya dan bahkan menjadikan Daniel dari yang tidak punya apa-apa menjadi seseorang dalam tatanan bermasyarakat.

"Hallo?" panggil Starla setelah mengangkat dial.

"Sayang kamu tadi nelpon. Kenapa?"

"Iya, tadi Tante Sarah mencari mu."

"Oh iya. Tadi aku sudah bertemu beliau dan mengobrol. Sekarang kamu di mana?"

"Aku?"

Terdengar deheman dari seberang sana diikuti suara bising banyak orang.

"Aku di kamar mandi." dusta Starla. Menyorot nanar kursi tunggal tempat mereka bercumbu tadi.

Rasanya lidah ini sangat kotor hanya karena berkomunikasi dengan pria itu.

"Kemarilah, Tante ingin mengambil gambar kita berdua."

"Baiklah."

Telpon itu ditutup. Starla jejak melangkah ke cermin tempat ia menghias diri bersama MUA tadi.

Mengambil fondation dan beberapa lainnya untuk memperbaiki make up-nya yang luntur berkat air mata. Mengoleskan dengan teliti hingga olesan lipstik merah menjadi sentuhan terakhir.

Starla bukan tipe wanita lemah. Dia yang menyalakan api. Maka api akan dibalas api.

"Kita lihat, sejauh mana sandiwara ini akan berlangsung!"

...****************...

Hari ke tiga setelah menikah. Daniel dan Starla pindah ke apartemen. Alasannya karena lebih dekat dengan kantor dibanding rumah utama.

"Sepertinya kamu belum rela meninggalkan rumah. Apa kita kembali saja?" tawar Daniel yang melihat Starla melamun memandang pemandangan kota dari lantai delapan.

"Benar, aku memang masih belum rela. Tapi, ini sudah resiko. Aku sebagai istri tidak boleh egois bukan? Karena aku tidak lagi sendiri."

Seulas senyum terpatri. Daniel menyentuh pundak Starla dari belakang. Perlahan tangannya melingkari tubuhnya hingga hembusan nafas terasa di ceruk leher Starla.

"Aku bersyukur wanita yang kunikahi adalah kamu. Terimakasih sudah menerima banyak kekuranganku."

Sunggingan sinis tampak jelas di wajah yang membelakangi Daniel. Bersyukur? Mungkin di kemudian hari ia akan mengganti kata itu dengan penyesalan.

"Aku juga bersyukur. Bertemu laki-laki 'baik' seperti mu." Ucap Starla menekan pada satu kata.

Tubuh Starla dibalik oleh kuasa tangan Daniel. Kedua manik itu saling menatap. Tatapan sendu yang biasa Starla percayai sebagai tatapan tulus selama ini.

Siapa yang menyangka. Dibalik topeng itu ada sosok iblis bermuka malaikat.

"Kamu lelah?" tanya Daniel. Bibirnya telah basah ulah salivanya sendiri.

"Lumayan." saut Starla. Tidak berpaling dari tatapan palsu itu.

Baginya kalah sesungguhnya adalah ketika menyerah. Air mata? Starla berjanji tidak akan menumpahkan air mata berharganya untuk laki-laki brengsek seperti Daniel.

Dan jika mereka menyuguhkan panggung sandiwara. Maka Starla akan ikut berperan di dalamnya. Menjadi karakter antagonis pun Starla siap. Asal dua parasit ini mendapatkan balasan setimpal.

"Kalau begitu...." semakin lama tubuh Daniel semakin mendekat. Tangannya telah berhasil menempati tengkuk leher Starla.

Jarak semakin mengikis. Bibir mereka hampir bertaut jika Starla tidak buru-buru sadar dan berpaling.

"Maaf..., aku belum siap." Ucap Starla lirih.

Menjalani kewajiban istri? Tentu saja Starla akan melakukannya. Tapi, hanya dengan laki-laki baik!

Garis bawahi! Daniel tidak ada satu centi pun dapat dikatakan baik setelah topeng pengkhianatannya dibuka.

Sekilas terlihat raut kecewa dari mimik wajah Daniel. Mereka adalah dua orang dewasa yang sebelumnya berpacaran dengan sehat.

Sejauh ini kontak fisik paling intim hanya mencium kening. Starla adalah wanita terhormat yang menjaga dengan baik kesuciannya.

Akan tetapi suaminya justru diam-diam berselingkuh? Hell! Jangankan kesucian, seujung kuku pun Starla tidak sudi memberikannya.

"Baiklah, aku tidak akan memaksa. Aku akan menunggumu." kecup Daniel pada pergelangan tangan Starla.

Melihat Daniel memasuki kamar. Starla bangkit menuju kamar mandi.

Pantulan dirinya di cermin terlihat jelas betapa bencinya ia dengan situasi ini. Situasi yang memaksanya untuk menggunakan topeng tebal untuk menutupi kenyataan.

Jika bukan karena sorotan media yang saat ini sedang mengarah pada pernikahan mereka. Starla pasti akan menggugat Daniel detik ini juga.

Itu pasti akan mempengaruhi kerjasama yang sudah berjalan baik. Starla tidak ingin bertindak gegabah atas sakit hatinya.

Perusahaan ini adalah buah keringat Papanya. Setelah meninggal, semua kepemilikan saham sementara diatasnamakan pada Daniel. Hanya 10 persen saja yang Starla pegang.

Saat itu Starla tidak menyimpan curiga sama sekali. Daniel pun dikenal sebagai tangan kanan Papanya sehingga banyak petinggi yang menaruh keyakinan.

Definisi ular bermuka dua adalah Daniel! Sekelas Starla pun dapat dikelabuhi.

"Laki-laki bren*sek!" umpat Starla.

Melirik tangan bekas ciuman tadi. Ia mencucinya berkali-kali. Menggunakan sabun hingga tak ada bau maupun bekas yang tertinggal.

...****************...

"Hallo, selamat siang Pak. Saya sudah bertemu dengan Tuan Robert di bandara. Saat ini kami sedang menuju The Ritz Carlton hotel--"

"Ugh! Yeah...."

"Ha-hallo Pak Presedir?"

"Bawa saja ke tempat perjanjian. Aku akan terlambat lima menit." panggilan diakhiri sepihak.

Theo menatap datar pada layar ponsel. Pasti bosnya itu sedang melakukan 'sesuatu'. Seperti jargonnya di media. 'Tiada hari tanpa skandal wanita'.

"Sepertinya bos mu tau cara bersenang-senang." saut penumpang di belakang. Tidak lain Tuan Robert, salah satu ladang emas keluarga Adamson. Pemilik pertanian anggur terbesar di Spanyol.

"Hahaha....," tawa garing Theo, "beliau memang sering bercanda saat menelepon."

Jujur saja Theo sudah bosan memblokir serbuan media tentang skandal wanita Adamson.

"Hahaha, tanpa ditutupi pun aku tau perangai Adamson. Dia itu hanya mengikuti jejak ayahnya." Robert menilik jendala, "pada akhirnya ia akan jatuh cinta seperti orang gila pada satu wanita."

Harapan Theo pun sama. Hanya saja sedikit diwarnai bumbu dendam mengingat usaha kerasnya selama ini.

"Semoga bosnya menemui karma dan jatuh cinta pada satu wanita yang tidak bisa dimiliki sampai harus menurunkan harga dirinya." kira-kira begitulah isi hati Theo.

Hotel mewah di tengah distrik perkotaan Toronto, Kanada. Berjejer hiburan malam dan Art Gallery yang menjadi tujuan utama pertemuan kali ini.

Adam berjalan memasuki front office hotel. Dengan setelan vest abu-abu senada dengan jas dan dasi maroon.

Siapa yang tidak terpesona oleh wajah tegas terkesan dingin itu. Bahkan wanita paling polos pun memuja postur bak model pakaian dalam. Sangat kokoh dan keras.

"Di mana kalian?" tanya Adam menempelkan ponsel ke telinga.

"Saya dan Tuan Robert menunggu di lounge Pak."

"Baiklah."

Sambungan telepon dimatikan. Adam hendak berjalan ke sana. Namun, langkah itu disita oleh lirikan curi pandang dari wanita penjaga front office.

Mencuri waktu sejenak. Adam menghampiri meja recepsionist. Menaruh kartu nama sembari menebar senyum.

Dengan ini satu wanita berhasil ditaklukan. Siap-siap setelah pertemuan ini selesai, malam panas akan mereka seberangi bersama.

Jangan lupa vote, komen, follow dan share ya cantik 😍😍

Salam hangat dari author yg lelah habis pulang kerja😌

Bab 3

Adam melihat Tuan Robert dan Theo sedang menikmati Brandy hasil distilasi buah-buahan. Katanya lounge ini memiliki Brandy terbaik.

"Hallo Tuan Robert. Maaf sudah membuatmu menunggu." sapa Adam.

Keduanya berbalik. Theo pun langsung menyambut dengan turun dari kursi.

"Hoho..., tidak apa. Aku tidak ingin mengganggu aktivitas bersenang-senang mu. Lagi pula kita bertemu untuk melihat acara lelang bersama bukan?"

"Benar Tuan. Acara sebentar lagi akan dimulai. Bukankah lebih baik kita mengambil nomor urut dulu?"

"Baiklah."

Dibantu Adam dan Theo, Tuan Robert digiring menuju aula hotel. Acara lelang barang bersejarah akan segera terlaksana.

Para jutawan dan arkeolog dari manca negara sudah mengantri untuk mengambil papan nomor.

"Sepertinya ini akan menjadi nomor keberuntungan ku." ucap Robert disela mendudukan diri.

"Semoga saja. Tidak sedikit pecinta barang antik dari berbagai kalangan yang hadir malam ini. Walaupun begitu aku berharap Tuan Robert mendapatkan Guci Dinasti Qing yang Tuan inginkan."

"Wah, aku jadi merinding hanya karena mendengar kamu menyebutkan benda itu. Barang-barang antik ini seperti melewati waktu. Menyaksikan kematian para pemiliknya tahun demi tahun. Ah, aku ingin menjadi salah satunya." ucap lansia berumur enam puluh tahun itu.

Robert adalah pecinta barang antik bersejarah. Terutama budaya timur. Ia tergila-gila sampai nekat menghabiskan milyaran dollar.

Acara dimulai dengan peredupan lampu penonton. Hanya panggung utama yang disoroti penerangan.

Setelah jajaran barang antik diperkenalkan. Tiba saatnya alam rimba kekayaan dimulai. Ya! Saat ini adalah waktu di mana para penonton mengajukan banding harga untuk memperebutkan kepemilikan barang.

Lalu, giliran Guci Dinasti Qing yang menjadi primadona utama malam ini.

"Ini adalah Guci Dinasti Qing. Terdapat motif bunga dan ikan yang unik di tengahnya. Selain itu benda yang diperkirakan berumur lebih dari 100 tahun ini terdapat segel Kaisar Qianlong yang memerintah pada tahun 1644-1912."

"Untuk guci bersejarah ini kami akan membuka harga dari 36 juta dollar."

"40 juta dolar!"

"45 juta dolar!"

"70 juta dolar!"

"100 juta dolar!" saut Robert tidak mau kalah.

Diam menyelimuti aula. Semua mata tertuju pada Robert.

"Sepertinya ini akan menjadi kemenangan Tuan Robert." bisik Theo.

"Tidak semudah itu." balas Adam. Matanya menyipit melihat sosok di depan sana.

Itu Billy Arnault, CEO utama yang membawahi 70 mode fashion ternama termasuk Louis Vuitton dan Sephora.

"Kudengar dia juga mengincar benda ini." gumam Adam.

Theo hanya bisa menebak-nebak isi pikiran bosnya. Berharap ia tidak membuat sensasi seperti yang sudah-sudah.

"Pak, saya harap Bapak tidak melakukan hal gila seperti yang terakhir kali."

Ingatan Theo kembali pada masa di mana Adam mengeluarkan jutaan dolar untuk membuat CEO dari Aga Group bersujud di depannya. Bosnya benar-benar arogan. Entah kenapa sifat arogan yang harusnya menghancurkan seseorang justru membuat Adam kebanjiran investasi.

"200 juta dolar." suara bergaung dari kursi di depan sana.

Dugaan Adam benar. Itu Billy.

"250 juta dolar!" saut Robert.

"300 juta dolar."

"350 juta dolar!" saut Robert kembali, "Sial! Aku tidak bisa menawar lebih dari ini." gumam Robert setelahnya.

"400 juta dolar!"

"Tidak ada lagi yang menawar? Baiklah maka guci ini akan dimiliki oleh---"

"1 milyar dolar!" pekik seseorang.

Semua mata tertuju ke sumber suara. Pemilik mata tajam dan wajah kokoh itu menginterupsi semua perhatian hingga tak ada satu pun yang berbicara.

Sedangkan Theo, terpantau ia duduk lemas menyandar pada kepala kursi. Bosnya berulah lagi.

"Ba-baiklah, 1 milyar dolar. Ada yang ingin menawar lagi?"

Diam membisu. Ini adalah kemenangan mutlak Adam.

Acara telah selesai. Diakhiri dengan jajaran peragawati membawa barang lelang.

Adam dan lainnya menuju ke backstage. Melakukan pembayaran dan mengambil hak miliknya.

"Aku tidak menyangka kamu menginginkan benda ini juga." ucap Robert. Ada tatapan memuja ketika benda berbingkai kaca itu tepat di hadapannya.

"Yah, sebenarnya aku lebih menginginkan kepercayaan seseorang dari pada benda ini."

Spontan Robert menoleh, "kamu---"

"Tolong tuliskan nama Tuan Robert Fatinson di sertifikat kepemilikannya." titah Adam pada petugas lelang.

"Kamu yakin memberikannya pada ku?"

"Aku sangat menghargai kesetiaan. Akan kuberikan apapun untuk orang-orang ku yang setia."

"Tapi..., ini bahkan melebihi keuntungan yang kamu peroleh dari kerjasama kita."

"Sama seperti mu yang mencintai barang antik. Aku juga akan melakukan segala cara agar orang-orang ku betah bersamaku. Terimalah dan menjadi salah satu pemilik dari benda bersejarah ini."

"Aku tidak tau harus bilang apa. Terimakasih saja tidak cukup. Aku akan berusaha yang terbaik untuk membalasnya. Kamu sangat mirip dengan Fernan. Tidak! Kamu berhasil melampaui ayah mu."

Setelah mengantarkan Robert selamat sampai hotel. Adam berniat menjemput kekasih satu malamnya sebelum pudar berkat teguran seseorang.

"Pak Presedir!"

Adam menoleh dan mendapati Theo menatap datar, "bagaimana anda akan bertanggung jawab dengan ini?" tunjuk Theo pada barisan nol di debit ponselnya.

"Haha..., itu urusan nanti. Aku sibuk." balas Adam disertai cengengesan.

"Argh! Bisa gila aku!" pekik Theo tak tertahankan setelah tubuh Adam menghilang.

Sedangkan Adam, ia sudah melalang ke tempat yang dijanjikan. Kamar VIP hotel Ritz Carlton.

Saat acara lelang tadi. Adam menerima notifikasi dari nomor baru. Senyumnya mengembang nakal sembari mengetik tempat untuk menghabiskan malam.

Tanpa disadari Theo mencuri lirik. Bola matanya melengos malas ketika sadar isi chat-nya dengan seorang wanita.

Lalu mereka menghabiskan malam. Mencapai titik kepuasan bersama. Angin malam menjadi saksi panasnya ranjang dipenuhi peluh dan lenguhan.

Sebatang rokok tengah dihisap. Adam duduk bertumpu paha pada tepi spring bed.

Di belakangnya seorang wanita tengah mendengkur halus terbalut bed cover. Percayalah, tak ada sehelai benang pun di baliknya.

Seketika Adam ingat janji kepulangannya pada sang Ibu--Sayu ke tanah kelahirannya di Indonesia.

Padahal Adam tidak suka tempat itu. Terlalu banyak aturan berkat budaya timur yang mengedepankan tata krama.

Berbeda dengan di sini. Ia bebas berpetualang. Yah, walaupun begitu Adam tetap akan pulang. Mengingat dia Sayu. Wanita pertama yang berhasil membuat Adam jatuh cinta tanpa syarat.

Adam beranjak mengambil ponsel di nakas. Dahinya mengerut berkat banyak pesan yang masuk melalui whatsapp-nya.

Ia mengabaikan hal itu. Seraya duduk di kursi tunggal dekat jendela. Laki-laki berbalut handuk kimono dengan dadanya sedikit terekspos itu iseng membuka instagram.

Media sosial yang sudah lama tidak ia buka. Senyumnya menungging karena melihat beranda dipenuhi ucapan selamat atas pernikahan seseorang.

"Hoo..., akhirnya dia menikahi pengemis itu." sarkas Adam. Matanya menyorot pada gambar seorang gadis tengah tersenyum dengan balutan gaun pengantin.

"Bodoh sekali!"

"Yah, ini akan jadi keuntungan ku juga."

Dengan mata tertutup pun seorang Adamson tau topeng di balik senyum palsu Daniel. Hanya saja, Adamson itu picik. Ia tipe orang yang akan menjatuhkan lawan dengan cara apapun.

Dengan gadis itu menikahi pria tidak jelas. Adamson dapat dengan mudah menghancurkan perusahaan keluarga itu sekali serang jika ia mau.

Bantu vote, komen, favorit dan share ya cantik 😍😍

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!