NovelToon NovelToon

You'Re My Everything

Pulang Malam

"Mau kemana?" tanya Larry pada Belin yang sudah tampak cantik. Tadi begitu pulang bekerja langsung mandi dan sekarang bersiap untuk pergi lagi. Akhir-akhir ini Belin sering kali pulang malam, ini membuat Larry khawatir. Menjaga anak perempuan ternyata sulit juga.

"Pergi sama Panji, boleh kan?" jawab Belin dengan wajah sumringah. Bikin Larry tidak tega untuk melarangnya.

"Alex ikut?" tanya Larry mengingat Panji sahabat Alex, anak sepupunya. Kalau ada Alex, Larry bisa tenang. Tapi Belin gelengkan kepalanya menandakan Alex tidak ikut dengan mereka.

"Berdua saja dong Ayah, doakan Beyin." kata Belin senyum-senyum senang.

"Doakan apa?" tanya Larry.

"Supaya Panji segera melamar Beyin, Ayah." jawab Belin masih dengan senyum yang sangat lebar tunjukkan jika ia sangat bahagia.

"Kalian pacaran?" tanya Larry.

"Masih berteman tapi Ayah kan tahu kalau Beyin dari dulu naksir Panji." Larry menarik nafas panjang.

"Beyin, Ayah lebih tenang kalau kamu jalan sama Bima, Aca, Bari atau Shaka." kata Larry jujur.

"Mereka juga sibuk Ayah, lagian masa sama mereka terus, kapan Beyin dapat jodoh dong." jawab Belin konyol.

"Jodoh nanti akan datang kalau sudah waktunya, kamu jangan pulang malam, Nak. Seminggu ini kamu pulang malam terus." pesan Larry pada Belin isyaratkan ia ijinkan Belin pergi.

"Ok Ayah." Belin mencium pipi ayahnya karena diijinkan keluar bersama Panji pria idaman Belin dari dulu.

Sebenarnya Belin sempat tidak berharap banyak sama Panji, karena dari dulu Panji juga tidak pernah tanggapi rasa suka Belin. Bahkan Panji terang-terangan sampaikan kalau wanita idamannya itu Balen yang sudah jelas sudah jadi istri Om Daniel. Hingga akhirnya Belin hanya jadi teman Panji saja, tapi sekarang makin kesini Panji semakin nempel sama Belin, tentu saja membuat harapannya kembali muncul.

Sudah enam bulan berjalan, hampir setiap hari Panji mampir ke kantor Belin, mengajak makan siang bersama atau kadang mengantar Belin pulang.

Meskipun tanpa kata cinta, tapi mereka cukup akrab. Tapi dikatakan hanya teman akrab Panji menyatakan keberatannya kalau Belin dekat dengan teman lelaki lain selain Panji. Apa ini namanya cemburu, mungkin sebenarnya Panji sudah menganggap Belin kekasihnya, tapi enggan untuk nyatakan cinta? ah Belin jadi bingung sendiri, mungkin suatu hari Belin akan tanyakan tentang hubungan mereka, sementara untuk saat ini biarkan saja dulu begini. Nikmati saja dulu kedekatan ini, hubungan tanpa status ini, begitu saja pikir Belin.

"Nami sudah tahu kamu mau pergi?" tanya Larry karena istrinya ada di kamar.

"Ini Beyin baru mau bilang." jawab Belin segera ke kamar hampiri Nami. Baru berapa menit di dalam, Larry dengarkan keributan antara Ibu dan anak itu.

"Ayah ijinkan kok Nami." itu yang Larry dengar saat Belin keluar kamar tinggalkan Ibunya yang dipanggilnya Nami.

"Belina!!!" suara Rumi tampak menggelegar.

"Nami, Panji sudah didepan. Beyin tidak mungkin batalkan." jawab Belin hampir saja mau menangis.

"Biarkan saja Belin pergi Love." kata Larry pada Rumi yang sudah berdiri didepan pintu kamar.

"Beyin sudah keterlaluan Love, dia pulang malam terus sejak dekat dengan Panji." kata Rumi dengan suara bergetar.

"Beyin, ini kesempatan terakhir kamu. Ayah juga sebenarnya tidak suka kamu bergaul dengan Panji, karena bawa pengaruh negatif untuk kamu." kata Larry pada Belin.

"Ya ampun Ayah, Beyin sama Panji cuma pergi makan dan dengarkan musik sambil ngobrol, apanya yang negatif sih?" Belin membela diri.

"Setiap malam seperti itu, kamu tidak pikirkan kesehatan kamu Belin. Pagi hari kamu sudah harus ke kantor lagi untuk bekerja."

"Kalau dikekang begini kapan Beyin dapat jodoh dong." selalu bilang begitu.

"Nami bisa carikan kamu jodoh kalau saja kamu mau dijodohkan." jawab Rumi.

"Nami, please. Panji sudah menunggu di mobil." ijin Belin pada Rumi.

"Itu tandanya dia bukan pria yang baik, kalau dia benar harusnya dia turun dan ijin sama orang tua kamu, karena dia mau ajak anak gadis Nami pergi." Omel Rumi pada Belina.

"Kamu juga mau saja dijemput tanpa cowoknya ijin sama orang tua kamu. Tidak begitu kalau memang mau serius." lanjut marahi Belin.

"Iya nanti ya Nami, kalau kita sudah serius. Sekarang kita berdua masih pendekatan, belum ada pembicaraan serius." kata Belin tersenyum manis, supaya Nami tidak marah lagi.

"Ayah, Nami, Beyin pergi dulu." ijinnya sambil salami kedua orang tuanya.

"Jam sepuluh sudah sampai rumah Belina." tegas Larry pada gadisnya.

"Ya ampun Ayah, sekarang saja sudah jam delapan, perjalanan pulang dan pergi saja sudah dua jam." jawab Belin lihat jam dipergelangan tangannya.

"Jadi kamu mau pulang jam berapa?" tanya Larry.

"Jam sebelas." Belin negosiasi.

"Oke deal jam sebelas sudah harus sampai di rumah." jawab Larry.

"Siap, terima kasih Ayah. Assalamualaikum..." Belina langsung berlari keluar karena Panji sudah setengah jam menunggu di Mobil. Baru juga pendekatan sudah dapat semprotan dari Ayah dan Nami, bikin kepala berasap saja rasanya.

"Waalaikumusalaam." jawab Larry, sementara Rumi hanya memandang Belin dengan perasaan kesal.

"Doakan saja." kata Larry menepuk bahu istrinya.

"Iya aku doakan semoga mereka segera menjauh satu sama lain, semoga Belin temukan jodoh yang tepat, yang bertanggung jawab, yang sayang dan bisa membimbing Belin menjadi istri yang sholeha." Rumi langsung sampaikan rentetan doanya.

"Aamiin." sahut Larry.

Sementara itu di mobil Panji.

"Lama betul sih." sambut Panji kesal saat Belin masuk kedalam mobil.

"Sorry, ngobrol serius sama Nami dan Ayah dulu." jawab Belin tersenyum.

"Kita pulang jam satu tidak apa kan? acara selesai jam dua belas." kata Panji yang minta temani Belin ke acara ulang tahun kantornya.

"Wah aku janji sama Ayah pulang jam sebelas, bagaimana ya? atau nanti aku pulang duluan saja ya, kamu lanjuti saja ikut acara kantormu." kata Belin ambil solusi.

"Yang benar saja dong Belin, kalau tahu begini mending dari awal aku ajak yang lain." omel Panji pada Belinal.

"Seminggu ini kita pulang malam terus, Panji. Ayah dan Nami tadi sudah tegur aku."

"Ck, begitu saja marah. Kamu kan bukan anak kecil lagi yang setiap langkahnya harus di awasi. Kamu sudah bekerja Belin, bukan anak sekolah lagi yang harus tidur cepat." oceh Panji bikin Belin diam, kalau dijawab bisa panjang urusannya.

"Jadi bagaimana, lanjut atau kamu tidak ikut saja?" tanya Panji bikin Belin kecewa.

"Aku sudah dandan terus kamu bilang tidak ikut?" tanya Belina kesal.

"Ya karena tidak bisa pulang jam sebelas Belin, acara baru selesai jam dua belas."

"Harus ya ikuti acara sampai selesai?"

"Ya harus dong, bagaimana sih." jawab Panji ketus.

"Ya kamu saja yang ikuti acara sampai selesai, aku jam sepuluh lewat pulang sendiri."

"Kamu mau bikin malu aku?" tanya Panji, Belina jadi menghembuskan nafas kasar, kenapa juga gue bisa cinta mati sama orang kaku dan kasar begini, pikir Belin tidak habis pikir.

Perjuangan

"Oke deh jam satu sampai rumahku kan?" akhirnya Belin ikuti kemauan Panji, masalah Nami dan Ayah bisa dijekaskan saat pulang nanti atau besok saat sarapan pagi, pikir Belin.

"Iya." jawab Panji.

"Panji, hari selanjutnya aku harus pulang kantor tepat waktu, jadi kita tidak bisa pergi-pergi dulu." kata Belin lagi.

"Kenapa?" tanya Panji.

"Ayah dan Nami sudah protes karena sejak kita dekat aku selalu pulang tengah malam." kata Belin jujur.

"Kolot juga orang tua kamu ya, padahal kemarin-kemarin kalau kamu jalan sama Bima dan yang lainnya juga suka pulang tengah malam, tidak masalah tuh. Kenapa sekarang jadi masalah setelah kamu kerja dan jalan sama aku." protes Panji dengan wajah mengkerut

"Kalau sama Bima dan yang lainnya kan masih bagian keluarga aku juga." jawab Belin.

"Tidak ada hubungan darah juga kan kalian. Hanya karena orang tua kalian bersahabat." sungut Panji.

"Tapi jadi saudara karena Om Daniel menikah dengan Ante Baen." jawab Belin.

"Tetap saja saudara jauh." sinis Panji.

"Kamu masih suka bertemu Alex?" tanya Belin alihkan pembicaraan.

"Masih, kenapa?" Panji balik bertanya.

"Kangen." jawab Belin tersenyum, sudah lama tidak bertemu dengan sepupunya.

"Kangen? kamu naksir dia?" tanya Panji.

"Ngaco deh, Alex kan sepupu aku, Panji." Belin terkekeh.

"Ada kok yang naksir-naksiran walaupun sepupu." jawab Panji.

"Memang ada, tapi bukan kami juga. Memang kalau aku dan Alex saling naksir kenapa?" tanya Belin.

"Aku tidak suka." tegas Panji.

"Kamu cemburu?" Belin tersenyum senang.

"Tidak sama sekali, hanya tidak suka saja." jawab Panji. Belin terkekeh, cemburu tapi tidak mau mengaku, pikir Belin dengan hati yang berbunga-bunga. Panji parkirkan kendaraannya setelah mereka masuki gedung tempat acara kantornya.

"Belin, ingat ya. Jangan genit-genitan dengan teman kantorku." Panji ingatkan Belin sebelum turun dari mobil.

"Memang aku pernah genit ya?" tanya Belina.

"Kamu terlalu ramah, aku tidak suka." kata Panji.

"Kamu tuh cemburuan juga ya." Belin tertawa.

"Cemburu kenapa? kita kan hanya teman." tegas Panji.

"Terus kenapa larang aku bersikap ramah?" tanya Belin.

"Karena kamu sekarang jadi partner aku, jangan bikin malu aku dong." dengus Panji, Belin anggukan kepalanya. Rupanya Panji hanya menganggapnya teman tapi tidak mau dapat malu karena sekarang posisi Belina sebagai partner pestanya. Belin menghela nafas panjang. Dari tadi dia sudah GR saja.

Mereka masuki area pesta, banyak yang menyapa Panji, wanita maupun Pria. Panji hanya tersenyum sambil sekedar say hello.

"Jangan jauh-jauh dari aku." kata Panji sambil menggandeng Belin.

"Memang mau kemana?" Belin menggoda Panji dengan wajah jahil, tapi dasar kaku tetap saja wajah Panji datar, padahal dulu Panji tidak begini. Pasang wajah begini saja banyak penggemarnya termasuk Belin.

Selama bicara dengan rekan kerja atau partner bisnisnya tidak sekalipun Panji kenalkan Belin pada mereka. Jadi dia hanya diam saja berdiri dampingi Panji sambil sesekali tersenyum, lebih banyaknya Belin menundukkan kepalanya dari pada ada yang menyapa Belin abaikan demi menjaga perasaan Panji.

"Aku haus." bisik Belia pada Panji.

"Ambil saja tapi setelah itu langsung kesini." Panji balas berbisik, Belin anggukan kepalanya.

"Kamu mau?" tanya Belin.

"Berdua saja sama kamu." jawabnya, so sweet sekali kan minum segelas berdua, pikir Belin sambil tersenyum senang.

"Pacarnya Panji?" tanya seorang Pria saat Belin ambil segelas air mineral.

"Oh bukan." jawab Belin jujur, mau bilang pacar juga Panji hanya anggap Belina teman.

"Sepertinya kita pernah bertemu ya?" tanya pria itu lagi.

"Masa sih? maaf ya aku lupa juga." jawab Belina.

"Iya aku juga lupa pernah bertemu kamu dimana tapi wajah kamu tuh familiar sekali."

"Pasaran ya maksudnya." Belina dan pria tersebut tertawa bersama. Tidak sengaja Belina melihat wajah Panji yang sudah merah menahan marah.

"Aku ke Panji dulu ya, dia haus." Belina pamit pada pria tersebut.

"Hei, namaku..." belum selesai pria itu bicara Panji sudah menarik tangan Belina.

"Lama sekali, senang ya bertemu pria tampan." sindir Panji pada Belin.

"Tadi dia tanya aku pacar kamu apa bukan." cerita Belin serahkan gelas yang sudah diminumnya pada Panji.

"Kamu bilang apa?" tanya Panji sambil mengambil gelas ditangan Belin dan langsung meminumnya sampai habis, kemudian letakkan gelas tersebut dimeja terdekat.

"Ya aku bilang bukan." jawab Belin jujur, Panji tersenyum sinis.

"Sengaja bilang bukan pacar aku supaya dia bisa dekati kamu kan?" tanya Panji curiga.

"Mau bilang iya nanti kamu bilang bukan, malah aku yang malu." jawab Belin jujur. Panji diam saja tidak berkomentar.

"Kita duduk disana, masih banyak rangkaian acara." kata Panji mengajak Belin duduk ditempat yang ditunjuknya.

"Ini acara apa sih?" tanya Belina pada Panji.

"Ulang tahun perusahaan tempatku bekerja." jawab Panji, Belin anggukan kepalanya tanda mengerti.

"Lusa ada undangan dari perusahaan rekanan, tapi kamu tidak bisa ikut ya?" tanya Panji.

"Pulang malam lagi seperti sekarang?" tanya Belin, Panji anggukan kepalanya.

"Absen dulu deh, bisa habis aku sama Nami dan Ayah. Ini saja aku belum tahu nasibku bagaimana nanti sampai dirumah." jawab Belin sambil melihat jam dipergelangan tangannya.

Sebenarnya kalau Panji pulang sekarang pun rasanya sudah tidak masalah, karena tadi Belin lihat sudah banyak juga yang pulang lebih dulu. Tapi dasar kaku ya, maunya pulang sampai acara selesai.

"Berarti aku pergi sama yang lain ya." Panji tersenyum, sebenarnya Belin tidak rela Panji pergi sama perempuan lain.

"Kamu mau ajak siapa?" tanya Belin.

"Paling teman kuliah aku." jawab Panji.

"Perempuan?" tanya Belin.

"Masa laki-laki, mending aku berangkat sendiri." jawab Panji.

"Ya berangkat sendiri saja kalau begitu, aku tidak suka kamu jalan sama perempuan lain." dengus Belin kesal.

"Kalau tidak suka ya kamu ikut saja, jadi aku tidak ajak temanku yang lain." jawab Panji santai.

"Situasinya tidak memungkinkan." jawab Belin.

"Kalau begitu sudah tahu kan jawabanku." Panji tersenyum tipis.

"Panji kamu anggap aku apa sih?" tanya Belin kemudian.

"Teman." jawab Panji santai.

"Hanya teman tidak lebih?" tanya Belin.

"Iya teman, dari dulu juga begitu kan?" Panji menatap Belin tajam.

"Tidak mungkin berubah jadi pacar atau calon istri?" tanya Belin to the point.

"Aku belum kepikiran kesana Belin, teman saja rasanya sudah cukup." jawab Panji, menyebalkan sekali mendengarnya. Tapi namanya cinta memang harus diperjuangkan bukan? Belin harus sedikit lebih sabar agar Panji menyadari kalau Belin layak dijadikan pacar atau istri, bukan sekedar partner yang menemaninya datangi undangan perusahaan seperti beberapa bulan terakhir ini.

"Kenapa diam? tidak terima?" tanya Panji.

"Biasa saja tuh." jawab Belin sok santai padahal suasana hatinya saat ini campur aduk.

Marah

Panji memang kadang menyebalkan, egois, kaku, tidak punya perasaan, kasar, rentetan sifat negatif Panji sudah terpampang nyata, tapi entah kenapa Belin masih saja berharap Panji yang akan jadi suaminya nanti. Sekarang Ayah dan Nami jelas-jelas menyatakan ketidak sukaannya pada Panji.

Belin sampai rumah pukul satu kurang, sedikit lebih cepat dari yang Panji bilang, tapi tetap saja sudah jauh diatas janjinya pada Ayah, Belin janji pulang pukul sebelas. Belin masuk ke dalam rumah dengan perasaan takut-takut. Belin yakin, Ayah pasti menunggu. Benar saja pada saat Belin masuk rumah lampu tiba-tiba saja menyala. Tampak Ayah duduk ditemani Billian.

"Keterlaluan kamu Beyin." desis Larry sambil gelengkan kepalanya.

"Maaf Ayah, acaranya baru selesai jam dua belas malam." jawab Belin jelaskan pada Ayah.

"Itu acara kantor kamu?" tanya Larry dengan wajah menahan kesal.

"Bukan, itu acara kantor Panji." jawab Belin jujur.

"Penting betul sampai kamu harus ikuti acara itu sampai selesai? kamu panitia?" Ayah pojokkan Belin.

"Maaf Ayah." Belin hanya bisa bilang maaf.

"Yang kemarin juga kamu minta maaf, nyatanya kamu ulangi lagi. Kamu benar-benar berubah sejak dekat sama Panji ya Belina. Bahkan Nami saja kamu abaikan. Mau jadi apa kamu?" Larry benar-benar marah, Belin melirik adiknya minta bantuan tapi ternyata Billian juga memandang Belin dengan rasa kecewa. Sedih sekali rasanya Belina tidak mendapat dukungan dari keluarganya dekat dengan Panji.

"Mulai sekarang kamu jauhi Panji atau kamu minta Panji menghadap Ayah untuk melamar kamu, kalau kamu sudah menikah dengan dia kamu bebas, Ayah tidak akan pusing urusi kamu lagi." kata Larry pada Belin.

"Ayah, Beyin hanya berteman dengan Panji, kami tidak ada hubungan apapun." jawab Belin jujur.

"Ooh mau saja kamu berteman tapi dibawa terus sampai pulang larut malam, apa tanggapan orang tentang kamu Beyin. Kamu takut tidak dapat jodoh, tapi kalau hubungan kamu dengan Panji tidak jelas seperti ini dan kamu terus menempel dengan Panji, jodohmu pun takut dekati kamu." ucapan Larry terasa menusuk di hati Belin, Ayah tidak pernah semarah ini. Mungkin karena Belin baru pertama kali dekat dengan pria selain keluarga, begini rasanya hubungan yang tidak direstui oleh orang tua.

Belin hanya bisa menangis, tidak lagi membela diri. Selama ini Ayah dan Nami selalu manjakan Belina, tapi sekarang Ayah dan Nami terus saja marah, membuat Belin tidak betah di rumah kalau begini caranya. Tidak ada lagi suasana hangat di rumah kalau begini. Billian yang biasanya ajak Belin bercanda pun seperti berpihak kepada Ayah, walaupun dari tadi tidak keluarkan suaranya.

"Tidur lah besok kamu harus ke kantor." kata Larry pada Belina.

"Iya Ayah." Biasanya Ayah selalu berikan pelukan sebelum tidur, tapi sekarang Ayah tidak ulurkan tangannya. Belin juga tidak hampiri Ayah untuk memeluknya, ia langsung beranjak menuju ke kamarnya.

"Beyin..." Larry ulurkan tangannya, Belin langsung tersenyum lega, Ayah masih mau memeluk Belin.

"Maafkan Beyin Ayah." kata Belin sambil terisak.

"Iya Ayah maafkan kali ini, tapi selanjutnya seperti yang Ayah bilang tadi, jauhi Panji atau minta dia melamar kamu." kata Larry mengulang kalimatnya. Belin menganggukkan kepalanya.

"Ayah tidak mau anak Ayah dibawa-bawa sampai larut malam, sementara orang yang membawamu tidak pernah turun untuk tampakkan wajahnya pada keluarga kamu." sambung Larry.

"Iya Ayah."

"Jangan terkesan murahan sayang, walaupun Ayah tahu kamu tidak melewati batasanmu." kata Larry lagi, Belin anggukan kepalanya sambil menghapus sisa air matanya. Nami tidak tunjukkan wajahnya sepertinya menghindari keributan di malam hari dengan Belin.

"Kamu juga sebagai laki-laki, jangan seperti Panji, Billian." Larry ingatkan bungsunya.

"Iya Ayah." Billian tersenyum pada Larry. Semua anak-anaknya sebelumnya sangat manis dan penurut, entah kenapa Belin sebulan ini tampak berubah jauh, Larry dan Rumi betul-betul khawatir.

"Beyin..." baru juga lemparkan tasnya di nakal, terdengar suara Billian mengetuk kamar Belin.

"Ya..." belum membuka pintu kamarnya.

"Boleh ngobrol sebentar?" tanya Billian pada Kakaknya. Belin tinggalkan Billian duduk di sofa kamar, biarkan adiknya masuk.

"Elu beneran naksir Panji rupanya." Billian terkekeh.

"Nah itu tahu." jawab Belin.

"Boleh-boleh saja naksir tapi jangan bodoh." kata Billian bikin Belin mengkerut.

"Panji sudah punya pacar kata Bang Alex." Billian beritahukan Belin.

"Masa?"

"Nah elu dekat sebulan ini tidak pernah tanya dia punya pacar atau belum?" tanya Billian.

"Kalau punya pacar mana mungkin ajak gue ke acara kantornya, itu acara resmi loh, harusnya dia ajak saja pacarnya." jawab Belin.

"Terserah deh yang penting gue sudah kasih tahu, khawatir elu patah hati." jawab Billian menepuk bahu Kakaknya.

"Kenapa sih kalian tidak suka Panji?" tanya Belin.

"Karena dia tidak bisa bikin elu happy." jawab Billian.

"Sok tahu, gue happy banget bisa jalan sama dia, Temani dia seperti sekarang." jawab Belin tersenyum.

"Elu cuma dijadikan partner pesta tapi berani bikin Ayah dan Nami khawatir." desis Billian bikin Belin terdiam.

"Pintar dikit lah. Sudah lihat contoh Ante Baen sama Kak Kia kan. Mereka dapat suami yang bikin mereka happy. Harusnya elu juga cari yang begitu." lanjut Billian.

"Jangan banding-bandingkan dong Billian. Semua rejekinya beda-beda. Panji memang karyawan biasa tapi gue yakin dia bisa bikin gue happy."

"Dia bikin elu selalu senyum dan tertawa atau lebih sering bikin elu menangis?" tanya Billian.

"Gue nangis karena Ayah sama Nami selalu marah-marah." jawab Belin.

"Sudah tahu kan marahnya karena apa?"

"Iya tahu karena tidak suka sama Panji." jawab Belin.

"Jangan karena Panji bukan orang kaya dong jadi tidak disukai." keluh Belin.

"Ayah sama Nami tidak begitu, Beyin. Kalau dia sopan pasti Ayah tidak akan begini."

"Mending lu keluar deh, gue capek." Belin mengusir Billian keluar kamarnya.

"Up to you lah, yang penting gue sudah ingatkan. Nanti jangan nangis-nangis datang ke gue ya." sungut Billian segera keluar dari kamar Belin, Kakaknya lagi cinta-cintanya mana bisa di kasih tahu. Tapi Billian dan geng rusuh selalu cari info tentang Panji. Demi kebahagiaan Kakaknya Belina. Billian tidak rela kalau Panji bikin Kakaknya sakit. Selama ini geng rusuh selalu menjaga Belin, Kia dan Balen. Sekarang tugas mereka hanya menjaga Belin tapi rasanya kok lebih sulit dari pada saat menjaga Belin dan Kia bersamaan.

Sepeninggalan Billian, Belin kembali menangis, kenapa susah sekali memperjuangkan cintanya. Apa pantas Panji diperjuangkan? Belin jadi bertanya-tanya. Setelah lelah menangis dan berpikir, Belin pun tertidur dengan pulasnya hingga pagi hari.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!