Di Dunia ada 4 wilayah yang mempunyai kekuatan besar masing-masing adalah Benua Sian, Benua Lian , Benua Pian dan Benua Rican.
Benua Sian hanya satu kekuasaan pemerintahan yaitu Dinasti kekaisaran Tang yang di pimpin oleh Kaisar Tang Yinwei. Terdapat 3 kekuatan Tempur yang dipimpin masing-masing Jenderal yaitu Pasukan Tempur Topeng Emas, Pasukan Tempur Zirah Baja dan Pasukan Tempur Kuda Besi.
Di benua ini ada 8 Klan yang menguasai dunia Persilatan oleh masing-masing keluarga, mereka Klan Api biru keluarga Luo, Klan Api Ungu keluarga Chan, Klan Angin Langit keluarga Kun, Klan Phoenix Es keluarga Qin, Klan Naga Bumi keluarga Lan, Klan Angin Bumi keluarga Wu, Klan Bunga Langit keluarga Ran dan Klan Tebing Utara yang merupakan pencampuran oleh beberapa keluarga tersembunyi.
Dunia persilatan ditentukan oleh dua kekuatan yang harus dimiliki oleh seorang petarung. Masing-masing kekuatan itu adalah jiwa petarung dan Raga petarung.
Jiwa petarung di bagi ke dalam 4 unsur yaitu Api Angin Es dan Tanah.
Raga petarung di bagi ke dalam 7 tingkatan yaitu Kayu, Besi, Perunggu, Perak, Emas, Intan dan Berlian.
Seorang petarung harus mempunyai kemampuan elemen. Kemampuan itu merupakan gabungan dari kekuatan yang dimiliki. Untuk itu seorang petarung harus memiliki Elemen jurus yang merupakan kemampuan gabungan dari dua kekuatan di dalam diri petarung.
Di Benua ini terdapat Turnamen usia muda dibawah umur sepuluh tahun yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali untuk menggali potensi dan mengetahui kekuatan pelatihan petarung dari masing-masing klan yang paling bergengsi guna mengangkat martabat setiap klan pemenang.
Sebelum Turnamen itu digelar, biasanya tiap klan mengadakan uji kemampuan serta kualifikasi setiap anak yang akan di kirim ke Turnamen, sebab itu banyak dari tiap-tiap klan mengadakan uji kemampuan petarung muda diusia delapan tahun dan sisa waktu digunakan untuk melatih dan mengembangkan kemampuan kekuatan tiap-tiap anak yang masuk kualifikasi yang biasanya hanya berjumlah sepuluh orang dibawah bimbingan para tetua masing-masing klan.
Aku hidup di bumi masuk dalam dunia yang hanya kemampuan yang bicara. Disini tak ada kedamaian yang aku dapatkan. Orang disini hanya menjunjung tinggi serta mengedepankan kekuatan dan kemampuan.
Konon dari cerita yang aku dengar hanya ada satu orang yang pernah mencapai tingkat tertinggi dari semua kemampuan diri yang disebut Jenderal Jiwa Langit Raga Surga. Orang yang bagaikan dewa itu hanya mitos yang diperdengarkan ke anak-anak mereka untuk memberi semangat berlatih.
Orang lain diberikan kekuatan serta kemampuan alami yang hebat. Aku malah jadi pecundang tak berguna dengan kekuatan dan kemampuan dasar buruk yang mereka sebut jiwa Sampah.
“Sialan ... Dewa sialan!! Menciptakan aku yang hanya menjadi pecundang dan bahan lelucon seluruh orang klan sendiri. Ehh ... benar-benar tak adil! Aku mana takut, coba berikan aku cobaan yang lebih berat lagi!” umpat kasar seorang anak yang sedang duduk di atas dipan kayu di gubuk pohon sambil melemparkan buah pir yang ia gigit ke langit.
DUAR!!
Terdengar bunyi petir dan kilat yang menghampiri anak itu hingga jatuh dari ketinggian pohon.
“Yaa Tuhaan, aku hanya bercanda saja. Kenapa kau kejam sekali!” kata anak itu sambil menggigil kepanasan dengan muka polosnya.
“Hahaha, lihat itu anak sampah, sedang apa dia? Apa dia ingin bunuh diri atau dia jadi gila?”
“Mungkin dia menantang tuhan! Lihat penampilannya ... Menyedihkan!” sahut salah satu dari beberapa anak yang tidak jauh dari anak yang jatuh dari dipan itu.
“Pergi kalian dasar anak mama, jika tidak! Aku tidak akan segan memberi pelajaran pada kalian!!” seru anak yang rambutnya acak-acakan akibat tersambar cahaya kilat dengan ekspresi galak sambil ujung jari menunjuk kumpulan anak yang mengejeknya.
“Lihatlah, si sampah ini berlagak dia punya kekuatan. Padahal hanya sampah di Kota Wujin ini,” kelakar salah satu anak sambil senyum meledek.
“Hari ini biar kami bantu kamu menuju neraka, menghilangkan sampah dari Keluarga Luo. Ketua Fang benar-benar sial punya anak seperti dirimu,” gertak anak yang lain.
Dan seperti biasanya, Tian Shan menjadi samsak hidup bagi anak-anak seusianya yang memiliki kemampuan lebih baik dari dirinya.
“Apa yang kalian lakukan? Pergi dari sini atau ku patahkan kaki dan tangan kalian!” seru seseorang yang berada tidak jauh dari mereka sambil berjalan cepat menuju kumpulan anak-anak itu.
“Wah ... kita harus kabur, itu Tian Xing kakaknya Tian Shan. Ayo kita pergi dari sini,” salah satu anak mengajak anak yang lainnya.
“Heh, kau beruntung kali ini, Sampah?” geram salah satu anak yang memakai pakaian layaknya bangsawan, dengan tatapan sinis sambil berlari meninggalkan Tian Shan yang tergeletak babak belur.
“Adik Shan, kau tak apa-apa? Mari kita pulang, tentang anak-anak barusan, nanti kakak beri mereka pelajaran,” kata Tian Xing sambil memegang tangan adiknya membantu berdiri.
“Kenapa...? Kenapa Tuhan benar-benar tidak adil? Menjadikanku bahan lelucon, bahkan burung pun tak terluka aku pukul, hehehe benar-benar sialan,” Luo Tian Shan masih mengumpati dirinya sendiri sambil menepis tangan kakaknya dan berlari meninggalkannya.
Luo Tian Xing menghela napas berat melihat adiknya yang telah berlalu dengan kondisi mental jatuh, kemudian menggelengkan kepala pelan sambil tersenyum sinis.
Dalam klan ini Luo Tian Xing dan Luo Tian Shan adalah anak dari Ketua Klan Api Biru Luo Fang. Mereka bagaikan langit dan bumi dari segi kekuatan serta kemampuan, tetapi Luo Xing amat menyayangi adik satu-satunya itu. Itu terbukti dari dia tidak ikut serta Turnamen Beladiri tahun lalu meski bakatnya luar biasa. Hal itu ia lakukan demi perasaan adik tercintanya.
Memang kejam, dari segi kekuatan serta kemampuan Luo Tian Xing mempunyai Jiwa Api Dasar tingkat 5, Raga Perunggu tingkat 4 berbeda dengan Luo Tian Shan yang hanya punya Jiwa Api dasar tingkat 2, Raga Kayu tingkat 1.
Sebenarnya Ketua Luo Chen Fang yang juga ayah dari Luo Tian Shan telah berupaya melatih serta membimbingnya bahkan lebih intens daripada kakaknya dulu, tetapi entah kenapa kekuatan dan kemampuan Luo Tian Shan seperti jalan di tempat tanpa peningkatan.
Meskipun dengan sumber daya yang terbatas karena tubuh Luo Tian Shan hanya mampu menerima sumber daya dasar pembentukan tingkat pertama.
Sebab itulah sang ayah dan kakaknya begitu terpukul mengetahui bahwa Luo Tian Shan mungkin ditakdirkan jadi manusia biasa.
Jadi dalam kehidupan sehari-hari Luo Tian Shan hanya menghabiskan waktu menyendiri di gubuk pohon di perbatasan antara kota dengan hutan yang dibangun oleh kakaknya sebagai tempat baginya menjalani hari.
Karena sang adik memang tidak mau membaur dengan anggota klan yang seumuran, takut kalau hanya mencemarkan nama baik ketua Klan Api Biru.
Dengan tidak adanya seorang ibu menjadikan Luo Tian Shan semakin terlarut dalam kesendirian serta kesedihannya setiap hari. Memang sejak dilahirkan dia tidak pernah melihat wajah serta bagaimana belaian seorang ibu.
Chen Fang juga sepertinya menutupi kemana sang ibu berada, hanya memberitahu tentang nama ibunya, Ruolan Shan yang ia ceritakan sebagai seorang warga biasa.
Luo Tian Xing ataupun Luo Tian Shan tak pernah tahu kemana sang ibu meskipun Tian Xing saat itu berusia lima tahun dan Tian Shan baru lahir beberapa minggu, tapi ia tak ingat wajah ibunya.
Setelah kelahiran Tian Shan, sang ibu menghilang entah kemana, menjadikan Chen Fang sebagai orang tua tunggal dalam membesarkan dua anak yang masih kecil. Yang satu si jenius Tian Xing yang satu lagi si Sampah Tian Shan, meskipun umur mereka hanya terpaut lima tahun tapi tidak dengan kemampuan sejak lahir mereka.
Saat ini usia Tian Xing dua belas tahun dan Tian Shan baru tujuh tahun. Tetapi mereka berdua memiliki jalan berbeda yang harus ditempuh masing-masing.
‘Sepertinya aku harus memberitahu ayah, supaya mempercepat pencarian seseorang master yang mengetahui ada apa dengan tubuh adikku,’ gumam Luo Tian Xing sembari mengamati puing-puing gubuk pohon buatannya yang hancur.
“Baiklah, sepertinya aku harus memperbaiki ini dulu. Agar nanti Adik Shan kembali tempat ini sudah lebih baik dan membuat suasana hatinya lebih tenang, hmm ...!” selesai berkata ia melemaskan kedua tangannya keatas bersiap memperbaiki gubuk kayu yang berantakan.
Terlihat sebuah gedung besar dengan ornamen Burung Api langit menyemburkan api di kedua sisi pintu gedung. Gedung biru tua itu adalah Balai Tetua Api. Bangunan itu merupakan tempat dimana ketua klan melakukan pertemuan besar dengan Para Tetua Api atau biasa digunakan untuk menerima tamu penting.
Klan Api Biru mempunyai tetua klan terbanyak dari semua klan yang ada yaitu Sembilan Tetua Api. Sebab, dulu sebelum klan Api Biru berdiri sembilan orang petarung berhadapan dengan Burung Api Langit yang berbentuk seperti perpaduan tubuh Phoenix Emas berkepala Rajawali Staris Biru yang merupakan cikal bakal klan Api Biru.
Burung Api Langit merupakan hewan pemilik kekuatan Api tertinggi serta burung yang dipercaya sebagai raja dari seluruh elemen api.
Kesembilan orang itu menaklukan Burung Api Langit yang setara dengan seorang Petarung jiwa Api tahap tertinggi yang juga memiliki raga petarung tingkat puncak, yang mana itu merupakan tingkatan tertinggi kekuatan petarung.
Kesembilan orang itu mampu menundukkan Burung Api Langit kemudian menyegel kekuatan apinya namun dari kesembilan itu yang masih hidup setelah kejadian itu hanya satu orang. Yang pada akhirnya orang itu mendirikan Klan Api Biru dengan Burung Api Langit sebagai identitasnya meskipun jenis burung ini sudah tidak ada lagi saat ini.
Dengan kekuatannya, ia membagi kekuatan Api biru dari Burung Api Langit kesemua anggota keluarga termasuk keluarga kedelapan orang yang gugur dan menjadikan Api biru sebagai kekuatan jiwa klan. Untuk menghormati sembilan orang yang telah berjasa maka di dalam klan Api Biru dibentuk Sembilan Tetua Api.
Di dalam bangunan itu telah berkumpul para Tetua Api serta Ketua Klan yang didampingi Wakil Ketua.
“Hormat pada Ketua Luo Chen Fang...!” sapa sembilan Tetua Api bersamaan dengan tangan mengepal ke depan serta badan setengah membungkuk.
“Hormat untuk Tetua Api!” balas Ketua Luo Fang yang melakukan hal sama kemudian mempersilakan semua untuk duduk.
“Tetua Api, pertemuan ini sengaja aku lakukan sedikit lebih awal dari rencana semula, sebab satu tahun lagi klan kita akan menyelenggarakan uji kemampuan bagi petarung usia muda untuk mewakili klan kita di turnamen petarung tiga tahun mendatang. Menurut Para Tetua bagaimana rencana ini dilaksanakan?” tanya Ketua Chen Fang tanpa basa-basi langsung berbicara ke pokok permasalahan.
“Menurut pengamatan saya, Ketua! Bagaimana jika kali ini kita lebih memfokuskan pada anak yang mempunyai bakat menjanjikan untuk menghemat biaya dan waktu pengujian?” salah satu tetua dengan senyuman khasnya yang bernama Tetua Luo Shun Tong membuka suara.
“Tetua Shun Tong! Aku rasa itu tidak tepat, sebab bakat menjanjikan bukan hanya lahir dari anak yang jenius saja. Banyak anak-anak lain yang bakatnya masih terpendam dan belum terlihat oleh kita. Mereka masih tujuh tahun sekarang,” timpal tetua lain menyanggah pernyataan Tetua Shun Tong yang bernama Tetua Luo Mu Zheng.
“Benar ketua dan tetua sekalian. Masih terlalu awal bagi kita untuk menentukan siapa yang berbakat dan tidak. Masalah biaya kurasa itu masih bisa diatasi oleh klan kita dan masalah waktu, kita masih banyak waktu untuk persiapan lainnya!” lanjut tetua lainnya yang bernama Tetua Luo Li Mu.
“Dalam masa-masa ini setiap anak masih bisa berkembang dan membudidayakan kemampuan mereka, tidak adil rasanya jika kita hanya fokus untuk anak jenius saja!” imbuh Tetua Luo Wei Shin melanjutkan.
‘Cihh ...! Sudah jelas bahwa di klan ini banyak anak sampah yang menyedihkan termasuk anak dari si Tua Fang itu. Para tetua ini sungguh menyedihkan dalam berpikir,’ batin Tetua Luo Shun Tong sambil tersenyum merendahkan.
“Kalau begitu, sama seperti tahun lalu saja. Hanya saja untuk lebih menghemat tenaga, peserta yang mengikuti harus sudah berada di Petarung jiwa Api dasar tingkat lima dan mencapai setidaknya Petarung Raga Besi tingkat lima. Di klan lain itu merupakan persyaratan terendah mereka untuk lolos seleksi pengujian,” tandas Tetua Luo Shun Tong meyakinkan.
“Sepertinya benar juga yang dikatakan Tetua Shun Tong, jika kita tak menaikkan kualitas uji kemampuan. Maka kita hanya akan jadi bahan lelucon di turnamen nanti,” Tetua Luo Cheng Yan memandang Shun Tong sesaat sebelum beralih memandang ke arah Ketua Chen Fang.
“Menurut Tetua Shen Zhang bagaimana?” Ketua Chen Fang terlihat ragu untuk mengambil pendapat.
Tetua Shen Zhang memejamkan matanya, “Sepertinya itu lebih baik, daripada menyingkirkan peserta sebelum mereka menunjukkan kemampuan!”
Pertemuan yang berlangsung lebih dari lima jam itu berjalan cukup alot untuk menentukan langkah ke depan yang harus diambil serta disetujui semua Tetua Api.
Yang pada akhirnya disetujui dengan waktu penyelenggaraan 11 bulan lagi dengan rincian yang sudah disepakati Para Tetua Api, yaitu usia delapan tahun yang telah mencapai petarung jiwa Api dasar tingkat lima dan petarung Raga Besi tingkat lima sebagai kemampuan minimun syarat mengikuti uji kemampuan.
Meskipun itu lebih tinggi dua tingkat dari tahun lalu, karena saat ini masing-masing klan sedang gencar-gencarnya melakukan terobosan dalam pengembangan kemampuan usia muda agar mereka menjadi yang terunggul.
Karena saingan terkuat Klan Api Biru yang berada di kota Wujin ini merupakan sesama pemilik Jiwa Api yaitu Klan Api Ungu yang diketuai Chan Jiang.
Yang mana sejarah pembentukannya sama, hanya saja berbeda hewan yang menjadi jiwa Api yaitu Burung Elang Ungu yang konon merupakan hewan terkuat kedua setelah Burung Api Langit.
Setelah pertemuan itu selesai dan para Tetua Api meninggalkan tempat pertemuan itu. Terlihat Ketua klan memegangi kepalanya.
“Maafkan ayah, Shan'er! Sepertinya kau memang tidak bisa mengikuti uji kemampuan kali ini. Maafkan ayah yang terlalu bodoh untuk mengajarimu. Entah apa yang akan ayah katakan jika bertemu ibumu. Ayah telah gagal menjadi seorang ayah untukmu...!” gumam Chen Fang sembari menunduk, terlihat kesedihan diwajahnya hingga meneteskan air mata.
“Ketua Fang tak perlu terlarut kesedihan seperti ini, aku yakin Tian Shan memiliki takdir tersendiri yang mungkin akan menggetarkan benua ini, mengingat ibunya adalah keturunan utama dari klan itu...!” kata Wakil ketua Luo Chen Fei mencoba menenangkan.
"Sudahlah Fei, tak perlu membahas masalah itu. Aku tahu semua ini pasti lah takdir....” Ketua Chen Fang terlihat pesimis tetapi ia segera melebarkan matanya beberapa detik setelah mendengar dengar benar perkataan Chen Fei.
“Tunggu dulu! Benar juga. Kenapa aku sampai melupakan hal sepenting itu ... hahaha terima kasih saudara Fei telah mengingatkanku tentang sesuatu yang penting!” terlihat Chen Fang menemukan kembali kecerahan wajahnya begitu menyadari perkataan Chen Fei yang selama ini terlupakan.
Chen Fang nampak antusias, itu terlihat dari senyum sumringah dan semangat yang berkebalikan dari ekspresinya beberapa menit yang lalu. Dirinya mengingat tentang pesan rahasia dari istrinya yang juga berhubungan dengan apa yang terjadi pada Tian Shan.
“Apakah kakak baik-baik saja? Begitu mudahnya berubah ekspresi hanya dalam beberapa menit. Apakah terlalu berat bebanmu saat ini?” Chen Fei melihat perubahan raut wajah ketua klan sambil menggaruk pelan pelipisnya dalam keheranan.
“Baiklah, sudah terlalu lama aku tak menyadari ini. Maafkan ayah selama ini yang melupakan hal itu. Shan'er, kau bukanlah anak sampah. Kau adalah putra Luo Chen Fang yang akan menggetarkan benua ini...! Tidak. Bukan hanya benua ini tapi seluruh dunia hahaha...!“ seru Chen Fang cukup lantang yang di akhiri tawa panjang.
Melihat kakaknya seperti itu menambah keheranan lain dari Chen Fei meningkat seperti takut. Disisi lain Chen Fei juga senang dengan kembalinya semangat sang kakak kandung itu, maka dapat dipastikan akan membawa perubahan pada Klan Api Biru.
Tian Shan masih berlari sambil terus bergumam dan mengumpat tak jelas pada dirinya sendiri, karena ketidakberdayaan kemampuan yang dimilikinya sangat mengecewakan hingga ia terlambat menyadari bahwa telah berlari terlalu jauh ke dalam hutan.
Mengingat dia telah berlari dalam waktu yang lama dia baru menyadari saat sudah tersesat jauh di dalam Hutan Wujin.
Bahkan mungkin sudah lebih dalam dari perkiraannya, sampai ia tak tahu dari arah mana asal ia berlari, terlihat matahari sudah hampir terbenam menandakan sudah setengah hari ia berlari dalam umpatannya.
“Ehh, dimana ini? Betapa aku juga bodoh, haih...! Untuk apa aku berlari sampai masuk ke tengah hutan begini. Mana hari sudah hampir gelap! Ahh sial ... Dasar bocah bodoh...!” gumam Tian Shan sambil memukul ringan kepalanya, ia kecewa sudah kehilangan akal untuk bisa kembali.
“Sepertinya Tuhan mengabulkan permintaan bodohku ya, untuk memberi cobaan lebih berat lagi! Ah sial... aku harus kemana? Hutan ini kan banyak hewan petarung jiwa-nya. Habis sudah, akan jadi santapan hewan... Cih, hidup sekali saja sudah begini....” gerutu Tian Shan yang terdengar setengah menyerah dengan keadaannya.
“Masa bodoh lah ...! Ohh Tuhan jika aku dilahirkan kembali, mohon Tuhan membiarkanku menjadi jenius hebat yang jadi pahlawan. Aku ingin jadi orang hebat Tuhaan...!” teriak Tian Shan dalam keputusasaannya, hingga tanpa sadar tanah pijakannya terjatuh, di bawahnya terdapat sebuah gua kecil.
“Berisik sekali. Diaam...!” suara yang sangat nyaring terdengar sangat jelas.
Tian Shan langsung terdiam polos penuh kebingungan, ia menoleh ke kiri dan ke kanan mencoba mencari sumber suara itu tapi tak menemukan apa-apa karena langit sudah mulai gelap akibat rimbunnya pepohonan meskipun matahari belum terbenam.
“Cari apa kau! Dasar manusia berisik, pengganggu!” kata suara itu setengah berteriak, menambah kebingungan Luo Shan.
Dengan keberanian yang dipaksakan ia menapaki jalan menurun di depannya dan terlihat gua kecil di antara jalan tapak terjal itu.
“Mungkinkah suara nyaring tadi berasal dari dalam gua ini...? Ahh mana mungkin ada wanita dalam gua ditengah hutan begini? Apa jangan-jangan hewan petarung kelas Langit... Aish... Masuk tidak, masuk tidak!” Tian Shan ragu untuk melangkah masuk, bahkan bulu kuduknya hampir berdiri rata.
Namun akhirnya dengan keberanian yang dipaksakan ditambah rasa penasaran yang tinggi mendorongnya untuk memasuki gua kecil itu. Meski jalan masuk terlihat kecil tapi ternyata di dalam cukup luas.
Segera Tian Shan menjentikkan jarinya lalu muncul sepijar api kecil di ujung jarinya yang cukup untuk menerangi langkah kakinya.
“Heh! Cuma manusia lemah dengan api kuning, berani juga masuk hutan sejauh ini. Kemarilah! Aku sudah lama tidak makan api, walaupun lemah tapi daripada tidak ada sama sekali. Hahaha!” suara itu kembali terdengar mengintimidasi dengan tawa menakutkan.
Mendengar suara kejam tersebut yang dengan jelas ingin memangsanya, membuat Tian Shan membatu hingga tubuhnya menggigil ketakutan.
“Hahaha manusia lemah, begitu saja ketakutan sampai hampir mati. Aku hanya bercanda saja hahaha ...! Sudah, matikan api lemah itu membuatku menangis saja,” kata suara itu lagi bersamaan dengan nyala api putih kebiruan disetiap sudut dinding gua hingga terlihat diujung gua sesosok wanita sedang merebahkan diri di atas batu lebar yang tengah mengangkat kedua kakinya bersandar di dinding gua.
Langkah kaki Tian Shan sangat pelan mendekati sosok wanita itu sambil menahan tubuh yang gemetar.
“Si-siapa kau?” terdengar nada ketakutan saat Tian Shan mencoba bertanya.
“Hahaha tak perlu takut, aku tak akan memangsa manusia. Kemarilah, apa kau tak lelah berdiri disana?” ujar santai wanita itu sambil mengayunkan tangannya.
Seperti kerbau dicocok hidungnya, entah bagaimana bisa Tian Shan begitu saja mendekat dan duduk di sebelah sosok wanita itu yang kemudian mengubah posisi duduknya menghadap Tian Shan sambil menaikan kaki kirinya bertumpu pada lutut kanannya.
‘Ohh! Teratai Biru kuno rupanya, ternyata masih ada didunia ini setelah peristiwa itu? Bukannya semua keturunan sudah mati. Lalu anak ini...?‘ batin wanita itu setelah berhadapan dengan Tian Shan, dalam sekali lihat ia seperti mampu membaca diri Tian Shan.
“Hei bocah, siapa namamu? Dari mana asalmu? Kenapa kau bisa sampai disini?” tanya wanita itu bertubi-tubi seperti ingin mengetahui sesuatu.
Dalam kebingungannya, Luo Tian Shan masih berpikir kenapa bisa menuruti perintah wanita itu untuk duduk di sebelahnya dan sekarang dia menanyakan banyak pertanyaan sekaligus. Membuat Tian Shan semakin bingung dengan tempatnya.
“Hei bocah, melamun apa? Aku bertanya padamu! Tenanglah, aku bukan hewan buas yang merubah diri jadi manusia,” kata wanita itu menenangkan ketakutan Tian Shan yang begitu terlihat.
“Aku Luo Tian Shan dari klan Api Biru yang ada di Kota Wujin. Mengenai kenapa aku bisa sampai kesini, aku tak tahu. Aku hanya berlari saja, sampai tak menyadari kalau aku sudah terlalu jauh masuk ke dalam hutan ini,” Luo Tian Shan menjawab pertanyaan wanita itu memperkenalkan diri, ketenangannya nampak sedikit membaik setelah mengetahui wanita di hadapannya itu mungkin juga manusia.
“Lalu siapa kau? Kenapa bisa ada disini?” imbuhnya bertanya balik.
“Ehh, klan Api Biru ya? Bukannya apimu itu kuning...? Seharusnya bukankah Klan Api Kuning, haha haha haha,” kelakar wanita itu sembari tertawa renyah.
“Simpan saja leluconmu yang tak lucu, aku memang sampah di keluargaku, itulah sebabnya aku berlari hingga tersesat kesini,” Luo Tian Shan mendengus kesal, namun tak mengubah arah pandangannya.
Ia yang masih tertunduk hingga tidak menyadari, ternyata wanita tersebut dari tadi sedang mengamati Luo Shan dengan teliti.
‘Ehh Luo Shan...? Bukankah itu nama dua keluarga? Pantas saja anak ini punya darah Teratai Biru Kuno! Entah ayah atau ibunya, kurasa takdir anak ini cukup berat,’ batin wanita itu sambil menggeleng kepala pelan seolah tidak mendengarkan perkataan Luo Shan.
“Heh bocah! Perkenalkan namaku Yun Zhizhi. Aku berada disini memang tempat ini adalah rumahku, apa kau tak lihat semua itu!” ujar wanita itu memperkenalkan diri sambil menunjuk kearah belakang Luo Shan.
Tanpa menjawab lagi, pandangan matanya mengikuti arah tangan wanita itu dan melihat ternyata di sisi lain gua itu terdapat sebuah lorong lebar yang berisi selayaknya sebuah kamar besar yang lengkap.
“Tinggal ditempat seperti ini sendirian? Jangan bercanda!” balas Tian Shan tak percaya sambil mengamati sekeliling lorong seperti kamar itu.
“Memangnya untuk apa aku membohongimu? Aku sudah lama tinggal disini, mungkin sebelum kau lahir, heh...!” Yun Zhizhi bersikap santai, terlihat bahwa ia begitu membanggakan dirinya sendiri.
“Apa? Selama itu dan tanpa pernah keluar dari hutan ini?” Luo Shan melebarkan keduanya matanya.
“Ya ... Mungkin lebih lama dari itu. Sebenarnya aku tinggal ditempat ini karena terpaksa, karena aku adalah keturunan terakhir keluargaku yang masih bertahan hidup sampai sekarang. Disini aku memulai melatih diri tanpa bantuan siapapun setelah sekian lama, baru kau manusia pertama yang aku temui atau tepatnya datang menemukan tempatku!” Yun Zhizhi menjelaskan singkat, terlihat tatapan nanar dimatanya seakan menahan sesuatu yang menyesakkan.
“Memang kemana keluargamu atau setidaknya orang-orang dari klanmu?” tanya Luo Shan penasaran setelah melihat raut wajah wanita di depannya itu berubah ketika bicara mengenai keluarganya.
“Sudahlah tak perlu di bahas, kau juga tak akan mengerti. Lebih baik kau segera kembali sebelum semua keluargamu mencari dan menemukanku disini,” sergah Yun Zhizhi mengalihkan pembicaraan.
*****
“Baiklah sudah beres! Ehh, hari sudah gelap begini sepertinya aku harus segera pulang untuk menghibur Adik Shan, ayah pasti masih sibuk bersama para Tetua Api!” gumam Luo Tian Xing setelah menyelesaikan perbaikan rumah pohon adiknya.
Dengan berlari secepat kilat Luo Tian Xing melesat menuju kota Wujin, tak butuh waktu lama untuk sampai dirumahnya karena memang jarak yang tak begitu jauh.
“Shan'er, Xing'er...! Ayah pulang ...!” seru Chen Fang sebelum membuka pintu rumahnya.
‘Ahh sepertinya mereka belum pulang, lebih baik bersih-bersih diri dulu,’ batin Ketua Klan Api biru tersebut sambil berjalan ke tempat pemandian keluarga.
Meskipun menjadi Ketua Klan namun Chen Fang tak memiliki pelayan. Selama ini dia sendiri yang mengurusi urusan rumah serta anak-anaknya sebelum dan setelah bekerja di Balai Tetua untuk mengatur semua masalah Klan.
Setelah menghilangnya Ruolan Shan, Luo Chen Fang berjanji pada diri sendiri untuk merawat serta memenuhi semua kebutuhan anak-anaknya. Dan setelah menjabat sebagai Ketua Klan pun ia tetap tak mengangkat pelayan dan melakukan semua sendiri.
Padahal sudah banyak yang meminta diri untuk melayani keluarga Ketua Klan tersebut namun semua ditolak dengan alasan semua penghuni rumah adalah laki-laki yang mungkin akan jarang tinggal di rumah.
“Adik Shan, kakak pulang...! Kau dimana? Apakah masih memikirkan kejadian tadi? Sudahlah, anak-anak pecundang seperti mereka abaikan saja!” Luo Xing berteriak lumayan keras setelah menutup pintu rumah.
Luo Tian Xing langsung menuju kamar adiknya dan hanya diam didepan pintu kamar, “Adik Shan, kakak tahu kau di dalam, sudahlah lupakan. Kakak tadi sudah memperbaiki gubuk pohon mu lhoo...! Lebih keren dari sebelumnya. Keluarlah, kau pasti belum makan malam kan? Kakak siapkan makan malammu ya?” rayu Luo Tian Xing mencoba membujuk adiknya di depan pintu kamar, sebab sudah biasa jika Luo Tian Shan seperti ini, pasti akan semakin marah kalau ada orang masuk kamarnya tanpa ijin.
Di dalam ruang pemandian Keluarga, Chen Fang mendengar suara Tian Xing dengan jelas.
“Xing'er kaukah itu? Adikmu belum pulang, malah ayah yang lebih dulu pulang! Ayah pikir kalian berdua bermain bersama!” teriak Chen Fang dari dalam ruang pemandian.
Bersamaan dengan itu ia bergegas berdiri kemudian memakai pakaian dan berjalan keluar menemui Luo Xing yang masih berdiri bersandar di samping pintu kamar adiknya.
“Xing'er adikmu belum pulang, percuma kau memohon pada dinding seperti itu! Apakah dia berkelahi lagi? Setiap kali dikeroyok, adikmu pasti tidak akan pulang ... Haisshh anak itu!” ujar Chen Fang sambil berjalan mendekati Luo Tian Xing dengan beberapa kali keluhan.
“Tadi aku lihat dia dikeroyok cucu Tetua Api, lalu dia berlari dengan memaki diri sendiri dan aku membiarkannya karena kupikir akan seperti biasanya dia pasti menyendiri lagi entah dimana,” kata Tian Xing menjelaskan.
Setelah mendengarkan cerita Tian Xing, Chen Fang lalu memintanya pergi mencari adiknya takut kalau-kalau dia bertindak tidak wajar karena sudah terlalu lama dia menghilang dari kejadian seperti yang biasanya.
Sebelum pergi Tian Xing diberitahu ayahnya mengenai pemecahan masalah adiknya dan tahu cara mengatasi masalah pelatihan adiknya yang selalu jalan ditempat. Tian Xing mendengarkan hal itu, rasa bahagia nampak dari raut wajahnya. Senyuman bahagia mengembang sebelum dia pergi mencari adiknya.
Ia berpikir, secepatnya harus menemukan adiknya untuk memberitahu masalah yang menderanya sudah ada pemecahannya, mengingat Tian Shan baru berusia 7 tahun sekarang.
Dalam pikirnya, masih ada harapan adiknya untuk mengikuti uji kemampuan tahun depan dan membungkam Tetua Api yang meremehkan keluarganya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!