Namanya Nadia, dia adalah guru TK di sebuah sekolah ternama. Namanya sekolah ternama pastinya biaya masuk dan biaya sekolahnya pasti mahal. pastinya juga yang bersekolah di situ orang tuanya rata-rata menengah ke atas. Nadia begitu senang mengajar di TK. Karena dapat bersua dengan murid yang lucu-lucu dan menggemaskan. Berbagai ragam sikap dan sifat mereka yang sungguh menggemaskan membuat Nadia betah berlama-lama di sana. Apalagi jika mengahadapi murid yang agak tengil, tapi pinter Nadia sungguh menyukainya. Ada salah seorang anak perempuan yang begitu mencuri perhatiannya. Anak perempuan cantik, menggemaskan, pintar, dan suka berbagi dengan orang lain. Pastinya orang tua yang mendidiknya di rumah orang tua yang baik. Namanya Aysila Husna. Biasa dipanggil dengan sebutan Ay. Ay juga suka berpangku pada Nadia, suka bermanja-manja membuat Nadia gemas sendiri. Iseng-iseng Nadia bertanya pada Ay.
"Nak, Ayahnya ganteng atau jelek?" tanya Nadia bercanda pada Ay.
"Ganteng lah bu, namanya laki-laki pasti ganteng ibu," ucap Ay dengan celotehannya yang begitu menggemaskan membuat Nadia tertawa.
"Hmmm... Gitu yah?" ucap Nadia menjawil pipi Ay.
Saat anak-anak sudah berada di arena bermain. Pelajaran sudah usai. Ay dijemput seorang pria jangkung memakai masker. Nadia bertanya pada salah seorang guru.
"Ini siapanya Ay?" tanya Nadia.
"Oh...ini ayahnya Ay," ucap guru tersebut, ibu Mala sambil tersenyum.
Entah keberanian dari mana Nadia berceloteh,"Iya, tadi saya tanya sama Ay, ayah Ay ganteng atau jelek? Dia jawab ganteng lah ibu, namanya laki-laki pasti ganteng lah."
Nadia melirik ke arah ayah Ay yang nampak terkejut, namun segera menetralkan diri nya yang sepertinya tersenyum di balik maskernya karena matanya kelihatan menyipit.
"Iyalah, bijak kali si Ay ini memang yah," ucap Mala tersenyum. Nadia pun tersenyum dan mengangguk mengiyakan yang dikatakan Mala.
"Dah... Ay sayang," ucap Nadia dan Mala. Mereka berlalu dari hadapan mereka dengan septor sambil melambaikan tangan.
***
Sudut pandang Doni.
Doni tengah berada di sebuah Sekolah SMP ternama di kota itu. Doni menjabat sebagai kepala sekolah di sana. Doni melirik ke arah jam tangannya. Jam tangannya menunjukkan pukul 11.00. Waktunya Doni menjemput putri kecil semata wayangnya. Doni sengaja memakai septor agar tidak terjebak macet. Tepat pukul 11 lewat 20 menit Doni sampai di sekolah putrinya Ay. Di sana sudah ada beberapa guru dan orang tua murid.
"Ini siapanya Ay?" tanya salah seorang guru.
"Oh...ini ayahnya Ay," jawab guru yang lain. Doni hanya tersenyum menanggapi di balik maskernya.
"Iya, tadi saya tanya sama Ay, ayah Ay ganteng atau jelek? Dijawab Ay, ganteng lah ibu namanya laki-laki pasti ganteng lah," ucap guru yang bertanya tadi.
Doni terkejut dan merasa baper, namun tersenyum menatap senyum manis ibu guru Ay itu yang melirik ke arah nya.
"Iyalah, bijak kali si Ay ini memang yah," sambung guru yang lain. Doni semakin tersenyum di balik maskernya.
Mereka mengucapkan salam dan berdada ria pada Ay. Pandangan Doni tak ingin lepas dari ibu guru yang mengatakan ganteng tersebut walau pandangan ibu guru itu fokus ke Ay yang terlihat sangat menyukai Ay.
Doni memarkirkan septornya ke kawasan rumah elit. Doni membawa Ay ke dalam dan disambut oleh eyangnya. Orang tua Doni. Sementara ibu Ay, tidak memperdulikan Ay sama sekali. Dia sibuk dengan dunia modelling nya membuat Doni merasa muak dan sudah menceraikannya. Dia sama sekali tidak memperhatikan suami dan anaknya. Doni merebahkan tubuhnya ke tempat tidur dan sudah melepas maskernya. Saat memejamkan mata, sekelebat senyum guru Ay membayang diingatan nya, membuat dirinya bangkit dan tanpa dia sadari ikut tersenyum juga.
Manis juga, namanya siapa yah? Batin Doni. Wanita seperti itu yang pantas untuk Ay. Ramah dan penuh kasih sayang. Apalagi dia bilang aku ganteng. Batin Doni dengan senyum sumringahnya. Merasa baper sendiri.
Sementara itu Nadia merasa uring-uringan kenapa dia kelepasan ngomong gitu sama orang tua murid. Sama suami orang lagi. Aduh... Nggak... Nggak... Nadia merasa malu dan uring-uringan. Terbayang sekelebat sosok ayah Ay yang jangkung. Ay cantik dan imut pasti mirip ayahnya. Batin Nadia. Ya Allah, kenapa aku jadi mikirin suami orang gini. Nadia segera menggubris pikiran itu jauh-jauh dari ingatannya.
Keesokan harinya Doni bercermin cukup lama memperhatikan penampilannya. Dengan rambut yang klimis, kemeja lengan panjang, serta celana kerja yang pas membuat Doni kelihatan tampan dan mempesona. Aura maskulin terpancar dari wajahnya.
"Ayah...ayo kita sekolah," ucap Ay mendatangi kamar ayahnya.
"Iya sayang, ayo kita sekolah. Bekalnya sudah kan?" tanya Doni.
"Sudah ayah, sudah disiapin eyang tadi," ucap Ay tersenyum.
Hujan cukup deras di luar sana. Doni memutuskan membawa mobil agar putri kecilnya tidak kehujanan. Tak lupa mereka berpamitan dengan eyang Ay.
"Hati-hati di jalan yah cucu eyang," ucap eyang Ay, mencium puncak kepala Ay.
"Doni pamit Ma," ucap Doni menyalami ibunya.
"Iya Nak, hati-hati," ucap eyang Ay.
Doni terjebak macet, beberapa kali dia melihat jam tangannya. Duh... Ay terlambat. Batin Doni.
Sementara di TK semua sudah berbaris dan senam di pagi hari, serta sudah membacakan do'a di pagi hari. Saat Nadia ingin masuk ke kelas untuk minum, Nadia melihat mobil berhenti di pagar. Mungkin salah satu murid. Fikir Nadia. Nadia membuka gerbang dan hujan sudah rintik-rintik. Keluarlah sosok jangkung dari arah pintu kemudi memakai masker. Dia membukakan pintu di sebelahnya. Ntah kenapa Nadia merasa berdebar. Ternyata itu adalah Ay dan ayahnya.
"Maaf yah ibu Ay nya terlambat," ucap ayah Ay.
"Iya Pak, gak papa," ucap Nadia.
"Salam ibunya Nak," ucap Doni.
Nadia pun tersenyum menyambut tangan mungil Ay.
"Assalamu'alaikum cantik, sayang ibu," ucap Nadia.
Doni terpesona sesaat menatap Nadia yang setengah menunduk ke Ay dan menerima tas Ay.
"Ayah pergi dulu yah, nanti ayah jemput lagi," ucap Doni. Ay mengangguk.
"Terima kasih yah Ibu," ucap Doni.
"Iya ayah," ucap Nadia polos menuju ke dalam membawa Ay membelakangi Doni. Doni terpaku di tempatnya. Jantungnya berdebar kencang.
Apa katanya tadi, ayah? Doni tersenyum melihat keduanya dan segera berlalu karena tugasnya sedang menunggu.
Nadia merasa malu, kenapa aku tadi sebut dia ayah. Ya Allah... jadi baper sendiri kan aku? Malunya. Apa tanggapan ayah Ay nanti. Batin Nadia.
Saat jam pelajaran berlangsung Ay menangis kencang. Nadia panik dan melihat tangan kiri Ay tergores.
"Ay kenapa?" tanya Nadia.
"Sakit Ibu," ucap Ay menunjukkan tangannya.
Nadia segera mengobati luka di tangan Ay dan meniupnya agar Ay tidak menangis. Ay pun menjadi tenang.
"Nanti kasih tau ayah Ay yah Ibu, biar diobati," ucap Ay.
"Iya sayang, nanti Ibu kasih tau sama ayah yah, udah jangan nangis lagi yah sayang," ucap Nadia memeluk dan mencium Ay dengan gemas.
Nadia menyuapi Ay makan, namun Ay tidak berselera. Moodnya lagi tidak baik saat ini. Nadia hanya bisa menghela nafas. Nadia pun memberikan roti dan susu yang dibawa dari rumahnya. Ay memakan rotinya sedikit namun menghabiskan susunya. Nadia memberikan air putih pada Ay agar tidak haus.
Suasana hujan masih deras di luar. Bu Mala tidak hadir hari ini karena terjebak banjir. Jadi Nadia berinisiatif agar anak-anak tidak bosan Nadia bercerita kepada anak-anak. Anak-anak merasa senang mendengar cerita Nadia hingga hujan pun reda dan Nadia membolehkan anak-anak bermain di luar.
Anak-anak satu per satu dijemput orang tuanya. Ay sendiri dijemput oleh tantenya.
"Ibu, ini tadi tangan Ay tergores sedikit," ucap Nadia.
"Karena asyik bermain yah Ibu?" tanya tantenya.
"Iya ibu," ucap Nadia tersenyum. "Oh iya ibu, tadi Ay gak mau makan."
"Oh iya, kenapa gitu Ay?" tanya tantenya.
"Tapi susunya habis ibu," ucap Nadia.
"Oh...iya Ibu. Makasih yah ibu," ucap tantenya.
"Iya ibu. Dah sayang," ucap Nadia.
Tak lama setelah kepergian mereka, ayah Ay datang menggunakan septor.
"Ay nya sudah dijemput tadi Pak," ucap Nadia.
"Oh...iya ibu sama siapa?" tanya ayah Ay.
"Tantenya Pak," ucap Nadia tersenyum.
"Oh...iya ibu. Makasih yah ibu," ucap Doni.
"Iya Pak," ucap Nadia.
Keduanya merasa berdebar.
Keesokan harinya Nadia piket di TK itu. Maka Nadia bertugas menyambut anak-anak di gerbang serta membariskan anak-anak. Saat jam dinding menunjukkan pukul 08.00 Nadia ingin menutup pintu gerbangnya. Nadia terkejut saat Ay dan Doni muncul dengan septornya.
"Assalamu'alaikum sayang Ibu, Ay cantik," ucap Nadia mendatangi mereka dengan senyumannya.
"Salim Ibunya Nak," ucap Doni. Ay pun menyalam Nadia disambut Nadia dengan senyuman. Tangan Doni gemetar berada sedekat itu dengan Nadia. Doni menyerahkan tas Ay pada Nadia dengan menahan debaran di dadanya. Begitu juga dengan Nadia yang salting.
"Salam ayahnya Nak," ucap Nadia. Ay pun menyalam ayahnya.
"Bagus-bagus sekolahnya yah Nak, nanti makannya dihabiskan yah," ucap Doni. Ay mengangguk.
"Iya ayah," ucap Nadia.
"Terima kasih yah Ibu," ucap Doni menatap Nadia senyum dibalik maskernya.
"I...Iya Pak," ucap Nadia gugup.
Kenapa aku jadi gugup, bodoh. Batin Nadia. Doni tersenyum menatap punggung keduanya. Dia lebih cocok menjadi ibu dari anakku. Batin Doni. Lucu kalau lagi gugup terlihat menggemaskan.
Setelah baris-berbaris, semua masuk ke kelas. Nadia curhat pada Mala tentang apa yang dialaminya.
"Hati-hati lho dek, nanti jatuh cinta," ucap Mala. Nadia hanya tersenyum.
"Nggak ah kak, gak mau sama suami orang, kecuali..."
"Kecuali apa? Kalo duda gimana dek?" tanya Mala.
Deg. Nadia merasa berdebar dan menatap Ay yang lucu dan menggemaskan.
Saat jam makan, Nadia memberitahu Ay agar menghabiskan makanannya dan mengingatkan pesan ayahnya tadi. Ay pun berhasil mengabiskan makanannya.
Saat jam pulang anak-anak sudah bermain di luar.
"Ibu... Ay mau pipis," ucap Ay pada Nadia. Nadia pun mengajak Ay ke kamar mandi dan melaksanakan hajatnya.
Saat keluar dari kamar mandi. Ay segera berlari dan bermain bersama teman-temannya. Sementara Nadia duduk di ayunan membaca buku. Tak lama sosok jangkung itu datang. Doni melihat Nadia di ayunan yang sedang membaca. Wajahnya saat serius cantik juga. Batinnya. Doni mengedarkan pandangan mencari keberadaan putrinya yang sedang bermain bola perosotan.
"Ay..." panggil Doni.
Nadia mencari sumber suara itu dan berdebar melihat sosok jangkung itu. Nadia menutup bukunya dan mendekat ke arah Doni, mengambil tas dan menyerahkannya pada Doni sambil tersenyum manis.
"Ay... salam Ibu Nak," ucap Nadia. "Ibu yang lain juga salam yah Nak." Ay menuruti.
"Aduh Ay cantik," ucap Mala.
"Udah cantik, pinter lagi," ucap Nadia. Doni merasa bangga.
"Iya, Ay cantik pinter, ayahnya ganteng," ucap Mala. Doni tersenyum di balik maskernya menatap Nadia. Nadia pun menatap Doni dan tersenyum.
"Dadah Ay sayang," ucap Nadia dan Mala sampai gerbang.
Untuk pertama kalinya Doni melepas maskernya. Kemudian memakai helm nya. Nadia terpesona melihat ketampanan Doni. Mereka saling melempar senyum.
"Dadah sayang, ummuach," ucap Nadia dan Mala pada Ay.
"Makasih yah Ibu," ucap Doni.
"Iya Pak," ucap Nadia dan Mala.
Mala senyum ke arah Nadia dan meledeknya.
"Awas jatuh cinta," bisik Mala. Nadia pun merasa berdebar. Apalagi saat melihat wajah Doni untuk pertama kalinya.
***
Saat sampai di rumah, eyang tidak di rumah. Doni mengantar Ay ke kamarnya.
"Ay, capek ayah," ucap Ay manja.
"Tadi di sekolah ngapain aja?" tanya ayahnya.
"Menggambar mangga, terus bu guru cerita," celoteh Ay.
"Cerita apa?" tanya Doni penasaran.
"Cerita anak yang gak mau sekolah, nanti ditakuti setan," ucap Ay polos. Doni terkikik geli.
"Ibu Mala dan Ibu Nadia," ucap Ay.
"Ibu Mala yang mana? Ibu Nadia yang mana?" tanya Doni penasaran.
"Yang mana yah?" ucap Ay berfikir serius.
"Ya udah, ganti baju sana. Mandi biar harum," ucap Doni.
"Siap ayah," ucap Ay.
***
Nadia merasa uring-uringan di kamarnya. Ya Allah kenapa aku jadi berdebar pada suami orang? Ya Allah hilangkan lah rasa suka ku ini. Batinnya. Nadia tinggal di kos-kosan dekat sekolah itu. Sebenarnya banyak keluarganya di kota itu. Tapi dia lebih nyaman tinggal sendiri nge-kos dan dekat juga ke tempat dia mengajar. Nadia mengutak-atik ponselnya.
Kring... Kring...
"Assalamu'alaikum, iya Bi," sapa Nadia.
"Na... besok datang ke rumah Bibi yah," ucap bibinya di seberang.
"Kenapa Bi?" tanya Nadia.
"Besok Bibi ada wirid keluarga, datang yah!" ucap Bibi.
"Siap Bibi ku sayang," ucap Nadia. "Pulang sekolah Nadia ke sana yah?"
"Iya Nak, acaranya mulai jam 2," ucap bibi.
"Oke bibi ku sayang," ucap Nadia.
***
Keesokan harinya.
Nadia sudah berada di sekolah. Hari sudah mulai mendung. Mungkin banyak anak-anak yang gak hadir nanti. Batin Nadia. Ntah kenapa Nadia mengharap Ay datang. Sadarlah Nadia.
"Kak Mala, nanti aku mau ke rumah bibi aku, mau ikut?" tanya Nadia pada Mala.
"Ngapain dek?" tanya Mala.
"Ada hajatan kak di rumah bibi, mau ikut kan?" tanya Nadia. "Ada kegiatan kakak hari ini?"
"Nggak ada. Oke deh nanti kita bareng yah, lumayan makan gratis," ucap Mala. Nadia pun tersenyum.
Nadia mengajak Mala karena Mala punya septor. Nadia merasa nyaman dari pada naik ojek online. Soal uang minyak bisa diaturlah nanti.
Jam sudah menunjukkan pukul 08.00. Waktunya anak-anak berbaris, senam, menghafal suroh-suroh pendek, dan do'a sehari-hari. Saat di pertengahan lintas mobil di depan gerbang. Mala memberi kode yang datang adalah Ay. Nadia dengan semangat menyambut Ay.
"Ay Cantik," ucap Mala.
"Ay sayang," ucap Nadia saat Doni sudah membuka pintu Ay.
Doni mengulurkan tangannya pada Ay untuk disalam. Kemudian Doni mendaratkan ciuman di pipi Ay. Nadia mengulurkan tangannya pada Ay.
"Salim Ibu, Nak," ucap Doni. Ay menyalam tangan Nadia. Kemudian, spontan Nadia juga mencium Ay dengan gemas.
Doni merasa berdebar melihat keakraban mereka. Ay tersenyum senang. Kemudian menyalam Mala. Nadia menerima tas Ay dari tangan Doni. Nadia merasa berdebar sehingga tidak berani menatap ke arah Doni.
"Terima kasih yah Ibu," ucap Doni tersenyum.
"Iya ayah," ucap Nadia tidak berani menatap Doni. Nadia hanya menatap putri kecilnya.
Doni menatap mereka dengan senyuman di balik maskernya.
"Ay sudah sarapan?" tanya Nadia.
"Sudah ibu, tadi Ay sarapan burger sama ayah," ucap Ay senang.
"Ay sarapan burger? Enaknya," ucap Nadia memeluk Ay.
"Hm... Anak kandung," ucap Mala.
"Apa sih kak," ucap Nadia malu.
"Memang Ay cantik kan yah?" ucap Nadia pada Ay. Ay tersenyum menunjukkan giginya yang tersusun rapi.
"Ibu ini burger untuk ibu," ucap Ay memberikan pada Nadia.
"Untuk Ibu mana?" tanya Mala.
"Hm... ayah cuma kasih satu untuk Ibu Nadia," ucap Ay polos.
Mala tertawa lepas. Nadia merasa malu.
"Makasih yah sayang, bilang sama ayah makasih yah," ucap Nadia memeluk Ay. Nadia membagi burgernya kepada Mala dengan berbagai ledekan dari Mala.
Waktu pulang telah tiba, anak-anak sudah dijemput keluarganya masing-masing. Ay juga sudah dijemput tantenya. Ayahnya tidak menjemputnya hari ini. Nadia merasa kehilangan. Duh... Ingat suami orang bos. Saat anak-anak sudah dijemput semua, Mala dan Nadia pergi ke rumah bibi Nadia. Semua keluarga sudah berkumpul di sana. Ternyata ini hajatan sekali seminggu. Bibi menyambut mereka.
"Lama bener Na," komentar bibi. Nadia dan Mala menyalam bibi. Bibi sedang bersama seorang wanita paruh baya seusia bibinya. Nadia dan Mala menyalam wanita itu.
"Maaf Bi, tadi di sekolah anak-anak lama dijemput. Terus macet di jalan," ucap Nadia tersenyum. "Kenalin Bi ini teman ngajar Nadia, Mala."
"Mala Bi," ucap Mala menyalam bibi.
"Ya udah sana bantuin sajikan makanan yo," ucap bibi.
"Siap Bibi," ucap Nadia tersenyum.
"Siapa, Lan? Ayu bener," ucap wanita itu kepada bibi yang bernama Wulan.
"Keponakan, San," ucap Wulan kepada temannya Santi.
"Kerja di mana?" tanya Santi.
"Ngajar di TK," ucap Wulan.
"Udah nikah belum?" tanya Santi.
"Belum," ucap Wulan.
"Wah... bisa berjodoh dengan anak saya," ucap Santi.
"Aduh... San. Aku sih nyamannya Nadia saja bagaimana," ucap Wulan tersenyum.
"Mudah-mudahan jodoh yo. Biar kita besanan," ucap Santi.
Ternyata ramai pengunjung yang datang. Nadia dan Mala membagikan makanan kepada para tamu yang hadir yang terdiri dari laki-laki, perempuan, dan anak-anak.
"Ibu Nadia, Ibu Mala," sapa sebuah suara kecil riang. Nadia refleks menoleh ke sumber suara. Deg...
"Eh... Ay, anak ibu sayang," ucap Nadia mendekati muridnya Ay, memeluk dan menciumnya.
"Sama siapa Ay ke sini?" tanya Mala.
"Sama ayah dan eyang," ucap Ay tersenyum menunjukkan giginya. Deg...
Tanpa Nadia sadari sosok jangkung itu tengah memperhatikan Nadia ngobrol dan bercanda dengan putri kecilnya. Sementara dia sedang mengobrol dengan para tamu yang lain.
"Kalo gitu Ibu ke dalam dulu yah Nak, mau anterin makanan yang lain," ucap Nadia.
"Ay mau ikut," ucap Ay merengek.
"Ay tunggu di sini dulu yah, nanti Ibu datang lagi ke sini temani Ay, ini makanan untuk Ay," ucap Nadia.
"Iya, nanti ibu datang ke sini temani Ay," ucap Mala menimpali. Ay pun mengangguk patuh.
Nadia dan Mala pun kembali menghidangkan makanan kepada para tamu hingga semuanya mendapatkan bagian. Nadia dan Mala ingin menemani Ay kembali yang asyik sendiri. Doni tersenyum melihat Ay yang tertawa bersama ibu gurunya. Tiba-tiba ponsel Mala berbunyi.
"Siapa kak?" tanya Nadia mengerutkan kening.
"Anak kakak, Dek. Udah pulang sekolah. Mau dijemput," ucap Mala. "Kakak duluan yah dek, boleh?"
"Ya udah deh kak, gak papa nanti aku bisa naik ojek online aja," ucap Nadia tersenyum.
"Maaf yah dek, kakak izin sama bibi mi yah," ucap Mala.
"Bawa aja ini kak, untuk anak kakak," ucap Nadia membungkus makanan untuk Mala yang kebetulan ada bungkus nasi dan plastik di situ.
"Makasih banyak yah dek," ucap Mala. "Bye... Dadah Ay."
"Dadah Ibu Mala," ucap Ay menguap.
Mala berlalu dari situ. Ayah dan eyang Ay kemana yah? Kok belum menghampiri Ay di sini? Batin Nadia. Tanpa Nadia sadari ternyata Doni tetap memperhatikan mereka dari jauh sambil mengobrol dengan tamu lain. Ay menguap, Nadia menutup mulutnya. Lucu banget sih nih anak, gemes. Batin Nadia tersenyum.
"Ay ngantuk?" tanya Nadia. Ay mengangguk. "Ayah dan eyang Ay kemana?" tanya Nadia. Ay menggeleng. "Sini Ay tidur, Ibu pangku."
Tak lama Ay berpangku pada Nadia, kemudian dia terlelap. Lucu banget sih wajah Ay tidur gini. Menggemaskan. Batin Nadia mencium pipi Ay. Selang lima belas menit, Doni mendekati mereka. Para tamu satu per satu sudah pulang termasuk teman ngobrol Doni. Doni begitu canggung. Sementara Dia belum liat ibunya di mana. Doni memutuskan akan membawa Ay dan menunggu ibunya di mobil.
"Udah tidur?" tanya Doni mendekati keduanya merasa canggung.
Nadia menatap pria jangkung itu tanpa maskernya. Nadia berdebar tidak karuan.
"I... Iya Pak," ucap Nadia gugup.
Doni tersenyum menatap putri kecilnya yang terlelap di pangkuan ibu gurunya. Bisa-bisanya kamu nyaman di pangkuan gurumu, Nak. Batin Doni.
"Sini Bu," ucap Doni ingin menggendong putri kecilnya.
Nadia dengan perlahan memberikan Ay ke tangan Doni. Sepintas mereka saling bersentuhan. Keduanya merasakan debaran yang sama. Ay tampak menggeliat di pelukan ayahnya.
"Makasih yah ibu," ucap Doni tersenyum kikuk.
"I...Iya Pak," ucap Nadia tersenyum gugup.
Keduanya pun berlalu ke depan. Namun sepertinya Doni susah membuka pintunya karena Ay dalam gendongannya. Nadia ingin menghampiri namun takut Doni salah faham. Untungnya ada orang yang melintas dan membukakan pintu untuk mereka. Saat mereka benar-benar masuk ke mobil, Nadia masuk ke dalam menjumpai bibinya mau izin pulang. Bibinya masih bersama wanita itu.
"Bi, Nadia pulang dulu yah, udah selesaikan?" ucap Nadia.
"Iyo, makasih yo Nak," ucap Wulan tersenyum. "Teman kamu mana?"
"Sudah duluan pulang Bi, jemput anaknya sekolah," ucap Nadia.
"Ya udah, gak usah pulang, nginap di sini aja," ucap Wulan. "Bibi khawatir kamu pulang naik ojek online."
"Nggak apa-apa Bi, Nadia udah biasa," ucap Nadia walau dalam hati dia takut. "Lagipula besok Nadia mau ngajar."
"Yo... Jangan toh Nak, ikuti saran bibi mu, atau... bareng kami aja pulangnya biar kami anter," ucap Santi menanggapi dengan semangat.
"Gak ibu, saya gak mau ngerepotin," ucap Nadia tersenyum. "Ya udah, Nadia nginep aja di sini. Tapi subuh Nadia berangkat yah Bi. Nadia sayang kalo tinggalin kerjaan Nadia."
"Kerja di mana, Nak?" tanya Santi yang sebenarnya kecewa Nadia tidak mau ikut bersama mereka.
"Nadia ngajar di TK, Ibu," ucap Nadia.
"Di TK mana?"
"Di TK..."
Kring... kring...
Belum sempat Nadia menjawab, ponsel Santi berdering.
"Aduh... maaf yo. Anak ibu telfon sudah di depan mau pulang," ucap Santi. "Yakin gak mau ikut Nak?" Santi menawarkan sekali lagi.
"Nggak ibu," ucap Nadia menggeleng sambil tersenyum.
Wulan mengantar Santi ke depan, sementara Nadia memilih membaringkan diri ke kamar bibinya. Bibinya tinggal sendiri, pamannya sudah meninggal. Sementara anak-anak bibinya di luar kota. Makanya bibinya ingin Nadia tinggal bersamanya. Sebenarnya rata-rata di daerah itu adalah keluarga besar ayahnya. Namun, Nadia menolak. Nadia ingin hidup mandiri.
Wulan mengantar Santi sampai ke depan. Wulan melihat anak Santi bersama cucunya yang sudah tertidur di dalam mobil.
"Udah tidur?" ucap Wulan.
"Iya ibu, nyenyak tidurnya," ucap anak Santi.
"Ini lho anak lanang ku, ganteng kan? Cocok sama keponakanmu," ucap Santi tersenyum.
"Ah... Santi ini, itu aja dari tadi dibahas," ucap Wulan tersenyum.
Deg. Anak Santi menghela nafasnya. Ibunya selalu saja berusaha menjodohkannya dengan wanita yang dikenalnya. Mobil mereka melaju dengan kecepatan sedang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!