Ada saatnya dalam hidup saat kita harus memutuskan sesuatu namun, sangat sulit kita lakukan dan yang hanya bisa kau lakukan hanyalah hal yang sangat bodoh dan kau sama sekali tidak peduli seberapa menjijikkan atau kotornya hal itu.
Apa yang akan kau lakukan saat kau dipecat dari pekerjaan paruh waktumu, dan kau masih membutuhkan uang dan berjuang untuk membayar uang kuliahmu sendiri dan kau masih memiliki dua tahun lagi untuk menyelesaikan gelar sarjanamu?
Bagaimana jika ada cara lain yang bisa membantu keuanganmu tapi hal itu tidak sesuai dengan keinginanmu??
Begitulah kehidupan seorang gadis muda yang masih duduk di bangku kuliah bernama Naomi, dia rela masuk ke dunia situs kencan online demi memenuhi kebutuhan finansial dan pendidikannya itu.
Siang itu Naomi pergi ke tempat kerja paruh waktunya, karena sudah beberapa hari ini dia tidak masuk di karenakan sakit.
Selama ini dia bekerja paruh waktu untuk memenuhi sedikit kebutuhan finansialnya.
Setibanya ia disana dia di pecat oleh atasannya dengan sepihak dan jelas Naomi tidak menerima hal itu.
"Apa? Aku di pecat?! Apa maksud Anda Pak? Bagaimana mungkin? Kenapa Anda memecatku? Perasaan aku tidak melakukan kesalahan apapun?" Aku berteriak pada bos ku dengan bingung. Tunggu, maksudku mantan bos ku, Alan.
"Yah, tepatnya seperti itu. Kamu di pecat! Aku yakin kamu mendengar apa yang baru saja ku katakan!" Itu jawabannya. "Saya sudah bilang, kamu sudah absen selama berhari-hari, jadi sekarang maaf Naomi kamu harus berhenti dari pekerjaan ini. Masih banyak orang di luar sana yang sangat membutuhkan pekerjaan ini. Saya mau mencari seseorang dan menawarkan pekerjaan ini pada orang itu untuk menggantikan posisi mu. Waktu adalah uang Naomi."
"Bos, waktu itu aku sedang sakit. Buktinya, aku sudah meminta izin, dengan meneleponmu dan memberitahumu tentang hal itu kan? Anda bilang semuanya akan baik-baik saja dan kamu bilang akan mencari penggantiku untuk sementara waktu untuk mengisi posisiku selama tiga hari sampai aku kembali. Anda tidak pernah mengatakan kalau orang itu yang akan mengganti posisiku selamanya."
"Maaf, Aku tidak bermaksud seperti itu." Alan terkekeh, "Oh, astaga, Tapi, Yuni sudah menggantikan posisi mu sekarang, maaf Naomi, tapi kurasa urusan seperti ini hanya lah hal yang biasa saja."
"Ya Anda memang benar. Anda tahu apa yang seharusnya Anda lakukan, Pak Alan! Yang terhormat." aku merengut padanya sebelum berbalik dan pergi dari sana.
"Hee Jin, tunggu duku!" panggilan Alan membuatku berhenti, "Lihat, saya tahu kamu sedang kuliah dan kamu pasti sangat membutuhkan uang, kan? Saya merasa gelisah membiarkanmu dalam situasi seperti itu tanpa pemberitahuan atau apa pun itu. Kamu itu seorang pegawai yang hebat. Jadi, bagaimana jika kamu dan aku membuat sebuah kesepakatan?"
"Kesepakatan?" Aku bertanya bingung. Aku berbalik dan menatapnya dengan bingung.
"Ya, kamu tahu seperti apa maksud saya, kan?" Alan memberiku salah satu senyum kotornya yang universal dan menatap tubuhku dengan nafsu. "Jika kamu setuju menemaniku di rumah selama beberapa malam, aku tidak akan segan membantumu secara finansial."
"Apa?," kataku, mengernyitkan hidung dengan jijik, "Astaga. Anda sudah gila yah! Anda tahu itu sungguh menjijikkan! Pak, lupakan soal pekerjaan ini dan kesepakatan kotormu itu. Aku tidak mau jadi orang yang sakit jiwa dan menjijikkan hanya demi pekerjaan, bahkan untuk berteman dengan orang yang menjijikkan sepertimu aku tidak mau. Aku harap pegawai barumu betah dengan pekerjaannya dengan orang sepertimu. Dan satu lagi, tempat ini adalah tempat sampah dan kotor, aku lebih baik bekerja di tempat lain daripada disini!"
.
.
.
.
Hai terima kasih sudah membaca, jangan lupa dukungannya dengan memberi vote, like dan komentar terbaik mu. Saya juga butuh kritikan dan saran agar bisa memperbaiki kesalahan selama saya menulis cerita ini. Terima kasih banyak 🙏
Aku sering bertanya-tanya pada diriku apakah aku adalah satu-satunya orang yang merasa tidak nyaman, saat usia sudah mulai beranjak dewasa namun masih tetap saja tinggal bersama orang tua, juga masih bergantung pada mereka secara finansial.
Aku Naomi Nicholas, usiaku 21 tahun dan sebentar lagi tiga bulan kedepan tepat di bulan Januari usiaku sudah memasuki 22 tahun dan aku masih saja tinggal bersama orang tua ku. Mereka tidak keberatan jika aku masih tetap tinggal bersama mereka, karena sebenarnya mereka lebih suka jika aku tinggal di rumah bersama mereka selama aku mau.
Tapi maksudku, aku kan sudah dewasa sekarang, jadi sudah tugasku harus bisa memenuhi kebutuhan ku sendiri atau setidaknya memberi sedikit biaya untuk meringankan beban orang tua. Itulah sebabnya aku memutuskan untuk mengambil pekerjaan paruh waktu sebagai pegawai di Perusahaan Alan Group Finance pada saat aku ada libur.
Aku kuliah di fakultas ilmu pendidikan di salah satu kotaku. Sebuah perguruan tinggi yang berjarak sekitar setengah jam dari rumahku. Aku mahasiswa semester V dan mengambil jurusan Pendidikan Bahasa Jerman untuk tingkat menengah. Ayahku bekerja di kantor Metropolitan dan masih tetap membiayai kuliahku sampai saat ini. Ibu ku hanyalah seorang ibu rumah tangga, dia hanya tinggal di rumah dan mengurus rumah.
Aku sendiri memutuskan mencari pekerjaan untuk membantu ayahku membayar uang kuliah ku dan melakukan hal-hal kecil lainnya untuk diriku sendiri jadi, aku tidak terus bergantung pada Ayah. Dia masih selalu memberiku uang jajan perbulan karena dia pikir dia masih bertanggung jawab atas diriku, tapi seperti yang ku katakan sebelumnya aku merasa aneh dan tidak enak hati jika harus terus mengambil uang darinya sekarang, karena aku sudah dewasa.
Aku sudah bekerja selama lebih dari tiga bulan di Alan Group Finance, aku biasanya bekerja di akhir pekan dan pada hari dimana aku tidak memiliki jadwal kuliah, tapi sejak aku mendapat libur dari kampus, aku ada di sana setiap hari. Bayarannya juga tidak banyak, tapi aku bersyukur karena itu masih cukup untuk membantu ku secara finansial daripada tidak sama sekali?
Namun, beberapa minggu yang lalu aku memperhatikan bahwa Alan, bosku bersikap tidak senonoh dengan ku dan melontarkan kata-kata tidak pantas kepadaku dan sama sekali tidak profesional. Aku bilang padanya kalau dia sudah membuat ku merasa tidak nyaman dengan perkataannya yang jorok dan dia memutuskan untuk berhenti bersikap seperti itu.
Dan sekarang lihatlah, dia memutuskan untuk memecatku dengan mengklaim bahwa aku sudah absen selama tiga hari! Tapi aku tidak sebodoh itu, aku tahu dia memecatku karena aku tidak setuju dengan permainan kotornya itu.
Demi Tuhan!
Alan memang belum terlalu tua, jarak usia di antara kami 20 tahun. Dia hampir mendekati usia ayahku, aku lebih suka menganggur daripada harus mengikuti pikiran kotornya itu. Tapi, aku harus mencari pekerjaan lain dengan segera.
Ponselku berdering...
"Hai, Karina,"
Aku menjawab telepon dari sahabatku,
Karina Marissa.
"Kamu kagi ngapain? Aku meneleponmu cuma mau bilang, kamu mau tidak keluar denganku besok?"
Karin bertanya padaku.
"Kau mengajakku jalan-jalan?"
Aku terkekeh.
"Ya tentu saja,"
Karin menjawab,
"Aku kan butuh teman untuk menemaniku berbelanja."
"Karin, aku khawatir jika aku harus terus menerus berbelanja bulan ini."
Aku berkata padanya,
"Aku masih belum bisa mendapatkan pekerjaan yang lain, jadi aku takut pergi dan aku harus berhenti berbelanja mulai sekarang sampai aku menemukan pekerjaan lain, uang saku yang diberikan ayahku sisa sedikit, aku tidak bisa lagi meminta uang padaku ayahku, maaf, Karin."
"Tidak apa-apa Naomi, mungkin aku juga harus berhenti berbelanja sejenak.
Walaupun aku agak kecewa tapi kurasa aku akan berhenti sejenak untuk berbelanja juga."
Jawab Karin.
"Tidak enak rasanya jika aku pergi berbelanja sendiri, tanpa mu."
"Aww, Karin, kamu manis sekali."
Kataku padanya.
"Aku tahu. Hei atau bagaimana kalau aku datang besok kerumahmu dan kita pergi keluar hanya untuk jalan-jalan?"
Dia bertanya kepadaku.
"Karin, itu ide yang bagus. Kalau itu aku setuju." Aku tertawa.
2 bulan kemudian ...
"Ya Tuhan, Naomi kemari deh, lihat ini. Kau harus melihat model High Heels ini," kata Karin padaku saat dia mencoba berbaring di tempat tidur dengan laptop terbuka.
"Astaga Karin, kau ingin belanja lewat online? Kau tidak takut apa gitu di tipu? Trus, bukannya kau sudah bilang kalau kau mau berhenti belanja?" Aku berkata padanya.
"Aku tahu apa yang aku katakan dan aku benar-benar berusaha untuk tetap berpegang teguh pada hal itu tapi, pandanganku tidak bisa lepas dari sepatu ini. Lihat deh, semua model sepatu disini membuatku menarik. Luar biasa." Karin menjawab, "Bagaimana aku bisa menolaknya?"
"Ah, dasar penggila belanja. Bukankah kau sudah punya cukup banyak sepatu?" Tanyaku saat aku meletakkan sisir dan pergi ke tempat tidurku dan duduk di sebelahnya, "Kau sudah memiliki seratus pasang sepatu. Beberapa darinya masih ada yang belum kau pakai, dan jika kau membeli yang lain lagi, kamu hanya membuang-buang uang."
"Naomi, apa kau sadar? Seorang wanita tidak akan pernah puas jika hanya memiliki sepasang sepatu dengan model itu-itu saja?" kata Karin padaku, "Kalau bisa, aku akan memiliki setidaknya 400 pasang lagi. Aku harus membelinya."
“Eww, terserah kau lah.”
“Daripada kau berdiam diri disitu, mendingan kamu lihat deh model sepatu ini,”
Aku mengikuti kemauannya, "Yang ini terlihat bagus, deh," aku setuju melihat model sepatu itu di layar monitor, "Terutama modelnya yang ada di bagian belakang sepatu itu, tapi itu harganya 500 ribu untuk satu pasang sepatu." Kataku. "Ini mustahil, aku bahkan pernah melihat sepatu yang harganya jauh lebih murah dari ini, tapi aku tidak mampu membelinya. Btw bagaimana bisa kau membeli barang semahal ini, bukankah kau sudah berhenti kerja sejak dua bulan yang lalu?"
"Ya, tenang saja aku punya cukup uang." kata Karin.
"Helloo uang darimana?" Aku tertawa.
"Apa kau tidak tahu kalau sekarang itu aku sedang berbisnis, Naomi?" Karin tersenyum padaku.
"Ya aku tau, kau pasti melakukan bisnis menggasak isi kantong Ayahmu kan?" Aku terkekeh, "Apa kau tidak merasa malu jika masih saja terus meminta uang sama ayahmu? Aku bahkan merasa sangat tidak nyaman jika Ayahku memberiku uang jajan. Karena aku sudah merasa kalau diriku sudah dewasa dan aku seharusnya sudah bisa membiayai diriku sendiri."
"Aku tahu apa maksudmu, itulah sebabnya aku memutuskan untuk mulai menghasilkan uang sendiri jadi, aku bisa membeli semua barang bagus yang aku suka - misalnya sepatu ini." jawab Karin, tersenyum.
"Menghasilkan uang sendiri? Bagaimana bisa? Karin, kau sudah tidak bekerja lagi bagaimana kau bisa menghasilkan uang? Bagaimana kau bisa membeli sepatu itu?" Aku bertanya dengan rasa ingin tahu.
"Sebenarnya aku ingin membahas sesuatu padamu," Karin menjawab, "Ini sesuatu hal yang sudah aku lakukan, kira-kira sebulan yang lalu dan aku menganggapnya cukup menguntungkan. Tapi aku tidak pernah mau mengatakan apa-apa tentang itu karena aku mengenalmu dan aku tau sekarang kau sudah mulai sering menjudgeku."
"Apa? Apa kau bilang semua itu karena aku adalah orang yang suka menjudge dirimu?" Aku bertanya memandangnya dan ekspresi wajahnya sudah memberiku jawaban, "Karin! Aku tidak pernah menjudge siapapun!"
"Kau orang yang seperti itu Naomi. Kau mungkin tidak mau mengakuinya, tapi matamu sendiri yang selalu bilang apa yang sedang kau pikirkan," kata Karin padaku.
"Karin, apa pernah aku menjudge dirimu sebelumnya?"
"Yah tentu saja. Jika kau mau, aku bisa saja menyebutkannya sekarang," jawab Karin.
"Kau hanya mengada-ada. Aku bahkan tidak pernah seperti itu padamu sebelumnya," kataku padanya, "Jadi tolong Naomi, bisakah kau tidak berkata seperti itu padaku?"
"Baiklah karena kau yang bilang kalau kau belum pernah ngejudge aku sebelumnya, mari kita lihat bagaimana reaksimu dengan apa yang akan kukatakan ini!" jawab Karin. "Jadi, sebelum aku mendapat libur semester kemarin, Aku pergi membeli beberapa buku di toko buku. Dan seseorang mempromosikan sebuah Aplikasi padaku, yah sejenis aplikasi kencan, di mana kau bisa menghasilkan uang."
"Oke, tapi itu bukan aplikasi prostitusi, kan?" Aku bertanya sambil mengangkat alis.
"Lihat, sudah kubilang kan? Kau mulai menjudge diriku," Karin menunjuk ke wajahku, "itu bukan aplikasi prostitusi. Ini aplikasi kencan!"
"Apa?" Aku mulai tertawa, "Kau bergabung dengan aplikasi kencan? Hei kau Karin, sejak kapan kau sangat tertarik bergabung dengan aplikasi kencan?"
"Ini pertama kalinya aku mencobanya, aku bersumpah, ini sangat bermanfaat dan sangat memuaskan," kata Karin padaku, "Jadi, situs itu bernama, Sugar Dating."
"Apa? Astaga Karin," kataku menahan tawaku, "Itu aplikasi untuk pria dewasa yang sedang kesepian."
"Bisakah kau serius sedikit dan berhenti menertawakan diriku ?" Karin menuduh.
"Maaf. Aku tidak bermaksud," aku tertawa dan dia memelototiku, "Baiklah, baiklah, baiklah. Aku tidak akan seperti itu, kau bisa melanjutkan ceritamu. Aku janji aku tidak akan menertertawaimu atau menghakimi mu lagi? Ok Lanjutkan!"
"Terima kasih," Karin memutar matanya ke arahku. "Pokoknya seperti yang aku bilang sebelumnya, seseorang mempromosikan aplikasi itu padaku dan dengan mendengar penjelasannya, kedengarannya sangat bermanfaat dan berguna bagi mereka yang sudah bergabung. Jadi aku berpikir apa aku akan mencobanya. Aku sudah mendaftarkan diriku di situs itu beberapa minggu yang lalu dan sejauh ini aku sudah berkencan dengan empat orang pria yang berbeda. Saat ini aku dekat dengan seorang pria namanya Martin dia pekerja kantoran berusia 40 tahun. Naomi, dia masih sangat tampan dan memiliki tubuh yang sempurna untuk pria seusianya. Kami sudah lima kali lebih berkecan, aku bahkan belum melakukan apapun dengannya atau melakukan apa pun itu dan dia tiba-tiba sudah mengirimkan uang ke dalam rekening ku."
"Apa kau serius?" Aku bertanya dengan heran.
"Yah tentu sajalah Naomi, Kami baru saja bertemu sekitar seminggu yang lalu dan sejauh ini dia tampak sangat baik," kata Karin pada ku, "Kau tahu kan, aku orangnya sangat skeptis dan enggan berkencan secara online terutama dengan orang yang lebih dewasa. Naomi, Kau tahu, kita bisa saja mendapatkan pria dewasa yang menjijikkan. Tapi sebenarnya tidak semua pria yang lebih dewasa pasti bersikap seperti itu. Misalnya Martin, dia orangnya tidak menjijikan dan cabul. Dia tampan, pintar, lucu dan seksi."
"Wow, sepertinya kau sangat menyukainya," kataku padanya.
"Yah mungkin saja. Aku tahu ini masih terlalu cepat, tapi kupikir dia bisa berpotensi menjadi calon pacarku," Karin tersenyum.
"Jadi, kapan aku bisa bertemu atau melihat foto calon pacar potensial mu itu?" Aku tertawa.
"Ok tunggu, aku akan membuka profilnya sekarang, menunjukkan fotonya dan juga mendaftarkanmu juga kalau kau mau," Karin tersenyum.
"Tidak ahh, Daddy alias pria dewasa bukanlah tipe ku. Aku tidak tertarik dengan aplikasi itu," Aku menggelengkan kepala sebelum berbaring di bantal, "Tapi, aku penasaran ingin melihat Daddy mu yang seksi dan tampan itu."
"Oh astaga, Karin, dia masih terlihat tampan." Kataku pada Karin.
"Iya dong," Jawabnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!