Arka berdiri disamping jendela ruang kerjanya, pandangannya sendu memandang keasrian kota yang terlihat jelas dari tempatnya berdiri. Nafasnya mendengus kasar pertanda beban berat yang merisaukan otaknya beberapa hari ini sangat mengganggu pikirannya. Rasa jenuh yang menghantuinya membuat pikirannya menjadi kalut. Dia merasa ada yang salah dengan rumah tangganya, tepatnya ada yang salah dengan hatinya. Beberapa Minggu terakhir ini, dia merasa bahwa dia sudah tak memiliki rasa lagi pada istri yang dipersuntingnya 6 tahun yang lalu, dengan buah cinta mereka yang sudah berumur 5 tahun sekarang ini. Entah mengapa tak ada lagi rasa rindu yang menggebu ketika jauh, rasa bahagia saat berjumpa setelah seharian bekerja bahkan hasrat ingin menyentuh istri halalnya itu pun tak ada lagi, semua terasa hampa. Bukan karena hatinya telah teralih pada wanita lain, sama sekali itu bukan alasannya. "Hah" dengusnya kasar. Matanya beralih ke benda pipih yang melingkar dipergelangan tangan kirinya, sudah menunjukkan pukul 04 sore, pertanda jam kantornya telah usai.
Kakinya melangkah mendekati meja kerjanya dan dengan cekatan membereskan meja kerjanya hingga tampak rapi, tangannya dengan cepat menyambar jas kerjanya yang terdampar di sandaran kursi kerjanya dan memakainya. Diraihnya kunci mobilnya dan dengan langkah gontai berjalan menuju pintu keluar sambil menenteng tas kerjanya. Pikirannya masih kalut menimbang-nimbang keputusan terbaik yang harus diambilnya terkait biduk rumah tangganya. Dengan tergesa dia melangkah ke pintu lift dan menekan tombol lantai dasar. Butuh waktu 5 menit untuk dia sampai lantai dasar dan menuju parkiran. Beberapa orang menyapanya dan menunduk hormat menunjukkan kalau posisinya di perusahaan ini bukanlah orang sembarangan, dia adalah seorang CEO dengan segudang prestasi sekaligus pemilik perusahaan properti yang sudah dirintisnya setahun sebelum memutuskan menikahi istrinya, Tika.
Dengan hati yang gundah Arka masuk kedalam mobilnya dan tak berapa lama mobil itu pun meluncur meninggalkan kantor megah tempatnya bekerja. Mobilnya meluncur dengan kecepatan sedang menuju tempat tinggalnya, sebuah rumah mewah yang dihadiahkannya pada istrinya, Tika selesai akad nikah sebagai hadiah pernikahan. Dirumah itu Arka tinggal bersama ibu mertuanya dan saudara iparnya, Farhan yang masih lajang dan bekerja disebuah perusahaan percetakan, sebagai manajer pemasaran. Ayah mertuanya sudah meninggal sejak Tika duduk di bangku kuliah.
Tika sebenarnya adalah istri yang sempurna, dia, lembut, tulus, mandiri dan mempunyai 2 butik yang sudah dikelola dari nol, jauh sebelum mengenal Arka. Dia berangkat ke butiknya setelah menyiapkan dan melayani kebutuhan Arka juga Sifa serta memastikan Arka sudah berangkat ke kantornya. Sore hari, Tika sudah dirumah sebelum suaminya datang, dia dan Sifa akan menyambut suaminya dengan mesra dan penuh cinta.
Mobil Arka memasuki lorong jalan menuju rumahnya, sampai di gerbang sebuah rumah mewah bertingkat dua dibunyikannya klakson beberapa kali, pak Sarmin, satpam penjaga rumahnya pun membuka pintu pagar dengan tergopoh. "Terima kasih pak Sarmin".Ucap Arka ramah sambil menganggukkan kepala. Pak Sarmin pun membalas dengan menganggukkan kepala seraya tersenyum ramah pula. Arka memasukkan mobilnya ke garasi dimatikannya mesin mobilnya namun dia tidak segera turun. Didongakkan kepalanya bersandar di sandaran kursi kemudi, matanya terpejam dahinya berkerut menandakan betapa beratnya beban hidupnya. Dihembuskannya nafasnya kasar sambil menelungkupkan badannya di atas kemudi, pundaknya bergetar air matanya mengucur, sesakit inikah hidup dalam hambarnya cinta. Rasa cinta yang kini hilang entah kemana?
Lagi-lagi dia menghembuskan nafas berat, diusapnya wajahnya kasar. Dengan tubuh lunglai Arka keluar dari mobilnya. Berjalan dengan lesu menuju pintu rumahnya. Di tekannya tombol bel rumahnya, tidak berapa lama pintu pun terbuka. Tika tersenyum manis, mengambil tas kerja suaminya dan meraih tangan suaminya seraya menciumnya takdim. Arka pun mencium kening istrinya dan memeluknya, tersungging senyum kecil di bibirnya. Mereka berdua pun berjalan beriringan. Sungguh tak terlihat kesan Arka menjalani perannya sebagai suaminya dengan tersiksa. "Ayah". Sambut Sifa berlari menuju ayahnya. Arka melepaskan pelukannya dari pinggang Tika, sambil tersenyum dia pun jongkok menyambut tubuh anaknya dan dibawanya ke pelukannya. " Anak gadis ayah cantik sekali". Ucapnya sambil mengecup pipi Sifa berulang-ulang. Digendongnya Sifa dan membawanya duduk di sofa ruang tamu mereka. Arka menanggapi celotehan Sifa yang menurutnya sangat menggemaskan sambil sesekali memberinya kecupan di pipi dan kening Sifa.
Tika memandang keduanya dengan sumringah, terucap syukur dihatinya serta doa tulus untuk kebahagiaan dua orang yang dicintainya itu. "Ayah mau makan atau mandi dulu?".Tanya Tika sambil tersenyum. "Hm...ayah mandi dulu aja, makannya habis sholat magrib sekalian".Jawab Arka menatap istrinya sambil balas tersenyum. "Ayah mandi dulu ya manis. "Arka mencium dan mengusap kepala anaknya gemas. Sifa hanya membalas anggukan, kemudian berlari ke kamarnya. Mata Arka menatap punggung anaknya sampai menghilang dibalik pintu. Helaan nafasnya terdengar berat seiring langkahnya naik ke tangga menuju kamar utama menyusul langkah istrinya yang sudah lebih dulu untuk menyimpan tas kerjanya.
Arka memutar tuas pintu kamarnya, dilihatnya Tika sedang menyiapkan baju gantinya Dia menoleh seulas senyum terukir indah di bibirnya."Mandilah dulu,yah. Air mandinya sudah bunda siapkan". Ucapnya sambil mendekati Arka dan membantu melepaskan jas Arka dan meletakkannya di keranjang baju kotor yang berada di sudut ruangan. "Makasih bunda". Jawab Arka tersenyum sambil membelai kepala istrinya yang tertutup jilbab lebar dan berlalu ke kamar mandi. Tika tersenyum kecil sambil menggelengkan kepalanya, seiring suara gemericik air dari kamar mandi Tika keluar kamarnya dengan hati berbunga-bunga untuk menyiapkan makan malam mereka. Dia begitu bahagia suaminya masih saja romantis walau hanya dengan sentuhan-sentuhan kecil yang membuatnya jatuh cinta pada suaminya berkali-kali. Dia merasa sangat beruntung memiliki suami seperti Arka.
Langkahnya terasa ringan menyusuri tangga menuju dapur, terdengar suara merdu ibunya yang sedang membaca Alqur'an dikamarnya yang berada tepat di samping kanan tangga. Hatinya terasa damai, lantunan sholawat pun terdengar dari bibirnya mengiringi langkahnya menuju dapur. Dengan cekatan ditatapnya masakan yang sudah dimasaknya tadi bersama mbok Parmi di meja makan. Setelah semua nya siap dia kembali ke kamarnya untuk mempersiapkan diri menunaikan shalat magrib seiring suara tarhim yang menggema dari corong masjid dekat rumahnya. Di ujung tangga dia berpapasan dengan Arka yang hendak ke masjid menunaikan sholat berjamaah. "Ayah ke masjid dulu bunda".ucap Arka dijawab anggukan, terulas senyum dari keduanya dan berlalu.
Setelah makan malam, Tika dan Arka mengajari Sifa membaca Alqur'an dilanjutkan bercengkrama di ruang keluarga. Bu Rahma, ibu Tika sudah masuk kamar dan terdengar sedang tadarus, kebiasaan yang selalu dilakukannya menjelang waktu isya. Sementara Farhan, si perjaka keren adik laki-laki Tika sedang ada lembur di kantornya. Sifa nampak antusias menceritakan kesehariannya, sesekali Tika dan Arka menanggapi ocehan buah hati mereka sembari menoel, mengelus mencium dan mencubit kecil hidung pipi dan kepala yang tertutup hijab seperti bundanya. Malam semakin larut Tika pun mengajak putrinya untuk tidur. Setelah memastikan Sifa tidur, Tika bergegas masuk ke kamarnya, ia tersenyum mendapati suaminya sudah tidur dengan posisi tangan berada di atas dahinya. Diperhatikannya wajah tampan yang suaminya dengan penuh cinta, rasa syukur tak terhingga dilantunkan dalam hati atas karunia Allah yang telah mengirim imam sesempurna Arka, suaminya. Tika duduk di sisi ranjang, tangannya terulur membelai pipi suaminya, mengecupnya sekilas dan berlalu ke kamar mandi.Tanpa disadarinya Arka membuka matanya dan menatap nanar punggung istrinya. Hatinya perih, dia sangat sadar cinta istrinya sanggat tulus kian hari kian tambah menggebu sangat berbeda dengan dirinya, cintanya kian hari kian surut, meredup bahkan mungkin sudah sirna walaupun tak dipungkirinya rasa sayangnya masih tetap bertengger di hatinya untuk ibu dari anaknya itu, wanita yang sangat ia cintai beberapa tahun yang lalu.
Beberapa saat kemudian Tika keluar dari kamar mandi dengan air wudhu yang masih menetes, dilaksanakan sholat isya dengan khusuk tanpa tahu ada sepasang mata yang memperhatikannya dengan perasaan yang sulit untuk dilukiskan dengan kata-kata. Arka bangkit berjalan menuju jendela, tangan bergerak membuka engsel jendela, serta merta dinginnya angin malam menyeruak masuk menerpa tubuhnya. Matanya menatap indahnya malam yang dihiasi gemerlap lampu seolah memberi pengingat bahwa malam yang gelap juga pasti berakhir seiring waktu dan terbitnya sang Surya yang bertugas menyinari dunia.
"Ayah kok bangun, apa yang ayah perhatikan?" Tika memicingkan matanya sambil menatap lekat suaminya.
Sejenak Arka terkejut dan reflek menoleh ke sumber suara, lalu tersenyum. Dilihat Tika sedang melipat mukena dan menyimpannya sambil memperhatikannya.
"Malam ini sangat indah, walau gelap tapi pendar cahaya lampu itu bagai kemilau mutiara yang memberi setitik harapan bahwa gelap tak selamanya, Sinar matahari yang terang benderang akan menyongsong seiring terkikisnya gelapnya malam." Sahut Arka seraya memalingkan wajahnya, menatap luar jendela, menikmati keindahan malam.
Disandarkannya sisi tubuhnya di sisi jendela, tangannya bersedekap dan matanya masih menatap luar jendela, entahlah apa yang sedang diperhatikannya. Tika mendekati suaminya, ia menyandarkan kepalanya di bahu suaminya dan ikut menatap gelapnya malam. Arka melepaskan tautan tangannya dan memeluk pundak Tika serta membawanya ke pelukannya. Dikecupnya kening istrinya. Tika tersenyum kecil dengan tingkah suaminya. Sentuhan kecil itu selalu membuat cintanya makin membuih tak terkendali pada suaminya. Di dongakkan kepalanya, Arka masih mengarahkan pandangannya keluar jendela menikmati pekatnya malam. Tika terpaku, ada guratan beban berat dari pendar wajah dan sorot mata suaminya. Ia meregangkan pelukan suaminya dan menangkap wajah suaminya . Dengan kedua tangannya, diarahkannya wajah suaminya untuk menghadapnya sehingga mata mereka saling bersitatap, ada guratan luka di sorot mata Arka dan itu membuat netra Tika berkerut.
"Sayang, apa yang sebenarnya kau pikirkan?.
Maukah kau berbagi beban denganku?". Tanya Tika.
Arka tak menjawab pertanyaan Tika, di ambilnya tangan Tika, diciumnya berulang-ulang hingga air matanya jatuh tak terbendung lagi. Ditariknya tubuh Tika hingga terpeluk dengan sempurna.
"Maafkan ayah, bunda. Maafkan ayah". Ucap Arka tersedu.
Tika bingung dengan reaksi suaminya, namun dibiarkannya sampai tangis suaminya mereda. Setelah Arka lebih tenang Tika mencoba untuk melepaskan diri dari pelukan suaminya namun diluar dugaan Arka mempererat pelukannya dan kembali tergugu. Dirasakannya ciuman bertubi-tubi di pucuk kepalanya yang sudah banjir dengan air mata suaminya.
"Ayah, katakanlah apa masalah yang sedang ayah hadapi, jangan buat bunda panik, sayang. Bunda akan melakukan apapun untuk membantu meringankan beban ayah." Bujuk Tika panik.
Tika tetap dengan posisi dipelukan Arka. Arka berusaha menghentikan tangisannya, dadanya terasa nyeri, haruskah ia jujur pada istrinya itu. Sungguh ia takut melukai hati wanita yang begitu mencintainya itu. Sejenak ia menarik nafasnya dalam-dalam dan menghembuskannya dengan kasar.
"Ak...aku mau kita bercerai, sayang".ucap Arka terbata sambil memejamkan matanya, luruh lagi air matanya.
Tersentak tubuh Tika sehingga terlepas lah pelukan Arka. Sejenak Tika merasa tubuhnya membeku dan dadanya sesak seolah dihimpit batu besar saja. Sorot matanya menghunus tak percaya dengan apa yang didengarnya, keterkejutannya membuat dirinya dengan sisa-sisa kewarasannya menelaah ucapan suaminya. Ditatapnya lekat wajah lelaki yang merajai relung hatinya itu, terpancar jelas raut gelisah dan sorot mata penuh beban yang ditanggung suaminya, seolah jiwanya benar-benar tersiksa berat.
"Sayang, apa yang baru saja ayah ucapkan? ayah jangan melucu deh". Senyum Tika menenangkan suaminya dan berharap apa yang didengarnya tadi hanyalah gurauan saja. Arka melorotkan tubuhnya memeluk kaki istrinya, tergugu pilu. Tika semakin terkejut dan bingung.
"Maafkan aku sayang tapi kita memang tidak lagi layak bersama. Bunda layak hidup bahagia dengan orang yang mencintai bunda". Cicit Arka diiringi sedu sedan miris.
Celotehan Arka membuat Tika mengernyit bingung, ia meras selalu bahagia di sisi Arka. Tika merasa ada yang sedang disembunyikan oleh suaminya itu.Tika melepas pelukan Arka di kakinya kemudian ia duduk berselonjor sejajar di samping suaminya. Di dibaringkannya tubuh suaminya di pangkuannya. Tangannya membelai lembut kepala suami yang amat dicintai dan tampak rapuh itu. Sesekali diciumnya pucuk kepala suaminya untuk menyalurkan ketenangan dengan harapan suaminya bisa berbagi beban dengannya. Ia akan berusaha mendengarkan segala keluh kesah suaminya dan menarik benang merah penyebab suaminya itu ingin berpisah dengannya. Dia yakin suaminya punya alasan kuat dibalik permintaan yang menurutnya aneh dan terkesan mendadak tersebut. Dia sangat tahu bahwa suaminya tidak akan meminta sesuatu yang sangat dibenci Allah tersebut meskipun hal itu halal. Tika ingin berbicara dari hati ke hati dengan suaminya nya tersebut meski dadanya bergemuruh dan hatinya terasa hancur berkeping-berkeping. Dia berharap bisa membantu permasalahan suaminya tanpa harus terjadi perceraian.
"Apa ayah telah berpaling ke wanita lain, ayah punya selingkuhan?". Selidik Tika dengan penasaran.
"Tidak bunda, sama sekali tidak ada wanita lain yang bertahta di hatiku, aku hanya ingin bunda bahagia".Jawab Arka tulus.
Tika semakin bingung dengan jawaban suaminya, Arka.
"Bunda adalah wanita yang baik, aku menyayangi bunda tapi ayah tidak boleh egois bunda. Bunda berhak bahagia,....bunda harus bahagia dan bahagia bunda bukan bersama ayah. Ayah harus rela melepaskan bunda. Bunda layak mendapat imam yang lebih baik dari ayah".Tegas Arka. Air matanya terus mengucur deras.
Tika terperangah dengan jawaban Arka. Tangannya masih terus membelai rambut suaminya itu dan sesekali menyeka air mata suaminya. Ada bola-bola kristal bening menggantung disudut matanya.
Tika menangkup wajah suaminya, dipandangnya manik mata yang berkaca-kaca itu. Suami yang selalu nampak tangguh itu kini terlihat tak berdaya dan rapuh di pelupuk matanya.
"Ayah, katakan sejujurnya, apakah selama ini cinta bunda membebani mu, ayah?. Ayah merasa terbelenggu dengan cinta bunda ini?. Tanya Tika lirih menahan tangis.
Arka bungkam, tangisnya terdengar makin memilukan, air matanya membuat baju gamis Tika bertambah basah. Dipeluknya pinggang istrinya itu lebih erat dan wajahnya ditelusupkan di perut istrinya. Tika mengecup puncak kepala Arka penuh cinta membuat hati Arka menjadi semakin teriris-iris.
"Ayah, jujurlah pada bunda. Apa sebenarnya yang membuatmu menjadi terpuruk seperti ini. Jangan diam saja ayah?." Tanya Tika lagi. Air matanya tak bisa ditahan lagi dan akhirnya luruh mengalir membasahi kepala dan wajah Arka.
Arka meregangkan pelukannya. Tika mengangkat kepalanya dari atas kepala Arka. Arka bangkit dari pangkuan istrinya, matanya menatap sendu ke wajah istrinya yang sembab dan penuh air mata. Dihapusnya air matanya, kemudian peluknya erat ibu dari anaknya tersebut. Mereka berpelukan cukup lama, hingga keduanya lebih tenang. Suasana sejenak syahdu, hanya suara binatang malam yang seolah berusaha menjadi irama penenang bagi kegaduhan hati mereka berdua. Arka mengurai pelukannya dan menatap wajah cantik Tika sambil menyisihkan anak rambut ke belakang telinga agar tidak menutupi mukanya.
"Bunda, sekarang sudah larut malam. Kita tidur dulu ya, kita istirahatkan badan kita. Sekarang hati dan pikiran kita sedang letih, besok kalau suasana hati kita sudah nyaman kita bicara lagi. Ayah akan menceritakan semuanya, semua hal yang membuat ayah resah, semua hal yang membuat ayah merasa bersalah pada bunda, semua hal yang sudah tak sama lagi. Ayah akan berusaha terbuka padamu, bunda. Aku berharap bunda tidak akan berpikir yang tidak-tidak. Saat ini tidak ada nama wanita lain yang bertahta sebagai ratu di dalam hati ayah. Mungkin memang bahagiamu tidak bersama ayah, bun".Jelas Arka tersenyum sambil membelai pipi dan rambut Tika.
Meski banyak hal dari kata-kata suaminya yang menurutnya terkesan tak lazim dan misterius, Tika mengangguk.Digenggamnya tangan Arka serta diciumnya berulang ulang. Arka pun mencium pucuk rambut istrinya itu sambil memejamkan mata. Tika tersenyum, di belainya pipi suaminya dengan punggung tangannya.
" Ya, ayah. Bunda akan mendengarkan keluh kesah ayah nanti, ketika ayah sudah siap mengungkapkan gemuruh yang menggelayuti pikiran dan jiwa ayah. Bunda akan menjadi pendengar yang baik dan kita pecahkan masalah ini dengan win-win solution. Ayo kita tidur. Aku benar benar sudah mengantuk." Jawab Tika bijak.
Merekapun beranjak menuju ranjang, masuk kedalam selimut dan tidur dengan berpelukan. Tika perlahan membuka matanya. Ditatapnya wajah suaminya, hatinya terenyuh. Benarkah selama ini imamnya tersebut telah goyah?. Apa yang salah dengan hubungan mereka. Tika mengurai pelukan suaminya. Beringsut mundur dan menyandarkan tubuhnya di sandaran ranjang. Ia duduk memeluk lutut sambil terus berpikir dan menelisik perjalanan rumah tangganya yang menurutnya adem-adem saja. Tidak ada yang janggal, mereka selalu mesra dan sering bersenda gurau. Melalui hari-hari penuh cinta dan keceriaan. Tika mengangkat kepalanya, kedua tangannya menyugar kanan kiri rambut kepalanya dan mencengkeramnya kuat hingga kepalanya mendongak, matanya terpejam dan mulutnya berdesis. Dihempaskannya tangannya dengan kasar. Badannya merosot kebawah hingga tubuhnya telentang dengan tangan kanan bertengger di atas kepalanya sedang satu tangannya menangkup di atas perutnya. Matanya masih terpejam, entah sampai berapa lama otaknya berkelana, berusaha mencerna rangkaian kata yang dilontarkan suaminya tadi hingga akhirnya terdengar dengkur halus pertanda dia sudah bertafakur ke alam mimpi.
...****************...
Arka bangun ketika mendengar suara azan subuh, tidak didapatinya sang istri di sampingnya. Terdengar suara gemericik air di kamar mandi, tahulah dia bahwa Tika sedang di kamar mandi, rutinitas yang selalu dilakukan oleh istrinya sebelum menunaikan ibadah sholat subuh. Tika selalu mandi sebelum subuh, suatu hal yang enggan orang lain lakukan dengan alasan dingin tapi hal itu tidak berlaku untuk Tika.
Tika keluar dari kamar mandi berbalut kimono mandi, nampak segar. Senyumnya mengembang kala melihat suaminya sudah duduk di atas ranjang, menatapnya dengan seulas senyum juga.
"Ayah, mandi gih, seger lo, biar nggak kusut dan kucel." Rayu Tika seraya mengerling manis dan mengangsurkan handuk kepada suaminya.
Arka tertawa kecil sambil geleng-geleng kepala melihat tingkah istrinya. Ia segera melangkah ke kamar mandi. Sesaat kemudian, ia sudah keluar lagi berbalut handuk dan nampak lebih segar. Tika duduk di sisi ranjang, berbalut mukena menunggu Arka untuk menunaikan sholat subuh berjamaah. Arka memakai baju yang sudah disiapkan istrinya di atas ranjang, baju Koko putih dan sarung coklat. Selanjutnya Keduanya khusuk menunaikan sholat subuh berjamaah.
Selesai sholat Tika mencium ta'dzim punggung tangan suaminya yang dibalas kecupan mesra di pucuk kepalanya. Suatu pemandangan yang sangat berbeda dengan realita, yang membuat sejuta tanya di hati seorang Tika, benarkah keluarganya tidak baik-baik saja. Namun Tika tidak ingin mengorek lebih lanjut apalagi memaksa Arka untuk segera berterus terang terkait kegundahan yang semalam membuatnya nampak sangat terpuruk. Tika ingin Arka mengungkapkan segalanya dengan penuh kesiapan dan kenyamanannya, dia berharap kalau pun bahtera rumah tangganya harus kandas maka harus dengan cara yang baik sebagaimana mereka dulu memulainya.
Tika menyiapkan seluruh keperluan suaminya, kemudian turun ke bawah membantu mbok Sarmi menyiapkan sarapan pagi untuk keluarga kecilnya, ibunya sedang membantu cucu kesayangannya membereskan kamar tidurnya.
Makanan dengan aneka lauk pauk dan juga roti serta selainya dilengkapi 3 gelas susu dan 2 gelas kopi sudah tertata rapi di atas meja makan bundar terbuat dari kayu jati. Farhan, adik laki-laki Tika sudah nampak duduk menunggu penghuni rumah yang lain untuk menikmati sarapannya. Ia pulang larut malam semalam setelah menyelesaikan tugas lemburnya. Tak berapa lama kemudian bu Murni, ibunya Tika dan cucunya, Sifa juga bergabung di meja makan. Sifa sudah nampak segar dan rapi dengan balutan gamis coklat dan jilbab senada yang membuat siapapun menjadi gemas.
"Cantiknya gadis kecil paman ini, sudah mandi belum, ya?".Farhan menoel gemas hidung keponakan kecilnya itu sambil tersenyum menggoda.
"Ih paman ini, Sifa sudah secantik bidadari gini kok dibilang belum mandi, sih". Sifa manyun disambut gelak tawa paman, ibu dan neneknya.
"Wah cantik sekali anak ayah". Arka tiba-tiba sudah muncul membelai kepala anaknya dan mengecup keningnya. Sifa tertawa bahagia dan memeluk leher ayahnya sembari memberi ciuman sayang di pipi pria kesayangannya itu.
"Anak siapa dulu? putri istimewa ayah".Seru Sifa sambil mengerjakan lucu matanya.
Kembali tawa berderai. Arka membelai putri kecilnya dengan gemas, Tika dengan cekatan melayani suaminya dan gadis kecilnya sesuai menu yang dinginkan mereka. Perbincangan hangatpun berlanjut ditengah kegiatan sarapan pagi itu. Bu Murni menanyakan perkembangan pekerjaan di kantor pada Arka dan Farhan. Ia juga mengulik perkembangan kedua butik Tika, sebuah rutinitas yang selalu ia lakukan untuk memantau kesibukan putra-putrinya.
Tika tersenyum kecut melihat kehangatan keluarganya, hatinya merepih mengingat ucapan suaminya semalam. Ibunya sangat menyayangi Arka. Putrinya, Sifa pun sangat mencintai ayahnya. Tika masih tidak percaya Arka menginginkan untuk mengakhiri biduk rumah tangganya yang tidak ada sama sekali kesan retak sedikitpun. Matanya mengembun, bulir bening hampir jatuh di ujung matanya. Buru-buru dihapusnya, takut kegalauannya disadari oleh yang lain. Ditelannya makanan yang telah diambilnya dengan paksa agar terkesan bahwa ia menikmati sarapannya. Tanpa disadarinya sepasang mata sedang memandanginya dengan dahi berkerut.
Sarapan pun usai, Farhan meraih tangan ibunya dan menciumnya takdzim. Kemudian ia mendekati keponakan satu-satunya memeluknya dan mencium gemas pipinya membuat anak kecil itu merona bahagia memilki paman tampan yang sangat menyayanginya. Tidak lupa juga Farhan berpamitan pada kedua kakaknya dengan mencium tangan kakak perempuannya satu satunya dan iparnya itu. Farhan sangat menghormati kedua kakaknya dan selalu mendoakan kebaikan rumah tangga kakaknya itu.
Tika bergegas membantu mbok Sarmi membereskan meja makan dan mengambil tas kerja suaminya, serta mengantarkan kepergian suaminya merupakan rutinitas yang selalu dilakukannya.
Setelah Farhan pergi, Arka pun mendekati ibu dan anak perempuannya yang sudah duduk bercengkrama di ruang tamu. Sesaat ia termangu, dadanya terasa sesak menyadari betapa ia begitu egois ingin bahtera rumah tangganya segera berakhir. Mertuanya begitu menyayanginya, gadis kecilnya juga selalu riang. Istrinya tidak pernah sekalipun mengecewakannya, begitupun adik iparnya selalu bisa dibanggakan dan sangat menghormatinya. Dadanya semakin sesak menyadari dialah orang yang bertanggung jawab bila kelak biduk rumah tangganya harus kandas. Otaknya menjadi mendidih, pikirannya kalut dan kepalanya terasa berat. Dipejamkannya matanya berharap hal-hal buruk tidak terjadi dalam hidup keluarganya bila kedudukannya sebagai kepala rumah tangga harus berakhir seperti yang diinginkannya. Sorot mata heran wanita tua yang sedari tadi memperhatikan tingkah aneh Arka hingga melangkah gontai menuju ruang tamu. Timbul banyak pertanyaan dari dalam kepalanya, seolah ia sedang mendapat firasat yang tidak mengenakkan terkait hubungan rumah tangga anak menantunya itu.
"Ayah sudah mau berangkat?". Tanya Sifa seraya menghambur manja kepelukan ayahnya. Arka jongkok mensejajarkan diri menyambut anaknya agar masuk kepelukannya. Diciumnya pucuk kepala dan pipi anak perempuannya itu dengan gemas dan pikiran campur aduk.
"Iya, nak. Ayah mau berangkat dulu, cari rezeki yang berkah.".Jawab Arka sambil tersenyum. Dibopongnya gadis kecil itu hingga binar bahagia terukir di matanya menusuk hati Arka hingga berdarah-darah.
"Yang semangat ya, yah!". Balas Sifa sembari mencium pipi ayahnya
"Terima kasih, sayang". lirih Arka membalas mencium kening putrinya.
Bu Murni terus memperhatikan polah tingkah menantu dan cucunya itu, sosok rapuh yang berusaha kuat dihadapan putrinya. Tapi tak bisa luput dari perhatiannya sebagai ibu mertua yang sudah mengenalnya sangat lama.
"Ada apa nak Arka? kenapa kamu seperti banyak masalah? Apa ada yang kamu sembunyikan dari ibu?" Tanya Bu Murni ingin tahu.
Arka salah tingkah mendengar pertanyaan mertuanya.
"Aku...aku tidak apa-apa, bu. semua baik-baik saja".Jawab Arka gelagapan, tak berani menatap mertuanya yang sedang menatapnya
Arka tidak menyangka ibu mertuanya menangkap gelagat tidak beres pada sikapnya, ia gagal menyembunyikan keresahannya di depan mertua yang sangat menyayanginya itu.
"Ayahnya Sifa hanya sedang capek bu menghadapi berbagai proyek yang sedang dikerjakannya. Ibu tidak usah khawatir, menantu kesayangan ibu ini pasti bisa mengerjakan proyeknya dengan baik dan sukses yang pastinya memuaskan di mata konsumen". Ucap Tika yang tiba-tiba muncul membawa tas Arka menyelamatkan Arka dari pertanyaan yang menyudutkan Arka.
"Ya sudah ayah segera berangkat, gih. Nanti terlambat ke kantor lo!". Lanjut Tika meminta Arka segera berangkat.
Arka mengangguk sambil tersenyum ke arah istrinya dan berpamitan pada ibu mertuanya dengan mencium takhdzim punggung tangan mertuanya itu.
"Hati-hati, nak. Jangan bekerja terlalu keras. Istirahatlah ketika lelah jangan memaksakan diri". Ujar Bu Murni menasehati Arka, dibalas anggukan oleh Arka.
Bu Murni memandang kepergian menantunya yang masih menggendong manja cucunya sambil bercengkrama diikuti oleh istrinya yang membawakan tas kerja suaminya itu. Ia masih belum yakin dengan jawaban anak dan menantunya tadi. Ia merasa ada hal yang sedang mereka tutupi darinya. Buru-buru ditepisnya pikiran buruk yang menggelayut di otaknya. Pandangannya masih terus lekat mengikuti langkah anak dan menantunya itu hingga hilang di balik pintu. Dihempaskan bokongnya dengan kasar di sofa empuk ruang tamu itu diikuti desah kasar nafasnya mengurai beban pikiran yang tiba-tiba menggerogoti otak tuanya. Seuntai doa untuk kebaikan dan kelanggengan keluarga kecil menantunya terucap tulus menghalau firasat buruk yang seakan bakal meluluhlantakan hidup orang-orang yang disayanginya itu. Tak terasa air matanya berderai, sebuah ketakutan luar biasa yang tak beralasan menggelayut di hatinya membuat bahunya bergetar, air matanya membanjiri pipinya yang sudah mulai keriput dimakan usia.
Tika mengantarkan suaminya sampai ke mobilnya, Arka mengulurkan tangannya dan dicium takhdzim punggung tangannya suaminya itu, dibelainya pucuk kepala Tika serta diciumnya keningnya. Kemudian Arka memberikan Sifa kepada Tika sambil menyempatkan diri untuk mencium pipi putri kecilnya itu. Tangan Arka terulur meraih tas kerja yang masih dipegang oleh Tika. Sekali lagi diusapnya kepala gadis kecil berkerudung coklat itu, tak lupa di toelnya juga hidungnya membuat gadis kecil itu memiringkan kepala menghindari toelan ayahnya sambil cekikikan.
"Ayah berangkat dulu ya, anak manis jangan merepotkan bunda dan nenek y!". Pamit Arka sambil tersenyum
"Siap ayah". Jawab Sifa ceria dan bersemangat.
"Hati-hati, ayah". ujar Tika menimpali.
Arka mengangguk dan masuk ke mobil kemudian duduk dibalik kemudi sambil meletakkan tas kerjanya di kursi sampingnya. Dibukanya kaca mobilnya, melambaikan tangan pada anak dan istrinya dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya. Anak istrinya pun membalas melambaikan tangan dengan senyum antusias yang selalu lekat dibibir mereka juga. Bunyi klakson mengiringi laju mobil bergerak menuju gerbang yang sudah dibukakan oleh pak Sarmin. Lelaki setengah tua itu selalu sigap menjalankan tugasnya.
Sifa turun dari gendongan ibunya. Mereka berlari kecil sambil bergandengan tangan dan bercengkrama sampai menuju rumah.
Bu Murni sudah tidak ada di ruang tamu, mungkin sudah masuk ke kamarnya untuk melaksanakan shalat Dhuha yang sudah rutin dikerjakannya. Sedangkan mbok Sarmi sedang sibuk menyapu lantai.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!