"Sahh," semua tamu yang menyaksikan pernikahan Reno dan Dinda, mengucapkan kata sah dengan komplak.
Setelah semuanya mengucapkan kata sah, akhirnya Adinda Putri dan Reno Bagaskoro resmi menjadi pasangan suami istri.
Pernikahan yang bermula dari sebuah perjodohan, tentunya di antara mereka tidak ada perasaan cinta sama sekali, Reno juga punya kekasih yang ia pacari selama ini, Dinda juga tahu akan hal itu karena sebelum pernikahan berlangsung, Reno mengenalkan kekasihnya pada Dinda dengan senang hati, tanpa memikirkan perasaan Dinda, Reno terang-terangan mengatakan bahwa wanita yang ada di sampingnya itu adalah kekasihnya.
Flashback
"Gadis kampung, kenalkan dia adalah Vira, dia adalah kekasihku, jadi jangan harap biarpun pernikahan kita sah, aku akan mencintaimu ataupun menyentuh tubuhmu itu!" dengan nada menekan Reno mengenalkan Vira pada Dinda, Dinda hanya menundukkan kepalanya.
"Kenalkan aku Vira Syahfira," dengan sombongnya Vira mengulurkan tangannya, namun sayangnya uluran tangannya itu tidak di sambut oleh Dinda, Dinda memilih diam dan menundukkan kepalanya.
"Sombong sekali mas calon istrimu ini," kata Vira pada Reno.
"Sudah biarkan saja, lagian mas juga tidak akan mencintainya, karena di hati mas hanya ada kamu, mas hanya mencintaimu," ujar Reno dengan terang-terangan di hadapan Dinda.
Sebagai calon istri Reno, Dinda sebenarnya marah namun ia berusaha menahannya, lagian ia sadar pernikahan dirinya dan Reno ini hanya sebuah perjodohan saja.
"Terimakasih Mas Reno," kata Vira sambil memeluk Reno dengan manja.
"Jangan peluk disini jika ada orang yang melihatnya bagaimana? Oh iya, kamu nanti tunggu di hotel ya! Nanti kita habiskan malam pertama kita," tutur Reno dengan manja.
Dinda masih diam saja, akan seperti apa pernikahanku ke depannya? Batinnya dalam hatinya, mungkin jika bukan karena sebuah masalah hutang piutang pasti nasibku tidak akan seperti ini, Dinda menangis dalam hatinya.
Di saat ada yang membuka pintu ruangan pengantin itu, buru-buru Vira mengumpet di belakang pintu, kedua mempelai pengantin pun di jemput untuk di nikahkan.
Of Flashback
Setelah acara pernikahan selesai dan semua tamu sudah pulang, Reno dan Dinda pun pulang, iya mereka pulang ke rumah Reno.
Namun sesampainya dirumah Reno, Reno hanya mengatarkan Dinda sampai di depan rumahnya saja.
"Sana masuk!"
"Aku mau nyusulin Vira ke hotel, ingat tidak usah mengatakan masalah ini kepada kedua orang tuaku! Jika kamu berani mengatakannya, maka aku tidak akan mengampunimu!"
Sebelum pergi Reno memberikan ancaman pada gadis cantik bertubuh mungil nan berkulit putih yang ia nikahi itu, setelah itu Reno meninggalkan Dinda begitu saja.
Reno langsung melajukan mobilnya pergi ke hotel, sedangkan Dinda terduduk lemas sambil bersandar tembok, dengan gaun pengantin yang masih ia kenakan, sungguh hatinya sedih sekali, kenapa nasibnya seperti ini?
Dalam hatinya, aku adalah Adinda Putri, usiaku baru 20 tahun, kerjaku di cafe sebagi pelayan, namun kedua orang tuaku memaksa aku menikah dengan Reno yang usianya tujuh tahun lebih tua dariku, iya usia Reno adalah 27 tahun, Reno adalah anaknya temannya papaku, dan papaku punya hutang pada keluarga Reno, jumlahnya juga cukup besar yaitu 5 miliar, waktu itu papaku berhutang untuk berjudi. Iya papaku yang hobbynya judi hingga akhirnya keluargaku mengalami kebangkrutan dan akhirnya aku yang harus sengsara seperti ini, jika aku tidak mau menerima perjodohan ini, maka papaku akan di masukan penjara oleh keluarganya Reno.
Awalnya aku sudah menolak, namun mendengar papaku akan di masukkan ke dalam penjara, aku sebagai seorang anak juga tidak tega dan terpaksa menerima perjodohan ini, ada kakakku namanya Ruby, namun ia sudah menikah dan hidup bahagia bersama suaminya bahkan kakakku juga tidak pernah pulang karena dulu papaku yang mengusirnya karena kakakku hamil duluan, saat itu aku masih sekolah SMA, aku juga tidak punya keberanian untuk membantu kakakku, hingga akhirnya kakakku angkat kaki dari rumah, dan entah dia pergi kemana bersama dengan laki-laki yang ia cintai? Karena sampai sekarang aku pun tidak menemukan kabar dari kakakku, seluruh sosial medianya juga tidak ada yang aktif.
Dinda termenung, ia tidak masuk ke dalam rumah Reno, baginya rumah yang akan ia masukin ini akan menjadi neraka nantinya.
Dinda memilih merebahkan tubuh mungilnya itu di atas lantai tanpa beralas apa-apa, biarpun malam ini cukup dingin namun Dinda enggan masuk ke dalam rumah Reno.
***
Di saat Dinda meratapi nasibnya, Reno di hotel malah bersenang-senang dengan Vira, bahkan mereka mabuk-mabukan.
"Sayang, aku milikmu malam ini!"
"Gadis kampung itu hanyalah boneka yang akan aku siksa."
"Mas, aku tahu itu, karena kamu hanya mencintaiku!!"
"Malam ini kita habiskan malam pertama kita, biarkan gadis kampung itu kesepian, aku tidak akan menyentuhnya!!"
Vira Syahfira, ia adalah wanita cantik yang berusia 24 tahun, ia menjalin hubungan dengan Reno hampir 5 tahun. Namun di saat Reno ingin menikahi Vira, ayah nya Reno begitu menentangnya, entah apa yang membuat ayahnya begitu menentang? Reno pun tidak tahu, dan Vira juga setiap kali di ajak menikah ia selalu banyak alasan untuk menolak menikah dengan Reno, Vira juga hanya seorang pengangguran, ia dia kerja kalau ada panggilan saja, entah apa kerjaan Vira selama ini?
Reno dan Vira saling sahut-sahutan ucapan demi ucapan, mereka sudah beberapa botol minum, bahkan mereka terlihat sudah sangat mabuk dan tanpa sadar mereka terhuyung dan akhirnya tidur dengan botol-botol yang berserahkan di atas ranjang tempat tidur.
***
Di saat pagi yang cerah telah datang, Vira dan Reno sudah sama-sama terbangun, keduanya saling menatap lalu tersenyum.
"Mas, malam pertama kita gagal, gara-gara minuman ini," kata Vira dengan nada kecewa dan tentunya manja.
"Masih ada nanti malam sayang, mas pulang dulu ya, mau berangkat ke kantor," pamit Reno seraya beranjak dari tempat tidur, dan tidak lupa sebelum pergi Reno memberikan ciuman hangat di bibir Vira.
Reno langsung melajukan mobilnya menuju pulang ke rumahnya.
Di saat Reno sudah pergi dari kamar hotelnya, Vira meraih ponselnya yang ada di atas nakas meja dan ia menelpon seseorang dengan begitu mesra, entah siapa yang ia telpon? Karena Vira selalu menelpon seseorang ini di saat Reno sudah tidak ada di sampingnya lagi.
Sesampainya di depan rumahnya, Reno turun dari dalam mobil dengan raut wajah kesal, apalagi melihat Dinda yang berbaring di lantai tepat di depan pintu.
"Dasar gadis kampung, bukannya masuk malah tidur diluar," gumam Reno dan ia berjalan menghampiri Dinda, lalu membangunkan Dinda dengan cukup kasar.
"Bangun!!!"
Dinda perlahan membuka kedua matanya, melihat Reno menatapnya dengan sorot mata tajam buru-buru Dinda membenarkan posisinya dengan benar.
"Masuk!!!" sentak Reno, dengan kasar Reno menarik pergelangan tangan Dinda dan membawa Dinda masuk ke dalam rumahnya.
Bersambung
Terimakasih para pembaca setia
Sesampainya di dalam rumah Reno dengan kasar melempar Dinda ke sofa.
"Gubrakkk!!"
"Auh, sakit sekali," lirih Dinda, saat tubuh mungilnya merasakan benturan sofa ia merasa kesakitan, namun Dinda berusaha menahan rasa sakitnya.
"Jangan harap aku akan berbuat baik padamu," tandas Reno dengan suara lantang.
Dinda merintih kesakitan dengan suara lirih, kedua pelupuk matanya sudah berembun tapi Dinda berusaha kuat, karena tidak mau menangis di hadapan Reno.
"Bangunlah!!" Reno dengan kasar kembali menyentak Dinda, Dinda perlahan-lahan bangun dari sofa itu satu tangannya memegangi pinggangnya yang terkena benturan tepat pada bibir sofa, sungguh malang sekali nasib Dinda.
"Ikut denganku!"
Dinda mengikuti langkah kaki Reno, Reno berjalan menuju ke sebuah ruangan yang cukup besar dan mewah, ia itu adalah kamar tidur milik Reno.
"Mulai sekarang kita tidur satu kamar! Tapi jangan harap aku akan menyuruhmu tidur satu ranjang denganku, karena kamu harus tidur di lantai!" titah Reno, sorot matanya terlihat tajam seperti singa yang ingin menerkam mangsanya.
"Baik mas," lirih Dinda.
"Siapa yang menyuruhmu memanggilku dengan sebutan mas? Siapa?!" sentak Reno, sambil memegang dagu Dinda dengan kasar, hingga Dinda merintih kesakitan tapi ia tidak berani mengatakannya.
"Panggil aku tuan! Pernikahan kita itu hanya sebuah perjodohan yang tidak guna, aku juga punya kekasih yang sangat aku cintai, jadi ingat anggap saja kamu itu pembantuku yang harus menuruti semua kata tuanmu ini!" kata Reno dengan kasar, Dinda hanya mengangguk karena ia tidak bisa berbuat apa-apa dan ia sadar ia disini hanya sebagai pelunas hutang saja.
"Ganti pakaianmu itu!!" sentak Reno.
"Tapi aku tidak membawa baju ganti tuan," kata Dinda dengan perasaan takut, tubuhnya juga gemetaran.
"Itu di lemari ada baju-baju milik Vira, kamu pakai saja!" titah Reno, Dinda mengangguk dan ia melakukan apa yang Reno katakan karena tidak berani membantah.
Reno menunjukkan lemari pakaian khusus yang berisi baju-baju Vira pada Dinda, Dinda berjalan menuju ke lemari itu dan ia dengan ragu-ragu membuka pintu lemari itu, betapa terkejutnya saat melihat dress-dress cantik, bermacam-macam baju tidur seksi.
Dinda hanya menghela nafas berat, tangannya gemetaran saat ingin meraih salah satu dress yang di gantung dengan rapi.
"Pilih saja!" titah Reno, ia merebahkan tubuhnya di atas tempat tidurnya karena merasa sangat lelah.
Di saat Reno baru saja merebahkan tubuhnya, tiba-tiba ponselnya berdering dan ternyata itu telpon dari mamanya, Reno langsung mengangkat telpon itu dengan cepat.
"Hallo ma."
"Ren, kata papa kamu tidak usah masuk ke kantor dulu, kamu pergi saja bulan madu dengan Dinda!"
"Tapi ma, kerjaan Reno sangat banyak di kantor."
"Biarkan saja, nanti Devan yang akan mengurus semuanya, kamu tidak usah kawatir!"
"Ma aku,,,"
"Reno, mama tidak suka di bantah!"
"Baiklah ma, aku akan pergi bulan madu."
Rena mematikan saluran telponnya, ia tersenyum sendiri sambil menaruh ponselnya di atas meja.
"Mama, keliatannya bahagia sekali?" tanya Restu pada Rena.
"Iya pa, mama bahagia sekali, Reno dan Dinda mau pergi bulan madu," jawab Reno dengan senyum yang begitu bahagia.
Restu tersenyum senang, ia pun berpamitan kepada Rena untuk berangkat ke kantor.
"Mama malam ini papa ada metting, sepertinya papa akan pulang malam atau menginap," kata Restu dengan nada lembut.
"Iya pa, hati-hati ya kerjanya!" Rena tersenyum, ia merapikan dasi suaminya yang terlihat agak miring.
Tanpa sarapan lebih dulu, Restu langsung pergi ke kantor sedangkan Rena duduk di ruang tengah sendirian dan hanya ada para Art yang sedang sibuk dengan pekerjaannya mereka masing-masing.
Rena adalah seorang istri yang sabar, ia selalu percaya pada Restu yang tidak lain adalah suaminya, bagi Rena, Restu adalah suami terbaik di dunia.
***
Setelah mandi dan berganti pakaian dengan pakaian milik Vira, Dinda tampak bingung karena tidak tahu harus ngapain?
"Kruyukkk,,,"
"Aku lapar sekali."
Dinda memegangi perutnya yang dari tadi terus berbunyi karena merasa lapar apalagi ia belum makan apa-apa dari setelah resepsi pernikahan itu.
"Tuan, aku lapar, apa aku boleh makan?" tanya Dinda, ia tidak berani menatap Reno yang sedang berbaring di tempat tidur, ia berbicara pada Reno dengan wajah menunduk.
"Makan saja! Di dapur banyak makanan, kamu makan saja semau kamu!" jawab Reno dengan nada ketus.
Dinda mengangguk, ia pun berlalu keluar dari dalam kamar Reno itu, ia langsung pergi menuju ke dapur.
Sembari jalan ke dapur Dinda memperhatikan ruang demi ruangan yang ada di rumah Reno, sungguh orang kaya itu rumahnya begitu megah, ya biarpun aku juga dulu kaya tapi rumahku tidak semewah ini, nyatanya aku ini hanya mantan orang kaya, karena setelah orang tuaku bangkrut aku harus tinggal di Apartemen yang tidak terlalu besar, bahkan berjalan ke dapur saja lumayan jauh, dengan tatapan penuh rasa kagum, Dinda terus melanjutkan perjalanan menuju ke dapur.
Biarpun Dinda dulu pernah menjadi orang kaya, namun rumah milik keluarga Dinda tidak semegah rumah Reno ataupun keluarga Reno.
Reno tampak gelisah ternyata perutnya juga merasa lapar. "Aku lapar sekali," batin Reno dan ia pun beranjak dari tempat tidur dan langsung pergi menyusul Dinda ke dapur.
Sesampainya di dapur Reno menghentikan langkah kakinya, ia melihat Dinda yang sedang sibuk memasak di dapur miliknya.
Iya rumah Reno memang tidak ada Art nya, setiap hari Reno memanggil cleaning servis khusus untuk membersihkan rumahnya dan setelah selesai cleaning servis itu langsung pulang.
"Kamu masak apa?" tanya Reno tiba-tiba, membuat Dinda kaget, apalagi tidak melihat atau mendengar kapan Reno datang? Tiba-tiba sudah berdiri di sampingnya saja. Dengan perasaan takut, Dinda bahkan tidak berani memandang Reno.
"Aku sedang memasak ayam goreng," jawab Dinda dengan nada lembut.
"Masakan sekalian untukku! Karena aku juga lapar," Kata Reno dengan ketus.
"Baik tuan," jawab Dinda.
Dinda memasak untuk Reno juga, setelah selesai Dinda membawa semua makanan buatannya ke atas meja makan.
Kini dua sejoli itu menikmati makanan mereka masing-masing.
"Masakan apaan sih? Rasanya tidak enak sekali," cetus Reno tapi Reno tetap makan makanan yang di masak oleh Dinda. "Kok masaknya bisa seenak ini sih," batin Reno dalam hatinya.
Dinda memejamkan matanya, ini apalagi? Perasaan masakannya tidak ada yang salah, namun tetap saja salah bagi Reno.
"Masakan rasanya asin banget, lihat ayamnya juga agak gosong, tidak enak pokoknya," dengan menyebalkan Reno terus mengutuki makanan buatan Dinda.
"Tapi ini sudah pas rasanya tuan," ujar Dinda dengan hati-hati karena takut Reno akan marah pada dirinya. "Lagian mana ada gosong sih? Perasaan ayam ini baik-baik saja," batin Dinda geram.
"Masakan tidak enak, aku makannya saja pingin muntah," dengan kesal Reno terus mengutukti masakan yang di masak oleh Dinda.
Dinda menahan senyumnya, apalagi saat melihat makanan di piring Reno sudah hampir habis.
"Yakin tidak enak tuan? Tapi kok makanannya habis?" sindir Dinda, membuat Reno tiba-tiba menjadi salah tingkah.
Reno menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, ia celingukan, apalagi saat melihat piringnya benar-benar bersih tanpa tersisa sedikitpun makanan kecuali tulang-tulang ayam.
"Emm itu karena,,"
Bersambung
Terimakasih para pembaca setia
"Yakin tidak enak tuan? Tapi kok makanannya habis?" sindir Dinda, membuat Reno tiba-tiba menjadi salah tingkah.
Reno menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, ia celingukan, apalagi saat melihat piringnya benar-benar bersih tanpa tersisa sedikitpun makanan kecuali tulang-tulang ayam.
"Emm itu karena,,"
"Karena apa tuan?" sambung Dinda.
"Iya karena aku merasa lapar saja, jadi terpaksa aku habiskan makanan tidak enak buatanmu itu," elak Reno dengan gugup.
Sebenernya masakan Dinda itu rasanya enak, tapi Reno enggan mengakuinya.
"Tidak apa-apa terpaksa di habiskan, daripada tidak di makan kan mubazir jadinya tuan," kata Dinda dengan nada lembut.
Biarpun Reno selalu berbicara dengan nada ketus, sering kali membentak dirinya, Dinda tetap berbicara lembut pada Reno.
Dinda membereskan piring-piring bekas makan mereka, lalu ia mencucinya, setelah selesai Dinda kembali ke meja makan dan ternyata Reno masih duduk disana.
"Kamu sudah selesai?" tanya Reno dengan tatapan datar.
"Sudah," jawab Dinda singkat.
"Duduklah!"
Dinda duduk di kursi sebelah Reno duduk, tubuhnya merasa gemetaran karena takut pada Reno.
"Mama menyuruh kita pergi bulan madu, aku mau tapi bulan madu kita Vira ikut dengan kita, ingat jangan kasih tahu mama atau papa," kata Reno dengan entengnya, tanpa merasa bersalah, Reno terlihat cukup santai.
Seketika hati Dinda bagaikan di sambar petir di pagi hari, masa iya bulan madu juga harus mengajak Vira yang tidak lain adalah kekasihnya Reno.
"Kenapa tidak tuan dan Vira saja yang pergi bulan madu, daripada aku jadi orang ketiga, haruskah seorang istri sah menjadi orang ketiga?" cetus Dinda.
"Hey, kamu sudah berani mengaturku? Ingat ya! Vira itu kekasihku, dan kamu hanyalah gadis pembayar hutang jadi jangan harap aku akan menghargaimu," sentak Reno, seraya menggebrak meja dengan tangan kekarnya, Dinda pun kaget dan ia langsung memejamkan matanya karena takut.
"Menyentuhmu saja aku jijik!!" sambung Reno sambil menunjuk wajah cantik Dinda dengan jari telunjuknya.
Dinda hanya terdiam, ia sadar ia hanya gadis pembayar hutang yang tidak boleh mengharapkan hal lebih dari seorang Reno, laki-laki yang tengah kini menjadi suami sahnya.
"Ingat aku ini tuanmu! Dan kamu hanyalah pembantuku, ya anggap saja begitu! Maka turuti semua perintahku!" dengan kasar Reno meraih dagu Dinda, dan menekan dagu Dinda agak keras, membuat Dinda meringis karena kesakitan.
"Baiklah tuan," jawabnya dengan pasrah dan Reno akhirnya melepaskan tangannya dengan kasar dari dagu Dinda.
"Bersiaplah untuk pergi!" kata Reno dengan kasar, Dinda mengangguk. "Tapi aku tidak punya baju," lirihnya dengan nada ketakutan, Dinda datang ke rumah Reno memang tidak membawa apa-apa, saat ini juga Dinda memakai baju milik Vira, karena di suruh oleh Reno.
"Sudahlah, nanti kita beli saja! Sekarang ayo kita pergi, aku juga mau jemput Vira dulu," kata Reno dengan kasar lagi.
Hati Dinda begitu tersayat, ia ingin menangis namun ia berusaha menahan air matanya. "Jika bukan karena bapakku, pasti aku tidak akan berada di rumah yang seperti neraka ini," batin Dinda dalam hatinya.
"Kenapa diam saja?!" Reno menyentak Dinda dengan sorot mata tajam. "Ayo pergi sekarang! kamu mau membuat Vira ku sayang menunggu kelamaan karena tangisanmu yang menjijikkan itu," sambung Reno, melihat Dinda meneteskan air matanya di kedua pipinya, Reno pun tidak merasa ibah sama sekali.
Padahal Dinda sudah berusaha menahan air matanya, namun akhirnya jatuh juga membahasi kedua pipi mulusnya.
Reno melangkahkan kakinya lebih dulu, Dinda mengikuti Reno di belakang Reno.
Sesampainya di mobil, Dinda hendak membuka pintu mobil milik Reno, namun lagi-lagi Reno menatapnya dengan sorot mata tajam.
"Siapa yang suruh kamu duduk di depan, itu khusus buat Vira. Kamu duduk di belakang sana!" titahnya dengan kasar, Dinda hanya mengangguk dan ia membuka pintu mobil yang belakang lalu naik.
Reno juga naik dan ia langsung menyalakan mesin mobilnya, untuk segera menuju ke rumah Vira.
Di dalam mobil Dinda hanya duduk seraya menundukkan kepalanya, sedangkan Reno sibuk dengan ponselnya karena sedang menelepon Vira yang tidak lain adalah kekasih kesayangannya.
"Hallo sayang, bersiaplah! Aku sedang berjalan menuju ke rumahmu."
"Aku sudah siap sayangku, oh iya istri barumu itu ikut?"
"Iya dia ikut, tapi nanti aku maunya bulan madunya sama kamu, jadi tidak usah hiraukan gadis itu!"
Reno mematikan saluran telponnya, Vira senyam-senyum sendiri. "Selamanya Reno akan mencintaiku, kasian kamu gadis udik," batin Vira dalam hatinya.
Sebagai istri sah hati Dinda cukup sakit mendengar percakapan Reno dan kekasih hatinya itu, namun Dinda bisa apa? Bagi Reno, Dinda hanyalah benalu prnganggu dan kehadirannya tidak di inginkan oleh Reno sama sekali.
Tiba-tiba ponselnya kembali berdering, Vira langsung mengangkat telpon itu dengan senang hati.
"Hallo om, ada apa?" tanya Vira dengan nada manja.
"Sayangku, kamu temanin aku malam ini dong di hotel biasa," rengek seseorang laki-laki yang usianya sudah tidak muda lagi.
"Om hari ini aku pergi sama Reno," tolaknya dengan nada lembut.
"Baiklah, kamu hati-hati," seseorang itu pun langsung mematikan saluran telponnya.
Sambil menghela nafas berat, laki-laki yang tidak muda lagi, ia terlihat kesal saat dengar Vira akan pergi bersama dengan Reno.
***
Setelah beberapa lama menempuh perjalanan yang lumayan lama, akhirnya Reno sampai di depan rumah Vira, dan Vira sudah siap di depan rumah dengan satu koper besarnya.
Reno turun dari dalam mobil, ia pun menyuruh Dinda turun dari dalam mobil, Dinda hanya menurut.
"Bawakan koper Vira!"
"Aku tidak mau kalau dia sampai kecapean!"
Sentak Reno dengan kasar, Dinda menghela nafas berat tapi ia langsung mengambil koper milik Vira dan di masukan ke bagasi mobil.
Reno dan Vira sudah masuk ke dalam mobil, Dinda juga sudah masuk ke dalam mobil.
Reno kembali menyalakan mesin mobilnya dan langsung melajukan mobilnya menuju ke tempat untuk mereka berbulan madu.
"Sayang, coba kalau kita hanya berdua saja, itu pasti akan lebih nyaman," ujar Vira, ia menatap Dinda dari sepion dengan tatapan tidak suka, bagi Vira, Dinda adalah seorang penganggu.
"Lain kali kita pergi berdua, inikan karena mamaku yang meminta sayang, aku saja sebenarnya malas pergi dengan gadis udik itu, rasanya berasa pergi dengan pembantu," ujar Reno dengan sinis, sama sekali ia tidak memperdulikan perasaan Dinda.
Berada di tengah-tengah orang-orang yang tidak punya perasaan, rasanya Dinda ingin sekali keluar dari mobil itu, namun Dinda tetap berusaha tenang dan pura-pura tidak mendengar obrolan dua sejoli yang sedang kasmaran itu.
"Aku juga heran dengan mamamu itu, kenapa bisa memilihkan seorang istri udik seperti ini untukmu," ujar Vira dengan tatapan penuh hinaan pada Dinda, lagi-lagi Vira melihat Dinda dari sepion.
"Entahlah sayang, kan selera mama memang yang kalem-kalem," ujar Reno cuek.
"Padahal jelas-jelas cantikan aku dan dari body juga seksian aku," dengan bangga Vira membanggakan dirinya sendiri.
"Goyanganku juga lebih mantap," lanjutnya tanpa merasa malu sama sekali.
"Sudah jangan di bahas, lagian aku juga belum pernah merasakan goyanganmu kan," cibir Reno dengan genit.
Vira tertawa kecil, memang Reno belum pernah merasakan goyangannya selama ini, karena setiap mau melakukan itu pasti aja ada gangguan, lebih sering mabuk berlebihan dan akhirnya sama-sama tidur tanpa melakukan sesuatu.
"Lagian kamu sukanya tidur," balas Vira dengan genit juga.
Melihat pemandangan yang ada di depannya saat ini, sebenarnya Dinda ingin sekali muntah dasar manusia-manusia tidak punya hati, mereka berdua itu gila, apalagi Vira jelas-jelas di belakangnya ada istri sahnya namun sebagai sesama wanita, Vira tidak sangatlah tidak punya hati.
Setelah beberapa lama menempuh perjalanan yang lumayan jauh, akhirnya sampailah di sebuah hotel mewah di tengah-tengah kota yang cukup indah.
Reno langsung memarkirkan mobilnya, lalu mereka semua turun dari dalam mobil dan langsung menuju ke dalam hotel.
"Selamat malam," sapa pelayan hotel dengan sopan.
"Selamat malam nona, saya Reno dan mama saya sudah memesan kamar khusus untuk saya," ujar Reno.
"Oh Tuan Reno, iya Nyonya Rena memang sudah memesan kamar khusus untuk bulan madu, ini kunci kamarnya," ujar sang pelayan, seraya memberikan kunci kamar khusus pada Reno.
Reno menerima kunci itu dengan senang hati, Vira juga senyam-senyum penuh kemenangan, apalagi melihat Dinda yang begitu malang rasanya ingin sekali tertawa lepas.
"Saya pesan satu kamar lagi yang biasa saja, yang kecil juga tidak apa-apa, soalnya hanya untuk pembantu saya, lalu bawakan minum 10 botol ke kamar khusus!" kata Reno pada pelayan hotel.
"Baik tuan," jawab sang pelayan.
Setelah beberapa lama akhirnya mereka pun di antar ke kamar masing-masing, aturan Dinda yang mendapatkan kamar khusus namun Dinda malah mendapatkan kamar biasa dengan ukuran yang tentunya tidak sebesar kamar khusus.
"Dada gadis udik, aku nikmati bulan maduku dengan suamimu dulu ya," ujar Vira sebelum masuk ke dalam kamar khusus.
Dinda hanya diam, dan dia langsung masuk ke kamar yang sudah di sewakan oleh Reno, letak kamar Dinda juga tidak terlalu jauh dari kamar Reno dan Vira.
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!