🌻H 4 P P Y R 3 4 D I N G🌻
**🌹✨💞✨🌹**
"Saya terima nikah dan kawinnya Anisa Nirjasam Maryam binti Kemal Abraham dengan maskawin tersebut di bayar tunai."
Suara lantang pria tersebut hingga sekarang terus terngiang-ngiang di benak nya, entah kenapa hati anisa sedikit tersentuh.
"Aku pasti bisa, sekarang pria itu adalah suami ku, imam ku, yang akan membimbing ku ke surga. Ya Allah aku hanya lah manusia biasa yang selalu bergantung padaMu setiap saat, hari ini aku telah menjadi seorang istri, aku telah menikah, meski pernikahan ku ini bukan dasar cinta, aku akan melayani suami ku sepenuh nya memberi apa yang sudah menjadi hak nya," ucap Anisa yakin sambil menatap wajah nya di pantulan cermin.
Setelah berganti pakaian dengan busana syariah sehari-hari yang biasa di gunakan, anisa mengambil cadar dan mengenakan kembali.
Cekrek....
Anisa keluar dari kamar mandi dengan keberanian yang sudah di kumpul sejak tadi.
"Saya sudah selesai Mas," ucap Anisa saat tiba di dekat suami nya.
"Duduk lah ada hal yang ingin saya katakan padamu."
Pria itu berjalan lebih dulu dan duduk.
"Kenapa masih duduk di situ, kemari lah apa kamu tidak cape berdiri di situ?" tanya Bara menatap binggung pada wanita yang memakai cadar dan hanya terlihat kedua mata nya.
"Iya Mas," balas Anisa dengan senyum malu di balik cadar.
Anisa memberanikan diri untuk duduk di sebelah suami nya.
Setelah duduk, anisa menarik nafas panjang dan menghela pelan, bagaimana juga sekarang dia telah menjadi seorang istri, suami nya berhak melihat wajah nya.
Tangan nya perlahan tapi pasti membuka cadar, dan bara melihat anisa binggung apa yang ingin di lakukan wanita di depan nya ini.
Namun mata nya masih saja terus memperhatikan.
Dan bara mengetahui sekarang apa yang ingin di lakukan wanita di depan nya ini, ternyata ingin membuka cadar.
Bara sedikit terpanah melihat kecantikan wajah anisa di balik cadar yang di kenakan.
Tapi tatapan nya tak berlangsung lama.
"Kita sudah menikah sekarang, tapi pernikahan kita bukan dasar cinta, tapi saya akan berusaha menjadi suami yang baik, memberi hak mu seperti yang tertera dalam agama dan hadis," ucap Bara membuka suara memulai obrolan.
"Saya juga Mas, saya akan memberi yang sudah menjadi hak Mas," balas Anisa penuh ketakutan.
"Terimakasih, saya rasa itu tidak perlu, karena ada satu hal yang tidak bisa saya berikan padamu dalam kewajiban suami," tutur Bara dengan wajah serius.
Anisa menatap binggung penuh tanya apa maksud perkataan Bara, tapi sebisa mungkin anisa tidak menunjukkan wajah penasaran nya.
"Saya tidak bisa menyentuh mu, saya hanya akan memberi mu nafkah lahir tapi tidak dengan nafkah batin," terang Bara sambil menatap anisa melihat tanggapan nya.
Deg!!
Deg!!
Hati anisa terasa sakit mendengar ungkapan Bara, apa dia wanita yang tidak pantas untuk sentuh? atau bara melakukan ini karena belum siap?
Entah lah anisa sendiri binggung, dia tidak ingin berpikir hal buruk, dia berusaha positif thinking.
"Apa saya boleh tau apa alasan Mas?" tanya Anisa lembut berusaha menutupi rasa sakit di hati nya.
"Saya mencintai wanita lain, dan hingga kapan pun posisi nya akan selalu di hati dan selalu menjadi pertama bukan kedua."
Deg!!!
Deg!!!
Deg!!!
Anisa seperti terkena tembakan pistol yang telak mengenai hati nya. Entah kenapa rasa nya sesak mendengar ungkapan bara yang mencintai wanita lain hingga saat ini.
Dia kini sudah menjadi istri, tapi suami nya malah berterus terang mengenai perasaan mencintai wanita lain, lalu untuk apa menerima pernikahan ini jika tidak bisa mencintai nya.
Tapi anisa tidak ingin menunjukkan rasa kecewa nya pada bara, biarkan rasa kecewa nya di simpan sendiri.
Anisa akan mencoba menerima semua kejujuran bara suami nya, meski hati ini begitu sakit.
"Kamu tidak keberatan bukan? kita menikah tanpa cinta dan saya yakin belum ada cinta di hati mu, karena kita baru pertama bertemu. Saya harap ini bukan hanya untuk sekarang, tapi untuk ke depan nya jangan pernah membiarkan hati mu mencintai saya, karena sampai kapan pun saya tidak akan bisa membalas perasaan mu. kita bisa menjadi teman, tapi tidak lebih, meski ada ikatan suci di antara kita," lanjut Bara menatap anisa yang masih terdiam.
"Ya Allah, jika ini jalan takdir yang Engkau garis kan untuk ku lewati, bismilah aku akan jalani," batin Anisa berdoa menyerahkan semua pada sang kuasa.
"Iya Mas, aku tidak keberatan, kita bisa menjadi teman seperti yang Mas katakan, tapi jika suatu saat Mas ingin bersama dengan cinta pertama Mas, katakan saja langsung padaku, aku akan mundur karena aku tidak ingin menjadi penghalang dari kedua orang yang saling mencintai," jawab Anisa tegar.
Setiap kata yang keluar dari mulut anisa, adalah ungkapan hati yang di kumpul kan. Dan semua itu sudah dia serahkan dan ikhlas karena keyakinan nya pada sang kuasa punya rencana sendiri dan tentu indah pada akhir.
"Terimakasih kamu sudah bisa mengerti, kamu juga tidak perlu mundur karena saya dan dia tidak akan pernah bersatu kembali."
Wajah Bara seketika menjadi sedih dan anisa binggung ada apa dengan suami nya, apa maksud nya tak bisa bersatu emang pergi kemana wanita itu.
Anisa masih tidak berani bertanya, dia tidak ingin melewati batas, bagaimana juga dia sadar suami nya tak mencintai nya.
"Maaf saya tidak bermaksud membuat Mas sedih, lupakan saja perkataan saya tadi. Saya sudah paham kewajiban dan tugas saya di sini," ujar Anisa sangat sadar dan tidak ingin menuntut lebih.
"Tidak, kamu tidak salah, maaf saya tidak bisa menceritakan banyak kehidupan pribadi saya padamu meski kamu adalah istri saya, karena saya hanya menganggap mu teman tidak lebih."
"Iya, tidak apa-apa, itu hak Mas cerita atau tidak," bijak Anisa tidak permasalah kan.
"Kamu wanita baik yang bisa paham dengan keadaan saya, jika saja wanita lain mereka tidak akan menerima ini dan pasti akan memaksa."
"Jangan terlalu memuji Mas, saya hanya wanita biasa yang sedang dalam tahap belajar menjadi umat yang baik," ucap Anisa merendah.
"Wanita baik seperti mu seharusnya menikah dengan pria baik yang sangat mencintai mu, bukan seperti saya yang tidak mencintai mu, tapi hanya memanfaatkan kamu untuk kebahagian orang tua saya," batin Bara tersentuh dengan kebaikan hati Anisa.
"Iya."
"Oiya, untuk tempat tidur, kamu bisa pakai tempat tidur saya, dan saya akan tidur di sofa," lanjut Bara yang kembali teringat apa yang belum di katakan.
"Tidak, Mas tidur saja di tempat tidur, biar saya di sofa. Lagian ini kamar Mas sudah seharusnya mas menempati nya," tolak Anisa tidak enak.
"Ya, kamu benar ini kamar saya, tapi sekarang sudah menjadi kamar kamu juga karena kita sudah menikah, milik saya berarti milik kamu juga," tutur Bara sambil menatap Anisa.
...Bᴇʀsᴀᴍʙᴜɴɢ......
...✨____________ 🌼🌼_______________✨...
🌻H 4 P P Y R 3 4 D I N G🌻
•
•
🌹✨💞✨🌹
Anisa membantu mama mertua nya masak, meski memilih banyak pembantu, mama mertua nya tetap ingin masak dan memberi yang terbaik untuk keluarga nya.
"Mama senang sekarang punya teman masak, kemarin-kemarin Mama hanya di temani bibi, rasa nya aneh ada yang kurang tapi sekarang tidak lagi, karena mendadak rasa aneh itu sudah lenyap dengan kehadiran Nisa di sini," ujar Mama Tari bahagia.
"Nisa juga senang bisa temani Mama di sini, mohon bimbingan nya agar Nisa tidak mengecewakan Mama dan Papa," balas Anisa pun senang tersenyum di balik cadar.
"Kenapa bicara seperti itu sayang, Mama percaya Nisa tidak akan mengecewakan Mama dan Papa," yakin Mama Tari.
"Jangan terlalu percaya sama Nisa Ma, Nisa hanya manusia biasa yang bisa melakukan kesalahan kapan saja entah itu sengaja atau tidak, karena manusia tempat melakukan kesalahan, tidak ada satu manusia yang tak pernah melakukan kesalahan sekali pun itu ustaz," tutur Anisa bijak.
"Subhanallah, Mama salut sama kamu sayang, tidak salah Mama memilih kamu menjadi menantu Mama, kamu memang pantas mendampingi Bara anak tampan Mama yang sama punya hati baik nya seperti kamu, kalian dua memang di ciptakan untuk bersama."
"Mama bisa saja."
"Bisa dong nama nya juga Mama," ucap Mama Tari lalu tertawa dengan ucapan nya sendiri.
Entah kenapa dia begitu senang hari ini, mungkin karena sekarang sudah memiliki menantu kali pikir nya.
Mama Tari tidak memiliki anak perempuan karena dia hanya memiliki satu anak dan itu anak laki-laki yaitu Bara yang kini telah menjadi suami nya Anisa.
Dulu Mama Tari ingin sekali memiliki anak perempuan, tapi karena ada masalah di rahim membuat nya tak bisa mengandung lagi dan harus menerima takdir.
Tapi sekarang Allah telah memberi nya anak perempuan meski bukan anak kandung, melainkan menantu, Mama Tari tak masalah karena dia sudah menganggap anisa adalah anak nya sendiri.
Anisa wanita muslimah yang baik tak butuh waktu lama untuk Mama Tari menyayangi Anisa, karena siapa pun yang mengenal anisa pasti akan langsung menyukai dari sikap, tindakan, dan tutur kata yang lembut dan sopan itu.
Mereka pun kembali melanjutkan masak, karena waktu hampir menunjukkan makan malam.
Keluarga Abraham begitu tertib, karena sikap Papa Abraham yang keras tapi penyayang dan baik.
"Ma, apa ini tidak terlalu banyak?" Tanya Anisa melihat masakan Mama Tari begitu banyak.
"Sekali-kali gapapa dong sayang, ini hari bahagia kita," jawab Mama Tari yang begitu semangat karena memasak adalah hobi nya.
"Ya sudah Nisa gak bisa bilang apa lagi kalau Mama sudah berkata seperti itu."
"Tepat sekali, Nisa cukup lihat Mama masak."
"Oiya Nisa tau masak apa saja? siapa tau kita bisa sharing-sharing," lanjut Mama Tari menoleh melihat menantu nya yang menutup diri dengan pakaian syariah dan cadar, hanya terlihat kedua mata yang sipit seperti orang china.
"Gak terlalu banyak sih Ma, Nisa hanya tau sedikit-sedikit seperti yang Mama masak tidak lebih," jawab Anisa.
"Nisa serius? berarti Nisa bisa buat kue?" Tanya Mama Tari yang sangat antusias tidak menyangka menantu nya ini ternyata pandai memasak seperti nya.
Kali ini kebahagian nya berlipat-lipat karena memiliki menantu yang punya hobi sama dengan nya adalah suatu kebahagian tersendiri untuk nya.
"Alhamdulilah, bisa sedikit Ma, tapi masih belajar dari bunda kemarin."
"Tidak apa-apa sayang, Mama juga sekarang lagi belajar, bagaimana kalau Mama ajak Nisa ikut Mama kita kursus masak, kemarin Mama ada daftar tapi belum sempat kesana karena gak punya teman," ajak Mama Tari.
"Boleh Ma, Nisa juga ingin belajar."
Pembicaraan Mama Tari dan Anisa langsung terhenti karena kedatangan seorang gadis.
"Assalamualaikum, Tante," salam gadis tersenyum lembut.
"Walaikumsalam," jawab Mama Tari dan Anisa berbarengan.
"Eh, Rini kamu di sini?" tanya Mama Tari kaget melihat keberadaan rini yang sudah di anggap anak sendiri.
"Iya, Tan. Mommy dan daddy keluarga negeri dan aku di tinggal sendiri, apa boleh aku tinggal di sini untuk beberapa hari sampai mommy dan daddy balik?"
"Tentu boleh dong, kenapa tidak, rumah ini selalu terbuka untuk rini kapan saja mau datang," ujar Mama Tari tak keberatan malah senang.
"Terima kasih Tan, aku sayang tante, oiya ini siapa Tan?" tanya Rini yang beralih menatap wanita yang serba tertutup dan hanya memperlihatkan kedua mata nya.
"Astaga tante hampir lupa. Rini kenalkan ini Anisa istri Bara," Mama Tari memperkenalkan rini pada Anisa.
"Apa!" pekik Rini kaget, lalu menatap wanita tersebut dari bawah hingga atas.
"Bagaimana bisa Tan? kenapa aku gak tau masalah ini? kapan mereka menikah? perasaan minggu lalu aku ke sini tante gak bicara masalah pernikahan kak bara?" lanjut Rini yang masih tidak percaya.
"Oh itu maaf tante benar-benar lupa sehingga tidak mengabari kamu."
"Lalu kapan mereka menikah? kenapa aku tidak di undang?"
"Tante undang, tapi saat itu daddy kamu mengatakan tidak bisa datang karena sedang berada di luar kota," terang Mama Tari mengingat saat menghubungi orang tua rini.
"Apa-apaan ini, kenapa daddy tidak mengatakan apapun mengenai ini padaku? apa daddy sengaja melakukan ini?" monolog Rini bertanya-tanya penuh kekesalan di hati nya.
Bagaimana Rini tidak kesal, dia sudah menyukai bara sejak lama, dan sekarang malah ada perempuan lain yang masuk di kehidupan bara pria pujaan nya.
"Ini tidak bisa ku biarkan, jika kakak ku saja bisa aku singkirkan kenapa tidak dengan nya, jangan harap kau bisa mengambil apa yang ku sukai, siapa pun itu yang berani menghalangi ku mendapatkan apa yang ku inginkan bersiaplah bertemu ajal," batin Rini penuh kebencian dan tekad.
"Rini kamu kenapa Nak? benar kan saat itu kalian sedang berada di luar kota?" Tanya Mama Tari menyadarkan adik dari mantan kekasih anak nya Bara.
"Iya Tan, aku lupa jika daddy sudah mengatakan itu, ku kira yang daddy katakan adalah prank, ternyata benar," bohong Rini mengarang cerita, sebenarnya bukan itu karena daddy nya tak mengatakan apapun kepada nya.
"Aku akan bertanya ini pada daddy jika pulang nanti, sekarang aku harus memikirkan cara menyingkir wanita ini, aku tidak rela siapa pun memiliki Bara, Bara hanya milik ku seorang bukan milik yang lain," batin Rini.
Anisa sejak tadi diam, dia menyadari tatapan tidak suka wanita bernama rini pada nya, tapi semua pikiran buruk segera di singkirkan karena dia tak ingin berburuk sangka mungkin saja itu perasaan nya.
"Ya sudah sekarang Rini duduk kita makan bersama, tante panggil kan Om dulu, Nisa panggilkan suami mu di kamar," perintah Mama Tari.
"Tidak perlu, Kak Nisa duduk saja biar aku yang memanggil kak Bara, lagian aku ingin mengucap selamat pada kak bara," cegah Rini cepat dengan kebohongan yang di buat.
"Tante terserah sama Nisa saja, bagaimana?" tanya Mama Tari tidak keberatan siapa pun yang memanggil Bara.
"Iya, Ma tidak apa-apa biar Rini saja," jawab Anisa.
...Bᴇʀsᴀᴍʙᴜɴɢ......
...✨____________ 🌼🌼_______________✨...
🌻H 4 P P Y R 3 4 D I N G🌻
•
•
🌹✨💞✨🌹
Semua sudah berkumpul di meja makan. Bara duduk di sebelah Anisa, Rini melihat pemandangan itu menjadi kesal dan marah.
Namun dia tak membiarkan semua begitu saja, melirik bangku kosong di sebelah bara.
"Kak, apa aku boleh duduk di samping kak Bara?" pinta Rini dengan wajah sok cute.
"Boleh, kemari lah," Bara menepuk kursi di samping nya yang memang kosong tak di tempati.
"Nisa, ayo ambil kan makan untuk suami mu," perintah Mama Tari lembut, dia juga melakukan hal yang sama seperti yang di perintah kan pada menantu nya itu.
"Iya Ma."
Anisa beranjak bangun dari duduk nya, dan saat ingin menyendok makan, langkah nya terhenti.
"Kak biar aku saja, sudah lama aku tak melakukan ini, kakak ipar tak keberatan aku yang melakukan? aku rindu melayani kakak ku," ucap Rini cepat menghalangi anisa.
Anisa terdiam, lalu melirik Mama Tari, wanita paruh bayah itu hanya menaikan bahu mengisyaratkan terserah padamu.
Lalu dia menoleh pada Bara suami nya, dan pria itu mengangguk untuk di biarkan rini yang melakukan.
"Silakan, saya tidak keberatan," Anisa mempersilakan rini melakukan yang di inginkan dan dia kembali duduk.
Rini tersenyum penuh kemenangan, dia merasa tidak sulit menyingkirkan wanita kampung ini.
"Cih, tentu kau tidak keberatan karena kak bara tidak mencintai mu, dan kau hanya mimpi buruk bagi nya, lihat saja sebentar lagi aku akan menyingkir mu seperti kakak ku. Yang pantas mendampingi kak bara hanya lah aku bukan kau atau pun orang lain," batin Rini penuh tekad dan benci yang besar menatap Anisa.
"Hari ini kakak harus makan banyak, kakak tidak boleh menolak. Jangan membuat kak Rina marah dan kecewa padaku karena tak bisa melakukan amanah nya menjaga dan mengurus kakak dengan baik," ujar Rini sambil menyendok lauk pauk ke piring Bara.
Semua perhatian kecil rini terus di lihat Anisa, entah kenapa dia merasa aneh dengan tatapan rini kepada suami nya seperti Ada cinta.
"Apa aku saja yang salah, tidak bisa membedakan tatapan cinta dan sayang pada seseorang yang sudah di anggap kakak? sudah lah tidak baik berpikir yang aneh-aneh bukan aku sudah berjanji pada mas bara untuk tidak mencampuri urusan nya, tugas ku hanya melayani dan patuh pada nya tidak lebih dari itu," monolog Anisa menyadarkan diri.
"Iya kakak makan yang makan banyak kamu juga makan yang banyak jangan hanya kakak," balas Bara.
"Jangan khawatir aku akan makan banyak."
Selama obrolan rini dan suami nya, Anisa mencoba mengumpulkan keberanian diri melepaskan cadar, bagaimana juga sekarang keluarga suami nya adalah keluarga nya yang berhak melihat wajah nya.
Makan tetap menggunakan cadar memang sedikit sulit, tapi itu bukan suatu masalah atau kendala bagi anisa, wanita itu tetap menggenakan.
Anisa makan dan cadar nya di lepaskan, karena di sini tak ada pria lain selain suami dan Papa mertua nya.
Mama Tari sedikit tabjuk ini kali pertama melihat wajah cantik anisa yang selalu tersembunyi di balik cadar.
Sama hal dengan Rini dia begitu kaget ternyata wanita yang di kata kampungan adalah wanita cantik yang menyembunyikan kecantikan nya itu di balik cadar.
Rini semakin takut dan cemas jika bara akan jatuh hati pada anisa, bagaimana tidak, dia yang sesama wanita dengan anisa mengakui dan menganggumi, bagaimana dengan pendapat pria lain.
"Sial, wanita kampung ini ternyata cantik juga, tidak, tidak, aku tidak biarkan ini terjadi," batin Rini.
"Nisa kamu sangat cantik Nak, Mama benar-benar kagum melihat nya, bukan begitu Pa menantu kita cantik kan?" Mama Tari menoleh sang suami minta pendapat.
"Iya yang di bilang Mama benar, kamu cantik, keputusan berhijrah menutup diri seperti ini adalah solusi terbaik Nak, karena laki-laki di luar sana melihat yang bening sedikit langsung lupa diri," ujar Papa memberi pendapat menyetujui perkataan istri nya.
"Benar yang di kata Om dan Tante, kakak ipar sangat cantik, bahkan aku sebagai perempuan mengakui dan terpesona, bagaimana dengan kak bara pasti langsung jatuh cinta pandang pertama kan?" timpal Rini yang penasaran apa pendapat bara mengenai anisa.
"Iya yang kamu bilang benar dek, Papa dan Mama pun benar, anisa cantik bahkan bukan cantik di wajah tapi juga cantik di hati," seru Bara sependapat dengan mereka.
"Nah benar kan yang di kata Mama, Bara saja mengakui, memang kalian sudah di takdir kan bersama."
Anisa diam, pujian dari kedua mertua nya membuat nya malu, berbeda dengan rini yang muak telinga nya begitu panas mendengar pujian untuk anisa, meski anisa benar cantik.
Makan malam telah selesei dan semua kembali ke kamar masing-masing.
Anisa yang baru keluar dari kamar mandi membersihkan diri berjalan mendekati ranjang.
"Mas belum tidur?" tanya Anisa basa-basi.
"Belum, masih ada beberapa kerjaan yang harus di selesei kan hari ini, kamu tidur saja tidak perlu menunggu saya," jawab Bara.
"Ya sudah saya pamit tidur duluan," balas Anisa.
Sebelum tidur, anisa melepaskan jilbab dan meletakkan di samping kasur.
Dengan bismilah dan doa tidur yang dibaca dalam hati, anisa segera tidur.
Tengah malam anisa terbangun, mengambil minum di meja samping, saat ingin kembali tidur pandangan nya tertuju ke samping pada sosok pria yang tidur tanpa di selimuti.
Anisa bangkit, menatap lekat suami nya, satu kata yang keluar dari mulut nya.
Tampan.
"Kamu begitu tampan Mas, wanita yang mendapatkan cinta mu pasti sangat bahagia, kamu bukan hanya tampan tapi juga baik. Aku berdoa yang terbaik untuk mu, aku ikhlas kapan pun kamu minta pisah, aku tau perceraian sangat di benci Allah, tapi aku tidak boleh egois mempertahankan seseorang yang tidak mencintai ku," gumam Anisa lalu menyelimuti bara dengan selimut.
Anisa kembali ke kasur dan kembali tidur.
Sedangkan di tempat lain, rini sudah seperti orang yang kebakaran jenggot, dia begitu khawatir jika bara tergoda dengan anisa.
Rini tidak rela perjuangan nya selama ini terbuang begitu saja.
"Semua ini karena daddy, jika saja daddy mengatakan, bara tidak akan menikah dengan wanita itu. Aku benar-benar tidak terima semua ini, kau telah berada di tempat yang salah, posisi mu itu sebenarnya adalah posisi ku, tapi kau datang dan merampas semua dengan muda tanpa bekerja keras seperti ku. Dan itu harus ada hukuman untuk seorang penggoda seperti mu agar kampok mengambil yang bukan milik," ucap Rini dengan beribu rencana yang sudah di siapkan.
"Bara hanya milik ku seorang, jika kakak ku saja tidak ku biarkan memiliki Bara, lalu apa jadi nya kau yang tak memiliki hubungan darah dengan ku. Kematian mu adalah jalan terbaik, bersiap lah menyusul kakak ku. Jangan khawatir kan bara, dia aman bersama ku, aku akan menjaga nya dengan baik," lanjut Rini dengan senyum penuh arti siapa yang melihat itu akan mengira rini adalah wanita gila.
...Bᴇʀsᴀᴍʙᴜɴɢ......
...✨____________ 🌼🌼_______________✨...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!