Ruang kelas jurusan bisnis kini terisi dengan orang-orang yang penasaran oleh kedatangan seorang mahasiswi baru pindahan dari Indonesia, yang kabarnya memiliki paras rupawan bak Putri Yunani. Kebanyakan dari mereka yang datang kekelas tersebut adalah pria dan bukan dari jurusan itu.
Memang New York tidaklah kekurangan gadis-gadis cantik namun, gadis yang kali ini sangatlah berbeda. Dia memiliki kulit kuning langsat khas Indonesia, mata hitam sipit, plus bulu mata melentik layaknya orang Mandarin, senyuman yang mampu melelehkan bongkahan es raksasa karena kehangatannya. Rambut hitam bergelombang yang menambah sempurna tampilannya.
Gadis itu bernama Karren La Quinsy, putri bungsu dari tiga bersaudara keturunan Karren La Vega. Dia memiliki dua orang kakak laki-laki bernama Karren La Miguel sebagai anak sulung, dan Karren La Morgan sebagai anak ke dua, yang kini telah memegang anak Perusahaan milik orang tua mereka di beberapa kota besar seperti, New York. Karren La Quinsy, atau yang biasa di sapa Quinsy itu memutuskan untuk tinggal bersama kakak keduanya di New York, dan melanjutkan kuliah di kota ini.
Mencoba mencari warna baru dalam hidupnya, Quinsy memulai hari di Universitas ternana New York. Hari pertama dia menginjakkan kaki dikampus tersebut, sudah banyak mata yang terapanah padanya. Mulai dari tatapan penasaran, memuja dan sinis telah gadis itu dapati dalam waktu singkat.
Mengambil jurusan bisnis yang memecahkan otak, karena mengingat dia pun akan memegang salah satu Perusahaan milik orang tuanya, walau sebenarnya bukanlah kehendak gadis muda berusia sembilan belas tahun tersebut.
Quinsy terlahir sebagai keturunan keluarga Karren yang memiliki IQ di atas rata-rata. Tidak heran orang tuanya mampu mendirikan banyak cabang Perusahaan di berbagai kota besar. Seperti Cina, Singapur, Itali, London dan New York tempat tinggalnya dan sang kakak kedua saat ini. Perusahaan tersebut bergerak di bidang properti, yang berpusat di tempat kelahirannya Indonesi.
Quinsy tak menghiraukan tatapan dari orang-orang tersebut, karena sudah terbiasa menjadi pusat perhatian. Di Indonesia, Quinsy mengambil dua jurusan yaitu bisnis dan model, itulah mengapa dia tak merasa heran menjadi sorotan siapa pun dan di mana pun. Wajah cantik dan tubuh tinggi langsing yang dimilikinya membuat banyak remaja wanita seusianya merasa iri sekaligus takjub.
"Hai, namaku Emy dan ini Sonya, kau bukan orang sini kan?" Tanya seorang gadis berambut kuning keemasan berkaca mata tebal memperkenalkan dirinya dan seorang gadis cantik berambut coklat.
"Oh hai! Aku Karren La Quinsy, panggil saja aku Quinsy. Kalian benar, aku bukan orang sini, aku baru saja berpindah dari Indonesia. Aku harap kalian mau membimbingku kedepannya." Ucap Quinsy dengan senyum ramah khas Indonesia.
"Ah, tentu saja, kita akan menjadi teman baru kedepannya." Kini giliran Sonya berucap, hingga tak ada lagi obrolan dari mereka bertiga sebab dosen telah memasuki ruangan tersebut.
Jam istirahat tiba, para mahasiswa yang telah memerah otak mereka berhamburan menuju tempat favorit masing-masing. Seperti tiga gadis cantik yang kini menuju kantin.
Berbeda tempat, berbeda pula keadaannya, begitulah yang dirasakan oleh Quinsy. Bila di Indonesia dulu dia dan teman-temannya makan dikantin bersama dengan berbagai golongan masyarakat, di sini dia hanya mendapati beberapa orang. Bukan karena tidak banyaknya peminat namun, itu disebabkan oleh peraturan Universitas tersebut yang membagi dua kantin. Kantin pertama hanya boleh di tempati oleh orang-orang tertentu yang memiliki keistimewaan. Seperti anak seorang Pengusaha kaya, Model, Artis dan anak dari kalangan atas. Sedangkan kantin kedua diisi oleh mahasiswa dari kalangan menengah kebawah.
"Apakah ini mahasiswa baru yang sedang ramai diperbincangkan itu, Emy?"
Pertanyaan tersebut berasal dari gadis cantik bertubuh tinggi langsing, salah satu sahabat dari Emy dan Sonya, Jessy. Mereka terkenal dengan paras yang rupawan dan tubuh yang menggoda iman kaum lelaki.
"Ini Jessy, teman kami dari jurusan modeling. Jessy ini Quinsy anggota baru kita." Emy memperkenalkan dua gadis cantik itu.
"Hai Quinsy, senang berkenalan denganmu, aku Jessy."
"Senang berkenalan denganmu juga Jessy, terimakasih karna sudah mau menerimaku sebagai teman kalian."
"Tentu saja kamu harus masuk kelompok kami Quinsy. Karena hanya kelompok kamilah yang dikagumi para lelaki di kampus ini. Dan kau sangat beruntung telah diterima menjadi anggota Angel's kami," ucap Sonya dengan bangganya.
"Angel's?" Beo Quinsy yang tidak mengerti maksud ucapan Sonya.
"Ya, Angel's adalah nama geng kami. Dan kamu adalah salah satunya. Biasanya kami akan mengadakan audisi untuk orang yang ingin bergabung dengan geng kami, tapi untukmu kami kecualikan."
"Ah benarkah?" Tanya Quinsy dengan bola mata berbinar "Terima kasih semua."
"Jangan dengarkan ucapan mereka, itu tidak benar." Ucap Jessy, membuat kedua sahabatnya tersenyum canggung pada Quinsy.
Setelah menikmati makan siang mereka di kantin empat gadis itu menuju taman yang terletak di Universitas itu. Ada sebuah pohon rindang tempat tiga Angel's biasa berkumpul, dan kini mereka mengajak Quinsy untuk bersantai disana.
Canda tawa empat dara tersebut membuat banyak kaum lelaki memandang takjub pada paras cantik yang dimiliki keempat gadis di sana. Quinsy dengan wajah Putri Yunaninya adalah pemandangan berbeda bagi para lelaki.
"Oh ya, apakah kalian semua asli orang sini? Apakah hanya aku yang bersal dari luar negri?" Tanya Quinsy pada teman-temanya.
Sonya yang mendengar pertanyaan itu lalu menjawab "Tidak! Hanya Jessy lah yang lahir dan besar di kota ini. Aku bersal dari Jerman sedangkan Emy dari Paris."
"Ah, lalu mengapa kalian memilih untuk kuliah di sini? Bukankah tempat kalian juga memiliki universitas yang tidak kalah bagus?"
"Lalu mengapa kamu juga ada di sini? Apakah tempat asalmu tidak memiliki Universitas yang baik?" Tanya Emy pada Quinsy tanpa menatap sang lawan bicara dan tetap fokus pada laptopnya.
"Tentu saja ada. Aku kemari karena ikut dengan Kakaku dan mencari pengalamn baru tentunya."
Kini barulah Emy menatap wajah Quinsy dan berkata "Begitu pun kami, aku dan Sonya mengikuti orang tua kami yang harus bertugas disini."
"Ooo...begitukah? Lalu apa saja tugas orang tua kalian?"
"Orang tua kami sama-sama berkerja di kantor kedutaan," jawab Sonya.
Jessy yang dari tadi hanya diam tanpa berniat ikut perbincangan tiga sahabatnya itu terpaksa angkat bicara, saat mendapati tatapan dari Quinsy yang seakan bertanya padanya.
"Orang tuaku memiliki Perusahaan Berlian."
Dan itulah awal mula pertemanan empat gadis muda yang memiliki karakternya masing-masing.
BIODATA ANGEL'S GRUP:
Quinsy: cantik, ramah, ceria, pintar serta bijak sana.
Putri bungsu dari tiga bersaudara, Pengusaha Properti asal Indonesia
Jurusan:Bisnis dan Permodelan.
Meliki tinggi badan sekitar 175cm.
Ukuran pinggul/dada/bahu:28/34d/16cm.
Memiliki usaha pribadi di bidang butik dan sofenir
Emy: cantik, ramah, dewasa dan cerdas.
Putri ke Dua dari empat bersaudara, Duta Negara Paris.
Jurusan:Bisnis dan Sastra.
Memiliki tinggi sekitar 170cm.
Ukuran pinggul/dada/bahu:28/32d/16cm.
Memiliki usaha pribadi di bidang Salon kecantikan.
Sonya: cantik, lemah lembut, emosional, cerewet dan cerdas.
Putri tunggal Duta Negara Jerman.
Jurusan: Bisnis.
Memiliki tinggi sekitar 165cm.
Ukuran pinggang/dada/bahu:27/32d/15cm.
Memiliki usaha pribadi di bidang cafe dan resto.
Jessy: cantik, baik, pendiam, jago karate dan penyayang.
Putri Sulung dari dua bersaudara, Pengusaha Berlian.
Jurusan: Model dan Fhadion.
Memiliki tinggi sekitar 175cm.
Ukuran pinggang/dada/bahu:27/36d/16cm.
Memiliki usaha pribadi di bidang modeling dan toko perhiasan.
BERSAMBUNG...
♡Hello gais...ini novel aku yang kedua.
sory ya kalau kurang memuaskan ceritanya...
aku harap kalian mau memberikan saran agar aku makin termotifasi
jangan lupa kunjungi novel-novel aku yang lain ya?
ada yang berjudul Cold hearted a girl,what's wrong with my bos? dan istri masadepanku yang pastinya ga kalah seru.♡
"Hey Quinsy! Hari ini kita jadi kan ke kafe ku? Aku punya menu baru di sana. Aku mau dengar pendapat kalian mengenai menu yang baru aku buat itu." Ucap Sonya penuh kegirangan, dia yang memang memiliki cafe pribadi sering mencoba membuat menu baru.
"Em tentu saja, tapi aku harus menyelesaikan tugas dari Mr. Arnold dulu."
"Tugas? Tugas apa? Bukankah kita hari ini tidak mendapatkan tugas apapun?" Dengan wajah mengkerut Emy berujar. Dia tidak ingat sekalipun bila tadi Mr. Arnold memberikan tugas.
"Memang tidak, hanya saja Mr. Arnold memintaku untuk mengumpulkan lembar kertas yang berserakan pagi tadi akibat kecerobohanku," jawap Quinsy dengan wajah kecut. Gadis itu lalu menceritakan kejadian yang menimpanya pagi tadi.
Saat Quinsy datang pagi ini dia tidak sengaja bertemu dengan Mr. Arnold. Dosen pembimbing yang berwajah tampan dan berkarisma. Quinsy yang buru-buru ingin ketoilet tidak sengaja menabrak Mr. Arnold yang baru saja hendak keluar dari ruangannya. Hingga kertas-kertas yang dibawa pria itu berserakan dan memenuhi ruang kantornya. Hingga Quinsy ditugaskan datang keruangan lelaki itu, untuk merapikan semua kekacauan yang telah dilakukan sang gadis berparas cantik tersebut.
"Oh, tak apa, kami akan menunggu. Lagipula kamipun dapat membantu, lumyan bisa melihat wajah tampan Mr. Arnold." Ucap Emy sambil membayangkan wajah tampan Dosen pembimbing jurusan mereka.
"Ya benar! walaupun Mr. Arnold orangnya dingin namun, dia tetap tampan," sambung Sonya kemudian.
"Baiklah bila kalian mau membantuku, tentu aku sangat senang."
Keempat gadis itu lalu menuju ruangan Mr. Arnold, dan benar saja wajah dingin yang tampannya telah menunggu di meja kerjanya.
"Apa yang kalian lakukan di sini?" Tanya lelaki itu sambil menatap tajam pada tiga teman Quinsy.
"Maaf Pak, mereka datang untuk membantu saya." Jelas Quinsy cepat, karena takut dengan tatapan dari lelaki dingin dihadapannya kini.
"Oh, baguslah! Kalian berempat bersihkan ruangan ini hingga tidak ada satu debupun yang tersisa!" Titah Mr. Arnold pada empat gadis dihadapannya yang tertunduk tidak berani menatap matanya, yang bagaikan ribuan jarum menusuk hingga ke jantung setiap orang yang ditatapnya.
"Tapi Pak, bukankah Bapak bilang bila saya hanya harus merapikan kertas yang berserakan pagi tadi?" Tanya Quinsy tanpa sengaja menatap mata sang lelaki yang kini melebarkan bola matanya akibat pertanyaan tersebut.
"Itu tugasmu bila kamu sendiri tapi, karna kini kamu sudah membawa pasukan, maka sekalianlah kalian membersihkan ruangan saya, untuk meringankan tugas pekerja kebersihan di kampus ini." Ucap lelaki itu dan berlalu melawti emapt orang gadis dihadapannya. Namun, sebelum dia benar-banar meninggalkan mereka Mr. Arnold berbalik dan berkata "Jangan harap kalian pulang sebelum semuanya bersih. Jangan kira saya tidak mengetahui kalian berbuat curang, karena saya telah memasang kamera pengawas di ruangan ini."
"Ah sial! Betapa menjengkelkannya orang itu."
"Maaf ini semua salahku, kalian bisa pergi dulu, aku akan menyelesaikan semuanya sendiri." Ucap Quinsy dengan nada memelas.
Jessy mendekat dan merangkul bahu temannya itu, ia menyadari Quinsy pasti merasa tidak nyaman akibat gerutuannya. "Oh ayolah, bukankah ini kemauan kami sendiri? Jadi tidak perlu meminta maaf. Sebaiknya kita segera menyelesaikan semuanya agar kitapun lekas pulang."
Didalam mobil mewahnya Mr. Arnold memandangi layar tab ditangannya. Pria itu sedang melihat keempat gadis cantik yang tengah membersihkan ruangan miliknya. Mata lelaki itu tak lepas dari seorang gadis cantik yang memiliki keunikan di antara yang lain. Dia adalah Quinsy, gadis berkulit kuning langsat khas negaranya itu telah memikat hati sang Dosen sejak pertama kali Dosen itu mengajar di kelas mereka.
Senyum ramah dan sifat ceria yang dimiliki Quinsy, memang mampu menggoda lelaki manapun tak terkecuali sang Dosen muda yang belum memiliki pasangan hingga kini.
"Karren La Quinsy, kamu gadis yang berbeda," gumam Mr. Arnold dari jok blakang supir.
Hampir dua jam lamanya empat orang gadis itu mengerjakan tugas mereka, hingga kini merekapun telah berada di cafe milik Sonya. Mereka tiba di cafe tersebut saat matahari telah tenggelam sepenuhnya. Mungkin waktu telah berada di pukul tujuh malam.
Sang gadis cantik berambut coklat itu pun membawa desrt baru buatannya, untuk dicoba oleh para sahabat. Dengan mata berbinar dia menyodorkan kreasi barunya itu.
Quinsy, Emy dan Jessy langsung melahap hidangan yang telah disuguhkan oleh Sonya.
"Bagai mana? Apakah enak?"
"Em, ini sangat enak Sonya! Kau sangat berbakat dalam bidang ini." Puji Quinsy pada temannya itu.
"Not bad." Jessy berujar datar.
"Ok, aku harap setelah ini tidak ada orang yang akan keracunan karena makanan buatanmu ya Sonya?" Gurau Emy yang membuat wajah Sonya mengkerut masam.
"Oh ya Quinsy, bukankah kamu memiliki butik di sini? Siapakah perancang busana di butikmu?" Tanya Jessy.
"Aku mendapat sponsor dari istri kakak pertamaku. Dia adalah seorang disainer kondang di Indonesia." Jawab Quinsy sambil terus melahap hidangan yang disajikan oleh Sonya.
"Hei, kalian juga harus mencicipi minuman ini. Aku mencampurkan beberapa bahan dan kurasa rasanya lumayan enak." Sonya kembali dengan membawa minuman yang mengandung alkohol di tangannya.
"Nice! Aku rasa kamu semakin hebat Sonya." Kini giliran Jessy yang memberikan komentar positif. Jessy memanglah seorang model, dia sangat menyukai minuman sejenis yang dibuat oleh Sonya.
"Apakah ini beralkohol?" Tanya Quinsy dengan polosnya.
"Tentu saja sayang, kau pikir ini air laut?" Gurau Emy yang membuat gelak tawa pada teman-temannya yang lain.
"Apakah kamu tidak pernah meminum alkohol sebelumnya Quinsy?" Tanya Jessy cemas.
"Tidak, aku sering meminumnya sedikit ketika ada acara di Perusahaan atau sedang berada di pesta para anggota keluarga. Yah... kau tau, hanya sekedar menghargai orang yang memberikannya padaku."
"Lalu kenapa kamu terlihat gugup sekarang?" Tanya Sonya yang melihat gelagat Quinsy. Temannya ini nampak seperti enggan untuk mencicipi minuman beralkohol itu. Quinsy tersenyum lalu menenggak habis minuman dalam gelas tersebut.
"Tidak apa! Hanya saja, aku adalah peminum yang buruk. Aku sangat mudah mabuk walau hanya meminum sedikit alkohol. Hahaha" Ucap Quinsy dengan wajah yang sudah memerah bak udang rebus.
"Kalau begitu, jangan kita biarkan teman kita mabuk sendiri. Itu tidaklah adil untuknya." Ucap Emy kemudian menenggak minumannya hingga tandas pula.
Ke empat gadis itu menikmati minumannya hingga benar-bebar mabuk. Jessylah satu-satunya yang masih normal di sana. Sebab Jessy sudah terbiasa meminum minuman tersebut hingga, bila hanya sekedar satu atau dua botol alkoholpun gadis itu tidak akan terpengaruh.
Tak jauh dari tempat empat gadis itu menikmati minumannya, duduklah sekelompok peria dan wanita yang juga tengah mengadakan pesta kecil. Orang-orang itu nampaknya adalah pekerja kantoran. Terlihat dari pakaian casual yang mereka kenakan.
Di antara para orang-orang tersebut ada seorang pria tampan yang duduk diposisi paling tengah. Pria itu berwajah tampan dengan bibir pink alami tengah menikmati minumannya. Hanya dia seorang yang datang tanpa pasangan. Entah apakah dia memang belum memilikinya, atau sengaja tak membawa pasangannya ketempat ini.
Ketampanan pria itu memunculkan ide dipikiran Sonya. Gadis itupun mencetuskan idenya pada salah seorang temannya.
"Quinsy, kau lihat pria tampan di sana?" tunjuknya pada sang pemuda yang nampak duduk menikmati minumannya sambil bercengkrama dan sesekali melirik kearah mereka. "Bagai mana kalau kita taruhan? Bila kamu mampu berjalan kearah lelaki itu dan kembali lagi kemari tanpa terjatuh, maka aku akan memberikan cafe ini padamu! Namun, bila terjatuh, maka kamu harus menjadi pelayan di cafe ini selama seminggu."
Quinsi yang posisi duduknya sedang membelakangi tempat lelaki yang dimaksud oleh temannya itu menoleh sepintas kemudian berkata "Baiklah! Bersiaplah kehilangam kafemu ini, Sonya."
Sedangkan di meja lain, lelaki yang tidak tahu bila dirinya menjadi bahan taruhan dua orang gadis pun tengah melakukan taruhan. Temannya yang melihat dia tak memiliki pasangan menganggap bila lelaki itu tidak normal. Dan untuk membuktikan kenormalannya, dia harus mencium seorang gadis yang tengah berjalan menuju ke arah mereka.
Saat Quinsy melangkah hati-hati berusaha agar tidak terjatuh, sang lelaki tersebut bangun dari duduknya dan menghampiri Quinsy. Akibat alkohol yang diminumnya, Quinsy harus berusaha keras menyeimbangkan langkah agar tidak terjatuh dan kalah taruhan namun, tanpa dia duga lelaki yang tidak dikenalnya itu mencium bibir Quinsy dihadapan semua orang.
Quinsy yang tidak siap dengan serangan dadakan yang didapatnya, kemudian limbung saat sang lelaki melepaskan ciumannya. Alhasil, gadis itupun terduduk di lantai sambil memegangi bibirnya yang kebas akibat ciuman tersebut.
Lelaki yang merasa telah memenangkan taruhan dan sudah membuktikan bila dirinya masih normal itupun kembali duduk. Saat bokongnya baru menempel di atas sofa, sebuah tamparan keras mendarat di pipinya.
Tatapan tajam didapatnya dari orang yang telah menampar dirinya. Orang itu tidak lain adalah Quinsy, gadis yang baru saja mendapatkam ciuman dadakan dari seorang lelaki asing.
Usai menampar pria brengs*k itu, Quinsy kembali menuju teman-temannya yang terlihat takjub akan pemandangan unik, suguhan dari Quinsy dan seorang pria tampan. Gadis itu kemudian menyambar tasnya dan memilih pulang.
Kepergian Quinsy yang tiba-tiba membuat para sahabatnya gelagapan. Mereka pikir Quinsy marah akibat kejadian tadi.
"Quinsy, maaf, karena aku kamu dilecehkan. Aku benar-benar menyesal." Sonya berujar sambil memegangi tangan Quinsy dengan erat. Bagaimanapun hal itu terjadi karena dia mengajak taruhan sang sahabat.
"Apakah kamu baik-baik saja Quinsy? Apa kamu tidak terluka?" Emy mersa hawatir pada temannya itu.
"Aku baik-baik saja. Tidak perlu risau dengan keadaanku. Ini sudah terlalu larut malam, Kakaku akan mencariku bila aku tak segera pulang." Jelas Quinsy pada tiga temannya itu, yang sukses membuat hati mereka lega. "Aku akan melunasi taruhannya besok."
"Oh ayolah Quinsy, kamu tidak perlu melakukan itu. Kamu sudah dirugikan dalam hal ini." Ucap Sonya yang terdengar bersalah.
"Tidak Sonya! Aku keturunan Karren tidak akan melanggar janjinya." Setelah berucap denikian gadis itupun berlalu meninggalkan cafe, tempat para sahabatnya itu dan pulang bersama supir yang tengah menunggunya.
BERSAMBUNG....
♡Gimana guys...seru gak?
Nantikan episode selanjutnya ya...
jangan lupa kunjungi karyaku yang lain tinggal tag aku aja.
salam sayang dari
^^^NAZUA MUGHOZA♡^^^
Di kediaman Keluarga Karren, Morgan yang baru saja pulang dari kantornya tidak mendapati keberadaan sang adik bungsu. Ia pun bertanya pada pengurus rumah namun, tak mendapatkan jawaban atas keberadaan sang adik. Hingga terdengar suara deru mobil di luar rumah.
Seorang gadis muda turun dari dalam mobil mewah dengan sempoyongan. Berusaha sekuat tenaga menjaga keseimbangan tubuh, agar tidak terjelembab ke tanah. Quinsy, yang tidak mengetahui bila sang Kakak telah menunggunya di ruang tamu, menaatapnya dengan tajam.
"Dari mana kamu? Pergi ke mana saja? Apa yang kamu lakukan dengan mereka?"
Itulah rentetan pertanyaan yang didapatnya kala memasuki ruang tamu. Quinsy tidak berani menatap sang Kakak, gadis itu hanya tertunduk dan menjawap dengan nada kecil.
"Maaf Kak, aku pergi dengan teman-temanku ke cafe. Salah satu temanku adalah pemilik kafe itu, dan dia meminta kami untuk mencoba menu baru yang dibuatnya."
"Menu apa hingga membuat kamu mabuk begini? Bila Mamah dan Papah tau kamu begini saat tinggal bersamaku, kau taukan apa resikonya?"
Lagi-lagi gadis itu menunduk dan mengangguk, sambil berucap lirih.
"Maaf Kak, Qunsy tidak akan mengulanginya lagi."
"Pergi kekamar dan bersihkan dirimu, kemudian ke dapur dan ambil obat penetral mabuk dikotak P3K!"
Quinsy akhirnya bisa bernafas lega, sang Kakak kedua memang bukanlah orang yang ramah. Lelaki itu justru terlihat dingin dan kaku, walaupun sebenarnya sangat menyayangi Quinsy dengan caranya sendiri.
Berbeda dengan Kakak pertama yang sangat memanjakannya, dan akan menuruti segala kemauan dari gadis itu, Morgan lebih menunjukan kasih sayangnya dengan peraturan dan kekangan. Namun, Quinsy tetap menyayangi kedua Kakaknya itu.
Usai membersihkan diri, gadis muda itu berjalan kearah dapur dan membuka kotak P3K. Benar saja, di sana telah lengkap bermacam jenis obat. Quinsy lalu mengambil obat pereda mabuk dan segera meminumnya.
"Wlek...pait!" Ucapnya yang merasakan pahit setelah meminum obat pereda mabuk tadi.
Waktu sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Perutnya yang hanya diisi dengan sedikit desert dan beberapa gelas coktail tadi mulai merasa lapar. Namun, karena dia adalah gadis yang mengambil mata kuliah permodelan, maka Quinsy akan menghindari makan di atas jam delapan malam. Gadis itu pun memutuskan hanya mengambil sebuah apel dan memakannya.
...****************...
Di tempat lain, seorang pemuda gagah yang tengah berbaring di atas ranjang besarnya tak hentinya mengerang kesal. Kejadian di cafe sore tadi benar-benar telah mengusik ketenangannya.
Glen Jhonsson Hemsworth, adalah seorang Dewa Bisnis di kota New York ini. Semua orang memuja dan menyegani dirinya laksana Dewa yang sesungguhnya. Semua wanita menginginkan dirinya untuk menjadi pendamping hidup. Hingga tak jarang dari mereka, akan dengan senang hati melemparkan tubuhnya dengan suka rela di atas ranjang seorang Glen Jhonsson Hemsworth.
"Aaah! Siapa gadis itu? Beraninya dia mempermalukan aku? Lihat saja, jangan sebut aku Glen bila tak dapat membuatmu mengerang di bawahku!" Ucapnya pada diri sendiri, kemudian menyambar ponsel yang tergeletak di atas nakas. Menekan sebuah nomor, kemudian menempelkan benda pipih itu ketelinganya.
"Aku berikan kamu waktu satu jam dan kau harus menemukan data seorang gadis yang menamparku di cafe tadi."
"**K**enapa? apakah kau tertarik dengan gadis itu?"
"Lakukan saja tugasmu dan segera berikan padaku hasilnya."
Glen pun mengakhiri panggilan itu secara sepihak. Satu jam telah berlalu namun, hasil yang diminta pada orang ditelepon tadi tak kunjung ada kabar. Hingga ponselnya kembali berdering.
"Bagai mana?"
"Nihil, sepertinya gadis kali ini bukan orang biasa. Seluruh data mengenai dirinya terkunci dan tak dapat ku retas."
Glen melempar ponselnya dan mengerang frustasi. Dia makin penasaran dengan Quinsy, gadis yang tak mampu ia temukan datanya sama sekali. Glen kemudian memutuskan untuk kembali ke kafe itu besok, berharap bisa kembali bertemu dengan sang gadis misteriusnya.
Pagi hari yang cerah, tanpa ada gumpalan awan di langit begitu indah, ditambah dengan kicauan burung-burung di dahan pohon cemara.
Quinsy, yang telah bersiap untuk pergi kekampus turun menuju ruang makan. Di sana sang Kakak telah duduk manis, menunggunya untuk sarapan bersama. Dengan langkah riang, Quinsy menghampiri meja makan dan duduk di kursi dekat sang Kakak.
"Kak, hari ini hingga minggu depan aku akan pulang terlambat. Karena harus berkerja di cafe milik temanku." Ucap Quinsy sambil melahap roti di tangannya.
Morgan yang mendengar ucapan adiknya lalu memasang wajah datar dan bertanya "Apakah keluarga Karren tidak memberimu uang? Atau usaha butikmu sudah bangkrut?"
Quinsy memanyunkan bibirnya lalu bersedekap dan menatap sang Kakak.
"Bukan, aku kemarin kalah taruhan dan sesuai janjiku, aku akan menjadi pelayan di sana selama satu minggu. Dan kita adalah keturunan Karren, janji adalah hutang yang harus di tepati."
"Terserahlah! Tapi aku tidak mau melihat kejadian kemarin terulang lagi."
Quinsy dengan senyum manisnya memeluk sang Kakak. "Thank you my Brother, i love you." Ucapnya lalu berlari keluar dan pergi dengan mobil merahnya menuju kampus.
Morgan yang mendapati sifat manja sang adik hanya tersenyum sambil menatap punggung gadis kecilnya yang berlari menjauh. Quinsy adalah Tuan Putri kecil di keluarga mereka. Apapun akan mereka berikan demi senyum manis di wajah gadis cantik yang kini telah berusia genap 19 tahun.
Tak akan mereka biarkan senyum itu raib dari wajah Tuan Putri mereka. Morgan sangat bersyukur, akhirnya Quinsy mampu kembali bangkit dari keterpurukannya setelah di tinggalkan oleh kekasih hati. Marfin Jafier, adalah kekasih Quinsy semenjak mereka masih sama-sama SMA. Hubungan dua orang itu telah mengantongi restu dari orang tua kedua belah pihak.
Sayangnya, Tuhan berkehendak lain. Satu hari sebelum mereka lulus dari bangku SMA. Marfin mengalami kecelakaan mobil dan harus kembali kehadapan sang pencipta.
Kejadian itu pulalah, yang menjadi alasan Quinsy untuk meninggalkan Negara kelahirannya dan tinggal bersama Morgan di New York.
Sore hari di Universitas New York, empat gadis yang biasa disebut geng Angel's itu tengah berkumpul di bawah pohon. Mereka tengah asik mendiskusikan kejadian yang dialami oleh sahabat baru mereka, Quinsy.
"Hei apakah kalian tahu siapa pria yang tiba-tiba mencium Quinsy kemarin di cafe?" Tanya Sonya pada ketiga temannya.
Emy dan Quinsy kompak menggeleng tidak tahu, hanya Jessy sendiri yang menganggukan kepala.
"Dia adalah Glen Jhonsson Hemwerth, pemilik dari HA Company. Pria tertampan dan terkaya di kota New York. Pria idaman seluruh wanita nomor satu," tutur Jessy menjelaskan.
"Oh, aku pernah mendengar tentangnya juga. Bukankah dia orang yang terkenal sombong dan angkuh?" Tanya Emy pada Jessy, yang hanya mendapat gedikan bahu sebagai jawaban.
"Ya, dan aku masih tak habis pikir mengapa dia sampai melakukan itu pada Quinsy kemarin?" Giliran Sonya kini yang bersuara.
"Mungkin itu hanya kabar angin belaka," Quinsy berucap lalu berdiri dan membenarkan pakaiannya. "Aku akan pergi ke cafemu dan memulai pekerjaan pertamaku di sana."
"Ah, kau benar-benar akan melakukan itu?" Tanya Sonya yang masih tak percaya bila Quinsy akan bersedia berkerja di cafe miliknya.
"Keturunan Karren La Vega tidak akan mengingkari janjinya, kau tau?"
Empat gadis itu pun menemani Quinsy pergi ke cafe milik Sonya. Sesampainya mereka di sana Sonya lalu mengatakan apa saja yang harus dilakukan oleh Quinsy.
Bersambung...
♡Makasih karena kalian udah mau mengikuti novel yang kubuat...🙏🙏
Jangan lupa like,vaforit dan komentarnya ya...😄♡
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!