" Sayang, Papa berangkat ke kantor dulu ya. Papa ada meeting pagi ini. Kamu nanti di antar sama Pak Danu, ya." Kata Keenan sambil mengecup kening anaknya.
Ya dia adalah Keenan Arga Dirgantara seorang CEO dan seorang duda beranak 1. Keenan memiliki seorang anak perempuan berusia 6 tahun,namanya Kyra Queensha Dirgantara.
Istri Keenan bernama Sintia telah lama meninggal dunia. Saat itu dia pikir bahwa istrinya begitu mencintainya namun dia salah. Istrinya hanya mencintai hartanya saja. Setelah melahirkan Queensha, ternyata istrinya mempunyai hubungan gelap dengan laki-laki lain dan berencana mengambil alih seluruh aset perusahaan milik Keenan.
Namun naas, ketika polisi mengejar mobil yang di tumpangi istri Keenan, mobil itu mengalami kecelakaan. Dan yang lebih mengejutkan, istrinya di temukan kecelakaan bersama dengan selingkuhannya. Mendengar kabar tersebut, membuat ayah Keenan shock dan mengalami stroke, sehingga Keenan harus mengambil alih posisi perusahaan di usianya yang masih muda kala itu. Sejak kejadian itu, sikap Keenan semakin dingin kepada semua orang, membuatnya di cap sebagai bos yang sombong dan seenaknya sendiri.
Namun ketika di hadapan putrinya, dia begitu lembut dan hangat. Sungguh besar beban yang Keenan tanggung di saat usianya yang masih 24 tahun saat itu. Dan kini usia Keenan sudah menginjak 30 tahun.
Di pikirannya hanya untuk bekerja, merawat dan membesarkan putrinya. Untuk urusan cinta, ia sama sekali tidak tertarik. Sejak menikah, Keenan memilih untuk tinggal pisah dengan orang tuanya. Sedangkan mama dan papanya juga tinggal di rumahnya sendiri, hanya ada suster yang membantu merawat Papa Keenan, beberapa asisten rumah tangga dan beberapa bodyguard yang menjaga rumah Papa Keenan. Ya, tentunya itu semua atas perintah Keenan.
" Mbak, kenapa Papa selalu saja sibuk." Kata Queensha dengan polos pada baby sitternya.
Queen, gadis kecil yang lucu dan imut itu memanggil pengasuhnya dengan sebutan "Mbak", namanya Mbak Mira. Mbak Mira sudah bekerja sejak Queensha masih bayi hingga sekarang.
" Sabar ya sayang. Papa kan lagi kerja. Besok papa pasti temenin Queen, kok. Ayo kita berangkat sekolah." Ajak Mbak Mira.
Mbak Mira menggandeng Queensha menuju mobil dan menemaninya pergi ke sekolah. Saat ini Queensha masih sekolah TK B ( 6tahun ). Ketika Keenan pergi keluar kota, Keenan selalu menyuruh Queensah dan Mbak Mira menginap di rumah orang tuanya, supaya Queensha merasa aman dan Keenan merasa tenang. Sungguh sulit hidup menjadi duda super keren-super sibuk, hehehehe
******
Pagi itu di lain tempat, Anindira yang biasa di sapa Dira, sedang sibuk menata roti jualannya. Ya, setiap pagi Dira selalu berkeliling menjajakan roti buatannya sendiri. Bermodalkan box dan sepeda motor maticnya yang sudah di pasang microphone corong yang berisi suaranya. Suara Dira yang telah ia rekam sendiri untuk membantunya promosi jualan.
Meskipun sederhana akan tetapi roti milik Dira sudah cukup di kenal, rasanya yang enak, lembut serta harga yang terjangkau membuatnya selalu laris manis tanpa sisa. Jika pun masih, Dira selalu membawanya ke kampus. Dan sore harinya Dira bekerja part time di sebuah cafe. Sungguh perjuangan hidup yang sangat keras, yang harus di lewati Dira di usianya yang kini menginjak 20 tahun. Saat ini Dira mengambil kuliah di jurusan bisnis manajemen.
Saat berhenti di lampu merah, motor Dira bersebelahan dengan mobil Keenan. Mendengar suara microphone corong " Roti lembut, roti empuk, bikin happy", Keenan melirik ke arah motor di sebelahnya.
" Pak tolong belikan saya roti itu." Perintah Keenan pada sopirnya, Pak Imron.
" Baik tuan." Kata Pak Imron yang kemudian menurunkan kaca mobil dan memanggil Dira.
" Mbak... Mbak roti. Saya beli ya." Mendengar suara Pak Imron, Dira segera menoleh.
" Oh iya pak, sebentar pak. Mau rasa apa? Susu, keju, coklat, strawberi, kacang."
" Terserah saja mbak, di campur juga nggak apa-apa."
" Ok, Pak." Kata Dira dengan semangat yang kemudian mengambil 6 macam jenis rasa roti untuk Pak Imron.
" Silahkan, Pak." Kata Dira sambil menyodorkan 1 kantong plastik berukuran tanggung yang sudah berisi roti.
" Berapa?"
" 50 ribu pak. " Sahut Dira.
" Ini, mbak. Terima kasih."
" Terima kasih kembali, besok beli lagi ya pak." Seru Dira. Tak berapa lama, lampu pun berubah hijau. Mobil Keenan segera melaju dan Dira pun segera melanjutkan keliling untuk berjualan. Dari komplek rumah ke rumah, dari kampung ke kampung dan bahkan setiap ada kerumunan Ibu-Ibu Dira selalu menghampirinya.
Di dalam mobil, Keenan mencoba membuka roti yang plastik kemasannya bernama " Dira's Bakery". Keenan tersenyum sinis melihatnya. Apakah rasanya enak. Roti yang murah ini. Keenan mengambil yang rasa keju. Saat memakannya, roti itu benar-benar lembut dan empuk, Keenan memakannya dengan lahap sambil tetap fokus pada ipadnya. Melihat wajah tuannya yang senang saat memakan roti membuat Pak Imron menjadi senang juga. Hanya saja, tidak seperti biasanya tuannya itu jajan di pinggir jalan.
" Pak Imron, bapak boleh coba lho. Gimana rasanya menurut Pak Imron."
" I...iya pak." Jawab Pak Imron ragu2, tumben tuannya itu menjadi ramah. Pak Imron pun mengambil satu yang rasa kacang, sambil tetap memegang stir mobilnya Pak Imron mencoba membuka kemasannya.
" Hmmmmm, enak tuan. Harganya terjangkau dan rasanya lembut juga ukurannya yang besar bikin kenyang." Komentar Pak Imron. Mendengar komentar Pak Imron, Keenan hanya tersenyum kecil.
Setelah jualannya habis, Dira segera pergi ke kampus.
"Hai, Dir!" Sapa Reyhan dan Lena kompak pada Dira. Reyhan adalah sahabat Dira, sahabat yang super kocak, selalu ada di saat Dira membutuhkan bantuan, begitu juga dengan Lena. Mereka begitu tulus berteman dengan Dira.
"Eh kalian jadi magang di mana?" Tanya Dira.
"Dirgantara Grup." Jawab Reyhan.
"Wahhh sama dong. Asik kita barengan." Kata Dira dengan semangat.
"Beneran, Dir. Elo juga disana?" tanya Lena
"Iya, Len. Eh ini gue udah sisa roti gue buat kalian." Tambah Dira.
"Makasih, Dira." Kata Lena sambil meluk Dira.
"Gue juga makasih." Tambah Reyhan dengan posisi ingin memeluk Dira, namun Dira sudah duluan mengepalkan tangannya.
"Elo nanti sore kerja lagi ya?" Tanya Lena.
"Iya, lah. Terus gue mau apalagi."
"Elo nggak capek, Dir. Sekali-kali istirahatlah." Kata Reyhan.
"Pinginnya gitu tapi gimana. Gue harus bantuin Ayah. Sejak kita bangkrut dan Ayah di tipu, gue harus bantu Ayah buat bayar hutang Ayah. Yah tapi gue ikhlas kok." Kata Dira berkaca-kaca.
"Sabar ya, Dir. Gue yakin elo pasti akan dapat kebahagiaan." Tambah Lena menguatkan Dira.
"Makasih ya, kalian sahabat terbaik gue." Mereka bertiga berpelukan, hmmmm kesempatan si Reyhan.
Jam 4 sore, Dira segera berangkat ke cafe dan segera berganti pakaian seragam cafe. Cafe tempat Dira kerja selalu full oleh pengunjung, selain tempat yang luas, suasanya sangat bagus dan nyaman, serta cocok untuk meeting santai, atau bahkan hanya sekedar nongkrong. Disana Dira sebagai waiters namun kadang merangkap sebagai kasir juga. Qyu Caffe.
"Dir, tolong antar ke meja 4 ya." Kata Mela teman kerja Dira.
"Ok." Kata Dira semangat.
"Silahkan, Pak. Capucino and coffe latte no sugar." Kata Dira sambil menyodorkan minuman.
"Makasih." Jawab pria itu yang tetap fokus mendengar rekan bisnisnya bicara. Setelah selesai mengantar minuman, Dira kembali lagi ke meja counter.
"Ini, Dir nasi goreng seafood, kwetiau goreng dan bakso iga sapinya, ya. Meja 6 ya, Dir." Kata Mela.
"Oke, Mel." Dengan penuh semangat, Dira mengantarkannya. Namun karena kurang fokus, kaki Dira menyandung kaki meja, membuat makanan itu tumpah di meja pria nomor 4. Seketika pria itu marah besar. Karena itu adalah klien bisnis besarnya dan file proposalnya kotor berantakan. Keenan. Ya pria itu Keenan. Keenan Surya Dirgantara.
" Maaf, Pak." Kata Dira sambil memungut makanan itu.
" Kamu gimana, kerja yang benar dong. Lihat ! kamu sudah merusak file saya, saya harus mengulang semuanya. Bisa kamu ganti ini ? bisa? Kamu pikir ini mudah. Ini klien penting saya, bisa kehilangan milyaran saya bukan hanya uang tapi kepercayaan klien. Gimana mau sukses, kerja begini saja tidak becus." Kata Keenan dengan amarahnya yang memuncak.
" Pak, saya sudah minta maaf pak. Saya tidak sengaja," ucap Dira memelas.
" Maaf kamu tidak akan membalikkan keadaan. Gimana mau jadi orang sukses, orang ceroboh kayak gini. Belum apa-apa cafe ini sudah rugi karena kamu. Panggil manajer, pecat dia." Kata Keenan dengan suara tinggi.
Manajer pun segera datang dengan takut karena Keenan adalah pelanggan tetap sekaligus pemilik cafe itu.
" Iya, Pak Keenan." Kata Pak Roni manajer cafe dengan gemetar.
" Tolong kamu pecat dia, lihat kerjaan saya berantakan gara-gara pelayan ceroboh ini." Kata Keenan dengan suara yang meninggi sambil menunjuk wajah Dira.
" Ba...ba..baik, Pak." Kata Manajer itu.
" Dira, kamu saya pecat dan gaji kamu akan sya pakai untuk ganti rugi ini semua." Kata Manajer cafe dengan tegas. Dira pun segera berdiri, melepas celemek cafe itu dan membantingnya ke lantai.
" Ambil aja Pak Roni gaji saya. Saya nggak masalah nggak dapat gaji. Dan sebelumnya Pak Keenan yang terhormat, apakah orang sukses itu tidak pernah gagal? Semua orang sukses itu butuh proses. Mereka harus melewati kegagalan, melewati jatuh bangun bahkan orang yang sukses pun bisa seketika hancur, habis semuanya, Pak. Maklum Anda orang kaya, lahir, brojol langsung jadi orang kaya, nggak pernah ngrasain jadi orang susah, jadi babu, apa pernah?? Kerja panas-panasan apa pernah?? pernah anda di hina orang, di kucilkan orang hanya karena status sosial yang rendah?? apa pernah Anda melalui itu semua Pak?? dan untuk Pak Roni manajer terhormat, silahkan ambil gaji saya, makan saja keringat saya, kerugian yang saya buat pun tidak menghabiskan separuh gaji saya, silahkan ambil. Mungkin anda sedang butuh, terima kasih." Kata Dira dengan tegas membalas kemarahan Keenan dan Pak Roni. Mendengar kata-kata Dira yang penuh amarah, membuat Keenan hanya bisa diam sambil mengusap keningnya. Sedangkan Pak Roni pun segera kembali ke ruangannya.
Sepanjang jalan menuju perjalanan pulang, Dira menangis. Sakit sekali rasanya menghadapi orang-orang sombong seperti mereka. Sesampainya di rumah, Dira melihat Ayahnya yang sibuk menyiapkan makan malam.
" Ayah..." Kata Dira sambil menangis.
" Kenapa, nak?" tanya Ayah dengan khawatir.
" Maafin, Dira. Dira di pecat yah dari cafe." Kata Dira.
" Nak, gitu aja nangis. Ayah nggak marah kok."
" Tapi Yah, gimana hutang kita."
" Apa rumah ini kita jual nak. Supaya kita nggak punya hutang lagi."
" Jangan, yah."
" Dira, Ayah minta maaf. Ayah malah buat kamu menderita, kamu harus melewati masa sulit ini karena ayah." Kata Ayah dengan mata berkaca-kaca.
" Dira nggak pernah nyalahin ayah kok. Dira ikhlas Yah, menjalani ini semua."
" Ayah mohon, nak. Kita jual saja rumah kita ini, kalau kita nyicil bunganya akan semakin bertambah."
" Yah, apa yang udah di ambil teman ayah bisa di ambil lagi. Meskipun kejadian itu 5 tahun lalu."
" Entahlah, nak. Mereka juga nggak ada kabar dan Ayah tidak ada bukti, untung saat itu Ayah masih punya rumah ini, rumah ayah sebelum sukses eh sekarang balik lagi kesini,nak." Kaya Ayah sambil tersenyum.
" Semoga suatu saat nanti ada jalan keluar di balik kesusahan kita, Yah. Ayah adalah orang yang baik, pasti nanti akan ada hal yang baik untuk kita."
" Ya, nak. Hutang yang besar yang menjadi beban buat ayah, ayah di tipu dan semua aset sudah menjadi jaminan, ya habis nak semuanya."
" Tega banget Yah, mereka. Ayah, kita pasti bisa melewati ini semua meskipun tanpa Mama." Kata Dira sambil memeluk Ayahnya.
" Iya, sayang. Pasti kita bisa. Bismillah ya nak."
Sejak di tipu dan menjadi bangkrut, hancur semua kehidupan keluarga Dira. Semuanya kembali ke titik NOL. Lima tahun lalu Dira masih usia 15 tahun, masih sulit baginya untuk memahami apa yang dirasakan Ayahnya. Namun kini, tanggung jawab semua di emban oleh Dira. Dira harus kuat demi Ayahnya.
Keesokan paginya, Dira kaget melihat Ayahnya pingsan di ruang tamu.
" Ayah... bangun. Ayah kenapa? badan ayah panas banget." Kata Dira sambil terisak dalam tangisnya. Dira segera memanggil Pak Budi tetangganya untuk membantu kerumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, Ayah Dira segera di bawa ke ruangan untuk segera di tangani dengan cemas Dira menunggu dokter keluar.
" Tenang, nak Dira. Ayah kamu pasti baik-baik saja." Kata Pak Budi mencoba menghibur Dira.
" Terima kasih ya, Pak. Bapak selalu membantu kami. Maaf kalau kami selalu merepotkan bapak." Kata Dira sembari meremas jari jemarinya dengan perasaan penuh khawatir. Pak Budi adalah tetangga Dira yang baik hati, kebetulan Dira dan Ayahnya bukan orang baru di kampung itu, karena yang Dira tempati adalah rumah lama mereka.
" Tidak usah begitu, Pak Salman itu orang baik. Beliau juga sering menolong bapak. Jadi sekarang bapak yang gantian menolong Pak Salman ketika susah."
" Makasih, ya Pak. Dira bersyukur karena ada Bapak disini. Bapak sama Bu Murni sudah Dira anggap sebagai orang tua kedua Dira."
Dulu saat Pak Budi ingin menyekolahkan anak laki-lakinya, Pak Salman lah yang membantunya. Hingga anak Pak Budi bisa menjadi seorang TNI dan kini sudah menikah serta memiliki anak. Namun anak Pak Budi sedang bertugas di Merauke membawa serta anak dan istrinya.
" Sama-sama, Nak." Balas Pak Budi sambil menepuk bahu Dira dengan lembut seperti kepada anaknya sendiri. Tak lama kemudian dokter pun keluar.
" Keluarga Pak Salman." Kata Dokter.
" Iya, Dok. Saya Anaknya. Gimana dok keadaan Ayah saya."
" Mbak tidak perlu terlaku khawatir, hanya gejala tipus saja tapi harus di rawat inap dulu untuk 3 hari kedepan." Kata Dokter.
" Syukurlah. Terima kasih ya dok."
" Sama-sama, Mbak. Kalau begitu saya permisi." Kata Dokter.
" Iya, Dok. Terima kasih." Balas Dira. Dira dan Pak Budi segera menuju kamar Pak Salman di rawat.
" Dira." Sapa Pak Salman lirih.
" Ayah, ayah kenapa sampai kayak gitu? Kenapa Ayah nggak bilang kalau lagi sakit. Kenapa sampai nunggu pingsan."
" Maafin Ayah. Ayah nggak mau bikin kamu khawatir, kamu harus kerja dan kuliah. Nanti kamu malah nggak fokus."
" Ayah nggak boleh ngomong gitu, Dira sama sekali nggak merasa di repotin. Ini sudah jadi tugas Dira, Ayah." Kata Dira sambil memeluk Ayahnya yang terkulai lemas di rumah sakit.
" Maafin Ayah, nak. Karena ayah kamu harus menderita." Kata Pak Salman sambil menangis.
" Pak Budi, terima kasih ya sudah bantu saya. Maaf kalau saya sudah merepotkan." Imbuh Pak Salman.
" Tidak, Pak. Sama sekali tidak merepotkan. Saya senang bisa membantu Pak Salman. Dira, bapak pamit pulang dulu ya. Bapak mau mengantar Bu Murni ke pasar dulu untuk jualan Bakso nanti siang."
" Iya, Pak. Terima kasih. Hati-hati ya Pak."
Pak Budi memiliki kedai bakso yang sedang berkembang dan itu semua berkat bantuan Pak Salman. Pak Budi sudah punya 3 Kedai Bakso. Meskipun masih 1 kota, bakso Pak Budi cukup terkenal.
" Nak, kamu lebih baik pergi kuliah saja. Ayah baik-baik saja kok. Lagian ada suster yang jagain disini. Jangan sampai terganggu kuliah kamu, bikin bangga Ayah, Nak." Kata Pak Salman mencoba menyemangati Dira.
" Baik lah, demi Ayah. Dira akan lakuin apa aja. Kalau gitu, Dira pamit ya Yah." Dira pun akhirnya pulang naik ojek online untuk ganti baju dan bersiap ke kampus. Namun Dira tidak lupa menyiapkan dagangannya karena tiap tengah malam Dira selalu bangun membuat adonan roti. Dengan gaya tomboynya, tank top yang di lapisi kemeja lengan panjang tanpa di kancingkan dengan rambut kuncir kuda, celana jeans robek-robek dan sepatu sneaker melengkapi style Dira sehari-hari.
" Semangat Dira. Bismillah. Hari ini laris manis." Gumam Dira sambil menyemangati dirinya sendiri. Dira pun segera berangkat berkeliling di tempat biasa dia berjualan. Namun saat melewati tikungan, ada mobil yang melaju cukup kencang menabrak Dira. Dan BRUK. Untunglah mobil itu segera mengerem mendadak namun tetap saja Dira terjatuh karena mencoba menghindar. Pengemudi mobil itu segera turun.
" Maaf Mbak. Maaf, saya tidak sengaja."
" Gimana sih bapak ini. Hati-hati dong Pak lain kali kalau nyetir. Ini box saya dan sepeda saya pada lecet dan baret-baret gini. Lain kali hati-hati ya, Pak."
" Maaf, mbak. Tadi majikan saya nyuruh ngebut karena buru-buru." Kata Sopir itu ketakutan. Dira pun mencoba melongok ke arah mobil, melihat siapa majikan Pak Supir ini. Dan itu Keenan.
" Ayo, Pak cepetan. Kasih uang ajalah biar beres. Orang seperti itu biasanya modus, Pak." Kata Keenan menurunkan kaca mobilnya.
" Oh itu majikan, Bapak." Mendengar suara Keenan. Dira segera menghampirinya.
" Oh, Bapak Keenan yang terhormat anda rupanya." Kata Dira dengan ketus. Tanpa banyak bicara Keenan mengeluarkan 10 lembar uang 100 ribuan dan memberikannya pada Dira. Dengan kasar Dira melemparkan uang itu ke wajah Keenan.
" Maaf, Pak. Jangan menilai segala sesuatu dengan uang. Jangan karena anda kaya, uang bisa membeli segalanya termasuk harga diri saya. Belajarlah menghargai orang dan jangan mudah menilai sesuatu dengan materi."
Mendengar kata-kata Dira. Keenan hanya tersenyum tipis tanpa bereaksi.
" Ayo, Pak kita pergi. Nggak usah jadi orang munafik. Mana ada orang nggak mau uang." Keenan segera menutup kaca mobilnya. Pak Imron segera masuk ke dalam mobil karena suasana hati bosnya sudah rusak. Dira pun mencoba menahan amarahnya dengan sikap Keenan yang angkuh itu.
" Dasar orang kaya sombong. Siapa sih belagu amat. Baru kaya gitu aja sombong." Gerutu Dira sambil berjalan tertatih membangunkan motornya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!