Angin sepoi-sepoi mengibaskan hijab remaja berumur 15 tahun yang akan beranjak 16 tahun ini.
Dari tadi dia asik melamun, duduk di ayunan di bawah pohon mangga yang rindang yang mampu mengantukkan mata.
"Awaa, sini sayang. Umi sama Abi mau ngomong." panggil seorang wanita yang berdiri didepan pintu penghubung antara taman dan dapur.
"Iya Mii," jawab orang yang di panggil Awa tersebut.
Ercilia Wafaa Tanse, itu nama lengkap gadis yang sekarang menginjak bangku kelas 3 Tsanawiyah.
"Ada apa Bi? Tumben kaya orang serius gini." ucap Awa heran menatap Abi-nya.
"Abi mau jodohin kamu," jawab Abi Awa dengan lancar tanpa hambatan.
"Maksud Abi apa? Awa masih Tsnawiyah Bi, masih lama," jawab Awa kaget, dia tidak terima dengan hal ini.
"Abi tau sayang, tapi kamu cuma tunangan sampe kuliah sayang. Nanti kalo udah dapat kerja baru kamu nikah terserah mau umur berapa," jelas Abi-nya.
"Tapi Awa ga mau Umii, lagian Abi kenapa tiba-tiba pengen jodohin Awa? Kak Rara aja belum punya tunangan," jelas Awa mengeluarkan nafas kesal.
Rara itu sepupu Awa masih kelas 1 SMA, Awa sering main sama Rara soalnya dia anak tunggal.
"Itu terserah kamu sayang mau apa enggak terima pertunangan ini, tapi nanti calon tunangan kamu bakal datang sama keluarga dia kerumah kamu siap-siap ya," jelas Abi yang membuat Awa mengangguk lesu.
"Umi, kalo Awa tolak pertunangannya ga papa kan?" tanya Awa menatap Uminya memohon.
"Ga papa sayang, itu hak kamu kok kalau mau nolak. Tapi, kalau yang cowoknya terima kamu ga bisa nolak itu semua ya," peringat Umi yang membuat Awa mengangguk.
Zaman sekarang mana ada sih yang terima perjodohan kaya gini? Jadi kemungkinan besar si cowok juga bakal nolak.
Awa memasuki kamarnya, memutuskan untuk sholat dhuha. Sekarang hari sabtu jadi sekolah Awa libur.
Setelah sholat dhuha Awa memutuskan untuk mengabari Kakaknya Rara akan hal ini.
Awa cantik
Assalamualaikum Kakak jeleek
Kak Raraa
Waalaikumsalam ukhtea ada apa?
Awa cantik
Aku di jodohin loohh
Kak Raraa
Jangan banyak omong kamu maemunah!
Awa cantik
Ga bohong aku jaenudin, seriuss!
Kak Raraa
Jangan main-main kamu, itu hal serius oi!
Awa cantik
Ga bohong sumpah! Tadi Umi sama Abi ngomong sama aku, yaudah sini kamu jaenudin kalo ga percaya
Kak Raraa
Yaudah otw
Awa cantik
Bawa baju cantik, soalnya nanti malam mereka mau kesini
Kak Raraa
Lah beneran, barusan Bunda bilang sama Kakak, huhu rasain kamu di jodohin
Awa cantik
Heh! Bukannya malah kasihan-,
Kak Raraa
Haha yaudah tunggu dirumah.
Awa cantik
Oke
Setelah itu Awa memutuskan untuk tidur, dia ga tau apa yang terjadi kedepannya semoga itu memang baik untuk dia.
"Assalamualaikum Awa yang mau jadi tunangan orang." salam Rara masuk kedalam kamar Awa.
Awa hanya mendengus kesal, ini sudah sore dan tentu dia sudah bangun dari tadi.
"Kakak aja deh yang tunangan ama dia, biarin aku menikmati masa muda," jawab Awa asal.
"Oh, tentu tidak bisa saifudin," tawa Rara melihat Awa yang sudah tergulai lemah di atas kasur.
"Haaa aku harus apa Kaak, aku serius ga mau tunangan ah!" kesal Awa memukul bantal kesayangannya.
"Kakak juga ga tau, lagian kenapa Umi sama Abi tiba-tiba pengen jodohin kamu? Ga nanya dulu kamu?" tanya Rara menatap adik sepupunya.
Sebenarnya Rara juga cukup kaget mendengar kabar dari Bundanya tadi, tapi dia harus apa? Dia ga bisa ngomong sama Abi, soalnya Abi orangnya keras kepala.
"Hayoloh Awa nangis ya?" tiba-tiba Bunda Rara masuk kedalam kamar.
"Awa nggak mau tunangan Bunda, kenapa harus Awa? Awa masih keciil masih 15 otw 16," jawab Awa menatap Bundanya nanar.
"Sabar ya sayang, Bunda yakin ini yang terbaik buat kamu, intinya jangan lupa terus berdoa sama yang di atas ya," jelas Bunda yang di angguki Awa.
Baru minggu kemaren anak dari Kakaknya ini kerumah bilang mau hijrah, mau tawakal tapi hari ini dia mau di jodohin.
"Bunda nanya ga sama Abi, kenapa Awa dijodohin?" tanya Awa menatap Bundanya.
"Abi cuma bilang, dia takut kamu kenapa-kenapa dengan cara kamu punya tunangan, tunangan kamu bisa jagain kamu," jelas Bunda yang membuat Awa mendengus kesal.
"Jagain maksud Abi ini yang gimana sih Bun? Ini nih, kalo Awa tunangan ama dia ga tau namanya siapa, dia masih mikirin main Bun, mikirin pacaran dan lain-lain," jawab Awa kesal.
"Lagian ya Bunda, Awa nantinya pengen di khitbah, bukan tunangan kaya gini," ucap Awa menatap Bundanya.
"Bunda tau sayang, Kak Rara aja juga pengen kaya gitu, tapi kita harus apa? Kamu tau kan kalo Abi orangnya keras kepala," jawab Bunda mengelus rambut panjang Awa.
~~
"Udah siap?" tanya Rara saat masuk kedalam kamar Awa.
Sebentar lagi keluarga pihak laki-laki datang, Awa masih sibuk didalam kamar.
"Kalo aku kabur aja gimana Kak?" tanya Awa menatap Kakak sepupunya.
"Astaghfirullah, kamu kenapa gini sih? Kok bisa kepikiran kaya gitu? Udah ayo turun!" ajak Rara kemudian menarik tangan Awa.
Semua orang telah berkumpul di ruang tamu rumah Awa, termasuk pihak laki-laki. Awa akui cowoknya ganteng kaya oppa-oppa korea.
"Langsung saja, tujuan Oom kesini sama Abi kamu untuk menjadikan kamu tunangan, jadi Wafaa apakah kamu setuju?" ungkap laki-laki yang duduk berhadapan dengan Abi Awa.
"Sebelum itu, Awa aja panggilannya Om." senyum Awa tersenyum kepada Ayah dan Ibu dari laki-laki yang akan jadi tunangannya.
"Awa tergantung sama Kakaknya, gimana jawaban Kakaknya nanti bakal Awa setujui atau Awa tolak," jawab Awa tersenyum.
Setelah itu Om Endro sama Tante Tania itu yang dibilang Abi kepada Awa tadi tersenyum.
Kemudian orang yang didepan Awa, yang Awa pikir adalah calon tunangannya tersenyum sebentar kearah Umi dan Abinya kemudian angkat bicara.
"Adsel perkenalan dulu ya? Naman lengkap Adsel, Adsel Cirrilo Alexi. Adsel terima pertunangan ini," jawab Adsel yang langsung membuat Awa membelalak kaget.
Awa menatap Rara yang juga ikut kaget, Rara kira cowok ganteng didepannya akan menolak pertunangan dini ini.
"Alhamdulillah," ucap kedua belah pihak, kemudian mereka melakukan tukar cincin.
Setelah acara tukar cincin, dan makan. Awa dan Adsel diberikan waktu untuk berbicara.
"Lo.... seharusnya bisa nolak," ucap Awa to the point.
"Iya gue mau nolak, siapa yang mau tunangan dikelas 1 SMA ini," jawab dia menatap Awa kesal.
"Terus kenapa lo ga nolak? Itu hak lo buat nolak!" bentak Awa, ini pertama kalinya dia membentak seseorang.
"Gue mau! Tapi gue ga bisa!!" jawab Adsel ikut membentak Awa.
"Biar gue yang ngomong kalo lo ga mau!" jawab Awa ingin pergi namun di tahan Adsel.
"Lepasin! Bukan muhrim!" bentak Awa kemudian melepaskan pegangan tangan Adsel.
"Lo ga usah ngomong apapun, biarin pertunangan ini jalan, yang gue pengen. Lo jangan ikut campur apa yang gue lakuin," ucap Adsel yang membuat Awa mendelik kesal.
"Gua juga ga mau kali!" teriak Awa kemudian masuk kedalam rumah, lama-lama berbicara dengan pria asing itu otaknya panas.
"Awa cincinnya di pake teruss!!" Awa mendengus kesal kemudian berlalu keluar yang langsung memperlihatkan Adsel sedang menunggu di luar.
"Gue sama bus aja, lo bawa motor. Gue pake rok," jawab Awa, tidak mungkin dia menaiki motor ninja yang tinggi ini dengan rok.
"Gue udah susah-susah jemput lo, bangun pagi, lo malah nolak pergi ama gue," jawab Adsel kesal.
"Ya mau gimana lagi, maaf gue ga bisa naik motor kalo pake rok," jawab Awa kemudian berlalu pergi.
Bisa-bisa dia telat, anggap aja dia pergi sama Adsel.
Awa berlari kembali ketempat Adsel.
"Nanti kalo Umi atau Abi nanya jawab aja gue berangkat ama lo," pesan Awa kemudian kembali berlari kecil.
"Manggilnya Umi, Abi?" gumam Adsel kemudian berangkat sekolah, bisa-bisa dia yang telat.
"Awaaa!! Tumben telat lo." sapa teman sebangku Awa.
"Ha? Gue tadi berangkat sama bus makanya lama," jawab Awa singkat, dia masih ngos-ngosan akibat lari.
"Waah cincin asli ya?" tanya Fakhra menatap cincin yang di pakai Awa.
"Eh? Iya bagus kan hehe," jawab Awa berusaha santai.
Akhirnya pelajaran di mulai sampai sore.
"Yaudah gue duluan ya baai!" pamit Awa kemudian meninggalkan Fakhra, katanya Fakhra masih ada urusan disekolah.
Awa memang cukup terkenal dilingkungan sekolahnya karena Awa memang friendly.
"Loh, Adsel?" gumam Aga, dia melihat di parkiran Adsel sedang duduk di cup mobilnya.
Namun Awa hanya bodoamat, memutuskan untuk berjalan santai menuju gerbang dan menunggu bus.
"Aann!! astaghfirullah!" kesal Awa saat ada yang menarik tas nya dari belakang.
Hampir saja dia berkata kasar, kalo sempat dia auto dibunuh.
"Main tarik-tarik aja sih lo ah!" kesal Awa menatap orang yang menarik dirinya.
Iya, itu Adsel yang hanya bodoamat. Ga peduli sama ocehan Awa.
"Ayo cepetan masuk, gue disuruh jemput lo ama Mama." jawab Adsel kemudian masuk mobil terlebih dahulu.
Dia udah ganti motor menjadi mobil disuruh Mama.
Dia udah gerah, ditatap ratusan siswa dari tadi.
"Astaghfirullah Umii cobaan apalagi!" kesal Awa kemudian masuk kedalam mobil Adsel.
Sebenarnya dia sadar dari tadi Adsel jadi pusat perhatian makanya dia mau ngehindar nanti takutnya ada gosip yang iya-iya.
Semua orang tau kalau Awa anak tunggal dan sepupunya juga 1 cewe. Fakta itu membuat Awa kesal telah memberitahu teman-temannya.
Lagian Awa juga ga pernah post foto cowok di medsos sih.
"Besok ga usah jemput gue lagi, kalo mau kerumah Mama bilang aja sama gue. Disekolah orang taunya gue anak tunggal," jelas Awa yang tidak ditanggapi Adsel.
"Assalamualaikum Ma," senyum Awa menyalimi Mama Adsel, sementara Adsel nyelonong masuk.
"Kak Adsel nya emang kaya gitu ya Ma? Ga salam pas masuk rumah," tanya Awa menatap Adsel yang sudah berjalan menuju lantai atas.
"Iya dia kebiasaan kaya gitu, makanya Mama minta tolong sama kamu ajarin dia soal agama," pesan Mama yang di angguki Awa.
Nanti masalah dijalani apa ga nya urusan belakang, ya kali dia ngajarin Adsel. Ketemu Adsel aja dia ga mau.
Pukul 6 tepat Awa diantar pulang sama Adsel.
"Kalo lo mau masuk pake tuh cincin, nanti dikira lo ga terima tunangan ini padahal lo sendiri yang terima," pesan Awa yang di angguki Adsel.
Terkadang Adsel memang harus mengiyakan ucapan Awa yang memang benar adanya.
Setelah berbasa-basi sebentar, akhirnya Adsel pulang diikuti Awa yang masuk kedalam kamar.
Tugasnya sangat banyak hari ini, terlebih mendekati hari menjelang Ujian Nasional.
Kalo bisa nolak, Awa mau nolak keinginan Mama Adsel untuk kerumah tapi ya gimana lagi?
~~
3 hari berturut-turut Awa diantar jemput oleh Adsel, awalnya Awa rasa ini aman-aman saja.
Soalnya kalau ada yang nanya Awa dengan santai jawab itu sepupu jauh, tapi ini diluar dugaan Awa.
Hari ini, detik ini dia sekarang diruang BK di panggil.
Awa menarik nafas pelan, dia tinggal jawab apa yang ditanyakan bukan?
"Ercilia Wafaa Tansee, jadi beberapa hari ini ibuk dapat laporan kalau kamu sering di antar jemput sama cowok, itu benar?" tanya Guru Konseling menatap Awa.
Kebetulan gerbang keluar/masuk Guru sama anak-anak beda, jadi guru ga ada yang tau.
"Iya buk," jawab Awa singkat.
"Ibuk dapat laporan kalau kamu ga ada saudara laki-laki, jadi siapa yang antar-jemput kamu?" tanya Guru itu menatap Awa.
Jangan salah, walaupun Guru Konseling, yang namanya manusia tetap aja julid.
"Sepupu jauh saya buk, yakali sopir saya masih muda gitu, ganteng lagi." jawab Awa.
Sepertinya jawaban Awa agak salah, sekarang guru itu malah melototin Awa.
"Ibuk tau, Ayah kamu cuma 2 orang bersaudara dan Ibu kamu anak tunggal," ucap Guru itu.
"Iya bu, emang kenapa?" tanya Awa menatap Guru tersebut.
Jangan bilang-bilang, Awa hanya sedikit menyukai Guru disekolah ini, selebihnya dia benci.
"Kamu ga mungkin punya sepupu jauh, jadi siapa itu?" tanya Guru itu.
"Ga percaya amat buk," jawab Awa.
"Saya ga mau tau, cowok itu nanti kamu bawa kesini," suruh Guru itu.
"Sekarang aja buk, dia udah sampe kok orang bentar lagi pulang," jawab Awa lalu berlalu keluar menuju parkiran.
"Awaa!!" teriak Fakhra saat melihat Awa keluar dari ruang Konseling.
"Apa?" tanya Awa menatap Fakhra.
"Ga papa? Nenek sihir itu nyuruh apa?" tanya Fakhra.
"Suruh bawa Adsel ke ruangan dia," jawab Awa singkat.
Soal Adsel tentu Fakhra tau, Awa bercerita kepada Fakhra karena paksaan Fakhra.
"Ga papa?" tanya Fakhra menatap Awa khawatir.
"Apaan sih lo, ga papa kali. Udah sana pulang," ucap Awa kemudian mendorong Fakhra untuk pulang.
"Kak, lo disuruh ke ruang konseling. Gimana dong?" tanya Awa saat sampai didepan Adsel.
"Yaudah ayo." ajak Adsel.
"Eh jainudin, lo mau jawab apa disana?" tanya Awa kesal menatap Adsel.
"Sepupu jauh lo?" jawab Adsel tidak yakin yang di angguki oleh Awa.
Kemudian Awa dan Adsel berjalan beriringan menuju ruangan Konseling.
"Salam dulu udin!" bisik Awa saat Adsel ingin nyelonong masuk.
"Assalamualaikum," ucap Awa dan Adsel bersamaan.
Setelah terjadi perdebatan panjang, akhirnya Adsel dan Awa diizinkan pulang dengan Awa yang harus menjalani hukuman selama seminggu.
"Kerumah lo yuk, gue harus ngomong ama Mama. Bentar lagi gue mau UN kalo kaya gini lagi barabe," ucap Awa yang di angguki Adsel.
"Lo masih bisa batalin tunangan ini," pancing Awa yang hanya didiamkan oleh Adsel.
"Mama sakit, gue ga bisa nolak keinginan Mama," terang Adsel yang di angguki Awa.
Setelah melakukan cukup lama pembicaraan serius akhirnya Adsel tidak perlu antar-jemput Awa lagi dan selama UN mulai dari sekarang ga ada yang boleh ganggu Awa.
Dan itu udah bikin Awa senang bukan main, dia jadi bisa fokus belajar buat UN walaupun harus jalani hukuman.
Awa menghembuskan nafas lega, dia telah selesai UN dan kebetulan hari ini dia satu gelombang sama Fakhra.
"Huhu dadaa," Awa memeluk Fakhra erat, seharusnya hari ini Awa bersama Fakhra.
Tapi, Fakhra harus terbang ke Korea 5 hari disana buat liburan tanpa rencana oleh Papa-nya.
Awa sama Fakhra sama-sama anak tunggal makanya agak manja.
"Kalo sampe sana jangan lupa ngabarin, pulang bawa oleh-oleh." pesan Awa yang di angguki Fakhra.
Akhirnya Fakhra pergi karena sudah ditunggu sopirnya.
"Ini gue ga dijemput juga? Tega ya Umi sama Abi gue," racau Awa kemudian duduk di halte menunggu bus.
Tiin!!
Awa spontan menoleh.
"Kakak!!" teriak Awa semangat, iya itu Rara yang datang sendirian bawa mobil.
Dia sengaja bolos hari ini buat temenin Awa jalan-jalan seharian dan alhamdulillah di kasih izin sama Bunda.
"Ayo, kita jalan-jalan!" ajak Rara semangat, Awa langsung masuk kedalam mobil.
"Waah! Kok bisa kak? Pake mobil aku lagi ih!" tatap Awa bersemangat.
Sebenarnya Awa memang sudah punya mobil tapi umurnya belum cukup makanya belum dibolehin bawa mobil.
"Ya bisa lah, masa ga bisa. Lihaaat," Rara menunjukkan black card milik Awa.
"Wah wah wah kok bisa sih! Serius lihat mobil sama kakak aja aku udah kaget. Ditambah black card!" exited Awa.
"Tadi Kakak sebenarnya mau bawa mobil Kakak aja, udah izin bolos sama Bunda. Trus Kakak ambil baju kamu kan kerumah eh kata Abi,"
"Ini bawa ini aja Ra, sama ini jajan, Awa tau kok passwordnya," itu bilang Abi.
"Kakak aja kaget tau, bayangin Kakak yang bawa mobil baru kamu haha," jelas Rara sombong.
"Yaudah sana ganti baju kita ke mall!" ajak Rara kemudian melajukan mobilnya sementara Awa ganti baju.
"Wahh, Abi ada apa ya kira-kira? Dia liatin black card ini pas aku kelas 4 SD loh kak," terang Awa setelah mengganti baju dan duduk didepan.
"Ga tau, intinya kita main seharian hari ini!!" jawab Rara yang di angguki Awa.
Sesampai mereka di mall, Awa dan Rara memutuskan untuk makan terlebih dahulu.
"Alhamduillah, habis ini mau kemana?" tanya Rara menatap Awa yang sedang bermain handphone.
"Time zone yuk!" ajak Awa yang di angguki Rara.
Namun, saat mereka sedang berjalan.
"Eh, itu bukannya tunangan kamu ya? Kok sama cewek? Pegangan tangan lagi, siapa namanya?" tanya Rara menatap orang yang berdiri tak jauh dari mereka.
"Salah lihat kali Kak," jawab Awa kemudian menarik tangan Rara, nanti takutnya Mall ini hancur gara-gara Rara ngamuk.
Soal yang dibilang Rara emang benar, ada Adsel sama cewek, pegangan tangan lagi, tapi Awa bodoamat. Itu ga urusan dia.
"HEH! ASEL! EH SIAPA SIH NAMANYA SINI LO!" teriak Rara berusaha berjalan kearah Adsel namun ditahan oleh Awa.
Saat mendengar teriakan seseorang Adsel menoleh dan mendapati Awa yang sibuk menarik tangan orang yang meneriakinya.
Adsel tidak tau namanya siapa, yang Adsel tau itu adalah sepupu Awa.
"LO SINI GUE BILANGIN!" teriak Rara masih belum berhenti meneriaki Adsel, tidak malu sama sekali dengan orang yang menatapnya heran.
Pegangan tangan Awa terlepas dari Rara, Rara langsung berjalan kearah Adsel.
"Ngapain lo disini?! Sama cewek lagi! Pake pegang-pegangan tangan sumpah ya lo!" tunjuk Rara berapi-rapi kearah Adsel.
"Eh lo siapa sih, teriak-teriak ga jelas!" bentak cewek yang ada di sebelah Adsel.
"Lo! Ga usah ikut campur kalo ga mau rambut lo botak sama gue!" sentak Rara kesal menatap cewek disebelahnya.
Rara menarik kalung yang ujungnya ada cincin tunangan Adsel dengan Awa lalu membuangnya asal.
"Sumpah gue ga tau mau ngomong apa, yang jelas lo salah main-main sama hubungan kaya gini!" sentak Rara kemudian kembali ke tempat Awa lalu menarik Awa pulang.
Liburan mereka diganti dulu jadi besok, yang jelas sekarang dia bakal ngomong sama Abi dan Umi masalah ini.
"Kak ga usah diperpanjang, jangan kasih tau Umi dulu," bujuk Awa menahan Rara agar tidak pergi dan tetap ditempat.
"Kamu gila ya?! Dia udah kaya gitu seharusnya kamu batalin aja pertunangan bodoh kaya gini!" sentak Rara berapi-rapi.
"Tenang duluu, astgahfirullah. Bukannya Awa ga mau bilang Kak, Awa kasian sama Mama Kak Adsel dia sakit nanti kalo dikasih tau hal kaya gini dia jadi drop," jelas Awa yang membuat Rara terdiam.
"Yaudah kita balik minta maaf sama dia," putus Rara kemudian menarik tangan Awa kembali ke tempat Adsel tadi.
Disana memang masih ada Adsel, tapi ga ada cewek tadi. Adsel sibuk mencari kemana hilangnya cincin tadi.
Kalo hilang dia bisa dibunuh sama Mama.
Tepat saat cincin itu ketemu dan Adsel ingin mengambil cincin tersebut, Rara menginjak cincin tersebut dengan senang hati.
"Maksud lo apa?! Udah malu-maluin gue didepan umum dan sekarang!! Awasin kaki lo!" sentak Adsel kesal, sekarang dia sudah sangat kesal.
"Apa?! Lo kan emang berhak di maluin, kalo gue ga kasihan sama Awa udah gue bilang lo udah punya tunangan!" sentak Rara kesal.
Dia ga bisa dilawan kalo masalah kaya gini.
"Kak, tadinya mau minta maaf kenapa malah marah-marah gini sih!" kesal Awa menatap Rara.
"Dia emang harus diginiin Wa, biar kapok nih kadal." jawab Rara masih berapi-api.
"Kak minta maaf," suruh Awa menatap Rara kesal.
"Lo ga usah sok baik deh." ucap Adsel menatap Awa kesal.
"Eh! Lo minta maaf cepet! atau gue lemparin nih cincin lo, biar pertunangan ini batal!" bentak Rara menatap Adsel kesal.
Adsel menahan nafas pelan, dia harus sabar kalo kaya gini cincin nya bisa ilang dan bakal jadi urusan panjang.
"Sorry." jawab Adsel pelan.
"Udah yuk kak kita lanjut main, biarin dia ambil cincin diaa." putus Awa kemudian mendorong Rara agar segera pergi.
"Apa lo! mau gertak gue!" teriak Rara menatap kebelakang.
Adsel mendengus pelan, ini hari sialnya bahkan dia sendiri lupa hari ini hari terakhir anak SMP UN.
"****** gue sampe rumah dimarahin Mama ga jemput dia." rutuk Adsel kemudian memilih pulang.
Urusan kena marah nanti dia bakal cari alasan.
"Cindy langsung diam pas kena semprot tadi, padahal dia ga pernah mau kalah kalau debat, malahan di julukin queen bully eh pas di sentak gitu aja auto diam," gumam Adsel heran.
Emang se dominan itu aura Awa, iya yang bikin nyali Cindy cewek yang sama Adsel tadi hilang selain sentakan dari Rara tadi juga tatapan menusuk dari Awa yang bikin bulu kuduk berdiri.
Bahkan Adsel sendiri sempat kaget dengan tatapan tajam Awa.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!