Di sebuah rumah sakit kini beberapa keluarga tampak cemas menunggu keluarnya salah satu tim medis dari dalam ruangan.
“Ayah, berjanjilah pada Laurent. Ayah tetap baik-baik saja.” lirihnya sembari menggenggam kedua tangan yang ia rasa begitu dingin.
Air mata pun terus berjatuhan di kedua pipi gadis cantik itu.
Sementara di sudut yang sedikit berjarak, terdengar suara rengekan dari gadis yang hampir sama usianya dengan Laurent.
“Mah, please…aku mencintai Raul. Mamah sudah tahu sejak dulu kan Mah? Lina sangat mencintainya. Tapi gara-gara Kak Laurent, Raul jadi nggak tega untuk jadi pacar Lina.” Mata gadis itu menyipit menatap ke arah Laurent yang hanya terdiam merenungi nasib pilunya.
“Iya, sayang. Tapi Raul itu sudah jadi pacar Kakakmu. Lagi pula kalian jangan bertengkar hanya karena laki-laki. Kasihan Ayah kalian bisa mati berdiri dia lihat pertengkaran anaknya.” ujar wanita paruh baya yang tak lain adalah inu dari dua gadis berbeda usia itu. Tentu juga berbeda ayah.
Tak lama setelahnya daun pintu yang tertutup rapat tiba-tiba saja terbuka lebar.
“Dokter, bagaimana Ayah saya?” Laurent segera berdiri mendekat begitu juga dengan dua wanita yang bersamanya sejak tadi.
“Iya Dokter. Suami saya baik-baik saja kan?” Amel, istri dari Pradana ikut bertanya.
“Pasien sudah kembali sadar. Saat ini keadaannya masih sangat lemah. Dari hasil pemeriksaan, suami Ibu memiliki penyakit jantung. Jadi hal ini tentu sangat rawan dalam hal-hal yang tidak baik di dengar. Sebaiknya demi keamanan pasien kedepannya harus lebih di jaga kestabilan emosional dari pasien.” terang sang dokter panjang lebar.
“Baik, Dok. Terimakasih banyak. Apa kami sudah bisa menjenguknya, Dok?” Amel kembali bertanya dengan wajah harap-harap cemas.
“Silahkan.” Sang Dokter tersenyum ramah kemudian segera bergegas pergi.
Amel, Lina, dan juga Laurent segera memasuki ruangan dimana Pradana berada.
“Ayah…” Laurent menangis memeluk sang ayah yang terbaring lemah di atas ranjang pasien.
Di susul oleh Amel. “Yah, mengapa bisa seperti ini? Ayah benar-benar membuatku cemas.” Amel mencium punggung tangan sang suami usai memeluknya.
Pradana tersenyum lemah. Manik matanya melirik ke arah dua putri cantiknya.
“Laurent, Lina.” Panggilnya lirih.
“Ayah, jangan suruh Lina tinggalkan Raul. Lina sudah sangat lama mencintainya, Ayah. Sedangkan Kak Laurent baru seminggu kenal pria itu. Kak Laurent tega sama Lina, Ayah. Raul bahkan tidak tega menolak Kak Laurent.” Lina menangis di depan Pradana.
Seperti biasa Laurent hanya memutar bola matanya malas. Hal ini sudah sering terjadi di hidupnya. Bahkan boneka yang menjadi impiannya saat ulangtahun pun harus di berikan pada sang adik tiri karena ucapan yang sama saat itu.
“Ayah, Lina sudah lama menginginkan boneka ini. Tapi Kak Laurent meminta Ayah membelikannya. Padahal Lina ingin kado itu saat ulang tahun minggu depan.” Itulah bayangan kata yang terbesit kembali di ingatan Laurent saat masih kecil.
“Yah, sekarang istirahatlah. Ayah tidak baik jika terlalu lelah. Biar bisa segera pulang. Okey?” Laurent yang emosi pada Lina berusaha menahan diri.
Saat ini ada kesehatan yang harus ia perhatikan, yaitu sang ayah.
“Laurent benar, Yah. Istirhatlah. Biar mereka aku yang urus.” tutur Amanda.
“Lina, Laurent, berdamailah. Saling menyayangilah. Kalian adalah kakak beradik. Ayah sayang dengan kalian.” tutur Pradana di iringi senyuman penuh cinta.
Jelas terlihat di matanya siapa yang sungguh menyedihkan dan siapa yang berpura-pura paling tersakiti.
“Kak Laurent benar-benar pintar. Bahkan Ayah saja tidak menggubris aduanku. Aku benci Ayah. Ayah tidak pernah sayang padaku. Semenjak Kak Laurent mendapatkan banyak penghargaan di sekolah, Ayah selalu membelanya.” jerit Lina dalam hatinya.
Dengan wajah menekuk gadis itu segera pergi dari ruangan lebih dulu sebelum berpamitan dengan sang ayah.
“Ibu, pulanglah istirahat. Ayah biar Laurent yang jaga saja. Besok pagi Laurent akan pulang untuk sekolah.” tutur gadis cantik berwajah kebulean itu.
Amanda tentu tersentuh mendengarnya. “Kamu anak yang baik sayang. Sebaiknya pulanglah, biar Ibu saja yang menjaga Ayah.” balas Amanda sembari mengurai rambut panjang sang anak tiri.
Di sela percakapan keduanya, Pradana tampak tersenyum dalam hati. Ia senang melihat kedekatan sang istri dan anak gadisnya. Meski prilaku Lina yang buruk pada sang kakak, ia anggap itu hanya sifat kekanakan Lina saja.
“Tidak apa-apa, Bu. Karena besok Laurent tidak bisa menjaga Ayah. Mungkin sore baru bisa. Waktu malam ini bisa ibu gunakan untuk mengumpulkan tenaga untuk menjaga Ayah besok.”
Akhirnya Amanda pun setuju. Karena di pikir-pikir ucapan Laurent ada benarnya. Ia akan sangat kelalahan jika tidak tidur sama sekali hingga besok.
“Baiklah, malam ini Ibu pulang. Kita akan bergantian besok. Heh seharusnya Lina ikut di sini malam ini menemanimu.” helanya kesal pada sang anak.
“Tidak apa-apa Bu. Yang ada Ayah tidak bisa tidur jika kami berdua yang berjaga malam ini.” Senyuman indah terukir di wajah Laurent seketika.
“Ibu pulang yah, Nak?”
“Iya, Bu. Hati-hati Bu.” tutur Laurent mencium punggung tangan sang ibu.
Saat malam tiba menyapa keheningan, tiba-tiba saja suara perut terdengar sangat ribut kala itu. Baru saja dua pasang mata di dalam ruangan itu hendak tertutup usai bercerita singkat, akhirnya batal.
Senyuman menghiasi wajah pria yang terbaring lemah. “Laurent, jangan menahan lapar, Nak. Tidak baik untuk kesehatan.” tutur lemah Pradana.
Waktu sudah menjukkan angka 10 malam. Di mana artinya suasana di luar sudah lumayan sepi. Tentu Laurent agak takut untuk keluar, namun mengingat keadaan sang ayah yang saat ini sedang sakit, tidak mungkin dia meminta sang ayah untuk menemani.
“Iya, Ayah. Laurent pergi beli makan ke luar dulu yah? Ayah tidurlah duluan.” ujarnya sembari menggigit kecil bibirnya.
“Coba minta temani suster yang jaga di luar yah? Ayah takut kau pergi ke depan sendirian. Pasti ada yang berjaga di luar.” Pradana meminta sang anak untuk mencari teman.
Laurent mengiyakan meski sebenarnya ia enggan untuk meminta siapa pun menemaninya. Karena tidak ingin merepotkan siapa pun.
Pintu ruangan tertutup dengan sempurna. Pradana yang berada di ruangan masih belum bisa memejamkan mata menunggu kepulangan sang anak yang bahkan belum keluar dari rumah sakit saat itu.
Di pinggir jalan, tepatnya warung makan yang ternyata buka di malam hari menjadi tempat persinggahan Laurent.
Gadis cantik dengan penampilan biasa. Celana jeans dan baju pengan pendek di sertai aksen di depan lehernya menambah kesan elegan.
“Pak nasi sama bebek bakarnya satu yah.” tutur Laurent sembari tersenyum.
“Satu aja, Neng? Di tunggu yah, Neng?”
Kini Laurent pun sampai di dalam ruang rawat sang ayah usai menyelesaikan kegiatannya untuk membeli makanan.
Helaan napas terdengar dari Pradana. Ia bisa terlelap saat ini setelah memastikan sang anak kembali dengan keadaan baik-baik saja.
Keadaan hidup Laurent sejauh ini masih baik-baik saja selama masih ada Amanda sebagai ibu sambung yang adil padanya dan Lina.
Keadaan di rumah sakit ternyata berbanding terbalik dengan keadaan di rumah yang berisi dua wanita berbeda generasi itu.
Suara pecahan beberapa alat make up di depan cermin besar terdengar hingga keluar kamar.
“Lina! Buka pintunya!” teriak Amanda mendengar keributan di dalam kamar sang anak.
“Ibu terlalu pilih kasih. Ayah saja tahu Kak Laurent itu salah. Kenapa Ibu pilih kasih? Bu, Raul itu milik Lina.” teriaknya saat baru saja membuka pintu kamar.
Manik mata Amanda menatap sekeliling kamar yang tampak kacau. Tentu saja darahnya mendidih melihat perlawanan sang anak.
“Lina, Laurent itu Kakak mu. Apa pantas kalian dua wanita berebut satu pria? Lagi pula yang berstatus hubungan kan Raul dengan Laurent. Di luar sana banyak pria yang sendiri. Dan satu lagi, kalian ini masih sekolah. Ibu tidak setuju kalian ribut tentang laki-laki.” Amanda mengacungkan jari telunjuknya memberi ketegasan pada sang anak.
Mendengar penuturan sang ibu, Lina pun meradang. Ia mendekat dan tersenyum sinis.
“Ibu melarang kami atau hanya aku? Bahkan Ibu tidak pernah menolak apa pun yang menjadi pilihan Kak Laurent, Bu? Ibu sadar itu tidak sih?” tanyanya dengan air mata yang berderai.
Makin pening saja kepala Amanda. “Kamu maupun Laurent, kalian sama-sama masih sekolah. Belum waktunya bercinta-cintaan.”
“Lina, tolong. Apa yang Ibu lakukan demi kalian semua. Sekolah yang benar, lihat kakakmu itu. Berbagai penghargaan dia dapatkan. Lihat, Lina. Lihat!” Amanda menarik pundak sang anak berjalan keluar.
Di tunjuknya sebuah buffet yang berisi banyaknya penghargaan dari sang kakak berjajar rapi di sana.
“Lihat! Satu pun tidak ada nama kamu di sana, Lina. Ikuti jejak Kakak mu itu. Dia besar tanpa ibu kandungnya. Tidak ada yang memanjakannya, tapi apa hasilnya? Dia sukses. Kamu mengerti keinginan Ibu kan?”
Buliran air mata di kedua pipi Lina terus saja menetes. Semakin sakit hatinya kala mendengar penuturan sang Ibu.
Waktu pagi yang masih tampak embun basah di berbagai hamparan jalan, seorang gadis berdiri di depan jalanan sehabis keluar rumah sakit.
“Aduh…kok nggak ada taksi lewat yah? Nanti bisa telat ke sekolah.” gerutu Laurent yang melihat jam di pergelangan tangannya.
Ponsel yang ia pegang pun sama tak menunjukkan ada pergerakan dari taksi online di jam sepagi ini.
“Ibu juga pasti belum ke sini. Kasihan Ayah. Semoga Ayah masih tidur di dalam sana. Hari ini kan ada kuis, nggak mungkin buat ijin jaga Ayah.” tutur gadis cantik dengan bibir komat kamit melihat kendaraan yang sepi berlalu lalang.
Hingga beberapa menit ia mulai lelah berdiri, tiba-tiba saja terdengar klakson mobil yang berhenti di gerbang rumah sakit.
“Laurent, kamu baru mau pulang?” tanya seseorang yang baru saja menurunkan kaca jendela mobilnya.
Senyuman seketika mengembang di wajah cantik Laurent. Ia pun mengangguk cepat lalu berkata, “Iya, Bu. Tapi nggak ada taksi dari tadi nungguin.” keluhnya dengan wajah sedih.
“Kamu pulang pakai mobil ini saja. Tidak apa-apa masih terlalu pagi, aman dari razia. Ingat hati-hati yah? Kamu belum punya sim loh. Langsung pulang ke rumah. Ibu mau masuk langsung.” Sang Ibu seketika turun dari mobil tanpa mematikan mesin mobilnya.
Ia berjalan menghampiri Laurent.
“Jangan Bu. Nanti Laurent yakin Ibu pasti butuh mobil ini. Lagi pula ini masih terlalu pagi. Biar nunggu taksi sebentar lagi.” tolaknya karena tidak ingin Amanda kesulitan jika ingin bepergian.
Amanda tersenyum. Inilah yang sangat ia sukai dari anak tirinya. Selalu memikirkan orang di sekelilingnya baru memikirkan diri sendiri.
“Nak…” Di usapnya lembut rambut panjang sang anak. “Pagi sepi seperti ini rawan orang jahat. Lebih aman bawa mobil sendiri. Dengarkan Ibu.” tuturnya lemah lembut.
Mendengar nada bicara sang Ibu, tentu Laurent tak kuasa untuk menolak lagi. Tangannya bergerak meraih tangan sang ibu lalu mencium punggun tangan itu.
Setelah berpamitan, gadis itu segera melaju menuju kediaman dimana seorang gadis terlihat tengah bersantai dengan setelan olahraga serta tubuh yang berkeringat.
“Kak, buatin jus jeruk dong.” teriak Lina kala melihat Laurent turun dari mobil.
“Iya, aku siap-siap dulu. Takut terlambat.” sahut Laurent dengan santai.
Lina sontak mencebikkan bibirnya. “Coba aja kalau di depan Ibu atau Ayah, pasti langsung di buatin. Apa perlu aku video call mereka baru Kakak buatin aku langsung jus jeruk?”
Laurent menghela napas kasar, lagi-lagi kesabarannya di uji oleh anak ingusan seperti Lina.
“Oke, buat sekarang. Puas kan?” ketusnya melenggang masuk ke dalam kamar.
Di rumah tampak pelayan tengah membersihkan seluruh sudut rumah usai menyiapkan sarapan. Sementara Lina yang masih berada di luar tersenyum-senyum dengan ponsel di genggamannya.
“Ini jusnya.” Setelah beberapa saat akhirnya Laurent datang dengan segelas jus yang menggiurkan tentunya.
“Kamu jangan terlalu sering minum seperti ini, Lin. Magg kamu sering kambuh loh, yang bagus kalau pagi itu yang hangat-hangat.” naseha Laurent namun di acuhkan oleh sang adik.
“Udah sana pergi. Aku mau menikmati pagi ku yang cerah ini. Oh iya sekalian ijinkan yah di kelas. Aku mau ke rumah sakit soalnya.” Lina kembali fokus pada ponsel tanpa memperdulikan Laurent yang mengernyit menatapnya.
Sejak kapan Lina rela bolos sekolah demi keluarga. Ini adalah hal yang langka. Begitu pikir Laurent.
Masa bodoh karena bicara pun, tentu adiknya itu tidak akan menghiraukan. Justru yang ia dapat pasti hanya cercaan dan hinaan. Akhirnya dengan pasrah, Laurent melangkah masuk kembali untuk bersiap sekolah.
Seragam putih abu-abu dan sepatu yang sudah lengkap bersiap mengantarkan gadis cantik itu ke sekolahnya. Senyuman mengembang di wajah cantiknya. Meski di bawah mata gadis itu ada kantung mata yang menandakan bahwa ia kurang tidur.
“Semoga kuis hari ini berjalan lancar. Aamiin.” ucapnya semangat. Berharap hasil akan sesuai dengan apa yang ia usahakan semalam.
Yah, Laurent rela tidur hanya beberapa jam demi belajar dan menjaga sang ayah.
“Non Laurent, taksinya sudah datang, Non.” panggil pelayan yang berlari di bawah anak tangga sembari menengadah menatap ke arah kamar Laurent.
“Iya, Bi. Aku datang.” teriaknya berlari cepat menuruni tangga.
“Aduh Non, hati-hati jangan lari seperti itu bahaya.” peringat sang pelayan namun hanya mendapat senyuman dari Laurent.
“Aman Bibi. Doakan yah semoga semuanya lancar hari ini. Assalamualaikum.” ujar Laurent bergegas pergi dari dalam rumah.
Namun tak ia sangka, langkah terkahirnya kali ini menginjak tangga lebar di teras rumah justru terhenti dengan mendadak. Senyuman di wajahnya pun seketika hilang.
Roti yang ia gigit tadi terjatuh di tangannya. “Raul…” tuturnya lirih penuh kebingungan.
Pagi ini ia melihat dua manusia tengah tertawa lepas di depan rumahnya.
“Jangan lupa ijin buat aku yah, Kak?” teriak Lina dengan santai sembari melambaikan tangannya.
Raul hanya tersenyum menatap Laurent. Ingin sekali gadis itu mendekati sang kekasih. Namun, melihat taksi dan jam tangan yang menunjukkan waktu setengah tujuh, sungguh sangat tidak sempat baginya.
“Hah sudahlah. Aku bisa tanyakan nanti pada Raul.” tuturnya sembari masuk ke dalam mobil.
Mobil taksi pun mulai berjalan meninggalkan halaman rumah milik Pradana. Mata Laurent terus tertuju pada pria yang asik tertawa dengan sentuhan lembut tangan Lina di wajahnya. Sungguh sangat intens.
“Tapi Lina bilang dia akan ke rumah sakit hari ini?” ucap Laurent meyakinkan diri jika semuanya akan baik-baik saja. Raul tidak mungkin meninggalkannya dan beralih pada sang adik.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!