NovelToon NovelToon

Wisata Terakhir

Mimpi Buruk

Tepat pukul 4 sore di hari yang begitu cerah cuacanya.

Terdengar suara motor membunyikan klakson beberapa kali di luar gerbang sebuah rumah berlantai dua.

Seorang ibu yang terlihat masih cantik di usianya yang tidak lagi muda melangkah cepat menghampirinya.

"Tidak bisakah kau membukanya sendiri?" Tegur sang ibu tampak begitu kesal harus menunda pekerjaannya hanya untuk membukakan pintu gerbang.

Seorang gadis cantik langsung membuka kaca helmnya, dengan cengengesan ia menanggapi perkataan ibunya.

"Siap, Momis Bianca tersayang!" Jawabnya lalu menarik gas handle motornya memasuki rumah.

Violetta Semicolon namanya, seorang gadis blasteran berdarah Sunda dan Eropa yang beranjak menjadi wanita muda di usianya yang sudah berumur dua puluh satu tahun lebih.

Memiliki bentuk wajah proporsional dengan hidungnya yang kecil namun tidak pesek, kulitnya yang putih mewarisi genetik ibunya yang berasal dari eropa dan tujuh puluh persen wajahnya mirip seperti ayahnya.

Menjadi seorang programmer expert merupakan keahliannya. Ia juga merupakan penggemar berat film bergenre thriller dan kolosal yang selalu mengisi kesehariannya.

Di usianya yang sekarang, Violetta masih belum memikirkan tentang suatu hubungan percintaan. Bukan karena tidak ada pria yang tertarik padanya, ia bahkan menjadi salah satu mahasiswi tercantik di kampusnya.

Banyak pemuda yang selalu berusaha mengejarnya, akan tetapi menurutnya hubungan kekasih hanya akan mengganggu produktifitasnya sebagai seorang programmer yang waktunya banyak ia habiskan untuk menulis skript kode dan menonton film.

Memasuki pintu kamarnya, Violetta langsung melemparkan tubuhnya ke ranjang dengan sprei bergambar Doraemon yang merupakan kartun favoritnya. Ia langsung terlelap tidur tanpa sempat membuka alas kakinya.

"Kebiasaan, pulang main langsung tidur" sungut ibunya lalu melepaskan alas kaki yang masih dikenakan putrinya.

Dalam mimpinya, Violetta berada di suatu tempat yang begitu menyeramkan dan berbau amis darah, ia melihat teman-teman kampusnya mati terbunuh di dalam sebuah gedung kosong yang minim pencahayaan.

"Clara!" Teriaknya memanggil sahabat di kampusnya.

Violetta berlarian mencari sahabatnya dengan terus berteriak memanggilnya.

Dari arah belakang, puluhan pria berpakaian hitam seperti ninja berjalan pelan mendekatinya, ia yang mendengar langkah kaki langsung berbalik melihatnya.

"Siapa kalian?" Tanya Violetta menyipitkan matanya memperhatikan puluhan pria yang wajahnya tertutupi kain hitam.

Tiba-tiba saja puluhan pria di depannya menarik katana dari sarungnya dan langsung berlari cepat menghampirinya.

Logam pedang tajam tampak berkilauan dengan posisi tegak mengacung ke arahnya.

"Tidak, tidak, ada apa ini?" Kaget Violetta langsung berlari secepatnya.

Saking paniknya, ia berkali-kali jatuh di lantai gedung yang licin. Beruntung, ia melihat sebuah pintu kecil di depannya, dengan cepat ia berhasil keluar dari gedung.

Napasnya terasa semakin berat, namun karena ia tidak ingin mati konyol tanpa tahu penyebabnya, ia terus berlari memasuki sebuah hutan yang cukup lebat. Sampai akhirnya ia menghentikan langkah kakinya.

Dalam posisi terduduk karena kelelahan, ia berbalik ke arah belakang. Matanya melebar menatap puluhan pria yang langsung mengayunkan pedang menebasnya.

Violetta menutup kedua matanya karena pasrah dengan apa yang akan terjadi pada dirinya.

Trang!

Suara logam beradu mengagetkannya, ia kembali membuka matanya melihat apa yang terjadi.

Buk! Buk! Buk!

Puluhan ninja terlempar jauh bergulingan di tanah.

Tampak terlihat olehnya, sosok seorang pria dewasa memunggunginya dengan menggenggam sebatang katana di tangan kanannya.

Lebih dari dua puluh ninja kembali bangkit dan langsung menyerang pria tersebut.

Pertarungan pun pecah saat itu juga, pria berkaos hitam dan bercelana jeans biru terus saja mengayunkan katana menghadang serangan dari puluhan ninja yang menyerangnya.

Trang! Trang!

Suara logam beradu terus mewarnai pertarungan, Violetta begitu terperangah menyaksikannya. Pria berkaos hitam tampak begitu tangkas menghadapi para ninja.

Hingga beberapa ninja mulai berjatuhan terkena tebasannya dan hanya menyisakan tiga ninja yang masih bertarung melawannya.

Tiba-tiba Seorang ninja yang tergelatak bangkit kembali dan langsung berkelebat ke arah Violetta yang masih duduk menyaksikan pertarungan.

"Haa!" Jerit Violetta melihat ujung katana mengarah kepadanya.

Pria berkaos hitam melesat cepat menusuk ninja dari belakang.

Sret!

Bugh!

Seorang ninja yang akan menyerang Violetta mati seketika dengan leher tertusuk katana sampai menembus ke tanah.

Darah langsung berhamburan ketika bilah logam katana ditarik kembali oleh pria berkaos hitam.

Violetta terkena cipratan darah yang mengotori wajahnya.

Matanya melebar tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, ia terengah-engah menyaksikan kematian tragis seorang ninja di depannya yang matanya terlihat masih menatapnya dengan tajam.

Violetta memberanikan diri mengusap mata seorang ninja yang tewas dengan telapak tangannya.

Ia kembali melirik ke arah pria yang telah berhasil membunuh semua ninja.

"Kau, siapa kau?" Tanya Violetta tidak bisa melihat wajah pria yang membelakanginya. Pria itu langsung berkelebat pergi meninggalkannya.

Kesal karena pertanyaannya tidak dijawab oleh pria itu. Ia langsung berdiri di tempatnya memperhatikan sekelilingnya.

"Tempat apa ini? Di mana aku berada?" Tanya batinnya yang tidak mengetahui ia berada di mana.

Violetta kebingungan harus ke mana, ia melewati puluhan tubuh tak bernyawa dari para ninja yang tewas dalam pertarungan.

Ia lalu memutuskan untuk kembali ke dalam gedung di mana ia melihat teman-teman kampusnya yang tergeletak mati.

Dhuar!

Ledakan keras terdengar dari dalam gedung di depannya. Dengan begitu pucat, Violetta tidak memahami apa yang terjadi. Ia hanya tahu teman-teman kampusnya berada di dalam gedung di depannya.

Berkali-kali ia berusaha keras mencerna apa yang ia alami.

"Apakah aku bermimpi?" Tanya pikirnya.

Plak!

"Aw!" Ringisnya merasakan sakit di wajahnya.

"Ba- bagaimana mungkin?" Ucapnya bertanya.

Ia tidak habis pikir bagaimana ia bisa berada di tempat yang tidak pernah ia datangi sebelumnya.

Ia terus menjambak rambut panjangnya, meyakinkan dirinya bahwa apa yang ia alami adalah sebuah mimpi buruk.

"Vio! Lari!" Teriak Clara sahabatnya langsung menarik tangannya.

"Clara ada apa? Di mana kita berada?" Tanya Violetta sambil terus berlari bersamanya.

"Cepatlah! Atau kita berdua akan mati" jawab Clara terus saja berlari sambil menggenggam jemari tangan Violetta.

Saking cepatnya kedua gadis berlari, hingga tidak disadari keduanya telah berada di ujung tebing.

"Clara awas!" Teriak Violetta menahan tangan sahabatnya namun langkah kaki Clara tidak lagi menginjak tanah.

"Tolong! Vio tolong!" Teriak Clara memintanya.

"Tenang Clara, aku masih bisa menahannya" balas Violetta terus menarik kuat kedua tangan sahabatnya.

"Vio awas di belakangmu!" Teriak Clara melihat sebuah pohon besar menggelinding ke arahnya.

"Aah!" Jerit keduanya terjatuh.

"Vio, Vio, bangun sayang!" Panggil ibu Bianca terus menepuk wajah anaknya yang berkeringat dingin.

"Popis!" Teriak ibu Bianca memanggil suaminya yang baru saja pulang.

"Ya Momis!" Sahut pak Anton langsung berlari ke lantai dua di mana kamar putrinya berada.

Pak Anton sontak terkejut melihat putrinya menjerit histeris dalam tidurnya, ia langsung berlari ke kamar mandi lalu kembali membawa ember berisi air dan mengguyur putrinya.

Byuur!

Violetta berhasil bangun dari mimpi buruknya.

"Momis" ucapnya lalu memeluk ibunya yang terlihat begitu panik.

"Mulai besok kau tidak boleh tidur di sore hari, itu tidak baik untuk kesehatanmu" ujar ibunya sambil mengusap lembut punggung putrinya.

"Ganti pakaianmu!" Pinta ibu Bianca langsung berbalik bersama suaminya meninggalkan Violetta yang basah kuyup tersiram air.

Hacim! Hacim!

Violetta terserang flu dampak dari tubuhnya yang tersiram seember air. Ia langsung bergegas turun ke arah dapur mencari ibunya.

"Mom, ada obat masuk angin?" Tanya Violetta menghampiri ibunya yang sedang masak.

"Ya, ambillah di kotak obat, sebelum meminumnya, kau makanlah dulu" jawab ibunya tanpa menoleh ke arahnya.

Pesan Popis

Hujan deras di malam hari tidak membuat gadis cantik yang menutupi tubuhnya dengan selimut tebal itu menghentikan aktivitasnya menyaksikan film di laptop kesayangannya.

"Vio!" Panggil ibunya dari luar kamarnya.

"Iya, Mom!" Sahutnya lalu menengadah memperhatikan jam bundar yang menempel di dinding kamar menunjukkan pukul 11 malam.

Violetta mengetahui apa yang akan ditanyakan oleh ibunya.

"Sudah jam berapa ini? Bukannya besok subuh kau harus ke bandara. Ingat loh, perjalanan dari Bogor ke bandara Perjuangan lumayan jauh, jam 5 pagi kau sudah harus berada di Pool Bus" ujar ibunya mengingatkan.

"Iya, sebentar lagi! Baru juga jam 11, nanggung nih" timpalnya sambil terus menatap layar laptopnya.

Sejam kemudian, film yang ditontonnya berakhir. Violetta langsung mematikan laptopnya. Ia masih belum merasakan kantuk di tengah malam.

"Enak kali ya ngopi sambil sebat" gumamnya dengan menyeringai.

Violetta mengendap-endap berjalan di ruang keluarga ke arah buffet tempat ayahnya biasa menyimpan rokoknya.

Ia melirik ke kanan dan ke kiri memastikan tidak ada orang yang melihatnya, terutama sang ayah yang tidak bisa ia bayangkan kemarahannya.

Ia membuka sebuah laci dengan begitu pelan lalu mengambil sebungkus rokok dan memasukkannya ke dalam selipan celananya.

Setelahnya ia melangkah ke arah dapur untuk membuat kopi hitam kesukaannya.

Baru saja ia menyalakan kompor, dari arah belakang seorang pria paruh baya berjalan menghampirinya.

"Ayo, anak Popis lagi ngapain tengah malam begini?" Tanya pak Anton ayahnya Violetta.

Deg!

Jantungnya seolah berhenti, wajahnya berubah pucat mendengar suara ayahnya yang berdiri di belakangnya. Ia begitu ketakutan ayahnya mengetahui perilakunya.

"Jangan terkejut seperti kau melihat hantu saja, Popis sudah mengetahui anak gadis Popis merokok.

Kamu harus ingat, jangan sampai Momis tahu kau merokok, nanti Popis kena getahnya" ujarnya mengingatkan walau terlihat ia begitu kecewa di raut wajahnya.

"Jadi! Jadi Popis tidak marah Vio merokok" ucapnya terbata lalu memberanikan diri berbalik menatap ayahnya.

"Sebenarnya Popis begitu marah kepadamu, ini semua juga salah Popis yang tidak bisa berhenti merokok, kau jadi mengikutinya. Vio sekarang sudah dewasa, kamu pastinya tahu segala sesuatu ada timbal baliknya, apa yang kamu tanam pasti kamu akan menuai hasilnya nanti. Berpikirlah sebelum bertindak dan bertanggung jawablah pada setiap apa pun yang kamu lakukan" ujarnya memberikan wejangan.

Violetta menangis mendengarkannya, ia langsung meluruh memeluk ayahnya.

Sebagai seorang programmer yang bergelut di dunia informatika, menghadapi rumitnya kode program merupakan makanan kesehariannya.

Bagi yang memiliki aktivitas di luar rumah mungkin bisa melampiaskan mumet di kepala dengan melakukan aktivitas fisik, namun bagi seorang yang kesehariannya di rumah tentunya akan menghadapi masalah psikis yang harus diatasinya.

Hal itulah yang membuat Violetta melampiaskannya pada hal yang merusak kesehatannya. Sampai akhirnya sang ayah mencurigainya dan selalu memantau aktivitasnya.

"Maafkan Vio ya Popis. Vio pasti akan selalu mengingatnya. Vio sayang Popis" ucapnya semakin erat ia memeluk ayahnya.

"Popis juga sayang Vio, tapi sayang gasnya terbuang percuma" Balas ayahnya melihat api kompor terus menyala.

Violetta langsung melepaskan pelukannya lalu berbalik memasak air sambil mengusap pipinya yang basah.

"Kopi punya Popis jangan diaduk" pinta pak Anton langsung berbalik meninggalkannya.

"Siap, Bos!" Balasnya dengan semangat.

Tak lama ia membawakan segelas kopi untuk ayahnya.

"Spesial tanpa diaduk buatan Violetta putri Popis Anton" ucap Violetta langsung meletakkannya di meja.

"Besok Popis hanya bisa mengantarmu ke Pool Bus saja. Popis ada rapat di Puncak, maaf ya putri cantik Popis" ujar pak Anton dengan raut wajah kecewa.

Violetta tersenyum menatap ayahnya.

"Tidak apa-apa, Momis sudah mengatakannya tadi" jawabnya lalu berbalik pergi.

Di balkon depan kamarnya, Violetta memutar sebungkus rokok yang dipegangnya, mengingat perkataan ayahnya, ia langsung melemparkannya ke tong sampah.

"Aku tidak mau membuat orang tuaku kecewa dan sedih karena kelakuanku" ucapnya meyakinkan diri tidak akan melakukannya lagi.

Setelah menghabiskan kopinya, Violetta langsung melemparkan tubuhnya ke atas sofa. Karena kasurnya masih basah, ia jadi tidur di atas sofa kamarnya.

Dalam posisi telungkup, ia menutup kepalanya dengan bantal dan tertidur di bawahnya.

Beberapa jam kemudian, ibunya masuk membangunkannya.

"Vio, bangun Nak!" Pinta ibunya sambil menepuk-nepuk badannya.

Violetta terbangun sambil mengucek matanya yang masih sepet.

"Pastikan tidak ada yang tertinggal" pesan ibunya yang melangkah pergi keluar kamar lalu menutup pintu.

"Baru juga tidur, sudah dibangunkan saja. Mana masih perih ini mata" keluh Violetta lalu beranjak bangun pergi ke kamar mandi yang terhubung dengan kamarnya.

Setelah menutup pintu kamar mandi, Violetta langsung saja mengguyur badannya dengan shower, ia lalu menuangkan sabun cair ke serabut benang lalu mulai menggosok tangannya.

"Waduh!" Kagetnya ketika melihat kain bajunya masih menempel di tubuhnya.

Sambil terkekeh karena keteledorannya sendiri, ia lalu membukanya.

Selesai sudah ia membersihkan dirinya, namun masih ada hal yang dilupakannya yaitu membawa handuk.

Violetta celingak-celinguk mengintip di pintu kamar mandinya.

"Aman" ucapnya lalu berjalan santai ke dalam kamarnya.

Di balik pintu kamarnya, sang ayah membuka pintu dan selonong memasuki kamar putrinya.

"Ya Tuhan, maaf!" Ucap pak Anton lalu berbalik meninggalkan kamar setelah tidak sengaja melihat putrinya.

Untung hanya bagian belakangnya saja yang terlihat oleh ayahnya. Violetta yang menyadari keberadaan ayahnya langsung terburu-buru memakai pakaiannya.

Di depan cermin kamarnya, Violetta tidak henti-hentinya menatap dirinya sendiri.

"Perasaan baru kemarin aku masih kecil, sekarang sudah besar begini" gumamnya membalik-balikkan badan sambil mengerucutkan bibirnya.

"Vio! Cepatlah! Sudah mau jam lima" teriak ibunya kesal dengan anaknya yang begitu lama di kamarnya.

Pak Anton yang sedang sarapan menjadi kikuk melihat putrinya. Ia pura-pura mengacuhkannya dengan terus melahap nasi goreng buatan istrinya.

Setelah sarapan, pak Anton dan Violetta langsung melangkah keluar rumah.

"Momis, aku pergi dulu" ucap Violetta langsung mencium punggung tangan ibunya.

"Hati-hati sayang, ingat jangan berbuat yang aneh-aneh di sana" pesan ibunya terus memperhatikan suami dan anaknya.

"Siap, Bos" sahut Violetta lalu memasukkan kopernya ke bagasi mobil ayahnya.

Mobil pun melaju meninggalkan rumah. Di sepanjang perjalanan mengantar putrinya, Pak Anton terus saja diam tidak berani mengatakan apa pun.

"Popis, sebaiknya langsung cepat pulang setelah mengantar Vio" ucap Vio menyarankan.

Ia tahu apa yang terjadi dengan ayahnya hingga tidak berbicara sepatah kata pun di sepanjang perjalanan.

"Itu pasti, maafkan Popis ya sayang, tadi tidak sengaja" balas pak Anton mulai mencair suasana hatinya.

"Iya, tidak apa-apa, Vio juga salah tidak membawa handuk waktu mandi, jangan diingat-ingat lagi ya Pop. Aku ini anakmu" timpal Vio memahami kegugupan ayahnya.

"Tenang saja sayang, Popis hanya terkejut saja melihatmu sudah besar" kilah pak Anton sambil mengusap lembut kepala anaknya.

"Apanya yang besar?" Tanya Violetta tanpa memikirkannya.

"Ya Tuhan!" Serunya menanggapi pertanyaan anaknya.

"Maksud Popis, dirimu yang sudah besar, bukan anak kecil lagi. Jangan disambungkan ke hal lain. Pamali!" Ujar pak Anton sambil menggelengkan kepalanya.

"Ha ha ha, maaf, maaf" balas Violetta terkekeh karena salah memahaminya.

Keberangkatan I

Sesampainya di Pool Bus, Violetta langsung menaiki bus yang akan membawanya ke bandara, sedangkan pak Anton langsung berbalik setelah melihat putrinya menaiki bus.

Dua jam perjalanan dari Bogor ke bandara Perjuangan di barat daya ibukota Jakarta.

Violetta turun dari bus sambil menarik kopernya. Ia terlihat sangat cantik hari itu, dengan rambut bergaya long curls berpadu dengan kacamata berbentuk oval berlensa polarized terlihat bagaikan seorang aktris Korea papan atas.

Ia memakai kemeja guilen oversize berwarna biru gelap dipadukan dengan celana jeans model highwaist berwarna serasi dengan kemejanya, tak ketinggalan juga di sepasang kakinya ia memakai sepatu sneakers biru bergaris putih yang semakin membuatnya begitu trendi.

Seorang gadis yang baru saja menyelesaikan kuliahnya di Universitas Teknologi Semesta yang berlokasi di tenggara kota Bogor.

"Vio!" Panggil seorang gadis yang sebaya dengannya setengah berlari menghampirinya.

"Hei Clara!" Sahutnya lalu keduanya saling mencium pipi bagian kanan dan kiri.

"Ke mana yang lainnya?" Tanya Clara sambil berjalan berdampingan melirik kanan dan kirinya memasuki terminal 9 bandara International Perjuangan.

"Aku belum tahu, baru kau saja yang aku temui" jawab Violetta tanpa meliriknya.

Keduanya lalu bergegas memasuki pemeriksaan dan berjalan ke bagian check in counter untuk menyerahkan koper dan mendapatkan boarding pass.

"Clara, apa kau sudah sarapan? Bagaimana kalau kita sarapan dulu sebelum memasuki gate?" Tawar Violetta.

"Boleh" jawab Clara cepat.

"Kau mau sarapan apa?" Tanya Violetta yang bingung menentukan pilihannya pada resto yang berderet di dalam bandara.

"Cari cemilan saja, aku sebenarnya sudah sarapan" jawab Clara.

"Sama, aku juga. Tapi waktu keberangkatan masih lama, bagaimana kalau kita ngopi saja? Aku penasaran dengan coffeeshop yang lagi trend di kalangan mahasiswa, kalau tidak salah namanya Kopi Kelam. Apa kau pernah mencobanya?" Kembali Violetta menawarkan.

"Betul juga, aku belum sempat mencobanya" ucap Clara menimpalinya.

Kedua gadis langsung mencarinya di antara resto yang berjajar.

"Di sana!" Tunjuk Clara menemukannya.

Keduanya langsung bergegas menghampiri sebuah kafe minimalis dengan berbagai varian kopi dari seluruh Nusantara.

Violetta tampak bingung membaca menu kopi yang begitu banyak.

"Kak, apakah ada kopi Naga Terbang?" Tanyanya kepada seorang barista perempuan yang melayaninya.

"Maaf, Mbak. Kami tidak menyediakannya. Apakah Mbak ingin mencoba kopi khas buatan kami yaitu kopi Kelam?" Jawab barista lalu menawarkannya.

"Boleh" jawab Violetta tanpa memikirkannya lagi.

"Kau Clara, apa mau mencobanya juga?" Tanya Violetta meliriknya.

"Yup" jawab Clara singkat.

Setelah membayar dan mengambilnya, Violetta dan Clara langsung berjalan ke arah meja kosong.

"Pahit!" Sembur Clara langsung memeletkan lidahnya.

Violetta yang melihatnya langsung terkekeh, ia lalu menyeruput kopi yang dipegangnya.

"Gila! Ini lebih kelam dari masa lalu tetangga sebelah" ucap Violetta lalu mengambil air mineralnya dan langsung meminumnya beberapa tegukan.

Kedua gadis langsung berbalik pergi tanpa menghabiskan kopinya.

Baru saja keduanya keluar dari coffeeshop, beberapa teman kampus lainnya menghampiri keduanya.

"Hei, hei, hei. Lihatlah kedua cewek sok cantik itu! Ujar seorang gadis bergaun merah yang terlihat begitu stylist menunjuknya.

"Apaan sih loe, Marsya Tikebo? Datang-datang ngajak ribut" Kesal Clara kepada gadis bernama Marsya yang menjadi musuh bebuyutan keduanya di kampus.

"Tikbo ya bukan Tikebo! Clara binti Cupatkay" timpal Marsya sedikit geram nama keluarganya diplesetkan.

"Jangan kurang ajar loe, loe kira bokap gue siluman babi. Jelas-jelas nama belakang loe Tikebo, nggak salah kan gue. Mikir loe!" Balas Clara tersulut emosinya.

"Loe yang harusnya mikir, mulut loe gampang betul memplesetkan nama orang. ****** loe Clara!" Timpal Marsya terpancing.

Violetta langsung menarik tangan Clara untuk menjauhinya.

"Sudahlah, abaikan saja cewek brengsek sepertinya. Biarkan dia menggonggong seperti kucing yang terjepit" ujar Violetta mencoba melerainya namun maksudnya memprovokasi.

"Maksud loe apa bilang gitu? Ngajak ribut loe?" Bentak Marsya tidak terima dengan perkataan Violetta.

"Sudah! Sudah! Jangan bikin ribut di sini!" Ucap pemuda bernama Antoine melerai ketiganya.

"Kalian berdua, pergi sana!" Imbuh Antoine mengusir keduanya.

Violetta dan Clara langsung bergegas meninggalkannya.

"Sialan! Ada masalah apa sih dengan cewek gila itu? Dari pertama ngampus sampai sekarang, selalu saja bikin onar. Lama-lama gw bejek juga tuh anak" rutuk Clara meluapkan emosinya.

Violetta mengangkat kedua bahunya tidak mau memperpanjang masalah.

Memasuki ruang tunggu keberangkatan, tempat keduanya akan menaiki pesawat. Clara masih saja meracau tidak jelas meluapkan kekesalan di hatinya.

Violetta lalu merangkulnya dan menepuk bahu sahabatnya.

"Santai saja, ini liburan terakhir kita bersama teman kampus, tak perlu terlalu merisaukannya" ujarnya mencoba menenangkan hati Clara.

"Pengumuman! Diberitahukan kepada penumpang pesawat Lovebird Air dengan nomor penerbangan ABC123 keberangkatan menuju kota Gaib ditunda selama 60 menit karena alasan teknis" ujar seorang petugas bandara menyampaikan informasi.

"Selalu saja delay" keluh Clara semakin menambah kekesalan di hatinya.

Violetta langsung memasangkan sebelah earphone miliknya ke telinga Clara untuk meredam emosinya.

Tak lama Violetta terlelap tidur dalam sandaran kursinya.

Terdengar suara dari petugas di ruang keberangkatan meminta para penumpang untuk memasuki pesawat.

Keduanya langsung mengantre memasuki pesawat.

"Clara! Kau sudah tenang sekarang?" Tanya Violetta begitu duduk di kursinya.

"Sudah, thank you my bestie" jawabnya lalu mengaitkan ujung logam sabuk pengaman di perutnya.

"Aw!" Jeritnya merasakan sakit di jarinya yang tergores bagian tajam dari logam sabuk pengaman.

"Kau tidak apa-apa, Clara?" Tanya Violetta mengernyitkan dahi melihat luka kecil di jari sahabatnya.

Clara menggelengkan kepala sambil menghisap lukanya.

Dari arah depan terdengar seorang bayi menangis, sang ibu berusaha menenangkan bayinya namun si bayi masih terus menangis hingga seorang pramugari menghampirinya.

Tidak juga reda tangisan si bayi, sang ibu langsung mengambil perlengkapan bayi yang disimpannya di dalam tas yang berada di kompartemen penyimpanan.

Pramugari membantu menurunkan tas milik si ibu kemudian si ibu langsung membuatkan sebotol susu dan memberikannya kepada si bayi.

Suasana hening kembali setelah si bayi mendapatkan susunya.

Beberapa saat kemudian lewatlah seorang anak kecil berusia sekitar empat tahunan dengan wajah yang begitu menggemaskan.

"Nenek sudah tua, giginya tinggal dua" nyanyian seorang anak kecil terlihat begitu ceria melewati baris kursi Violetta dan Clara yang tersenyum lembut melihatnya.

Marsya dan beberapa teman kampus lainnya yang baru saja memasuki kabin pesawat langsung menatap tajam Violetta dan Clara. Ia membuat gestur di jari tengahnya yang langsung diarahkan kepada keduanya.

"Tenanglah, Clara!" Pinta Violetta langsung membalikkan wajah sahabatnya ke arah jendela pesawat.

Tak lama pramugari mulai mempraktikkan keselamatan penumpang sesuai dengan instruksi suara.

Beberapa saat kemudian, pesawat langsung lepas landas ke udara.

Baru saja beberapa menit pesawat terbang, cuaca yang sebelumnya terlihat cerah berubah menjadi buruk, pesawat yang belum berada pada ketinggian standar jalurnya sedikit mengalami guncangan karena harus menabrak awan hitam.

Semua penumpang terlihat begitu panik sampai ada seorang bapak yang berdoa begitu keras terdengar.

Tak lama, guncangan di dalam pesawat langsung mereda seketika. Semua penumpang bernapas lega mensyukurinya.

Satu jam berlalu dengan lancar, tiba-tiba terdengar suara dari sang pilot yang terus mengatakan

"Mayday, mayday, mayday"

Keributan pun terjadi, semua penumpang dibuat panik mendengarnya. Beberapa pramugari mengayunkan tangannya naik turun meminta semua penumpang untuk tenang dan mengikuti instruksinya.

Tiba-tiba Pesawat menukik tajam ke bawah, semua penumpang berteriak histeris.

Gemuruh terdengar keras memekakkan telinga dan hantaman keras terjadi ketika bagian moncong pesawat menabrak air laut.

Dhuar!

Api besar menyambar dengan cepat dari bagian depan ke bagian belakang kabin pesawat.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!