Seorang pria paruh baya mendatangi sebuah kuil tua di sebuah daerah terpencil di salah satu kota Chongqing, China. Pria ini menemui seorang peramal yang sehari -harinya bekerja sebagai juru kunci bagi siapa saja yang mempercayai hasil ramalannya itu, termasuk Ah ming nama pria paruh baya itu.
" Asen , bisakah engkau meramalkan nasib untuk cucu laki -laki pertamaku yang sedang sakit keras dan di rawat di rumahku di Kota Shanghai? " Tanya Ah ming begitu duduk menghadapi Sang peramal.
" Bisa..Jika Ko Ah ming berikan data diri cucu laki -laki pertama mu itu kepadaku biar aku lihat nasibnya melalui tanggal lahir, nama dan shio nya." Jawab Ah Sen si peramal.
" Baiklah, nama cucu ku itu Afung nama kecil sedangkan nama lengkapnya Dicky Liu Fung, dia lahir bulan 2 tahun naga tanah." Kata Ah Ming yang memberitahukan data diri cucu laki -laki nya itu kepada si peramal.
Peramal mulai mencari -cari segala hal tentang ramalan nasib di buku shio dan istilah ciong atau nasib buruk atau semacamnya dengan saksama sekali selama tiga puluh menit lamanya Sang Peramal mencocokkan data diri Liu Fung dengan buku ramalannya.
" Sayang sekali cucu mu takkan pernah melewati hari raya makan bakcang atau ching ming atau cheng beng tahun ini. Karena nya kamu harus mempersiapkan mental mu, Ah Ming." Kata Ah Sen dengan raut wajahnya prihatin kepada nasib cucu laki -laki pertama nya Ah Ming.
" Yang benar saja..! Apakah tak ada cara lain lagi untuk membahagiakan cucu ku sebelum dirinya meninggal dunia dan menghadap Dewa Akhirat Lam Lo Ong..?" Tanya Ah Ming yang sangat pilu di wajahnya itu.
" Ada, yakni kau harus menikahkannya dengan gadis pilihan agar jiwanya tenang dan bahagia di alam akhirat begitu rohnya terlepas dari raganya di rumah mu.." Jawab Ah Sen dengan serius.
"Baiklah, terimakasih atas saranmu itu Ah Sen..!" Kata Ah Ming yang kemudian menaruh uang dana di kaleng di sediakan di meja ramalan Ah Sen.
Lalu Ah Ming di sepanjang jalan selalu terngiang dengan kata-kata Ah Sen sang peramal yang paling di percayanya itu, maka Ia memutuskan untuk menemui sahabatnya yang tinggal di atas puncak gunung Hua.
Di gunung Hua, Ah Ming bertemu dengan A san sahabat nya yang paling dekat dengannya dan Ia langsung menyatakan keinginan hatinya untuk meminangkan cucu perempuan bungsu A san untuk cucu laki -laki pertama nya itu.
" Apa ? Ah Ming...! Cucu ku yang bernama Liana dia masih kecil karena baru saja lulus sekolah menengah umum nya. Bisakah kamu menunda waktu dan keinginan mu untuk meminang Liana cucu bungsu itu? !" Kata A san yang meminta Ah Ming untuk menunda keinginan Ah Ming itu pada Liana cucu perempuan bungsu nya itu.
" Ouh tak bisa, A san..! Karena kita dahulu sudah sepakat untuk menjodohkan cucu kita berdua ketika cucu kita berdua sudah dewasa dan cukup umur untuk menikah..! Dan, sekarang ini Aku ingin secepatnya menikahkan Liana kepada Dicky cucu laki -laki pertamaku itu..!" Kata Ah Ming dengan nada memaksa kepada A san.
" Iya, tapi waktu itu Aku tahu cucu mu baik -baik saja namun sekarang cucu mu itu sedang tidak baik -baik saja, Ah Ming. Aku tak rela dan tega hati membiarkan cucu ku untuk menikahi cucu mu yang sedang sakit parah itu...!" Ucap A san yang merasa perih dengan cara Ah Ming yang ingin menikahkan cucu perempuan bungsu nya dengan cucu laki -laki pertama nya Ah Ming.
"Kau mau atau tidak mau..! Suka atau tidak suka dan kau rela atau tidak rela..! Pokoknya kamu wajib menikahkan Liana dengan Dicky pada hari dan tanggal serta waktu yang sudah di tentukan oleh ku sebagai penagih utang mu yang terlalu banyak dan tak sanggup kamu bayar kepadaku..! " Kata Ah Ming yang mengingatkan A san pada ksepakatan mereka berdua di paviliun musim semi di Ibukota Beijing, China sekitar dua puluh enam tahun silam.
" Ah Ming, kau sungguh tak bisa di percaya oleh ku karena kau mengungkit kembali utang -utang ku kepada mu itu..! " Kata A san yang semakin perih dengan sikap egois sahabatnya itu.
" Iya, seterah anggapan mu saja tentang diriku kini di dalam penilaianmu...! Pokoknya Aku mau segalanya yang terbaik untuk cucu laki -laki ku yang pertama dan yang paling aku sayangi..!" Kata Ah Ming tersenyum kecil kepada A san.
Sepulangnya, Ah Ming dari rumah A san yang di puncak gunung Hua. Kakek tua itu menemui Sang cucu perempuannya yang terlihat ceria dan bahagia sepulangnya cucunya itu dari kebun dan ladang sayur nya di halaman belakang rumah nya yang berjarak tiga ratus meter.
Niat hati sudah akan di kemukakan oleh A san di depan cucu nya yang sudah menunggunya di ruang keluarga yang lantainya masih tanah yang warna nya merah dan bangku nya pun hanyalah terbuat dari kayu -kayu murah dan lapuk.
Tetapi, di urungkan oleh A san yang hatinya dan pikirannya masih merasa tak rela yang membuat nya sukar berbicara kepada Liana gadis remaja usia delapan belas tahun yang sedang duduk di bangku kayu sambil mengigit tebu manis yang di jadikan camilan bagi gadis itu.
Sementara itu, A ming yang menghadapi Dicky yang terbaring di tempat tidur di dalam rumah nya yang mewah tampak semakin lama semakin pucat dan tak ada cahaya kehidupan di wajah tampan Dicky Liu Fung.
"Afung...Yeye membawakanmu sebuah foto di hadapanmu dan foto ini adalah foto seorang gadis cantik yang bernama Liana dan gadis ini adalah calon pengantinmu yang sudah Yeye pilihkan untuk mu semenjak kamu masih bayi. Apakah kamu menyukai Liana ? Lihatlah betapa cantiknya tunangan mu itu..! " Kata Ah ming yang terus saja berbicara kepada cucu kesayangan nya itu yang tak pernah lagi merespon nya.
" Papa..Apakah Ah Sen sungguh meramal nasib Afung dengan benar?" Tanya Nicholas putranya yang juga Papa kandung Afung kepada nya di seberang nya.
" Iya, benar Nic..! Soalnya Papa juga sudah lima kali konsultasi ke berbagai peramal di sekitar daerah kita tinggal dan mereka mengatakan hal yang sama seperti yang di ramalkan Ah Sen di kuil kuno bukit gunung Ji, dan bahkan Papa juga sudah melakukan siau fie atau ramal bambu di hadapan patung Dewi Kuan Im di Pu Tuo San di daerah selatan namun hasilnya tetaplah sama saja..! Ah, pokoknya kita harus mempersiapkan mental kita untuk segala kemungkinan besar yang akan terjadi pada diri Afung kita ini..!" Jawab Ah Ming dengan raut wajah sedih sekali kepada Nicholas sembari menatap cucu laki -laki pertama nya yang terbaring kaku di ranjang mewah kamar pribadi cucu nya itu.
Bersambung...!!
Foto Liana di perlihatkan kepada Dicky Liu Fung yang berbaring di tempat tidur tanpa bergeming untuk melihat melalui sepasang matanya yang selalu terpejam itu sampai Nicholas memanggil Dokter pribadi Keluarga Liu untuk memerksa kondisi Dicky Liu.
Sementara itu di sisi lain Liana memandangi Akong nya yang terlihat ingin berbicara dengan nya tapi sepertinya di urungkan niat Akong nya yang ingin berbicara dengannya itu.
" Akong, aneh sekali sih jika ku perhatikan mimik wajahnya itu..!" Batin Liana sambil memotong -motong sayuran yang baru saja usai di cuci nya dengan bersih di air keran di halaman belakang rumahnya.
Semilir angin yang begitu dingin menusuk tiba -tiba di rasakan oleh Liana yang sedang sendiri di dapur untuk menyiapkan makan malam para anggota keluarganya yang terdiri dari Akong , Ah Ma, Mama , Papa, Celina Jiejie dan Chiko Gege.
Bulu yang ada di tubuh Liana meremang yang membuat Liana menengok ke segala arah dapur untuk melihat ada apa gerangan yang datang kepadanya di dapur.
" Ehhh..Dingin sekali..! Uuuuhh...!!" Kata Liana yang cepat -cepat mengambil mangkuk -mangkuk yang berisi hidangan makan malam yang amat sederhana namun sangat lah lezat bagi keluarganya dari meja dapur ke ruangan makan.
" Aduh, Liana..Kamu tuh sungguh lamban sekali dalam urusan pekerjaan rumah sehari -harimu yang menjadi tugasmu itu..! " Kata Ama yang selalu mengkritik cara kerja Liana.
" Ah, ya Ama..Liana minta maaf karena telah membuat Ama kelaparan menunggu untuk Ama dan Akong serta semuanya bisa makan malam karya Liana...!" Kata Liana tersenyum sabar dan meminta maaf kepada Ama nya seraya gadis ini menata mangkuk -mangkuk berisi makanan di meja makan dengan terampil.
" Teko dan cangkir untuk minum teh kami ada di mana, Liana..?!" Kata Celina Jiejie kakak kedua nya yang berusia dua puluh satu tahun yang duduk di kursi makan di dekat Papa nya.
" Ah, ya tunggu bentar ya, Kak Celina..! " Jawab Liana yang segera kembali ke dapur untuk Liana bisa mengambilkan teko dan cangkir -cangkir teh untuk para anggota keluarganya yang ada di meja dapur lain di dekat pintu gudang perkakas milik Akong nya.
Dan, saat Liana mengambil peralatan minuman itu , Ia kembali merasakan desiran angin dingin di kulitnya yang membuatnya merasa sangat takut untuk berada sendirian di dapur.
Maka, Liana cepat -cepat membawakan teko dan cangkir -cangkir teh ke ruang makan agar Ia tak merasa sendirian lagi dan mendapatkan diri nya di dalam perlindungan keluarganya.
" Liana, Akong mau bertanya kepada mu untuk kamu bisa menjawab dengan jujur ,ya ?" Akong di kursi makan paling ujung tiba -tiba berbicara kepada Liana.
" Ya, Akong...!" Jawab Liana menaruh sepasang sumpitnya di atas mangkuk nasi nya sebelum menengok ke arah Akong nya dengan sopan.
" Berapa usia mu sekarang ?" Tanya Akong.
" Delapan belas tahun..!"
" Ouh, itu tandanya kamu sudah dewasa sekali untuk kamu bisa menikah dan berrumah tangga dengan baik..!" Kata Akong.
" Eh, menikah dan berrumah tangga Aku ? " Tanya Liana tercengang.
" Ya, Akong sudah memikirkan dengan saksama untuk masa depan mu yaitu Kamu akan menikah dengan cucu laki -laki pertama sahabat Akong pada bulan depan sesuai bulan kelahiran dari cucu laki -laki pertama Akong..!" Jawab Akong.
" Tapi, Pa? Kapan Papa memutuskan rencana penting ini dengan Paman Ah Ming tanpa beri tahu aku sebagai Papa nya Liana ?" Tanya Papa nya Liana yang bernama Leon dengan kedua alis nya bertautan.
" Sore hari ini Ah Ming datang ke rumah kita dan membahas pernikahan antara cucu nya dengan Liana akan di adakan sesuai dengan perjanjian kami di paviliun musim semi di kota Beijing pada dua puluh enam tahun silam, Leon." Jawab A san yang menceritakan secara singkat mengenai perjanjiannya dengan Ah Ming kepada Leon.
" Tapi, Pa ? Apakah Kau tidak merasa begitu cepat untuk melepaskan Liana dengan menikah kan nya dengan cucu sahabatmu yang menurut terlalu banyak mengatur sekali ?" Tanya Leon.
" Ya, mau bagaimana lagi Leon ? Ah Ming sudah memberitahu Papa soal pelunasan hutang nya Papa dan keluarga kita terdahulu dengan kita harus membayarnya dengan menikahkan Liana dengan cucu laki -laki pertama nya Ah Min..!" Jawab A san yang mau tak mau dirinya harus memberitahukan tentang hutangnya kepada Leon.
" Apa tak ada cara lain kah ?" Tanya Mama nya Liana yang merasa tak rela putrinya yang masih belia untuk di nikahkan dengan orang lain untuk membayar hutang Papa mertua nya terhadap sahabat Papa mertua nya itu.
" Tidak ada...! " Jawab A san dengan wajahnya itu amat perih sekali.
" Liana memang sudah pantas untuk menikah kalau di lihat dengan potensi nya yang sudah mahir segala pekerjaan rumah tangga dan kita harus melakukan apa yang sudah di sepakati oleh mu dan Ah Ming untuk kebaikan keluarga kita tak ada hutang dengan Ah Ming..!" Ucap Laras istrinya A san yang sama sekali tidak pernah menyukai Liana cucu bungsu nya itu.
Liana sendiri yang mendengarkan pembahasan Akong nya mengenai dirinya yang harus menjadi seorang cucu perempuan berbakti luhur kepada Akong dan leluhurnya hanya bisa menyetujui saja rencana Akong nya itu.
" Akong..Liana hanya bisa menuruti Akong saja yang mana baiknya untuk masa depan Liana..!" Kata Liana dengan senyuman tabah kepada Akong nya.
" Liana, kamu memang seorang cucu perempuan bungsu ku yang paling baik dan patuhi serta berbudi luhur dan pekerti yang tinggi..! Akong mu ini sangat bangga terhadap mu..!" Kata A san yang merasa dirinya adalah seorang kakek yang tak berguna sekali karena dirinya tak sanggup untuk menyelamatkan keluarganya dari hutang nya dan para leluhurnya.
" Iya, Akong..! " Jawab Liana seraya merapikan peralatan makan malam dari meja makan untuk di bersihkan di dapur.
" Hai, Li...! " Sapa seseorang dari pintu belakang yang membuat Liana cepat menengok untuk melihat siapa yang menyapa nya itu dan gadis ini menghela napas lega ketika mengenali orang itu adalah teman dekat nya.
" Steven..! Kamu kok kenapa datang dari pintu belakang sih ? " Tanya Liana yang tersenyum ramah kepada Steven teman dekatnya itu yang membuka pintu belakang lalu menghampirinya di tempat cuci piring.
" Iya, karena pintu depan rumah mu sudah di tutup oleh Akong mu..! Ya, terpaksa Aku harus masuk lewat pintu belakang untuk menemuimu karena aku ingin menanyakan mu untuk pastikan dirimu bisa pergi bersama ku untuk nonton film di bioskop di kota besar...! Hmm..?!" Jawab Steven yang ikut berjongkok di tepi tempat cuci piring yang masih berlantai tanah merah dan batu -batu bata merah.
Bersambung...!
Sebelum Liana menjawab ajakan Steven yang ingin mengajaknya pergi menonton film di bioskop tiba-tiba terdengar suara pintu belakang terbuka sendiri dan menutup kembali dengan suara bantingan yang keras.
Kreekk..!
Brakk..!
" Suara apakah itu ? " Tanya Akong nya Liana dari ruang tengah sehingga Liana cepat -cepat menyuruh Steven pergi dari rumah Akongnya melalui pintu belakang sebelum Akong nya itu memergoki Steven di dapur.
"Gawat, Akong akan kemari..! Steven cepatlah kamu pergi dari dapur ku..! " Kata Liana dengan nada suara mendesak yang sangat pelan sekali kepada Steven yang menghela napas mematuhi nya sambil berkali -kali menanyakan kesediaan Liana untuk pergi menonton film di bioskop pada hari yang di tentukan oleh Steven sambil Steven berjalan mundur ke pintu belakang yang sudah di buka kembali oleh Steven.
"Liana, kau sedang ngapain sih tadi ? Suara apa tadi yang di dengar oleh Akong di ruang tengah?" Tanya Akong nya yang bernama A san yang kini sudah berada di dapur di belakang tengkuk atau punggung Liana yang sedang merapikan alat -alat masak di dinding meja dapur setelah di cuci bersih oleh Liana.
"Maaf, Akong. Tadi Liana sedang mencuci alat -alat masak di tempat cuci piring dan kalau suara tadi itu berasal dari pintu belakang yang tertiup angin malam yang kencang sampai pintu tertutup begitu kencang..!" Jawab Liana dengan nada hormat kepada Akong nya.
" Oh, begitu ? Ya, sudah..Kalau pekerjaanmu di dapur telah selesai, sebaiknya kamu pergi mandi lalu tidur supaya esok pagi kamu bisa berangkat ke pasar untuk menjual kayu dan ubi hasil panen ladang kita di pasar..!" Kata A san yang hadapi cucu perempuannya dengan sikap yang amat menyayangi cucu nya itu.
" Iya, Akong...! " Jawab Liana patuh.
Liana pun pergi mandi ke kamar mandi yang ada di luar rumah yaitu di pekarangan belakang dari rumah pada malam hari itu sambil menenteng lampion di tangan kanannya lalu menggantung lampion di sisi kiri pintu kamar mandi sebelum Liana masuk ke kamar mandi untuk mandi.
Semilir angin yang amat kencang datang ke arah kamar mandi yang tertutup rapat lalu berdirilah sosok transparan yang menatap pintu kamar mandi yang diterangi cahaya lampion nya Liana.
Sosok itu hanya berdiri diam tanpa bergerak ataupun berbicara sedikit pun namun sosok itu terlihat tersenyum samar -samar ke arah pintu kamar mandi lalu menghilang saat pintu kamar mandi terbuka oleh Liana yang baru saja selesai mandi dan berpakaian tidur rapi.
Liana kembali ke rumah sambil menenteng tas berisi pakaian kotor nya yang kemudian di taruh di keranjang pakaian kotor yang tergeletak di sisi kanan pintu belakang. Lalu, Liana pergi ke arah kamar nya yang berada di ujung ruang tengah di sebelah kamar Kakaknya yang judes itu.
"Aku harus menulis cerita pengalaman ku hari ini di buku harianku sebelum aku pergi tidur..! " Kata Liana yang menghadap lampu hias di atas meja belajarnya yang terbuat dari kayu murah lalu Ia menulis sesuatu di buku harian nya.
*******
Di sisi lain di malam hari yang sama terdengar suara tangisan yang memilukan dari Kediaman Keluarga Liu yang pada jam sembilan malam hari di waktu yang bersamaan Keluarga A San selesai makan malam.
Di keluarga Liu baru saja kehilangan seorang cucu kesayangan seluruh keluarga Liu yang baru saja menghembuskan napas terakhirnya di atas ranjang yang empuk dan wangi aroma cendana.
" Dickyyyyy...! " Jerit para penghuni rumah besar Keluarga Liu yang memeluk tubuh seorang pria muda yang sangat tampan dan berkulit bersih yang halus bak sutra dan giok mahal.
" Aku tidak bisa terima kalau aku di usia setua ini harus menyaksikan cucu laki-laki pertamaku yang paling ku sayangi meninggal dunia di usia masih terlalu muda sekali..! " Kata Tuan Besar Liu Ming yang menangisi kepergian Dicky Liu Fung pemuda tampan yang berbaring kaku di ranjang dalam kamar yang megah.
" Ah Ming, bukankah kamu sudah bilang kalau kamu sudah melakukan kesepakatan dengan Keluarga A san untuk menikahkan cucu nya A san dengan A Fung cucu kita? Apakah kamu akan melanjutkan kesepakatan mu ini ataukah kamu akan membatalkannya setelah kita tahu kalau A Fung sudah meninggal dunia? " Tanya Ali isterinya Ah Ming dengan suara tersendat pilu oleh tangisannya.
"Tetap aku akan melanjutkan kesepakatanku ini sesuai rencana ku untuk cucu ku di alam baka dapat tenang mempunyai seorang istri yang selalu mendampinginya untuk selamanya..!" Jawab Ah Ming yang selalu memikirkan yang terbaik bagi kebahagiaan cucu nya itu.
"Tapi, bagaimana kalau A san menolak cucu nya di nikahi oleh A Fung jika mereka tahu kalau A Fung sudah meninggal dunia? Mereka tidak akan mungkin bersedia menikahkan cucu mereka itu dengan cucu kita...!" Ucap Ali sambil menangis tersedu -sedu sekali menatap cucunya yang kini membeku di tempat tidur yang indah dan wangi cendana.
"A san tak bisa menolak untuk menikahkan cucu mereka dengan A Fung, pasalnya Aku dan kita semua akan menyembunyikan kebenaran Afung yang sudah meninggal dunia dari A san dan juga keluarganya sampai Liana sudah menikah dan tinggal bersama dengan kita. Dan, lagi A san dan keluarga nya harus membayar hutang mereka yang sangat besar terhadap leluhur kita dengan mereka harus melunasi hutang nya yaitu Liana cucu nya A san harus menikah dengan Afung dan hidup sampai mati di rumah Keluarga Liu..! " Kata Ah Ming dengan nada keras sekali sesuai dengan tabiat nya.
Sosok transparan memandangi Ah Ming dan Ali dengan tatapan yang kosong namun hidup di saat sosok itu mendengar tentang perjodohan dan rencana pernikahan yang di inginkan oleh Ah Ming untuk kebahagiaan sosok itu.
" Liana adalah jodoh dan takdirku..! Aku harus memilikinya baik dia hidup ataupun mati sekali pun...! " Kata Sosok transparan itu yang berjalan menembus dinding menuju ke rumah keluarga A san dan melihat Liana dengan tatapan matanya bersinar -sinar tajam sekali namun tatapan mata itu terlihat berkilat saat sosok itu melihat Steven teman baik Liana mendatangi Liana secara diam -diam di dapur rumah A san.
Sosok transparan ini ingin menyentuh Steven tetapi tak dapat menyentuh Steven sampai sosok ini melakukan hal itu berkali -kali namun tetap saja tak bisa menyentuh Steven yang akhirnya membuat sosok itu kesal sendiri dan membuat pintu dapur rumah A san terbuka dan menutup sendiri.
Lalu sosok itu menunggu Steven pergi dari dapur rumah A san untuk memperhatikan Liana yang berjalan menuju ke kamar mandi sambil tangan Liana menenteng lampion untuk mandi.
" Liana kau sungguh cantik sekali dengan wajah dan tubuh mu telah bersih dan wangi sabun dan sampo yang memabukkan ku...!" Kata Sosok itu yang kini memperhatikan Liana menulis cerita pengalaman harian Liana di buku harian di dalam kamar nya Liana.
Bersambung...!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!