“Bunuh si penjahat itu! Jangan biarkan dia hidup lebih lama!”
“Kirim dia ke neraka! Keturunan pengkhianat sudah seharusnya mati!”
Berbagai sorakan menggelegar di depan panggung eksekusi, mereka meneriakkan seorang wanita yang berada di atas panggung eksekusi. Wanita tersebut berjalan pelan dengan tangan diborgol dan kedua kaki dirantai besi. Di sisi kiri kanan wanita itu terdapat dua orang pria berbadan besar mengenakan seragam kebanggaan kesatria. Di sudut lain panggung eksekusi, sepasang suami istri yang merupakan Kaisar serta Permaisuri di kekaisaran ini turut menyaksikan jalannya eksekusi.
Wanita bersurai perak panjang kebiruan disertai bola mata besar dan netra biru terang layaknya sebuah permata langka. Kecantikannya masih terpancar dengan jelas meskipun sedang mengenakan pakaian lusuh, sekujur badannya dipenuhi bekas luka, dan kulit seputih porselen miliknya tertutupi oleh debu kumuh karena tidak mandi selama berhari-hari. Namun, sayangnya wanita tersebut merupakan seorang pembunuh berantai yang telah menjadi buronan selama bertahun-tahun.
Pada usianya yang baru menginjak dua puluh tujuh tahun ini, dia berhasil menjadi penjahat yang paling ditakuti oleh dunia. Dia menjadi pembunuh semenjak umur lima belas tahun dan telah membunuh lebih dari dua ratus bangsawan setiap tahunnya. Kelihaiannya dalam menggunakan pedang serta senjata yang lain membuat orang lain menjadi kewalahan. Selama dua belas tahun dia diincar dan selalu melarikan diri hingga akhirnya dia berhasil ditangkap hidup-hidup oleh Kekaisaran Valenta.
“Jovelyn Evgeniy, keturunan terakhir dari pengkhianat dunia berhasil ditangkap dan saat ini seperti yang sedang disaksikan, jutaan orang beramai-ramai datang ke Kekaisaran Valenta hanya untuk melihat jalannya eksekusi.”
Seluruh media di seluruh dunia datang meliput eksekusi dari seorang penjahat terkenal yang bernama Jovelyn Evgeniy. Dia adalah keturunan Arcduke Evgeniy yaitu pengkhianat dunia di masa lalu. Jovelyn merupakan sisa-sisa dari keturunan Arcduke Evegeniy yang berhasil kabur dari hukuman mati di lima ribu lima ratus tahun yang lalu. Sekarang Jovelyn menjadi keturunan terakhir seusai kedua orang tuanya dibunuh pihak kekaisaran.
Satu persatu pemimpin kekaisaran di penjuru dunia mulai berdatangan, mereka turut menyaksikan eksekusi Jovelyn. Kemudian Jovelyn dipaksa bersimpuh, tubuhnya ditekan agar tidak bergerak terlalu banyak. Jovelyn dapat melihat secara jelas lautan manusia di hadapan mata, helikopter beterbangan di angkasa, dan kamera yang menghadap ke arahnya.
“Manusia-manusia sampah! Jadi, mereka semua datang kemari untuk melihatku, betapa memuakkannya wajah mereka,” gumam Jovelyn seraya menyeringai.
Tidak ada guratan ketakutan pada wajah Jovelyn, dia tampak menikmati pemandangan yang tidak pernah dia saksikan seumur hidup. Jovelyn telah menerima akhir hidupnya sepenuhnya, meskipun sebenarnya perasaan dendam di hati Jovelyn masih meradang panas.
“Jovelyn Evgeniy, aku tidak tahu bagaimana cara leluhurmu melarikan diri dari kematian hingga berhasil melahirkan keturunannya sendiri. Selama lima ribu lima ratus tahun kalian bersembunyi, sekarang kau adalah keturunan terakhir dari bangsawan Archduke Evgeniy. Jadi, sekarang adalah hari di mana keturunan terakhir dari pengkhianat dunia berakhir,” seru Kaisar Valenta.
Jepretan kamera mengarah pada Kaisar Valenta yang tengah berbicara kepada Jovelyn, tapi Jovelyn menanggapinya dengan senyum yang sulit diartikan.
“Kalian sebenarnya takut padaku, bukan? Aku tidak tahu apa yang membuat kalian begitu ketakutan melihatku. Pihak gereja yang menjadi panutan kalian selama ini bahkan juga ketakutan saat berpapasan denganku. Apakah karena wajahku yang mirip dengan leluhurku? Ataukah karena namaku yang sama persis dengan nama leluhurku? Ya, aku tidak peduli lagi, sekarang aku akan segera menemui kematianku,” balas Jovelyn.
Para pendeta gereja yang disorot Jovelyn tersentak sesaat mereka melihat cahaya mata Jovelyn berubah seakan sedang menusuk jantung mereka. Begitu pula dengan para pemimpin kekaisaran, mereka gemetar sesaat mendengar suara sekaligus cara Jovelyn memandang mereka.
“Hei, manusia rendahan!” Jovelyn sekuat tenaga meronta dan berhasil berdiri kembali dengan kedua kakinya. Tatapan Jovelyn mengedar ke lautan manusia yang sedang memperhatikannya yang hendak berbicara. “Apakah kalian yakin bisa menyingkirkan keberadaanku dari dunia ini? Asal kalian tahu, aku akan terus hidup menghantui kalian sampai mati! Aku akan mencabik-cabik kalian dan menarik kalian bersamaku ke neraka! Kalian telah dibodohi oleh pihak gereja—”
DOR! DOR!
Bahana senapan bergaung di panggung eksekusi, dua kali tembakan peluru menembus jantung Jovelyn. Darah segar mengucur deras dari dada Jovelyn, tubuhnya pun perlahan meluruh dan melemah akibat tembakan tersebut. Akan tetapi, secara ajaib Jovelyn masih belum sepenuhnya tumbang.
“Hahaha.” Suara tawa Jovelyn bergema di atas panggung eksekusi. “Dewa cahaya apanya?! Aku tidak percaya kepada dewa cahaya pembawa kedamaian di alam semesta! Aku akan mengabdikan hidupku untuk kegelapan. Jadi, dewa kegelapan! Jawab panggilanku dan balaskan dendam kematianku! Aku akan menjadi satu-satunya umat manusia yang berada di pihakmu dan memujamu—”
Belum selesai Jovelyn mengakhiri kalimatnya, dua bilah pedang menghunus jantung Jovelyn dan akhirnya Jovelyn tewas di hadapan seluruh masyarakat dunia. Sorak-sorai kegembiraan pun dirasakan oleh mereka tanpa perlu merasa terancam lagi akibat ketakutan akan kematian yang membayangi mereka setiap harinya.
***
Jovelyn membuka matanya perlahan, dia melihat pemandangan langit-langit atap yang asing. Kemudian dia mencoba untuk bangkit dari posisi berbaring, rasa sakit akibat peluru yang menghunus jantungnya sekaligus rasa perih dari ujung pedang masih segar terasa di tubuhnya. Jovelyn pun meraba dadanya, dia mulai kebingungan sebab dia tidak merasakan adanya rasa sakit pada jantungnya.
“Apa yang terjadi sebenarnya? Bukankah aku sudah mati?” Jovelyn buru-buru turun dari tempat tidur dan langsung menuju cermin rias besar.
“Siapa ini? Maksudku, ini memang wajahku tapi tubuhku sebelumnya dipenuhi bekas luka. Tunggu! Ini bukan wajahku, walaupun mirip persis denganku namun aku yakin kalau ini bukan diriku.”
Jovelyn dilanda kebingungan selama beberapa saat Jovelyn menatap dirinya dari pantulan cermin. Rambut perak kebiruan serta mata biru seterang permata, tubuh yang dia tempati kini benar-benar persis mirip dengan dirinya. Kemudian Jovelyn melangkah ke arah jendela, dia membuka pintu jendela dan langsung mendapati pemandangan asing berlalu lalang di depan matanya.
“Apa ini? Kenapa semua orang mengenakan pakaian kuno seperti yang aku lihat di buku yang aku baca? Jangan-jangan aku—”
Dentingan kecil seperti lonceng menghantam kepala Jovelyn, suaranya kecil tapi menusuk sampai ke pendengaran. Sebuah bayangan ingatan mengalir di memori kepala Jovelyn, ingatan itu bukanlah miliknya tapi milik dari seseorang yang tidak asing baginya.
“Jovelyn Evgeniy! Saat ini aku berada di tubuh leluhurku, dia juga mempunyai nama dan rupa yang sama denganku. Itu artinya sekarang aku berada di masa lalu tepat sebelum keluarga Archduke Evgeniy dicap sebagai pengkhianat dunia. Aku tidak tahu alasan kenapa aku bisa berada di sini, tapi dengan begini aku bisa mencegah bencana pengkhianatan itu dan mencari tahu alasan kenapa leluhurku dituduh sebagai pengkhianat.”
Jovelyn berdiam diri di dalam kamar selama hampir satu minggu, sesekali para pelayan datang mengantarkan makanan lalu menguncinya kembali di dalam kamar. Tidak ada orang yang bisa diajak berbicara oleh Jovelyn sehingga dia menghabiskan waktunya hanya untuk merenung. Jovelyn pun perlahan merasa bosan, kamar lusuh dan beraura kelam itu sedikit menambah nuansa ketidaknyamanan bagi Jovelyn. Kini gadis itu pun mencari sesuatu yang dianggap menarik di sana sembari memikirkan hal yang mesti dia lakukan sebelum bertindak lebih jauh.
“Aku sudah tahu situasinya secara menyeluruh.” Jovelyn bangkit dari tempat duduknya. “Jovelyn Evgeniy, leluhurku ini dikurung di tempat terpencil dan jauh dari kerumunan ibu kota karena dia dianggap gila. Ayah dan Ibunya dinyatakan meninggal seusai melakukan penaklukkan tembok iblis, itu sudah berlalu sekitar tiga tahun yang lalu. Tunangannya yang merupakan seorang Putra Mahkota berselingkuh dengan Kakak sepupunya. Ketika dia memergoki aksi perselingkuhan itu, Jovelyn mengamuk hingga melukai banyak orang.
Putra Mahkota memerintahkan untuk mengurungnya di tempat lusuh seperti ini, setiap hari Jovelyn selalu berteriak dan meminta agar dikeluarkan dari sini. Kemudian hal yang lebih membuatnya meradang yaitu Paman dan Bibinya mengambil alih posisi Archduke yang sebelumnya milik kedua orang tuanya. Mereka menguasai kediaman Arcduke Evgeniy hingga menyiksa leluhurku beberapa kali.”
Jovelyn mengepalkan kedua tangannya, dia tidak tahan lagi harus menerima potongan ingatan si pemilik tubuh. Jovelyn yang saat ini baru berusia tujuh belas tahun harus menerima penghinaan dari tunangan sekaligus kerabatnya sendiri. Tidak ada orang yang membelanya, meski sesekali leluhurnya itu memberi perlawanan terhadap orang yang menyiksanya. Tidak hanya pelayan, bahkan kesatria juga tidak menghormatinya karena Jovelyn dianggap tak mempunyai bakat sihir atau pun sword master seperti kedua orang tuanya.
“Lalu yang membuatku sangat tertarik ialah di zaman ini sihir masih berfungsi dan semua orang mengandalkan sihir. Tidak seperti masa depan, sihir di masa depan sepenuhnya lenyap tanpa ada yang tahu penyebabnya apa. Teknologi menguasai dunia, sedangkan sihir hanya menjadi sebuah cerita pengantar tidur.”
Jovelyn tiba-tiba merasakan ada energi aneh berdesir di inti tubuhnya, sesaat Jovelyn terkesiap merasakan aliran energi tersebut. Inti tubuhnya perlahan memanas, belum pernah dia merasakan hal semacam ini sebelumnya. Jovelyn mengamati telapak tangannya, tidak lama setelahnya, memercik sebuah api berwarna hitam dari telapak tangan gadis itu.
“Begitu rupanya? Tubuh ini mempunyai bakat sihir, hanya saja dia tidak pernah melatih kemampuan tersembunyi miliknya. Apakah aku harus mulai melatih tubuh ini sebelum kembali ke ibu kota? Ya, aku harus melakukannya untuk menghancurkan manusia biadab itu.”
Jovelyn menampakkan senyum menyeramkan penuh dendam di wajahnya, dia semakin tidak menyangka kalau dia bisa melakukan perjalanan waktu ke masa di mana sebelum leluhurnya dicap sebagai pengkhianat dunia. Jovelyn pun kembali duduk di meja tempat biasanya dia bersantai, sejenak dia merehatkan kepalanya dari gangguan dunia yang membayanginya setiap waktu. Lalu selepasnya, dua orang pelayan masuk mengantarkan makan malam untuk Jovelyn.
“Lagi-lagi wanita gila itu diam, biasanya dia selalu berteriak agar kita membebaskannya dari kamar ini.”
“Apa yang merasukinya? Mungkinkah dia sekarang berpikir bagaimana caranya menarik perhatian Putra Mahkota lagi? Sekarang dia bukan siapa-siapa selain seorang putri dari mendiang Arcduke dan Arcduchess Evgeniy sebelumnya.”
Kedua pelayan itu terus berbicara buruk tentang Jovelyn, mereka bahkan tidak segan-segan meninggikan suara supaya Jovelyn juga bisa mendengarnya.
“Makanan apa yang kalian bawa itu?”
Kedua pelayan tersentak sesaat mendengar suara Jovelyn dari belakang punggung mereka, seketika mereka berbalik dan mengubah ekspresi muka secara halus.
‘Sejak kapan dia berada di belakangku? Aku tidak mendengar langkah kakinya.’
Jovelyn melipat kedua tangannya di dada sambil menatap lekat pelayan yang selalu bertugas membawa makanan ke kamarnya. Kali ini mereka juga masih menghina dirinya, tidak hanya sekali atau dua kali, sekarang Jovelyn tidak akan membiarkan hal itu terjadi lagi.
“Kami membawa makanan yang biasa Anda makan, Nona, mengapa Anda masih bertanya? Apakah Anda tidak bisa melihat menggunakan mata kepala Anda sendiri?” jawab salah satu pelayan dengan lancang.
“Apakah sampah itu kalian sebut sebagai makanan? Kalian ini tidak bisa memasak ternyata. Jadi, mengapa kalian dipekerjakan oleh Putra Mahkota di mansion jelek ini?” Jovelyn memberi mereka balasan yang menohok.
Mereka kembali terkejut mendengar Jovelyn berkata seperti itu, selama yang mereka tahu Jovelyn takkan pernah berkata demikian. Akan tetapi, hari ini mereka melihat sosok berbeda dari diri Jovelyn, bahkan sebelum Jovelyn menggila pun Jovelyn dikenal oleh sifatnya nan lembut serta tegas terhadap orang-orang sekitarnya.
“Anda sepertinya mulai berani menentang kami, biasanya Anda akan menurut memakan apa pun yang kami sajikan tanpa protes. Ingatlah, ini perintah dari Putra Mahkota, Anda biasanya selalu menurut dengan apa yang Putra Mahkota perintahkan.”
Jovelyn menyunggingkan senyumnya, sayangnya Jovelyn yang kini berdiri di hadapan mereka bukanlah Jovelyn yang selalu mengemis cinta Putra Mahkota.
“Mengapa aku harus menuruti perintah si baj*ngan itu? Apa jangan-jangan kalian memberi racun pada makanan itu?”
Kedua pelayan itu terperangah mendengar ucapan Jovelyn barusan, tidak pernah sekali pun Jovelyn mengumpati Putra Mahkota. Gadis yang tergila-gila dengan Putra Mahkota mendadak menunjukkan ketidaktertarikan terhadap Putra Mahkota. Kemudian yang membuat mereka paling terkejut ialah mengenai racun yang ditudingkan Jovelyn.
“Kalian enggan menjawabnya? Berarti di makanan ini memang ada racunnya. Untung selama satu minggu ini aku tidak memakan makanan yang kalian sajikan untukku.” Jovelyn meraih mangkuk sup dingin yang telah dibubuhi racun di dalamnya lalu mengguyur kepala salah satu pelayan dengan sup tersebut. “Dasar sampah tak berguna, kalian pikir kalian sudah hebat karena menjadi pelayan di bawah perintah Putra Mahkota?”
Aura gelap dari tubuh Jovelyn meluap-luap keluar, kemarahan yang telah dia tahan selama satu minggu ini akan dilampiaskan saat itu juga.
“Kalian sudah bosan hidup?” Jovelyn bergerak mengambil sebilah pedang dari sudut meja. “Aku bisa mengirim kalian langsung ke neraka.”
Jovelyn menyeret pedangnya hingga mengeluarkan bunyi gesekan di lantai, kedua pelayan mendadak tidak bisa bergerak dan tubuh mereka sulit dikendalikan. Pandangan mereka menjadi gelap seolah kala itu mereka ditelan oleh kegelapan.
“Tidak, Nona! Jangan bunuh kami, tolong ampuni kesalahan kami. Ya, kami mengakui kalau makanan yang Anda makan selama ini mengandung racun. Kami akan memberitahu Anda orang yang menyuruh kami asalkan Anda mengampuni nyawa kami.”
Kedua pelayan itu menjatuhkan dirinya lalu bersujud memohon kemurahan hati Jovelyn untuk mengampuni mereka.
“Oke, aku akan memaafkan kalian.” Kedua pelayan itu langsung menegakkan kepala sambil tersenyum puas karena mereka sudah mengira kalau Jovelyn pasti akan mengampuni mereka.
‘Sudah aku duga, wanita bodoh ini tidak berani membunuh orang,’ batin si pelayan.
Jovelyn menodongkan ujung pedangnya ke arah kedua pelayan tersebut. “Maksudku, aku akan memaafkan kalian jika itu diri aku yang dulu, sedangkan saat ini aku bukanlah Jovelyn yang kalian kenal. Kalian berpikir aku tidak akan bisa membunuh orang? Sayangnya, aku ini paling suka mencium aroma darah manusia. Aku juga tidak butuh pengakuan kalian tentang siapa yang meracuniku sebab aku sudah tahu siapa orang yang menyuruh kalian.”
Jovelyn mengangkat gagang pedangnya, kedua pelayan itu ternganga seraya menatap tanpa kediapan ke arah Jovelyn. “Jadi, selamat tinggal, manusia rendahan dan tersiksalah kalian di neraka penyiksaan.”
Kepala kedua pelayan itu menggelinding di permukaan lantai, piyama putih Jovelyn pun terkena cipratan darah segar. Ini adalah pembunuhan pertama yang dia lakukan sejak datang ke masa lalu, dia tampak puas seusai kedua pelayan tersebut berhasil mati di tangannya.
“Mulai sekarang ceritanya akan berbeda, kisah dan sejarah akan berubah, aku pastikan pengkhianatan keluarga Arcduke Evgeniy takkan tercatat di dalam sejarah dunia.”
Aroma kamar Jovelyn dipenuhi bau anyir dari darah kedua mayat pelayan, dia bahkan belum menyingkirkan dua mayat tersebut dari kamarnya. Ini sudah berlalu sekitar dua jam, Jovelyn masih diam mengamati mayat yang tak lagi utuh itu. Sesekali Jovelyn mencoba memainkan sihir dari telapak tangannya, di saat percobaan yang ke sekian kalinya, akhirnya Jovelyn berhasil menyalakan sihir api hitam lalu menempelkan api itu ke mayat pelayan yang tadi dia bunuh. Alhasil, kedua jasad itu menjadi lenyap tidak bersisa.
"Jadi, begini cara kerjanya? Ini lebih rumit dari yang aku bayangkan."
Jovelyn bangkit dari posisinya sembari merenggangkan otot lengannya yang kaku, selepas itu pun Jovelyn melangkah pelan menuju rak buku tua di sudut ruangan. Jovelyn mengambil sebuah buku dengan sampul bergambar bintang berwarna hitam.
"Buku sihir?" Jovelyn membalikkan lembar demi lembar buku yang berisi berbagai jenis sihir yang dapat dipelajari. Jovelyn sesaat menyunggingkan senyumnya, dia mulai berpikir cara untuk menguasai seluruh sihir yang tertulis di buku itu dalam sekejap. "Tidak hanya sihir biasa, bahkan sihir kuno pun tertulis di sini. Selama ada buku ini maka aku dapat dengan mudah menguasai sihir lalu menghancurkan manusia jahanam yang berani mengusik hidupku."
Selama empat hari berturut-turut, satu persatu pekerja mansion tempat Jovelyn dikurung menghilang tanpa jejak. Semua itu disebabkan karena Jovelyn membunuh mereka dan menjadikan mereka sebagai kelinci percobaan dari setiap sihir yang baru saja dia pelajari. Kondisi mansion mengalami banyak kerusakan parah, untung saja lokasi sekitar mansion tidak ramai penduduk sehingga tak ada orang yang menyadari kejanggalan di mansion itu.
"Ngomong-ngomong, kenapa bisa ada pedang di kamarku? Sejak awal aku mempertanyakannya, dan lagi pedangnya serupa dengan pedang yang digunakan untuk mengeksekusiku."
Jovelyn menggenggam sebilah pedang bergagang hitam, Jovelyn mengingat detail pedang itu yang digunakan untuk mengeksekusinya. Entah atas dasar alasan apa sampai akhirnya pedangnya datang ke masa yang sama dengan dirinya.
Kemudian tatkala Jovelyn tengah bergumam sendirian, tiba-tiba saja Jovelyn merasakan kehadiran orang lain dari luar kamar. Sontak Jovelyn mengarahkan pandangan ke pintu kamar, perlahan sudut bibirnya terangkat.
BRAKKK
Seketika pintu kamar Jovelyn didobrak seseorang hingga rusak, rupanya kala itu Jovelyn didatangi oleh sepuluh orang lelaki berjubah hitam dan bertopeng putih. Mereka terperanjat kaget menemukan Jovelyn sedang duduk bersilang kaki di sebuah kursi kayu seraya memandang seringai ke arah kedatangan mereka.
"Halo, apakah kalian datang kemari untuk membunuhku?" Suara Jovelyn terdengar dingin dan mencekam, sekilas mereka melihat adanya asap hitam berkumpul di sekitar Jovelyn dan menghilang begitu saja ketika mereka mengedipkan mata.
"Ada apa dengan wanita itu? Kenapa dia terlihat lebih menakutkan dari yang dikatakan oleh Nona Olivia?"
"Benar, kakiku seolah mati rasa dan menolak untuk mendekat ke sana, bagaimana cara kita membunuhnya? Dia—"
"Diam! Kita harus segera menyelesaikan misi pembunuhan ini. Bukankah Nona Olivia mengatakan kepada kita kalau wanita itu tidak punya kemampuan berpedang atau pun sihir? Jangan termakanan rasa takut yang tidak jelas datangnya dari mana."
Tanpa berlama-lama lagi, para pembunuh itu langsung menerjang ke arah Jovelyn, tapi sesaat mereka mengepung Jovelyn, gadis itu menghilang dari jangkauan pandangan mereka. Sepuluh pasang mata pembunuh itu mengedar ke sekeliling ruangan mencari keberadaan Jovelyn.
"Apakah kalian ingin menebas kepalaku ataukah ingin menikam jantungku? Tetapi, sayangnya kalian yang lebih dulu aku tebas!"
Jovelyn datang dari arah yang tak disangka-sangka dan langsung mengayunkan pedangnya hingga dia berhasil menebas setengah dari pembunuh tersebut dalam waktu singkat serta hanya menggunakan dua kali ayunan pedang saja. Lima orang pembunuh yang tersisa terlihat kaget menyaksikan kebrutalan Jovelyn saat mengayunkan pedang.
'Apakah Nona Olivia membohongi kami? Dia bilang gadis ini sangat lemah tapi apa yang aku lihat sekarang tidak seperti itu sama sekali. Dia menebas rekanku selayaknya pembunuh handal lalu ekspresinya sangat menggangguku sedari tadi.'
Jovelyn mempunyai tatapan tajam dan senyum maut mematikan, dia akan selalu seperti ini ketika berhasil membunuh orang lain. Piyama putih yang dia kenakan kini dipenuhi noda darah, muka mulus nan menawan itu juga terkena cipratan darah.
"Kenapa kalian diam saja? Ayo sini, bukannya kalian mau membunuhku? Aku tahu, kalian adalah pembunuh bayaran suruhan Olivia. Jadi, cepatlah! Aku tidak ingin berlama-lama berurusan dengan manusia busuk seperti kalian."
Jovelyn menantang mereka untuk maju bersama dibarengi nada bicara yang meremehkan, kelima pembunuh yang tersisa pun tersulut emosi dan mereka tanpa berpikir panjang langsung menyerang Jovelyn.
"Jangan angkuh! Kami adalah pembunuh bayaran terbaik, jadi jangan menganggap remeh kemampuan kami!"
Begitulah yang mereka katakan, mereka berbangga diri berkata bahwa mereka merupakan pembunuh bayaran terbaik. Namun, sayangnya Jovelyn tidak merasa takut atau pun terancam, dia malah semakin beringas. Satu persatu dari mereka berlima berhasil ditebas habis oleh Jovelyn tanpa menunjukkan rasa ampun.
"Untungnya dia hanya menebas tanganku, jadi aku masih punya kesempatan untuk kabur. Aku tidak boleh mati di sini, aku harus melaporkan yang aku lihat sek—"
Salah satu pembunuh yang masih bernapas berencana melarikan diri, tapi ujung pedang Jovelyn sudah lebih dulu melintang di depan lehernya.
"Kau mau kabur? Jangan harap! Aku tidak pernah membiarkan satu pun lalat yang mengusikku pergi dengan tenang." Jovelyn mengangkat tinggi-tinggi pedangnya lalu menjatuhkan sisi tajam pedang itu tepat ke leher si pembunuh.
Jovelyn menyeka sisa-sisa darah yang memercik ke permukaan kulit wajah, dia selalu terlihat puas sesaat dirinya membunuh banyak orang. Lalu Jovelyn menjatuhkan diri ke atas kursi, sekali lagi senyum miring terbit di bibir tipis merah muda itu.
"Sudah saatnya aku kembali ke ibu kota, mari jalankan rencana yang sudah aku rancang dari beberapa hari yang lalu."
***
Di kediaman Arcduke Evgeniy tengah ramai didatangi para bangsawan karena malam ini Olivia Evgeniy sedang merayakan pesta kedewasaan. Olivia merupakan Kakak sepupu Jovelyn yang berselingkuh dengan Putra Mahkota. Mereka mengadakan pesta meriah seperti saat ini seolah mereka tidak sadar bahwasanya mereka sedang menempati posisi yang seharusnya menjadi milik Jovelyn.
Kemudian di taman mansion, tampak seorang pria tampan bersurai pirang disertai manik merah sedang berdiri sambil menikmati wine dan menghadap ke kolam air mancur. Tidak dapat dipungkiri lagi, mansion Arcduke Evgeniy merupakan mansion termegah di Kekaisaran Valenta sekaligus mansion yang mempunyai keindahan tiada tara.
"Yang Mulia, kenapa Anda tidak masuk? Ada banyak gadis bangsawan yang menunggu Anda di dalam." Seorang kesatria datang menegur pria tersebut dan bertanya alasannya tidak masuk ke aula pesta.
"Aku tidak suka melihat mereka, aku datang kemari karena aku butuh informasi mengenai kondisi Jovelyn saat ini. Apakah kau tidak mendengar apa pun akhir-akhir ini?" tanya Jeremy – Pangeran Kedua dari Kekaisaran Valenta.
"Sayangnya saya tidak berhasil mendapat informasi apa pun soal keberadaan Nona Jovelyn, sepertinya Putra Mahkota menyembunyikan tunangannya dengan baik seusai memperlakukan Nona Jovelyn seperti orang gila yang selalu mengemis cinta padanya."
Sementara itu di balik semak-semak, Jovelyn mengamati Jeremy sedari tadi, dia saat ini mengenakan gaun sobek di atas lutut dengan belahan dada rendah sehingga siapa saja dapat melihat dengan jelas betapa menggodanya buah dada Jovelyn.
'Dia adalah Pangeran Kedua, satu-satunya keluarga kekaisaran yang membela pemilik tubuh ini ketika hendak dikurung oleh Putra Mahkota. Dia merupakan targetku yang pertama, aku harus memanfaatkan momen ini sebaik mungkin.'
Jovelyn melukai sedikit keningnya lalu tangan hingga telapak kakinya, tidak lupa juga dirinya merobek bagian lengan gaunnya. Setelah itu, dia mengacak sedikit rambut perak kebiruan itu dan langsung melompat keluar dari semak-semak lalu melaju cepat ke arah Jeremy. Tanpa memikirkan rasa malu, Jovelyn menghambur ke pelukan Jeremy. Tergurat raut terkejut sesaat Jeremy mendapati seorang wanita mendekapnya.
"Yang Mulia, tolong saya … saya mohon …."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!