Seorang wanita yang sudah terlihat guratan keriput di wajahnya tapi masih terlihat anggun berjalan menenteng tas branded dipergelangan tangannya, menyusuri ruangan ballroom sebuah hotel bintang lima yang akan digunakan untuk acara resepsi pernikahan putri tercintanya, terlihat dua orang perempuan dan seorang laki-laki staff hotel berjalan dibelakangnya.
"Nyonya, untuk dekorasi pagar pembatas dari pintu masuk sampai dengan pelaminan, kami akan memakai bunga gardenia dan calla lily segar, begitu juga dengan setiap tempat yang memerlukan hiasan bunga."
Wanita itu tersenyum "aku percaya pada anda Bu Andrea, mana mungkin aku menolak pilihan dari anak seorang artis dan pengusaha sepertimu, yang sudah pasti memiliki selera yang berkelas tentunya."
Rea hanya tersenyum kemudian melanjutkan penjelasannya.
"Aku heran, kenapa kamu malah memilih bekerja dihotel ini dari pada mengurusi perusahaan atau bisnis ayahmu?"
"Saya merasa masih butuh pengalaman Nyonya, saya ingin belajar tanggung jawab sebelum mengambil alih salah satu bisnis ayah saya," jawab Rea sopan
"Ya, memang sebaiknya seperti itu, jangan sampai orang memandang remeh karena warisan yang kita dapat dari orang tua."
Rea masih melanjutkan room tour bersama wanita yang merupakan istri dari pejabat tertinggi dikotanya, yang satu bulan lagi akan menyelenggarakan pesta pernikahan putrinya di hotel tempat ia bekerja, sesekali gadis itu melirik jam dipergelangan tangannya.
Setelah mengantarkan nyonya itu sampai masuk ke mobilnya, Rea segera bergegas masuk ke ruangannya mengambil kunci mobil, berkata kepada staff front office kalau dia sudah ijin ke Bu GM untuk pulang lebih awal.
Rea menyalakan mobilnya, tiba-tiba ponsel ditasnya berbunyi, melihat nama atasannya yang muncul tidak mungkin Rea menolak panggilan itu begitu saja.
Agni sang atasan mengucapkan terima kasih kepada dirinya yang sudah mengantikannya untuk menemani room tour istri gubernur.
Gadis itu mematikan telpon, seharusnya hari ini memang Agni yang harus bertugas menemani bu gubernur melihat ruangan untuk pernikahan putrinya, tapi anaknya tiba-tiba demam sebagai asisten general manager Rea mau tidak mau harus menggantikan tugas Agni, karena peraturan hotel di tempatnya bekerja semua VVIP harus di handle oleh posisi tertinggi yang berada di tempat saat itu.
Diwaktu yang sama seorang laki-laki duduk di dalam taxi yang membawanya pulang kerumah, ia menghembuskan napas sambil memandang keluar jendela.
"Bagaimana bisa dia tidak menjemputku hari ini? Apa dia lupa?"
Rea memakai sitbelt , meletakkan HP dikursi samping tempat duduknya, tapi dalam hitungan detik mengambilnya lagi untuk mencari sebuah kontak kemudian menelpon.
"Apa kakakmu sudah sampai rumah? jangan bilang mba tanya, nanti mba belikan chicken burger double cheese kesukaanmu, oke dua, plus milk shake sip oke."
Rea mematikan benda pipih miliknya kemudian tersenyum.
"Dasar bocah, uang tutup mulut yang di minta banyak banget."
Rea menggerutu tapi tetap tertawa kemudian membawa mobilnya keluar dari parkiran hotel.
Setelah memarkirkan mobilnya, Rea masuk kedalam halaman sebuah rumah yang sudah seperti rumahnya sendiri, tidak perlu mengetuk pintu karena anak laki-laki yang dia janjikan burger tadi sudah menunggunya didepan pintu sambil menggelembungkan pipinya.
"Cepet mba, aku udah nunggu dari tadi lho," ucap bocah laki-laki itu.
Rea tersenyum sambil memberikan paperbag dan plastik berisi pesenan bocah itu, Laras berjalan mendekat ke arah Rea yang merupakan kekasih anak sulungnya.
"Aryan, kamu tu ya nodong mba Rea terus, lagian liat tuh badan kamu, makan junk food mulu, diet! ntar ga ada cewek yang mau sama kamu lho" ledek Laras ke anak bungsunya.
Namun yang di ledek sudah nyelonong masuk kedalam rumah pergi ke ruang makan untuk menikmati burgernya, Laras mendekat untuk mencium dan memeluk Rea seperti biasa.
"Apa Arkan sudah sampai tante?"
"Sudah, dia kayaknya ngambek karena kamu ga jemput dia"
"Sekarang dia ada dimana?" tanya Rea.
"Dikamarnya."
Rea lalu minta ijin Laras untuk naik kekamar anak sulungnya itu.
Tujuh tahun setelah lulus SMA Arkan pergi kuliah ke Inggris mengambil jurusan manufaktur dan management di salah satu Universitas terkenal di negeri ratu Elishabet itu, entah apa yang membuat dia bersungguh-sungguh hanya tiga tahun ia sudah bisa menyelesaikan study strata satunya, setelah itu Arkan langsung mendapat pekerjaan di sana sambil melanjutkan kuliah S2.
Setelah lulus S2 Arkan memutuskan resign dari pekerjaannya, ia pulang ke Indonesia bersiap masuk keperusahaan ayah gadis yang dicintainya yang juga dikelola papanya.
Rea sudah sampai didepan kamar Arkan, melihat pintu kamar kekasihnya sedikit terbuka ia mengintip dari celah pintu kemudian masuk kedalam, memandang sekeliling mencari keberadaan laki-laki itu, tiba-tiba sebuah tangan melingkar dipinggangnya dan sebuah dagu sudah mendarat manis dipundak kanannya. Rea tau siapa yang memeluknya dari bau parfum yang dia cium.
"Maaf aku tidak bisa menjemputmu tadi," ucapnya.
"Hem.."
Arkan seperti malas menjawab permintaan maaf gadis yang sedang dia gelayuti itu.
"Kamu marah?" tanya Rea lagi.
"Sedikit, Bagaimana mungkin kamu tidak menjemputku, kamu sama sekali tidak merindukanku ya kan?"
"Sok tau, jadi aku harus bagaimana agar marahmu yang sedikit itu hilang ha.. ha..?" tanya Rea sambil menggerak-gerakan pundak kanannya mengajak kekasihnya bercanda.
Arkan mengangkat dagunya, kemudian membalik badan Rea menghadap ke arahnya.
"Menikahlah denganku Re!" pinta Arkan sambil menatap mata gadis itu penuh cinta.
Gadis itu merasakan perasaannya seperti diaduk-aduk, kaget, senang, cemas, ragu, terharu semua bercampur menjadi satu.
"Apa kamu sedang melamarku?" tanya Rea sesaat setelah bisa menguasai perasaannya.
Arkan hanya menganggukan kepala menjawab pertanyaan gadis manis didepannya.
"Apa kamu tidak bisa melamarku dengan cara yang lebih manis dan romantis?" Rea memukul lengan Arkan gemas, yang dipukul cuma bisa mundur menghindar dan berusaha menepis pukulan tangan gadis yang terlihat sedang kesal itu.
"Beraninya, kamu bahkan tidak menyiapkan bucket bunga dan cincin," omel Rea masih mencoba memukuli lengan Arkan yang terlihat tertawa.
Secepat kilat Arkan mengunci badan kekasihnya dengan kedua tangannya, melingkarkan tangan Rea di pinggangnya, gadis itu terdiam sambil menatap wajah laki-laki didepannya.
"Apa aku diterima?"
"Bodoh," cibir Rea yang langsung membenamkan kepalanya didada kekasihnya.
"Aku sangat ingin memelukmu, aku sangat merindukanmu," bisik Arkan.
Selama ini mereka menjalani hubungan jarak jauh alias LDR, ditahun pertama dan kedua Arkan sempat pulang ke Indonesia, tapi setelah mereka sama-sama sibuk kuliah dan Arkan mendapat pekerjaan mereka sama sekali tidak pernah bertemu, terakhir dua tahun lalu Rea yang liburan ke Inggris itupun tidak lama.
"Baiklah, aku akan melamarmu lagi nanti, jauh lebih romantis dan manis seperti yang kamu harapkan," ucap Arkan sambil mencium ujung rambut Rea.
"Aku mencintaimu," ucap Arkan.
Rea hanya terdiam, masih membenamkan kepalanya didada Arkan, memeluk erat pinggang laki-laki itu dengan kedua tangannya.
Halo reader, semoga kalian masih mau lanjut buat baca tulisan aku 😘 jangan lupa tinggalkan LIKE dan KOMEN, kalian boleh komen apapun, tapi aku harap komen yang bermanfaat dan membangun.
Terima kasih
_________________ 💕💕💕___________________
Satu minggu kemudian
Hari ini seperti biasa Rea sudah bersiap-siap untuk berangkat kerja begitu juga dengan Arkan, hari ini menjadi hari pertamanya masuk ke perusahaan ayah Rea yang dikelola papanya. Sesuai dengan pengalaman kerjanya Arkan ditempatkan di departemen produksi.
Rea menutup pintu apartemen miliknya, berjalan menuju lift untuk turun ke lantai bawah. Semenjak mulai bekerja, Rea memilih tinggal di apartemen, dia merasa lebih bebas, lagi pula mama dan ayahnya juga sudah bercerai. Semenjak mamanya memutuskan berhenti dari dunia keartisan dia mendirikan sekolah model yang dikelola bersama managernya dulu, kesehatan ayahnya juga sudah membaik semenjak mendapatkan donor ginjal dari kakeknya, bagi Rea sendirian sudah menjadi rekan hidupnya sehari hari.
Pintu lift terbuka, seorang laki-laki sudah berdiri menunggu didekat pintu keluar gedung, bibirnya tersenyum melihat gadis berparas ayu dengan riasan make up sederhana berjalan keluar lift menghampirinya.
Siapa lagi laki-laki itu kalau bukan kekasihnya, pria tampan dengan senyuman hangat yang selalu bisa membuat bahagia seorang Andreadina Bumi Pradipta.
"Bukannya hari ini hari pertamamu kerja? Kenapa malah disini?" tanya Rea
"Entahlah, aku hanya ingin melihatmu sebelum berangkat kerja."
"Oh ya sabtu ini kamu ada acara ga?" aku mau ngajak kamu kesuatu tempat," lanjut Arkan
Mereka berbicara sambil berjalan keluar dari gedung apartemen.
"Sabtu sepertinya aku harus lembur, bagaimana kalau hari Minggu?," ucap Rea, tangannya bergelayut manja dilengan Arkan.
"Oke, Minggu" Arkan terlihat sangat bersemangat.
"Apa sudah puas melihatku pak Arkan? Atau ingin sekalian memgantar aku berangkat kerja?"
"Sekalian lah, jadi pulang nanti aku jemput juga," Arkan tersenyum senang karena Rea tau maksud dia datang sebelum mengutarakannya.
"Kamu sudah sarapan?" tanya Rea
"Sudah donk, mama tadi masak masakan kesukaan kamu buat sarapan orang rumah"
"Emang nasi uduk bikinan tante Laras ga ada yang bisa ngalahin" Rea menelan salivanya.
"Terus kamu udah sarapan belum? pasti belum, apa mau mampir drive thru dulu?"
"Boleh" sahut Rea
Arkan membelokkan mobilnya ke sebuah restoran cepat saji, Rea memilih menu sarapan yang tersedia memutuskan memasan sandwich dan sebotol air mineral.
Setalah membayar dan menerima pesanannya, gadis itu membuka bungkusan sandwich dan mulai menggigit, terlihat laki-laki disebelahnya melirik, kemudian Rea menawarkan dengan gerakan tangan apa Arkan juga menginginkan satu gigitan? ia membalas dengan anggukan kepala, Rea mendekatkan sandwich ke mulut kekasihnya agar bisa tetap makan tanpa mengganggu tangannya yang sedang memegang stir mobil.
"Sandwich selalu mengingatkan aku ke Elang" Rea membuka pembicaraan sambil terus mengunyah potongan sandwich di mulutnya.
"Oh ya bagaimana kabarnya? kapan kira-kira dia akan pulang dari Amerika?"
"Dia adalah satu-satunya orang yang seumur hidupku bisa membuat aku cemburu" lanjut Arkan.
Rea hanya tersenyum.
"Apa kamu sekarang sedang cemburu? tidak suka aku membicarakan dia? Kamu tau pasti siapa Elang, dia kakakku," jawab Rea
Mobil berhenti karena lampu merah, Arkan melihat ke arah gadis disampingnya.
"Meskipun dia kakakmu, kalau kamu dan dia memiliki perasaan yang sama, aku yakin status kakak adik itu tidak akan berlaku."
Arkan melajukan mobilnya lagi karena lampu sudah berubah warna menjadi hijau.
"Untung nya kamu ga punya perasaan apa-apa kan ke dia?" lanjut Arkan
Rea hanya terdiam dan cepat-cepat melanjutkan makan sandwich nya karena mobil sudah sampai di hotel tempat ia bekerja. Arkan mendekat kemudian melepaskan sit belt yang dikenakan Rea.
"Kenapa tidak menjawab? jangan-jangan kamu masih punya perasaan ke dia?" tanya Arkan yang wajahnya sudah sangat dekat dengan wajah kekasihnya.
Gadis itu tidak menjawab pertanyaan Arkan, tapi malah menempelkan bibirnya ke bibir laki-laki yang sepertinya sedang terbakar api cemburu itu, sontak Arkan kaget lalu tersenyum senang.
"Kamu sudah tau pasti jawabannya pak Arkan" jawab gadis pujaan hatinya tersenyum sambil keluar dari dalam mobil, Arkan gemas dengan kelakuan gadis yang sangat dicintainya itu.
******
Sesampainya di kantor barunya Arkan diperkenalkan oleh atasannya kepada anak buahnya, dia menempati posisi sebagai manager bagian produksi. dibawahnya ada tiga orang staff.
"Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik" ucap Arkan penuh wibawa.
Arkan masuk kedalam ruanganya, sebelumnya dia meminta laporan produksi pabrik tiga bulan kebelakang kepada staffnya. Arkan membuka ponselnya menulis sebuah pesan.
Aku ingin membeli cincin untuk kita, apa ada bentuk yang kamu inginkan? atau kita cari berdua?
Rea sedang sibuk dengan laporan keuangan hotel, sebagai assistant general manager memang itu adalah salah satu tugasnya.
Arkan menatap layar tak ada balasan, staff Arkan mengetuk pintu, masuk menyerahkan laporan yang dia minta tadi. Arkan kemudian lupa akan pesannya yang belum dibalas barusan, tenggelam dalam pekerjaannya.
Sudah jam makan siang, Clara staff Arkan mengetuk pintu menanyakan apakah Arkan mau makan siang bersama di kantin pabrik, ia menolak karena masih banyak laporan yang perlu dia baca dan pelajari, Clara menutup pintu kemudian berbicara kepada Wika dan Irvan rekan satu staffnya bahwa atasannya itu tidak mau makan siang, mereka bertiga pun turun ke kantin.
Notifikasi HP yang tergeletak dimejanya berbunyi tapi tidak dia lihat sama sekali, ia benar-benar tenggelam dengan lembaran berkas dihadapannya.
Arkan meregangkan punggung, melihat jam tangannya, sudah hampir pukul lima sore, dia bergegas membereskan laptop dan lembaran dokumen yang dia baca sedari tadi bersiap menjemput pujaan hatinya. Sebelum keluar dia baru mengecek HPnya.
Belilah yang paling cantik menurutmu, bagaimanapun bentuknya asal itu darimu aku pasti suka.
Arkan tersenyum senang membaca balasan pesan dari Rea, tiba-tiba rasa capeknya hilang dan bahkan dia lupa kalau belum makan siang, setelah berpamitan kepada staff nya yang juga sudah terlihat berkemas-kemas, Arkan turun ke parkiran, membawa mobilnya menuju hotel tempat Rea bekerja.
Gadis itu sudah menunggu di lobby hotel, mendekat setelah melihat mobil Arkan.
"Aku belum makan Re, mau nemenin aku makan dulu ga?"
"Ya ampun belum makan siang maksudmu? pak Arkan kalau nanti kamu sakit gimana?" Rea sudah memanyunkan bibirnya sembari memasang sabuk pengaman ke badannya.
Arkan gemas melihat bibir Rea, kemudian mencium bibir itu sekilas.
"Energiku sudah full lagi," ucap Arkan sambil membetulkan sit belt Rea yang terlihat kurang benar
Rea tersenyum melihat kelakuan Arkan, kemudian mereka pergi ke sebuah restoran, selesai makan Arkan mengantar Rea sampai kedepan pintu apartemennya, laki-laki itu hampir saja menerobos masuk kedalam, tapi dirinya kalah cepat, tangan Rea sudah menahannya agar tidak sampai melangkahi pintu.
"No... No! kamu ga boleh masuk, aku ga mau terjadi hal-hal yang diinginkan."
Arkan sontak terbahak mendengar kalimat ambigu kekasihnya, kemudian bertanya "Jadi kapan aku boleh masuk?"
"Kalau kamu sudah membawa om Andi dan tante Laras bertemu orangtua ku," jawab Rea tegas.
"Baiklah, setelah itu janji aku boleh masuk ke sini, oke!"
"He'em" jawab Rea yang sudah masuk kedalam menahan pintu agar laki-laki itu tidak mencoba menerobos masuk lagi, tangannya bergerak-gerak menyuruh Arkan untuk segera pergi.
Happy Reading guys, tolong komen dibawah kalau kalian nemu typo 😁 or kalau mau ngasih saran buat perbaikan susunan kalimat juga boleh
Selamat membaca 💕
*
*
*
*
*
Minggu sore Rea sudah terlihat bersiap-siap, berdandan dengan gaya casual, memoles sedikit make up flawless ke wajahnya, menatap pantulan dirinya dicermin sembari menunggu Arkan datang menjemputnya.
Bel berbunyi, Rea cepat-cepat membuka pintu, terlihat sosok laki-laki tinggi nan tampan sudah berdiri didepan pintu dengan kaos berkerah warna biru dan celana chinos berwarna gelap, Rea tidak menyangka pria didepannya sekeren ini, apalagi baju ketat yang dipakai menunjukkan betapa bidangnya dada kekasihnya itu.
Laki-laki itu melambaikan tangannya didepan muka Rea yang masih terpaku menatapnya.
"Hei! Apa sudah siap? Ayo kita pergi"
Rea tegagap menjawab ajakan kekasihnya, Arkan tersenyum meraih tangan gadis itu, mereka keluar apartemen sambil bergandengan tangan.
Mobil melesat menuju tempat yang akan mereka datangi, Rea penasaran mau dibawa kemana dirinya, lalu memberanikan diri untuk bertanya.
"Kita mau kemana?" menyadari Arkan membawa mobilnya menuju agak kepinggiran kota.
"Sudah ini kejutan," jawab Arkan sambil memegang tangan kanan Rea dengan tangan kirinya.
Setelah hampir dua puluh menit mereka sampai di tempat yang dituju, tampak perumahan yang baru saja selesai dibangun, ada beberapa rumah yang lampunya menyala bertanda sudah berpenghuni, beberapa terlihat masih gelap, Arkan berbelok kesebuah rumah yang lampunya tidak menyala dan belum memiliki pagar.
"Ayo turun," ajak Arkan yang terlihat merogoh saku celananya mengambil kunci untuk membuka pintu rumah itu.
Rea turun pelan-pelan karena benar-benar gelap disana. Arkan masuk kedalam menyalakan lampu, ia masih bingung dan hanya berdiri didepan pintu sampai tangan kekar Arkan menariknya masuk kedalam. Gadis itu masuk melihat-lihat rumah dua lantai bergaya minimalis itu yang terlihat masih bersih tanpa perabotan dan furniture di dalamnya.
"Tunggu disini sebentar," perintah Arkan, Rea hanya terdiam dan merasa sedikit bingung, matanya berputar melihat-lihat rumah yang dia masuki itu.
"Re.." Arkan memanggil gadis yang di cintainya itu dengan suara yang amat sangat lembut.
Rea menoleh melihat kekasihnya berdiri diam diposisinya, tangannya terlihat membawa sebuah bucket bunga berwarna merah. Arkan mendekat memberikan bucket bunga yang dia pegang kepada Rea, gadis itu tersipu malu.
Arkan memegang sebelah tangan Rea yang tidak digunakan untuk memegang bucket bunga darinya.
"Rumah ini aku beli dengan hasil kerjaku sendiri, mungkin tidak mewah, tidak bisa dibandingkan dengan rumah yang selama ini kamu tinggali, tapi aku ingin menghabiskan sisa umurku dirumah ini bersama kamu, wanita yang paling aku cintai, membesarkan anak-anak kita nanti disini bersama."
Arkan kemudian berlutut didepan Rea, mengeluarkan sebuah kotak berwarna biru tua, lalu membukanya.
"Maukah kamu menikah denganku?"
Rea merasa sejenak rohnya terlepas dari badannya, tidak percaya apa yang sedang dilakukan laki-laki didepannya itu, spontan Rea ikut berlutut didepan Arkan, menjatuhkan bucket bunga di samping badannya, memeluk laki-laki itu, air matanya jatuh tak bisa ia bendung lagi, menangis sejadi-jadinya, menjawab pertanyaan Arkan hanya dengan anggukan kepala berkali-kali, tanpa disadari Arkan juga ikut meneteskan air matanya.
"Hei, sudah jangan menangis" Arkan ingin melepaskan pelukan Rea tapi gadis itu malah mempererat pelukannya sambil menggelengkan kepalanya dipundak Arkan.
Arkan membiarkan gadis itu tetap diposisinya sekarang, setelah selesai menangis Rea melepaskan pelukannya ke Arkan, mengusap air mata di pipinya kemudian tertawa.
Arkan meraih tangan gadis yang dicintainya
itu, menyematkan cincin dari kotak biru tua tadi ke jari manis Rea, mencium punggung tangan gadis itu kemudian memeluknya.
Next day
Rea duduk dikursi kerjanya melihat cincin yang tersemat di jari manisnya. Dia tersenyum bahagia, besok Arkan berencana mengajak orangtua nya untuk bertemu ayah dan mamanya, ingin meminta ijin menikah secara resmi kepada orang tua pujaan hatinya itu, tiba-tiba lamunan Rea dikejutkan ketukan suara pintu dari luar.
"Masuk"
"Bu Andrea ada masalah, " ucap Dewi staff hotel dengan nada sedikit ketakutan.
"Ada apa?," tanya Rea
"Tamu di kamar 716 sepertinya bertengkar dengan suaminya, lalu dia minum-minum sampai mabuk, sekarang mengamuk mengganggu semua tamu dilantai tujuh."
Rea bergegas berjalan menuju lantai tujuh disusul Dewi.
"Dimana pak Reza?," tanya Rea
"Sudah dilantai tujuh menenangkan wanita itu Bu"
Sesampainya dilantai tujuh Rea melihat beberapa tamu kamar disebelah-sebelahnya sudah berada diluar, menunjukkan ketidak nyamanan mereka dengan kelakuan tamu kamar 716.
Wanita dikamar 716 sedang dibawah pengaruh minuman keras, tidak sadar akan perbuatannya, membuang apapun yang ada didekatnya, wanita itu tiba-tiba melempar gelas ke arah Rea, tapi malah mengenai tembok, benda rapuh itu pecah dan beberapa serpihannya mengenai tangan kiri Rea hingga mengeluarkan darah.
"Panggil security dan pindahkan nyonya ini ke president suit tapi pastikan kamar steril dari benda-benda berbahaya"
"Cari apakah kontak suaminya tedaftar di meja receptionist, kalau iya segera hubungi, kalau sampai tidak datang dalam kurun waktu satu jam, katakan akan kita laporkan kepihak yang berwajib"
"Pak Reza kamu urus tamu lain dilantai ini, berikan voucher atau diskon dan minta maaf karena ketidaknyamanan ini," perintah Rea.
Security datang kemudian membawa wanita itu dengan susah payah, Rea mengikuti dari belakang sambil menahan rasa perih ditangannya.
"Apa begini caramu memperlakukan tamu?" tanya wanita itu masih dalam keadaan tidak sadar.
"Silahkan nyonya beristirahat dikamar ini, kami akan menemui nyonya lagi ketika nyonya sudah tidak dibawah pengaruh minuman keras," Jawab Rea sopan kemudian keluar meninggalkan wanita itu di kamar.
"Tolong kalian bergiliran menjaga kamar ini, hubungi bagian bawah jika ada yang diperlukan" perintahnya kepada security yang membawa wanita tadi.
Rea turun keruangannya melihat luka ditangannya yang masih mengeluarkan darah, Ia kemudian meminta dibawakan obat dan plester.
*****
Seperti biasa jam 5 sore Arkan sudah menjemput kekasihnya tanpa memarkirkan mobilnya menunggu didepan lobby hotel, sudah lebih dari lima menit tapi yang ditunggu belum muncul juga, akhirnya Arkan memutuskan memarkirkan mobilnya kemudian masuk menunggu di dalam hotel.
Rea turun dari lift bersama Agni general manager hotel itu, melihat Arkan gadis itu meminta ijin pulang kepada Agni, wanita itu terlihat menganggukan kepalanya.
"Hei tumben jam segini...." Arkan tidak menyelesaikan kalimatnya, melihat plester ditangan Rea yang menandakan gadis itu terluka.
"Kamu kenapa?" tanya laki-laki itu kawatir
"Nanti aku ceritakan, aku ambil tas dulu ya" Rea sudah berlari mengambil tasnya.
Didalam mobil Rea bercerita secara rinci tentang kejadian yang sampai menyebabkan tangannya terluka, Arkan terlihat sedikit marah.
"Sudah besok tidak usah bekerja, kalau bisa keluar saja dari pekerjaanmu itu"
"Aku memang besok tidak bekerja, aku sudah ijin, besok kita kan ada pertemuan keluarga" jawab Rea sedikit bercanda, tapi Arkan seperti nya benar-benar kawatir, laki-laki itu tidak tersenyum sama sekali dengan candaan Rea.
Mobil yang membawa mereka sudah sampai didepan apartemen, gadis itu masih duduk sambil melihat Arkan yang menghela nafas kasar menyandarkan kepalanya dikursi mobil.
"Jangan sampai terluka Re, aku ga mau, oke!," ucap Arkan memecah keheningan.
"Aku juga ga mau terluka Ar, ini tadi juga aku ga minta kok," jawab Rea sebel kenapa malah dia yang kena marah.
"Aku kawatir, maafkan aku"
Rea hanya terdiam, dirinya sudah terlanjur kesal.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!