"Hati-hati di jalan ya Nak.. baik-baik di sana.. Jaga diri.. jangan lupa shalat ya!!! " Pesan Mak sebelum Nadia berangkat meninggalkan kampung halaman nya.
Nadia kembali meneteskan air mata mengingat Mak yang terpaksa harus di tinggalkan sendirian di kampung.
Nadia Masih dalam perjalanan menuju kota bersama Abang Sugi, saudara jauh Almarhum Ayah.
Abang Sugi menjanjikan Nadia pekerjaan Di kota sebagai perawat orangtua majikan nya yang Lumpuh karna penyakit stroke.
"Dah lah.. berhentilah menangis.. Dah besar Masih cengeng juga! " ujar Bang Sugi ketika melihat Nadia menangis memeluk tas Ransel lusuh miliknya.
"Nadia Sedih je bang.. Mak kan sendiri di kampung, Dia tu kan tak sehat, macam mana Kalau sakitnya kambuh? kan kasian Bang! " ucap Nadia Masih dalam tangisnya.
"Yaudah Kalau macam tu tak Jadilah pergi, putar balek je lah kita. Tak payahlah Ikut abang kerja di kota!! " jawab Bang Sugi pula pada Nadia.
"Janganlah Bang.. Nadia Perlu kerja untuk belikan Mak obat.. " ucap Nadia lagi sambil merengek.
"Kalau macam tu berentilah lagi menangis.. Abang tak suka tengok Diah cengeng macam anak kecik ni!! " kata Bang Sugi lagi dengan nada melayu yang cukup kental.
Nadia pun mengangguk sambil menghapus air matanya.
Bagi Nadia, ini pertama kalinya Dia harus berpisah jauh dengan Mak.
Nadia hidup cuma berdua dengan Mak saja.
Ayah sudah lama meninggal sejak Nadia duduk di bangku SMP.
Sejak saat Itu, Mak lah yang menjadi tulang punggung keluarga.
Mak setiap harinya bekerja menjadi buruh kasar Di perkebunan karet milik Pak Haji Imron Kepala Desa yang kaya Raya.
Setelah lulus SMU Nadia tidak bisa melanjutkan sekolah nya ke jenjang yang lebih tinggi karena keterbatasan biaya dan Mak yang sakit-sakitan.
Sejak di vonis jantung oleh dokter 3 bulan lalu, Mak sudah tidak bisa lagi melakukan pekerjaan yang terlalu berat.
Sehingga Nadia terpaksa mengambil keputusan untuk ikut Bang Sugi ke kota mencari pekerjaan guna menghidupi dirinya dan Mak, juga agar mampu mengirimkan Mak uang untuk membeli obat setiap bulan nya.
Setelah Lelah menangis, Nadia akhirnya tertidur cukup pulas disepanjang perjalanan.
"Nadia.. bangunlah.. kita dah sampai!!" Ucap Bang Sugi mengejutkan Nadia.
Nadia terbangun dari tidur nya.
Diusap pelan wajahnya lalu turun dari dalam Mobil travel yang mengantarkan nya ke kota.
"Ini rumah atau istana Bang? Besar nya lagi?" ucap Aina dengan logat melayu nya yang juga cukup kental.
"Inilah rumah Bos Abang.. Mulai hari ini disinilah kita kerja. Janji sama Abang Aina akan jadi pekerja keras, Sopan dan tidak macam-macam. Oke?! " tanya Bang Sugi lagi pada Aina.
"Insyaallah Bang " jawab Aina singkat.
Aina kemudian menyusul Bang Sugi yang berjalan kearah pagar berukuran tinggi berwarna coklat tua.
"Assalamualaikum" Teriak Bang Sugi sambil memencet bel di sudut tiang pagar sebelah kanan.
Dan tidak lama kemudian pagar terbuka secara otomatis.
Nadia kembali berjalan di belakang Bang Sugi memasuki kawasan rumah mewah dengan desain klasik dan taman yang cukup luas.
"Assalamualaikum Pak Rital..!!" Sapa Bang Sugi pada seorang satpam yang sedang duduk menikmati secangkir kopi dan menonton pertandingan smackdown di layar tv yang terdapat di pos jaga.
"Waalaikumsalam Mas Sugi.. Gimana kabar keluarga nya di kampung? " Jawab Pak Rital dengan logat jawa nya.
"Alhamdulillah sehat Pak.. Saya masuk dulu ya Pak.. Oh iya, ini kenalkan Nadia, Adik sepupu jauh saya yang akan bekerja menjadi perawat Tuan Besar mulai besok" Ujar Bang Sugi lagi memperkenalkan Nadia pada Pak Rital.
Lia kemudian mengangguk, tersenyum dan menyalami Pak Rital dengan sopan.
"Selamat datang ya Nandia.. Seoga betah kerja disini" ujar Pak Rital pula pada Nadia.
"Aamiin.. teimakasih Pak" jawab Nadia singkat.
"Bismillah..." ujarnya pula sambil berjalan mengikuti langkah Bang Sugi menuju Rumah yang akan merubah hidup nya mulai hari ini.
Nadia mengikuti langkah Bang Sugi memasuki rumah mewah yang bisa di bilang istana menurut Nadia.
Mereka menyusuri lorong yang cukup panjang dengan dinding kaca yang tebal dan bening di sebelah kiri sehingga tampak jelas terlihat kolam renang berukuran besar di luar sana.
Tiang pilar yang berwarna putih tulang semakin memperjelas kokoh dan megahnya rumah dua lantai ini.
Di setiap sisi pilar terdapat Guci-Guci berukuran besar yang semakin menambah kesan klasik pada rumah.
Nadia bergidik merinding.
"Abang.. Rumah sebesar ini penghuni nya mana?" tanya Nadia penasaran melihat rumah yang begitu sepi.
"Tak ade.. Yang tinggal di rumah ini cuma Tuan Besar dan Tuan Muda aje.Tuan Besar bernama Datuk Iskandar yang akan Diah rawat mulai besok. Sementara anak nya Tuan Muda bernama Encik Rafiq seorang pengusaha muda yang sangat sukses penerus Belibis Group" jelas Bang Sugi sambil terus berjalan ke sudut rumah.
"Assalamualaikum Mak Tua dan Bik Sari! Apa kabar? selamat sore.." Ujar Bang Sugi menyapa dua orang wanita paruh baya yang sedang asik bercerita sambil memasak.
"Waalaikumsalam!" jawab mereka serentak
"Mak Tua.. Bik Sari.. Perkenalkan ini Nadia, Saudara jauh saya yang akan bekerja sebagai perawat Tuan Besar mulai besok" Ujar Mas Sugi lagi memperkenalkan Nadia pada Mak Tua dan Bik Sari yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di istana mewah ini.
"Paggil Diah aja Mak.. Bik.."Ucap Aina sembari menyalami Mak Tua dan Bik Sari satu persatu.
"Bik Sari ini adalah istri dari Pak Rital yang kita temui di depan tadi.. Dan kalau Mak Tua ini adalah Mak Janda yang serba bisa. Tangan kanan nya Tuan Besar dan Tuan Muda. Wanita yang berjasa terhadap keluarga ini.. Wanita yang menjaga Tuan Muda sejak Almarhumah Ibu nya meninggal dunia" Kata Bang Sugi lagi menjelaskan pada Nadia tetang dua wanita yang sekarang berada di depan nya.
Nadia hanya mengangguk tanda mengerti penjelasan Bang Sugi.
Mereka lalu menikmati teh hangat bersama-sama sebelum Nadia di antar Mak Tua menuju kekamar nya untuk beristirahat.
"Nanti malam Selesai shalat magrib, Kamu akan di perkenalkan dengan Tuan Besar dan Tuan Muda di meja makan ya.." Ucap Mak Tua lembut pada Nadia.
"Baik Mak" jawab Nadia pelan dan masih merasa canggung.
Nadia segera mengemaskan barang nya kedalam lemari kecil yang tersedia di dalam kamar yang akan menjadi kamarnya mulai hari ini.
Selesai berkemas Nadia segera membersihkan tubuhnya lalu beristirahat sejenak sembari menunggu waktu magrib tiba.
Selesai shalat magrib, Nadia bergegas ke dapur sesuai arahan Mak Tua tadi sore.
Dengan perasaan gugup Nadia menuju dapur yang berada tidak jauh dari kamarnya.
"Maaf Mak.. Bik.. Saya terlambat..." ujar Aina mendekat kearah Mak Tua dan Bik Sari.
"Gak papa Non.. Tuan juga masih makan.. sebentar lagi selesai makan baru kita ke depan ya.." ujar Bik Sari dengan lembut.
Nadia dengan gugup menunggu Tuan Besar dan Tuan Muda selesai menyantap makan malam.
"Tuan.. Perkenalkan ini Nadia.. Saudara sepupu nya Sugi dari kampung. Insyaallah mulai besok akan menjadi perawat Tuan Besar" Ujar Mak Tua memperkenalkan Nadia pada Tuan Besar dan Tuan Muda pemilik rumah.
Tuan Besar menjulurkan tangan nya kearah Nadia.
Nadia segera menyambut salam nya dengan mencium tangannya.
"Salam kenal Nadia.." ucap nya terbata-bata mungkin karena efek storke yang di alaminya.
Sebelah tangan kirinya juga lemah tidak berfungsi.
Tuan Besar hanya duduk di kursi roda saja.
Kedua kakinya lumpuh total.
Tinggal tangan kanan nya yang masih berfungsi cukup baik, sehingga Dia masih bisa menyalami Nadia dan menyuap makanan nya sendiri.
"Salam Kenal Tuan.. Panggil saja saya Diah" Ujar Nadia dengan sangat sopan.
"Panggil saja saya Datuk.. Oke!!" jawab Tuan besar pula sambil tersenyum ramah.
"Baik Tuan.. eehh.. Datuk.." Ujar Nadia lagi dengan terbata dan masih sangat canggung.
Sementara Tuan muda hanya melirik ke arah Nadia sekilas lalu mengangguk pelan.
"Besok Pagi akan ada Andre, perawat terapis Papa yang selalu datang jam 7 pagi. Kamu temui Dia, nanti Dia yang akan memberi tahu kamu apa saja yang harus kamu lakukan dan tidak boleh kamu lakukan dalam merawat Papa" ujarnya dengan tegas Membuat Nadia merasa sedikit ketakutan.
"Baik Tuan.." jawab Nadia pelan.
Setelah perkenalan nya dengan pemilik rumah, Nadia kembali kekamarnya untuk beristirahat.
Nadia menangis di sebalik bantal yang ditutup kewajahnya.
"Maakk.. Diah rindu... Doakan Diah kuat disini ya mak... Ya ALLAH titip Mak.. sehatkan Mak selalu disana ya ALLAH.. aamiin.." Ucap Nadia dalam tangis pilunya.
Setelah mengerjakan shalat subuh, Nadia bergegas kedapur membantu Mak Tua dan Bik Sari menyiapkan sarapan pagi untuk Tuan Muda dan Tuan Besar.
"Assalamualaikum..." ucap seorang pria dengan ramahnya kepada Nadia, Mak Tua dan Bik Sari.
"Ini pasti Nadia ya? perkenalkan Abang Thamrin, terapis Tuan Besar" ucapnya memperkenalkan diri pada Nadia.
"Panggil Diah aja Bang biar akrab" ucap Nadia pula sembari membalas salam dari Thamrin.
Bang Sugi dan Pak Rital juga duduk di meja makan bulat yang terdapat di tepi dapur dan siap untuk menikmati sarapan pagi bersama-sama.
Peraturan pertama di rumah ini adalah mereka semua harus sarapan bersama tepat waktu jam 7.00 wib sebelum Tuan Muda dan Tuan Besar sarapan pada pukul 08.30 pagi.
Sarapan bersama menjadi ritual pagi mereka untuk berkumpul, bercanda dan berbagi cerita bersama di meja makan bulat yang memang disediakan untuk para pekerja di rumah mewah ini sebelum semua di sibukkan dengan pekerjaan nya masing-masing.
Sementara Tuan Besar dan Tuan Muda akan sarapan di Meja makan utama yang terletak di bagian depan dapur bersih yang menghadap ke luar ke arah kolam berenang.
Setelah sarapan, Mak Tua mempersiapkan roti tawar hangat yang telah di panggang di pemanggangan roti, lalu di beri selai mentega dan di taburi gula pasir di bagian atasnya.
"Ini adalah sarapan untuk Tuan Muda" Ujar Mak Tua memperlihatkan dua susun roti yang sudah di tata nya di atas sebuah piring dengan segelas kopi pahit.
"Dan ini sarapan Tuan Besar" ucap nya sambil memperlihatkan semangkok bubur oatmeal dengan toping buah segar dan segelas teh hangat manis rendah kalori.
Nadia kemudian mengangguk tanda mengerti.
"Tiap hari sarapan ini je Mak?" tanya Nadia lagi pada Mak Tua.
Mak Tua mengangguk pelan.
"Tuan Muda sangat teliti soal makanan. Dia seorang yang sangat menjaga kesehatan. Terlebih sejak Tuan Besar kena Stroke, Tuan Muda semakin giat menjaga kesehatan. Kalau pagi macam ini, Dia dah berolahraga di ruangan atas. Diah belum pernah ke lantai atas ye?" tanya Mak Tua pada Nadia dengan logat melayu nya.
Nadia menggeleng.
"Kalau gitu pergilah ke atas. Kamar ujung sebelah kiri itu kamar Tuan Muda yang di sebelahnya terdapat ruangan Fitness. Sementara kamar ujung sebelah kanan itu adalah kamar Tuan Besar. Pergilah ke atas sekalian temui Tuan besar!" Ucap Mak Tua lagi pada Nadia.
"Bolehkah Mak?" tanya Nadia merasa takut.
"Boleh.. Pergi lah..." jawab Mak Tua lagi.
Nadia mengangguk lalu berjalan perlahan menuju tangga yang bentuknya agak berliku.
Setapak demi setapak Nadia menaiki tangga sambil memperhatikan beberapa foto yang berukuran cukup besar terpajang rapi pada dinding tangga.
"Ini mesti keluarga besar Tuan Besar" ucap Nadia ketika melihat foto Tuan Besar bersama Tuan Muda dan Almarhumah Nyonya besar yang terlihat begitu cantik dan anggun.
"Tuan Muda terlihat tampan sekali sewaktu muda.. Sampai sekarang sih.. Walaupun sudah ber umur.." Ujar Nadia lagi dalam hati ketika melihat foto Tuan Muda ketika masih SMA bersama seorang anak lelaki yang mungkin saja teman nya.
"Tuan Muda sudah menikah? Tapi istrinya dimana? apa sudah meninggal?" tanya Nadia ketika melihat foto Tuan Muda mengenakan pakaian adat melayu bersama seorang wanita yang terlihat sangat cantik dan anggun.
"Sedang lanjut kuliah di Australia" Terdengar suara berat Tuan Muda seolah tau pertanyaan yang sedang di fikirkan Nadia ketika melihat gambar itu.
Nadia kaget dan langsung menundukkan kepalanya.
"Maaf tuan.." ucap Nadia singkat.
"Tak masalah" jawab nya lagi, lalu segera menuruni tangga dan meninggalkan Nadia yang tertunduk kaku.
Nadia kemudian menuju ke kamar Tuan Besar.
"Assalamualaikum" Ucap Nadia sambil mengetuk pintu kamar Tuan Besar.
"Masuklah" terdengar suara Abang Thamrin menjawab dari dalam kamar
Nadia membuka pelan pintu kamar.
"Tuan Besar lagi apa?" tanya Nadia melihat Abang Thamrin memijat pelan kaki Datuk Iskandar.
"Lagi di terapi biar bisa jalan lagi.." jawab Datuk Iskandar lebih dulu sebelum Bang Thamrin menjawab.
"Ayolah kita turun sarapan.. saya sudah lapar.." ucap nya lagi mengajak Nadia dan Bang Thamrin turun untuk sarapan.
"Diah tolong bawa Tuan Besar sarapan ya... Abang mau bereskan peralatan sekejap" ujar Bang Thamrin pula pada Nadia.
Diah mengangguk dan segera mendorong pelan kursi roda Datuk Iskandar.
"Macam mana cara kita turun tangga ni Tuan? Diah tak berani.. Takut nanti Tuan jatuh.." Ucap Nadia ketika mereka tiba di depan tangga turun.
Datuk Iskandar tertawa mendengar ucapan polos Nadia.
Lalu dengan jari kanan nya Dia menunjuk ke arah pintu lift yang terletak tepat di sebelah kanan tangga.
"Masyaallah.. rumah ni ada lift rupa nya.. luar biasa canggih memang rumah Tuan Besar ni.. Maaf Tuan.. Diah tak nampak tadi.." Ujar nya merasa bodoh di depan majikan nya.
Datuk Iskandar hanya tersenyum dan mengangguk melihat tingkah Diah yang begitu polos.
Sampai di meja makan, Tuan Muda sudah menunggu Tuan Besar untuk sarapan bersama.
"Selamat Pagi Pa" ucapnya sembari mengambil alih kursi roda Tuan Besar dari tangan Nadia.
"Pagi sayang..." balas Tuan Besar sambil tersenyum ramah pada putra nya.
Nadia berdiri kaku di belakang Tuan Besar dan Tuan Muda yang sedang asik menyantap sarapan sambil bercerita tentang perkembangan bisnis mereka.
"Diah.. Mari sini.." Ucap Datuk Iskandar memanggil Nadia.
Nadia mendekat lalu menundukkan kepalanya menatap lantai.
"Diah.. tak perlu terlalu kaku pada Datuk dan Rafiq. Diah bekerja disini adalah untuk menjadi teman Datuk agar tidak terlalu bosan dengan keadaan rumah ini.. Diah di terima karna kata Sugi Diah anak yang periang dan cukup cerewet. Jadi tak payah bersikap terlalu kaku macam tu ye.." Ujar Tuan Besar pada Diah yang masih tertunduk malu.
"Baik Tuan Besar" jawab Diah singkat.
"Paggil saja Datuk.. dan panggil Rafiq dengan Pak Cik.. Biar kita jadi lebih akrab. Oke..?!!" Ujar Tuan Besar Lagi pada Diah.
"Baik Tuan.. Eh.. maksud Diah baik Tuk." jawab Nadia masih terbata dan Kaku.
Datuk Iskandar pun kembali tertawa melihat tingkah Nadia yang teramat kaku.
Tuan Muda kemudian pamit berangkat kerja pada Tuan Besar setelah menyelesaikan sarapan nya.
Dia pergi tanpa menyapa maupun memandang Nadia sedikitpun.
"Dia terlalu dingin untuk Aku panggil Pak Cik.. dan yang harus Aku syukuri adalah Aku menjadi perawat Tuan Besar yang begitu ramah, Bukan Perawat anaknya yang begitu angkuh.. " ucap Nadia didalam hatinya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!