NovelToon NovelToon

Pernikahan Rahasia Tuan Ergan

Pertemuan

Happy reading...

.....

Amelia Kirana (24) gadis berparas cantik, memiliki lesung pipi, anggun, pintar, kulit putih, rambut lurus sebahu, tinggi, dan body sempurna bak model. Gadis yang mandiri dan penuh ambisi. Rela berpisah dengan keluarga karena cita-citanya sejak kecil dan padatnya jadwal terbang sebagai pramugari.

Amelia baru saja turun dari pesawat bersama empat kru yang bekerja sebagai pramugari di salah satu maskapai International bernama Butterfly Airlines. Rambut di cepol naik, sling bag yang menggantung di bahu sebelah kanan dan satu koper kecil di tarik menggunakan tangan kiri.

Mereka menjadi pusat perhatian karena memiliki kecantikan yang luar biasa bak model yang sedang berjalan diatas catwalk melewati ratusan manusia yang sedang menunggu kedatangan keluarganya dibandara.

Mereka hanya tersenyum saat mereka mendapatkan sapaan dari beberapa pria yang sedang menggoda bahkan ada yang bersiul saat mereka perpapasan. Hal seperti itu sudah biasa bagi Amelia dan teman-temannya.

Setelah di depan mobil, mereka masuk ke dalam mobil jemputan khusus dari perusahaan menuju mes khusus untuk pramugari di salah satu perumahan elite.

Amelia menyandarkan punggungnya di sandaran mobil, tubuhnya begitu lelah. Disaat teman-temannya sedang bercanda gurau, ia memilih menutup mata untuk beristirahat.

"Mel, kamu kenapa? Sejak turun dari pesawat, kamu lebih banyak diam. Apa kamu sakit?" Tanya Karmen sahabatnya.

Karmen sahabat Amelia sejak mereka bekerja sebagai pramugari. Karena sering mendapatkan jadwal penerbangan dengan route yang sama, mereka sering bercerita kehidupan masing-masing dan tinggal sekamar di hotel saat pesawat transit di kota lain.

Amelia hanya menggelengkan kepalanya tanpa membuka mata. Siapa yang tahu dibalik senyum manis yang ia perlihatkan selama bekerja di dalam pesawat ternyata menyimpan kesedihan begitu dalam.

Setelah tiga puluh menit, mobil innova memasuki halaman rumah. Sebuah rumah mewah di perumahan elit yang perusahaan sewa sebagai mes atau tempat tinggal untuk pramugari yang tidak memiliki rumah di Jakarta.

Amelia, Karmen, Citra, dan Sindi segera turun dan mengambil barang masing-masing di bagasi mobil.

"Terimakasih Pak Asep." Ucap Amelia dan teman-temannya.

"Sama-sama Neng." Ujar Asep kemudian pergi menuju bandara karena masih banyak yang harus ia kerjakan.

Mereka masuk ke dalam kamar. Disana terdapat enam kamar. Satu kamar untuk Amelia dan Karmen, satu lagi untuk Citra dan Sindi dan dua kamar yang lain di biarkan kosong. Kamar itu untuk pramugari yang hanya mampir untuk istirahat karena pesawat transit sambil menunggu penerbangan berikutnya.

Tengah malam, Amelia terbangun. Kerongkongannya kering dan sangat haus. Ia turun dari tangga menuju dapur. Mengambil segelas air minum dari dalam kulkas lalu segera meminumnya. Melihat masih ada sisa makanan diatas meja makan, ia pun duduk lalu menikmatinya.

Suara sendawa keluar dari mulut Amelia setelah sepiring nasi campur dan segelas air masuk kedalam perutnya. Ia kembali keatas menaiki anak tangga menuju kamarnya.

"Kamu dari mana?" Tanya Karmen dengan suara beratnya sambil membuka setengah matanya.

"Dapur, habis makan." Jawab Amelia kemudian membuka pintu kamar menuju balkon.

"Kebiasaan." Singkat Karmen kemudian melajutkan tidurnya.

Amelia berdiri di balkon dengan mengenakan baju tidur tipis. Rambutnya yang sebahu di ikat memperlihatkan lekuk lehernya yang indah. Kulitnya yang putih susu sangat kontras dengan bajunya yang berwarna putih. kedua tangannya bertumpu pada besi balkon dengan pandangan kosong kedepan. Ia tidak sadar jika seseorang sedang menatapnya dari balkon rumah tetangga. Menikmati segala keindahan yang terpampang nyata dihadapannya.

Ergan menelan salivanya dengan kasar, ia tidak menyangka akan melihat bidadari dimalam hari.

Ergan Adidarma Dipangga (28). Pria tampan dengan postur tubuh yang tinggi sempurna, rahang kokoh dan tegas, alis tebal, bulu halus di area dagu, kaya raya, pekerja keras, CEO perusahaan besar yang bergerak di bidang konstruksi dan produksi, tapi miliki sikap yang dingin terhadap orang lain.

Amelia menarik napas dalam-dalam menikmati angin malam menembus kulitnya yang tipis. Pikirannya sedang berkelana mengingat kekasih hatinya di kampung akan menikah bulan depan. Ingin rasanya Amelia kembali ke kampung halaman dan menghetikan pernikahan itu, tapi dia terikat kontrak dengan maskapai tempatnya bekerja. Tidak boleh menikah selama dua tahun masa kontrak. Jika melanggar maka harus mengganti kompensasi yang nilainya bisa mencapai ratusan juta.

Tak terasa air matanya kembali mengalir, hatinya begitu sakit mendengar berita dari kedua orangtuanya jika Heri akan menikahi sahabatnya di Surabaya. Baru saja beberapa bulan dia pergi, Heri dan Dian sudah memutuskan untuk menikah. Ada apa ini? apa ada sesuatu yang ia tidak tahu? Apa mereka menjalin hubungan dibelakang Amelia?

"Hikss, hikss.. kenapa kau tidak menungguku? Aku hanya bekerja selama dua tahun disini, dan akan kembali untuk menikah denganmu setelah aku mencapai cita-cita dan membahagiakan kedua orang tuaku." Gumam Amelia disela tangisnya. Ia kemudian meneguk minuman kaleng ditangannya tanpa sisa.

"Kenapa? Aku benci kamu..!" Teriak Amelia meluapkan kekesalannya sambil melempar kaleng ke sembarang arah.

Pukk!

"Aww!" Pekik Ergan kemudian memegang dahinya.

Kaleng yang di lempar Amelia mendarat dengan sempurna di kening Ergan. Ia menyipitkan matanya, tidak menyangka Amelia tiba-tiba melempar kaleng bekas yang baru saja diminumnya. Yang lebih parahnya lagi dahinya sekarang terluka.

"Siapa di sana?" Teriak Amelia melihat kiri dan kanan bahkan ke bawah saat mendengar suara tapi tidak melihat seseorang, "Apa mungkin ada hantu disini?" Amelia bergidik ngeri kemudian segera masuk kedalam.

"Khemm!" Dehaman Ergan menghentikan langkah kaki Amelia. Ia segera berbalik dan tertegun melihat seseorang pria berdiri di balkon berhadapan dengannya. Pria itu memegang dahinya sambil menatapnya dengan tajam dan dingin.

"Kamu nggak ada kerjaan ya? Tengah malam teriak-teriak dan menipuk orang!" Kesal Ergan sambil mengusap dahinya.

Untuk sejenak Amelia terdiam, walaupun cahaya lampu redup karena hanya lampu taman yang menyala di bawah sana. Sosok Ergan tetap tampak mempesona.

Mendengar Ergan bicara dengan nada kesal, Amelia pun ikut kesal. Tadinya Amelia ingin minta maaf, namun niatnya berubah saat mendengar kata-kata Ergan yang menuduhnya kurang kerjaan.

"Mana aku tau kalau disitu ada orang. Lagian ngapain malam-malam duduk disitu?" Balas Amelia sambil menunjuk dengan dagunya.

"Saya mau ngapain malam-malam itu terserah saya! bukannya minta maaf malah nyolot! minta maaf nggak?" Ergan makin kesal.

"Nggak mau, bleee..." Balas Amelia kemudian menjulurkan lidahnya dan segera pergi meninggalkan balkon. Menutup pintu lalu segera naik keatas tempat tidur.

"Eh..." Ergan menunjuk Amelia dengan kesal karena mengabaikan dirinya, baru kali ini ada seorang wanita yang ketus dan mengabaikan kehadirannya, ia kemudian segera masuk untuk mengambil obat sambil mengumpat dalam hati pada Amelia.

"Siall, dia malah masuk lagi! Dasar gadis jutek! Baru juga pindah beberapa hari di rumah ini, aku sudah dapat masalah. Aku akan membalasmu sampai kau memohon ampun padaku." Geram Ergan kemudian masuk kedalam kamar, dia harus segera memberi obat pada lukanya.

Ergan mengambil kotak obat dilaci kemudian mengoles salep didahinya didepan cermin. Ia kemudian tersenyum licik mengingat tubuh seksi Amelia dibalik gaunnya yang tipis, "Gadis aneh! tapi kenapa aku baru melihatnya malam ini? Bukankah aku tiap malam duduk di balkon saat tengah malam?" Gumam Ergan. Ia merasa heran sejak kapan ada gadis yang tinggal di depan rumahnya. Kenapa dia tidak tahu?

.

.

Bersambung....

Rumah Tetangga

Keesokan harinya.

Pukul tujuh pagi Ergan sedang sarapan seorang diri dimeja makan. Tidak lama kemudian Tirta sang asisten datang. Tanpa permisi ia langsung duduk dan ikut sarapan. Mengambil dua roti tawar lalu mengoles selai coklat kemudian menuang susu di gelas yang kosong.

Tirta Aditya (27) sepupu dan juga teman sekolah Ergan. Mereka sering bersama sejak duduk di bangku SD hingga kuliah. Mereka juga mengambil jurusan bisnis di Jerman. Tirta memilih bekerja dengan Ergan karena mereka sudah nyaman mengembangkan bisnis bersama.

"Itu dahi kenapa bos?" Tanya Tirta penuh selidik.

"Bukan urusan kamu." Jawab Ergan datar.

"Aku hanya khawatir bos! perasaan saat pulang kantor semua baik-baik aja."

"Sudahlah, aku nggak apa-apa. Kamu kenal nggak dengan tetangga sebelah?"

Tirta menghentikan makannya, meletakkan rotinya dipiring kemudian menatap Ergan penuh intimidasi.

"Tunggu, tunggu, kayaknya ada yang salah deh! kamu nggak sakit kan?" Tirta menyipitkan mata sambil mengangkat tangannya mendekati Ergan seolah ingin memegang dahinya.

"Apaan sih! jangan pegang-pegang." Ergan menepis tangan Tirta agar tidak menyentuhnya.

"Sejak kapan lo kepo dengan rumah tetangga?" Tirta balik bertanya masih tetap menyipitkan matanya.

"Kenapa kamu balik nanya? jawab aja apa susahnya." Kesal Ergan.

"Hehehe, santai bos! masih pagi, jangan marah-marah, ingat umur, entar keriputnya muncul sebelum waktunya." Canda Tirta.

"Gw nggak kepengen becanda, Tir. Gimana? lo tau nggak?" Ulang Ergan makin kesal.

"Nggak!" Tirta menggelengkan kepalanya kemudian mengambil rotinya kembali, ia harus menyelesaikan sarapannya agar perutnya tidak kosong sebelum berangkat kerja.

"Bener? awas saja kalau lo bohong. Bulan ini lo nggak gajian." Ancam Ergan membuat Tirta menelan rotinya dengan kasar.

"Yang aku tau, rumah tetangga itu dijadikan mes salah satu maskapai penerbangan, kalau nggak salah Butterfly Airlines." Ungkap Tirta.

Ergan hanya diam mendengar ucapan Tirta.

"Lo tau nggak yang tinggal di sana khusus pramugari?" Tanya Tirta sambil melanjutkan makanannya kembali.

"Kalau gw tau, gw nggak akan nanya ke lo dodol!" Ergan menyentil jidat Tirta dengan tangan kirinya.

"Pramugarinya sangat cantik melebihi model iklan tv, kayak bidadari turun dari kayangan dengan mengendarai pesawat terbang."

"Kok lo tau mereka sangat cantik? jangan-jangan lo sering liat mereka diam-diam ya?"

"Jangan suudzon bos! dosa kalo nggak ada bukti."

"Trus lo taunya dari mana? jangan-jangan lo deketin mereka tanpa sepengetahuan gw ya?"

"Lho, kok makin nuduh sih!" Tirta mengusap wajahnya dengan kasar, "Gw tau nya dari satpam kompleks saat melihat rumah ini untuk lo beli, Puas!?" Kesal Tirta kemudian memutar bola matanya dengan kesal.

"Nggak! belum puas."

Ergan menggelengkan kepalanya kemudian berdiri dari kursinya. Ia sudah menghabisakan sarapannya kemudian melangkah keluar rumah lebih dulu.

"Dasar bos tidak ada akhlak! main tinggalin aja." Umpat Tirta kemudian segera minum beberapa teguk lalu menyusul Ergan keluar rumah.

.............

Dirumah sebelah.

Amelia dan Karmen, Citra dan Sindi sudah siap menuju bandara dengan seragam pramugarinya. Rambut di cepol keatas, sling bag di pundak dan koper kecil di sampingnya. Mereka akan terbang ke Singapura, Malaysia dan kembali ke Jakarta.

Bip, bip!

Suara klakson dari luar rumah menandakan Asep telah menunggu di luar.

"Ingat berdoa sebelum berangkat." Citra mengingatkan.

Mereka berdoa bersama kemudian keluar dari rumah sambil menarik koper masing-masing.

Satu persatu koper dimasukkan ke bagasi. Setelah semuanya beres, mereka masuk ke dalam mobil.

Amelia merasa ada yang kurang ditangannya, hingga akhirnya menyadari jika dia lupa memakai jam tangan.

"Sebentar aku lupa jam tanganku." Amelia segera masuk ke dalam rumah sedangkan yang lainnya menunggu didalam mobil.

.................

Rumah Ergan.

Saat hendak masuk ke dalam mobil. Ergan mendengar suara ramai dari rumah tetangga, karena penasaran ia berbalik dan melihat empat pramugari sedang memasukkan koper kedalam mobil.

Ergan menyunggingkan senyum tipis saat Amelia juga memasukkan kopernya. Dia sangat terpesona dengan penampilan Amelia, seragam pramugari yang begitu pas ditubuhnya. Apalagi saat Amelia tersenyum memperlihatkan lesung pipinya.

Makin klepek-klepek aja Ergan.

"Kamu harus membayar apa yang sudah kamu lakukan padaku semalam. Gara-gara kamu aku tidak bisa tidur nyenyak." Gumam Ergan tapi ujung kalimatnya sempat di dengar Tirta yang sudah berdiri di sampingnya.

"Bos, kenapa nggak bisa tidur nyenyak?"

Tirta mengikuti arah pandangan Ergan.

"Weitss, bidadari cantik akan terbang kelangit tuh! bener apa kata satpam kompleks, mereka benar-benar cantik dan mempesona. Sepertinya gw harus jadiin mereka pacar deh!" Puji Tirta tanpa berkedip.

Ergan mengalihkan pandangannya menatap Tirta dengan tajam. Asistennya memang sangat pandai memuji wanita. Tapi anehnya sampai sekarang Tirta masih saja betah menjomblo.

"Mereka? semuanya?"

"Hehehe, satunya aja bos!" Ralat Tirta menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Dasar jomblo akut!" Ejek Ergan.

"Mending jomblo, dari pada punya istri tapi seperti duda." Balas Tirta.

"Kamu makin hari makin ngeselin! apa kamu sudah bosan kerja?"

"Hehehe... pis bos." Tirta menaikkan jari tangannya berbentuk huruf V kemudian membuka pintu mobil untuk Ergan.

Ergan kembali melirik Amelia yang baru saja keluar dari rumah sambil memakai jam tangannya. Ada perasaan bahagia saat melihat wajah cantik Amelia lagi, tapi ada rasa kesal juga mengingat sikap jutek Amelia semalam. Tanpa sengaja pandangan mereka bertemu, baru kali ini Amelia tidak memperlihatkan senyum terbaiknya pada orang lain, sedangkan Ergan hanya menatap Amelia dengan datar tanpa ekspresi.

Amelia segera membuang pandangannya kemudian masuk kedalam mobil, ia tidak mau teman-temannya curiga karena Ergan terus menatapnya dari kejauhan. Setelah Amelia duduk, Asep segera melajukan mobilnya menuju bandara.

Melihat Ergan enggan masuk ke dalam mobil, Tirta kembali bersuara.

"Bos, jadi berangkat nggak nih? atau kita ikutin aja bidadari itu, lalu mengambil kopernya agar mereka nggak bisa lagi terbang ke kayangan."

"Otak kamu sudah bergeser, Tir?"

"Hehehe... sedikit bos, setelah cuci mata melihat yang bening-bening. Sepertinya otakku memang harus diluruskan." Jawab Tirta tapi lirikan matanya seakan menyindir Ergan.

Ergan masuk ke dalam mobil kemudian Tirta menuju pintu kemudi. Setelah duduk dan memasang seat belt. Tirta melirik Ergan yang duduk dikursi belakang sambil bersandar.

"Kita jalan bos?" Tanya Tirta.

"Hmm.." Gumam Ergan.

Tirta melajukan mobil Bantley hitam milik Ergan dengan kecepatan rata-rata menuju perusahaan.

Setelah tiga puluh menit, akhirnya mereka tiba diperusahaan Jaya Mandiri Group. Gedung perkantoran yang sangat besar dengan jumlah karyawan mencapai ribuan. Lantai paling atas, tepatnya lantai dua puluh enam dibangun khusus untuk foodcourt, sedangkan ruangan CEO terletak dilantai dua puluh tiga.

Tirta menurunkan Ergan didepan lobi kantor, setelah membuka pintu untuk Ergan, Tirta menyerahkan kunci mobil pada satpam kantor kemudian mengikuti langkah kaki Ergan masuk ke dalam perusahaan.

Dengan langkah lebar Ergan melewati karyawan yang menunduk memberi hormat. Gayanya yang cool dan cuek dan arogan tidak mengurangi kekaguman karyawan pada sosok bosnya. Dengan tangannya yang dingin, dia dapat membangkitkan perusahaannya yang hampir saja bangkrut akibat ulah istrinya.

Semua karyawan berdiri dan menunduk memberi hormat untuk menyambut kedatangan Ergan. Sapaan selamat pagi diucapkan oara karyawan satu persatu.

"Selamat pagi Pak." Sapa karyawan satu persatu.

"Pagi." Balasan singkat yang selalu Tirta ucapkan karena Ergan hanya berjalan dengan datar menuju lift.

.

.

Bersambung....

Makan Malam

Mereka masuk kedalam lift khusus untuk CEO dan petinggi perusahaan. Setelah sampai dilantai dua puluh tiga, mereka keluar dari lift kemudian menuju ruangan CEO.

Ergan masuk kedalam ruangannya langsung duduk dikursi. Punggung kokohnya kini menempel pada sandaran kursi. Menikmati posisi ternyamannya akibat kualitas terbaik dari kursi kebesarannya. Ia kemudian menautkan jari-jari diatas perutnya yang sixpeck sambil berpikir.

Hari begitu cerah, secerah hati Ergan saat ini. Perasaannya begitu bahagia, baru kali ini ia mendapatkan semangat hidupnya yang hampir saja menghilang setelah dua tahun. Hatinya berbunga-bunga bagai anak ABG yang mengalami jatuh cinta.

Amelia, wajah dan senyum gadis itu kini teputar dikepalanya.

Tirta mengernyitkan keningnya, ia bingung kenapa Ergan malah asik duduk bersantai dikursinya.

"Ada apa dengannya? apa dia sudah mulai nggak waras?" Batin Tirta.

"Bos, kita akan meeting jam sembilan dengan para investor dikantor. Jam satu kita ada pertemuan dengan Pak Dirga di Cafe Kopi Teori membahas pembangunan Mall di kawasan Cinere. Jam tujuh malam ada perjamuan makan malam dengan keluarga Irvan andreas di hotel Horison." Jelas Tirta mengingatkan agenda Ergan untuk hari ini.

Ergan hanya diam, dia bahkan tersenyum memperlihatkan giginya yang putih. Matanya masih menatap lurus kedepan.

Tirta mengibaskan tangannya di depan mata Ergan, namun Ergan sama sekali tidak terganggu seperti orang buta yang tidak melihat keberadaan Tirta.

"Chk, apa yang ada diotaknya sih!" Batin Tirta. Ia harus berpikir keras untuk menyadarkan Ergan dari lamunannya.

Prakkk!

Tirta memukul meja dengan berkas yang ada ditangannya dengan keras. Membuat Ergan yang asik dengan dunia halu-nya tersentak dan sadar.

"Apa-apaan lo." Kesal Ergan.

"Bos yang kenapa? dari tadi gw bacain agedanya tapi lo hanya diam!" Balas Tirta sengit. Baru kali ini ada orang yang berani membentak bosnya. Itu adalah Tirta, bahkan dia tidak segan-segan memukul Ergan jika salah.

Ergan sampai diam saat sadar jika Tirta mulai marah padanya. Tirta memang tidak suka jika Ergan tidak fokus dalam bekerja. Apalagi jika Ergan sedang memikirkan masalah keluarganya dikantor. Itulah sebabnya Tirta lebih memilih jomblo sampai sekarang.

"Baca ulang! gw nggak denger." Pinta Ergan memerintah kemudian mengusap wajahnya dengan kasar.

"Apasih yang lo pikirkan?" Tirta mendengus kesal.

"Kepo!" Ledek Ergan.

Dengan nada kesal Tirta membaca ulang agenda Ergan.

"Kita akan meeting jam sembilan dengan para investor dikantor. Jam satu kita ada pertemuan dengan Pak Dirga di Cafe Kopi Teori membahas pembangunan Mall di kawasan Cinere. Jam tujuh malam ada perjamuan makan malam dengan keluarga Irvan andreas di hotel Horison. Jika lo masih nggak bisa denger, gw keluar sekarang!" Tambahnya.

"Hehehe.. sensitif amat sih lo! kayak cewek lagi dapet tau nggak? santai bro! apa Rania akan datang?"

"Tentu saja, Rania bagian dari keluarga Irvan. Apa kita akan menjemputnya?

"Tidak usah, biarkan dia melakukan apa yang dia inginkan. Dia mau datang atau tidak aku tidak perduli."

Ergan menghela napas kasar, hari ini akan menjadi hari melelahkan untuknya. Apalagi ia akan bertemu dengan istrinya.

Waktu menunjukkan pukul enam sore. Ergan merenggangkan otor-ototnya setelah seharian tenaganya terkuras. Meeting dengan para investor membuat emosinya sedikit naik. Sebagian dari mereka mendesak Ergan untuk segera mengakuisisi salah satu perusahaan di Singapura dan mengambil alih perusahaan itu agar Jaya Mandiri semakin maju dan berkembang. Sedangkan Ergan memiliki pemikiran lain, dia ingin menunggu waktu yang tepat agar langkah yang dia ambil tidak salah.

Setelah berdiskusi panjang kali lebar dengan Tirta di ruang kerjanya, akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke Singapura. Ia sudah menyusun rencana dengan matang untuk mendapatkan perusahaan itu.

"Baiklah, kau atur pertemuan dengan Tuan Smith." Ujar Ergan setelah memutuskan untuk berangkat.

"Oke, kalau begitu aku akan menghubungi Simon untuk mempersiapkan jet untuk keberangkatan kita besok." Ujar Tirta.

"Tidak, Aku tidak ingin naik jet. Bukingkan tiket kelas bisnis pesawat Butterfly Airlines besok pagi." Perintah Ergan dengan wajah datar.

Tirta menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ingin memastikan jika baru saja tidak salah dengar. Untuk apa Ergan naik pesawat penumpang jika memiliki jet pribadi? Dan sejak kapan Ergan tertarik naik pesawat Butterfly Airlines dan rela mengantri bersama penumpang lain saat chek-in?

"Ada ngak beres nih! gw harus awasi gerak-gerik Ergan. gw nggak mau dia melakukan hal yang dapat menghancurkan hidupnya." Bathin Tirta.

"Kenapa lo diem? lakukan aja yang gw perintahkan, nggak usah mikir seribu kali."

Setelah berpikir yang membuat kepalanya makin pusing, akhirnya Tirta menurut. "Baiklah, aku akan pesan tiket bisnis untuk kita." Tirta mengambil ponselnya untuk memesan tiket bisnis kelas untuk dua orang.

"Aku akan pergi sendiri. Kau urus saja semua pekerjaan disini."

Tirta mengernyitkan keningnya. Ia semakin heran dengan sikap Ergan. Baru kali ini Ergan ke luar negeri mengurus pekerjaan tanpa dirinya.

"Yakin, gw tidak ikut?"

"Hm.. apa lo ragu dengan kemampuan gw?"

"Bukannya gw ragu dengan kemampuan lo, tapi siapa yang mengurus lo di sana?"

"Gw bukan anak kecil yang harus kamu urus terus, Tir. Gw bisa urus diri gw sendiri."

"Baiklah jika itu mau lo, gw aku akan siapkan semuanya."

Tirta menekan ponselnya. Memesan tiket kelas bisnis ke Singapura melalui salah satu aplikasi penjualan tiket online. Setelah memesan tiket, ia memesan hotel presidential suit untuk 5 hari kedepan.

"Sudah bos!" Ujar Tirta setelah semuanya selesai.

"Ayo kita pulang." Ajak Ergan kemudian mengambil jas dan memakainya.

Tirta masih diam, terlalu banyak pertanyaan yang sedang bersarang dikepalanya.

"Ayo, kenapa masih bengong?"

Ergan kembali bersuara kemudian keluar lebih dulu dari ruangannya.

"I.. iya."

Tirta mengambil tas dan laptop Ergan di atas meja kemudian segera menyusul langkah kaki Ergan keluar dari ruang kerjanya.

Suasana kantor sudah sunyi, karyawan sudah pulang sejak pukul lima sore. Hanya ada beberapa orang saja yang tinggal karena harus menyelesaikan laporan untuk diserahkan besok pagi.

Ergan dan Tirta keluar dari perusahaan dengan langkah lebar. Saat di lobi, mobil Bantley warna hitam sudah menunggu di depan lobi, Mereka langsung masuk ke dalam mobil menuju rumah.

Malam harinya Ergan dan Tirta menuju hotel Horison. Acara makan malam yang khusus Irvan Andreas adakan untuk merayakan keberhasilan perusahaannya. Banyak rekan bisnis dan keluarga yang Irvan undang. Termasuk Ergan dan Rania sepupu Irvan.

Ergan turun dari mobil setelah Tirta membuka pintu untuknya. Mereka berjalan menuju ballroom tempat pesta diadakan. Saat masuk di pintu, mereka jadi pusat perhatian. Ergan seorang crazy rich, pebisnis muda yang sedang dipuncak kesuksesannya.

Irvan segera menyambutnya mengulurkan tangan kemudian saling berpelukan.

"Selamat atas kesuksesannya bro! Kamu memang hebat." Puji Ergan sambil menaikkan jempol tangan kanannya.

"Terimakasih Er, aku seperti ini juga karena bantuan mu."

"Ah, jangan seperti itu, ini semua karena usaha dan kemampuan kamu sendiri." Sergah Ergan.

Mereka bicara seputar bisnis dan perkembangan perusahaan. Setelah bicara sebentar, Ergan berpamitan dan mengajak Tirta untuk pergi.

"Daddy....." Teriak Aqilah sambil berlari mengejar Ergan.

Ergan menghentikan langkahnya, ia berbalik kemudian merentangkan tangannya untuk menyambut Aqilah dalam pelukannya.

"Princess kesayangan Daddy." Ujar Ergan.

Ergan memeluk Aqilah dalam dekapannya. Putri kecilnya yang baru berumur lima tahun, ia begitu polos dan tidak tahu apa-apa tentang masalah kedua orangtuanya.

"Daddy, Qia kangen banget?"

"Daddy juga kangen sayang."

Ergan mengangkat Aqilah dalam gendongannya, ia mencium wajah putrinya berkali-kali hingga Aqilah merasa geli.

"Mas." Sapa Rania yang datang menyusul Aqilah.

Ergan menghentikan aksinya, ia kemudian beralih menatap wajah Rania.

"Mas, aku ingin bicara, kita harus menyelesaikan masalah kita, bukan dengan cara pergi dari rumah."

"Cukup Rania! Aku tidak ingin berdebat di sini."

.

.

Bersambung....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!