NovelToon NovelToon

My Hot Uncle

Holiday

My Hot Uncle bagian 1

Oleh Sept

Selamat datang di novel kesekian Sept, terima kasih sudah meluangkan waktunya untuk membaca tulisan gabutku. Hehehe ... selamat membaca dan semoga terhibur bestie. Sebelumnya main-main sama mas duda di Hot Duda, sekarang kita main-main sama Uncle yang hot juga ya. Entah Om yang panas alias hoby merong-merong seperti Anggara atau hot yang lain ... cekidott!

***

"Papi lihat! Awannya banyak sekali," celoteh anak kecil bermata indah. Alisnya matanya tebal, hidungnya mancung, matanya berbinar, begitu juga dengan wajahnya, ia terlihat sangat takjub menatap keindahan bumi dari ketinggian. Ya, dia sedang berada di dalam sebuah burung besi yang gagah perkasa. Gadis kecil berusia 7 tahun itu sangat senang dan takjub ketika melihat ke bawah. Awan putih yang berjejer rapi di bawahnya sudah mirip permen kapas bagi bocah lincah nan ceria tersebut.

Anak kecil itu dan keluarganya akan menikmati liburan di Belanda selama dua pekan ke depan. Sekaligus untuk mengunjungi sang nenek yang merupakan asli orang Belanda. Sudah menjadi agenda tahunan, keluarganya akan liburan ke rumah sang oma. Mengisi hari liburan panjang sekaligus berkumpul bersama keluarga.

"Oma pasti sangat senang melihatmu sudah besar," ucap ayah si gadis kecil yang memakai jepit rambut mickey mouse tersebut. Terlihat tambah menggemaskan. Sang ayah lalu mengusap kepala putrinya penuh kasih, kemudian tangan yang lain, menggenggam tangan wanita yang sangat ia cintai seumur hidupnya.

"Lama juga kita tidak pulang ke Belanda, rasanya kita terlalu sibuk. Maafkan aku ya, Sayang," ucap pria berpakaian rapi dengan setelan jas hitam dan dasi abu-abu tersebut. Ia kemudian menarik lembut tangan sang istri. Kemudian mengecupp berkali-kali.

Sosok pria yang hangat, penuh kasih dan cinta pada keluarga. Dia adalah Alexander Marques Hartanto, pria 35 tahun, penerus satu-satunya kerajaan bisnis milik keluarga. Keluarga Hartanto adalah keluarga yang cukup terpandang di negeri ini. Keluarga conglomerate, salah satu pembisnis yang cukup berpengaruh di Indonesia. Selain bisnis tambang batu bara, dan perusahaan serta perkebunan sawit yang cukup luas dengan puluhan ribu pegawai, Hartanto Group juga menguasai banyak bidang bisnis lain.

Salah satunya menjadi agent terbesar dalam penyaluran tenaga kerja ke luar negeri. Segala bidang sudah dirambah oleh Group yang cukup ternama tersebut. Hingga sangat wajar, kekayaan keluarga mereka tercatat dalam jajaran orang terkaya dan berpengaruh dalam sebuah majalah bisnis keluaran luar negeri.

Pria keturunan America Indonesia itu telah menikahi putri conglomerate juga. Sama-sama dari keluarga terpandang, ini seperti sebuah pernikahan bisnis. Tapi mungkin karena jodoh, pernikahan mereka meskipun dari perjodohan, akhirnya bahagia. Apalagi sejak hadirnya Malaikat kecil di keluarga mereka. Mikaela Morgues Hartanto di tahun pertama pernikahan mereka. Sempurna sudah kehidupan Alexander dan sang istri tercinta.

Alexander yang sangat menghargai dan mencintai istri serta putrinya itu, kini sedang menikmati perjalanan liburan sekeluarga menuju Belanda. Sebenarnya ia sudah lama berencana mengajak sang istri untuk ke sana, harusnya beberapa bulan yang lalu, hanya saja pria itu terlalu sibuk. Sehingga baru sekarang ia membawa Dinara Caterina Darsa, wanita keturunan Belanda Indonesia pulang ke tanah leluhurnya.

Ibu dari Mikaela tersebut sepertinya sangat senang dan bahagia karena bisa bersama-sama pergi ke Belanda. Sebab rasanya susah sekali menepatkan waktu agar Alexander suaminya itu bisa ke sana bersama-sama seperti saat ini.

"Nanti jangan terlalu sibuk ya? Biar orang-orang yang tangani perusahaan. Papi cukup fokus liburan," pinta Dinara, ibunda Mikaela.

Alexander langsung tersenyum simpul, ia tahu sang istri sedang menyindir kesibukannya selama ini. Pria itu lantas menatap Dinara, kemudian berjanji pada istrinya itu.

"Okey Honey, I promise."

Senyum Dinara pun menggembang, ia lantas memeluk lengan suaminya yang kekar dan ditubuhi bulu-bulu lembut tersebut.

"Thanks, Sayang."

Alexander lantas mengangguk, mengusap tangan istrinya dengan sayang. Sedangkan Malaikat kecil Mikaela, dia masih menikmati awan-awan putih yang berjajar rapi dan terlihat menggagumkan.

***

Setelah 14 jam penerbangan, akhirnya keluarga kecil Alexander tiba di Bandara. Mereka tiba di Bandar Udara Schiphol Amsterdam, dikenal sebagai Bandar Udara Schiphol, adalah bandara utama di Belanda yang terletak di selatan Amsterdam, persisnya di gemeente Haarlemmermeer.

Turun dari pesawat mereka tidak langsung menuju kediaman oma Darsa. Alexander berhenti sejenak untuk mengisi perut mereka. Apalagi Mikaela sudah mengeluh perutnya yang sudah konser beberapa saat lalu. Mereka pun memutuskan untuk mengganjal perut di salah satu cafe yang ada di dalam kawasan Bandara Schiphol tersebut.

"Papi, I want Burger!"

"Iya, Honey." Alexander kemudian memesan dua burger. Satu untuknya dan satu untuk Mikaela.

"Sayang, kamu mau apa?" tanya Alexander pada Dinara yang sedang membalas chat WA.

"Erwtensoep," jawab Dinara yang masih fokus pada smartphone miliknya.

Saat yang lain ingin makan burger, menu sederhana langsung hap, Dinara justru ingin makan makanan khas Belanda. Ya, dia ingin makan erwtensoep yang merupakan sup berkuah kental khas negeri kincir angin. Ertwensope atau sup ercis adalah sup khas Belanda yang terbuat dari kacang ercis. Sup ini berwarna hijau kekuningan bahkan cenderung coklat dan bertekstur mirip dengan bubur. Sup ini juga berisi prei, kentang, daging sapi maupun ayam, dan wortel. Dan ini salah satu menu favorite Dinara jika kangen dengan suasana Belanda.

Tidak butuh waktu lama, sampai pesanan mereka tiba. Mikaela dengan lahap memakan burgernya, meskipun menyisahkan daun hijau yang ada di tengah burger. Dia akan menarik daun itu kemudian meletakkan di atas piring. Itulah kebiasaan Mikaela kecil. Sejak balita, gadis kecil tersebut memang kurang suka mengkonsumsi sayuran.

"Mika, coba sayang. Jangan disisain terus ya."

Mikaela langsung menggeleng menatap ibunya.

"No, Mami. I don't like it." Mikaela kemudian mengambil tisu dan mengusap bibirnya yang munggil. Ia sudah selesai, tinggal menunggu sang ayah. Bukannya makan, Alexander malah berbicara di telpon. Dan itu membuat Dinara tersenyum tipis. Suaminya itu selalu begitu, janji hanya sekedar janji.

"Sayang, makan dulu." Dinara menyentuh lengan suaminya. Alexander hanya  mengangguk, tapi sesaat kemudian, ia langsung memasukkan ponselnya ke dalam saku jas.

"Jangan kerja terus, dong." Dinara mulai menyindir dan protes.

"Cuma telpon, Sayang. Ada hal urgent."

Dinara langsung menghela napas panjang, dan Alexander langsung mengusap pipi perempuan tersebut, agar tidak memasang muka masam di depannya.

"Sorry," ucap Alexander kemudian mulai makan burgernya.

Selesai mengisi perut, mereka kemudian meninggalkan Bandara. Oma sudah menyuruh sopir pribadi untuk menjemput mereka bertiga.

Alexander, Dinara dan Mikaela kini sudah berada di dalam sebuah mobil warna hitam. Mereka akan diantar oleh pak sopir ke mansion milik oma Darsa. Oma memilih menetap di tanah kelahirannya setelah kematian sang suami. Ia ingin menikmati hari senjanya di negeri kincir angin tersebut.

Sepanjang jalan, Mikaela terus saja berceloteh. Ada saja yang ia ceritakan, hingga anak itu capek sendiri lalu akhirnya tertidur. Jalanan cukup sepi, tidak sepadat di Jakarta atau kota-kota besar di Indonesia.

Ketika suasana menjadi hening, Alexander menoleh ke belakang, dilihatnya Mikaela sudah terlelap.

"Batrenya sepertinya sudah habis," canda Alexander yang menoleh ke belakang. Ia duduk di bangku depan, sedangkan Dinara bersama Mikaela di jok belakang.

Dinara hanya tersenyum mendengar candaan suaminya itu, tapi senyumnya seketika menghilang saat matanya fokus pada sebuah kendaraan yang oleng di ruas jalan yang berbeda. Sebuah truck pemadam kebakaran sepertinya kehilangan kendali, hingga pindah jalur. Alexander jelas heran, melihat wajah istrinya yang langsung pucat dan seperti membeku.

"Sayang ... kamu kenapa?"

Tidak ada jawaban atas pertanyaan Alexander, karena detik berikutnya mobil hitam mereka langsung dihantam truck merah besar yang telah lepas kendali.

BRUAKKK

Terdengar suara tabrakan yang cukup keras, hingga mobil hitam itu terguling beberapa kali.

BERSAMBUNG

FOLLOW IG sama FB author yaaa hehhe. ngarepppp.

IG Sept_September2020

Fb Sept September

Bagaimana kisah liburan keluarga yang harusnya bersisi moment indah tersebut?

Ada 20 judul novel tamat di sini. Kalian bisa ketik nama pena SEPT di kolom pencarian. Dan semboga terhibur bestie.

RIP

My Hot Uncle bagian 2

Oleh Sept

"Mika ... Mi-ka ... sa-yang."

Suara lirih itu keluar dari bibir Dinara, ibunda Mikaela. Wajahnya penuh darah, ia bahkan tidak bisa merasakan sakit di tubuhnya. Seperti terlalu sakit, hingga mati rasa. Hanya air mata yang keluar dari sudut matanya.

Dinara merintih memanggil buah hatinya yang terlempar keluar mobil. Sedangkan ia sendiri terjepit antara dua kursi depan dan belakang. Kaki dan tubuhnya terjepit, ia benar-benar tidak bisa bergerak. Dinara yang masih sadar, kemudian menatap ke depan. Ia menatap suaminya. Air matanya semakin tumpah ketika melihat suaminya dalam kondisi yang sangat tragis. Ingin menjerit, tapi suaranya hilang.

Tubuh Dinara bergetar hebat, dalam waktu sekejap keadaan menjadi sangat buruk. Ia mencoba mengerakkan tangannya, meraih Alexander yang tidak sadarkan diri dengah kepala yang terjepit bagian depan mobil.

Sebuah kecelakaan tragis akhirnya harus merenggut kebahagian keluarga Alexander dalam sekejap. Semuanya menjadi gelap, hari-hari bahagia mereka seketika menjadi suram.

***

Rumah Sakit Wilhelmina, Belanda.

"Mengapa Tuhan tidak mengambil nyawaku saja?" gumam oma Darsa sambil memeluk menantunya yang sangat mencintai putrinya.

Wanita berusia 50 tahun itu berharap nyawanya bisa ditukar dengan nyawa Alexander.

"Alex ... kamu sudah berjanji untuk mencintai putriku sampai mati ... lalu apa ini? Mika bahkan masih kecil untuk kamu tinggalkan ... Tuhan, mengapa tidak aku saja, kenapa bukan aku saja Tuhan?"

Nenek dari Mikaela itu tidak kuasa menahan kesedihan, harusnya ia menyambut kedatangan anak serta menantu dan cucunya dengan rasa bahagia. Lalu apa ini? Kenapa semua menjadi begini? Mengapa Tuhan begitu kejam? Mikaela sang cucu harus kehilangan sosok ayah pada kecelakaan tragis yang menimpa mereka semua.

"Harusnya aku tidak berharap kalian datang," tangis oma Darsa.

Wanita dengan rambutnya yang memutih semuanya itu kemudian menangis histeris. Sampai suster menegangkan beliau.

Dokter sudah melakukan semaksimal mungkin, nyawa Alexander memang sudah tidak bisa tertolong. Pria itu meninggalkan di tepat karena mengalami benturan kuat di kepala, dan kerusakan organ tubuh fatal yang lainnya. Sedangkan Dinara, wanita itu masih di UGD.

Dinara kehilangan banyak darah, tulang pada kakinya juga mengalami masalah serius. Kedua tulang kaki Dinara sepertinya patah. Sungguh, jika Dinara sembuh dan bangun, mungkin dia akan lumpuh. Sedangkan sang sopir, tidak jauh berbeda dengan Alexander. Hantaman yang kuat dari mobil damkar, membuat sopir oma Darsa tersebut meninggal saat menuju rumah sakit.

Lalu bagaimana dengan putri mereka Mikaela?

Ruang Operasi.

Mikaela mengalami luka serius karena terlempar keluar mobil. Beruntung tidak ada kendaraan yang menabrak anak kecil tersebut, padahal tubuh Mikaela terlempar di tengah jalan dan kondisi banyak kendaraan yang lalu lalang. Seperti ada yang melindungi Mikaela saat anak itu telah tertidur. Karena tubuh Mikaela tidak begitu lecet, hanya saja hidung dan mata Mikaela mengalami luka yang serius. Hingga Mikaela harus manjalani operasi.

Sekarang oma Darsa sangat bingung, di tengah kesedihan yang ia rasakan, ia sampai tidak tahu harus bagaimana. Alexander terbujur kaku di sebuah ruangan, sedangkan putrinya masih menjalani tindakan medis, begitu juga dengan sang cucu semata wayangnya, yang kini dalam ruang operasi, sungguh oma Darsa hanya bisa terduduk lemas meratapi kesedihan yang bertubi-tubi.

Tap tap tap

Seorang pemuda berlari menyusuri lorong rumah sakit, ia hampir menabrak pasien yang berjalan, ia seakan tidak peduli, kabar kecelakaan sang kakak, cukup membuatnya shock. Pria yang sedang menempuh pendidik s2 di Inggris itu sangat terkejut ketika mendapat kabar Dinara yang mengalami kecelakaan.

"Ma."

Oma Darsa ingin berdiri saat melihat sosok pria yang berlari ke arahnya. Akan tetapi kakinya terlalu lemah, hingga tubuhnya hanya bisa bergetar menahan tangis.

"Bagaimana mas Alex, mbak Dinara dan Mika?"

Oma Darsa langsung memeluk tubuh pria tersebut, ia mengeluarkan semua tangisnya. Terisak dalam pelukan sang anak.

"Kenapa harus Alex yang diambil, Fer? Why ... harusnya Mama."

David Ferdinand, pria berumur 23 tahun itu tidak bisa berkata-kata, ia hanya mengusap punggung oma Darsa yang masih belum siap kehilangan ayah dari Mikaela tersebut.

"Sabar, Ma ... Mama pasti kuat." Meskipun ikut sakit karena kehilangan yang mendadak, Ferdi berusaha kuat di depan oma Darsa.

"Bagaimana nanti ... bagaimana jika Dinara bertanya suaminya ... BAGAIMANA, Fer?" Oma Darsa kembali histeris. Ia tidak tahu harus bagaimana jika putrinya siuman dan menanyakan tentang Alexander.

"Ma, tenang Ma ... Mama harus kuat. Demi mbak Dinara, demi Mika."

Bukannya tenang, tangis pilu dan penuh ratapan itu malah semakin menjadi.

"Mika yang malang ... ya Tuhan ... cucu Oma. Bagaimana dengannya nanti ... bagaimana ini?" Oma Darsa terus terusan meratapi nasib cucunya yang menjadi yatim. Mikaela yang malang, harus kehilangan ayahnya saat ia masih sangat muda.

Ferdi sendiri memalingkan muka, perlahan ada yang menetes dari matanya. Meskipun tidak terikat oleh darah, meskipun hanya anak adopsi, Ferdinand sangat-sangat merasakan rasa sakit yang sama.

***

Jenazah Alexander sudah dimasukkan ke dalam peti. Hari ini akan diterbangkan langsung ke Jakarta. Ada ribuan duka yang mendalam yang telah dirasakan keluarga besar. Dan sampai detik ini, baik Dinara maupun Mikaela, tidak ada yang diberi tahu, bahwa Alexander telah tiada.

Mikaela sudah menjalani operasi, tinggal menunggu pemulihan. Sedangkan ibunya, keadaan Dinara semakin menurun. Bahkan tubuhnya menolak infus yang masuk. Kakinya juga sudah membiru, mau tidak mau, dokter harus melakukan tindakan khusus.

"Apa? Apa yang dokter katakan?" ucap oma Darsa tidak percaya.

Dokter terbaik di rumah sakit itu menyarankan agar kaki Dinara diamputasi, jelas oma menolak keras.

"Dia sudah kehilangan suaminya, mengapa kalian ingin mengambil kakinya juga?" tanya oma sambil bercucur air mata, hatinya terasa sesak. Lebih baik ia yang dipanggil, dari pada semuanya menjadi menyedihkan seperti ini.

"Anakku yang malang," rintih oma Darsa kemudian memegangi jas putih milik dokter.

"Tolong bantu anak saya ... jangan ambil kebahagiannya ... tolong anak saya."

Tidak tahan, Ferdinand mendekati ibunya. Ia peluk oma Darsa yang sangat terguncang karena kaki Dinara harus segera di amputasi. Jika tidak, maka akan membusuk dan merusak jaringan lain yang lebih banyak. Dan lama-lama akan sangat berbahaya bagi kondis Dinara.

Suasana semakin kacau, saat Mikaela mulai  merajuk dan ingin keluar dari rumah sakit. Anak itu beberapa kali melepaskan jarum infus dari tangannya, menjerit, menangis mencari mami dan papinya.

"Papi ... papi ... mamiii," tangisnya terdengar sendu.

Oma ingin mendekat dan menghibur, tapi saat melihat sorot mata Mikaela, tubuhnya malah lemas. Ia tidak bisa menguatkan anak kecil itu, selagi dirinya juga merasa sangat rapuh. Semakin melihat Mikaela, oma semakin terpuruk. Hingga Ferdinand diminta oma untuk menjaga cucunya.

Di depan ruang VIP, ruang rawat inap Mikaela. Anak itu baru tenang saat diberikan obat. Kini, Ferdinand duduk bersama oma. Keduanya terlihat letih, gurat kesedihan juga belum hilang dari kemarin.

"Mama tidak tahu, akan berapa lama lagi Mama hidup di dunia ini. Mama pikir akan menghabiskan masa tua Mama dengan menggenang hal-hal baik saja. Akan tetapi, kenyataan berkata lain. Beberapa hari terakhir, Mama seperti cangkang kosong. Melihat bagaimana nanti Dinara tahu kakinya dipotong, Mama tidak bisa membayangkan, melihat Mikaela tahu bahwa ayahnya sudah pergi di dunia ini, Mama tidak kuat melihatnya. Mungkin ... ya mungkin umur Mama tidak banyak pagi. Mama harap, kamu akan menjaga keponakanmu Mikaela, jagalah dia, jaga dia sepenuh hatimu, seperti Mama selama ini mencintai dan menyayangimu."

"Ma." Ferdinand merasakan sesuatu yang tidak enak. Ia tidak suka kehilangan, menjadi yatim piatu cukup membuatnya menyedihkan. Jika sang mama berbicara seperti itu, ia seolah sudah tidak punya pegangan hidup lagi.

Sementara itu, oma Darsa mengusap wajahnya dengan penuh kesedihan. Wanita tua itu kembali meratapi nasib anak dan cucunya, ia merasa kesedihan ini terlalu berat untuk dia tanggung.

***

Pemakaman Alexander di Jakarta sudah dilakukan, tanpa dihadiri oleh Dinara dan Mikaela. Ya, Alexander berpulang sendirian. Tanpa istri dan anak tercinta.

Di tempat yang lain, rumah sakit di Belanda. Dinara memukuli perban tebal yang kini membalut lututnya. Ia menjerit, histeris karena kakinya telah hilang.

"Ma ... mana suami Dinara ... Mana Mikaela ... mana kaki Dina, Ma!" Dinara menjerit histeris, ia meronta ingin turun dari ranjang, hingga membuat Ferdinand langsung memeluk kakaknya itu.

"Di mana mas Alex, Fer ... di mana?" isak Dinara penuh derai air mata.

Bersambung

Fb Sept September

IG Sept_September2020

Kehilangan

My Hot Uncle bagian 3

Oleh Sept

Seminggu berlalu, kondisi Dinara kembali menurun. Apalagi setelah ia harus kehilangan kaki dan tidak bisa bertemu dengan suaminya. Sampai saat ini, kematian Alexander masih dirahasiakan dari Dinara.

Sedangkan Mikaela, gadis kecil yang malang itu masih menjalani perawatan intensive. Mikaela harus menjalani beberapa operasi utuk tulang hidung dan bagian matanya yang luka parah. Dan sampai sekarang, Mikaela juga belum dipertemukan dengan ibunya.

Oma Darsa benar-benar dilema, semuanya membuatnya merasa sulit, sangat sulit menghadapi kenyataan yang tragis ini. Hingga sampai suatu hari, Dinara menolak untuk makan. Ia juga menolak untuk minum obatnya.

"Dinara, kamu harus sembuh.  Ayo minum obatnya," oma memohon agar Dinara menurut apa kata suster.

"Mana suami Dina, Ma?" tanya Dinara dengan tatapan kosong, pipinya masih basah. Air matanya tidak pernah kering.

Ditanya perihal Alexander, oma Darsa kembali mencari alasan, atau malah memilih menghindar dari pertanyaan tersebut.

"Dinara tanya sama Mama, mana mas Alex?" rintih Dinara sambil mencengkram selimut yang menutupi kakinya yang sudah hilang tersebut.

"Katakan, Ma ... mana mas Alex?"

Tangis Dinara membuat oma Darsa tidak tahan, ia ikut menangis. Sudah tidak sanggup lagi berpura-pura di depan putrinya itu.

"Dina, Sayang ... kamu yang sabar ya, Sayang."

Mendengar ucapan sang mama, Dinara sudah merasakan ada yang tidak beres. Mengapa sampai selama ini, suaminya tidak muncul. Wanita itu kembali histeris, dan oma Darsa langsung memeluknya kuat.

"Demi Mika, kamu pasti bisa."

"MAS ALEXXX!" teriak Dinara menyayatt hati.

Jeritan di kamar VIP tersebut sangat mengusik hati bagi yang mendengarnya. Rasa kehilangan yang dialami Dinara, cukup membuatnya tidak berdaya. Bagaimana bisa, liburan sekeluarga menjadi petaka yang sangat mengerikan.

Kini, meskipun oma Darsa tidak mengatakan secara gamblang bahwa Alexander telah wafat, tapi perasaan Dinara tidak bisa dibohongi lagi. Ia memang merasa suaminya sudah tidak tertolong lagi, Dina masih ingat, bagaimana seluruh badan dan kepala Alexander terhimpit, terjebak tidak bisa keluar. Dia sudah sangat putus asa, hingga berharap bahwa ini hanya mimpi.

Berharap mimpi buruk ini segera berakhir, tapi kenyataan tidak seindah harapan. Ya, suaminya telah pergi terlebih dahulu. Membuat langit Dinara seakan mendadak runtuh. Bahkan setelah kakinya harus diamputasi, Dinara rasa, ia tidak sanggup menahan beban cobaan ini. Dinara yang lemah, kini mulai menyerah. Apalagi ketika tahu kenyataan bahwa Alexander telah pergi terlebih dahulu. Separuh jiwanya telah hilang, Dinara bagai cangkang kosong tanpa nyawa.

***

Esok harinya.

Pagi yang mendung, semendung hati Dinara. Pagi ini wanita itu mulai tenang, sudah tidak seperti kemarin. Matanya masih sembab, bengkak karena kemarin menangis seharian. Kini, ia sedang bicara pada adiknya. Meskipun bukan darah yang menyatukan mereka sebagai keluarga, tapi Ferdinand sudah seperti adik kandung baginya.

"Fer," panggil Dinara lirih. Matanya kosong menatap langit yang tergambar jelas lewat jendela kamarnya yang terbuka.

"Ya, Mbak."

"Jagain Mika untuk Mbak," ucap Dinara dengan nada sendu.

Mata Ferdinand mendadak perih. Ia tidak suka moment seperti ini, lebih baik Dinara memukulnya, menjahilinya seperti saat mereka kecil, atau malah ngomel-ngomel seharian karena protes kamarnya yang selalu berantakan.

"Kita jaga bareng-bareng, Mbk!" kata Ferdinand setelah menata hati, ia berjanji tidak akan menangis di depan keluarganya. Dia laki-laki, harus kuat. Tidak boleh ikut lemah. Dan itu sulit sekali untuk dilakukan, hanya karena dia laki-laki, bukan berarti dia tidak boleh dan tidak bisa menangis di kala seperti ini. Jujur, ia juga merasakan sakit yang sama. Hanya saja berusaha pura-pura kuat di depan keluarganya.

"Fer ... kenapa dingin banget?" tanya Dinara yang merasa tubuhnya lama-lama menggigil.

Reflek, Ferdinand mengambil selimut lagi. Kemudian ia pakaian pada Dinara.

"Apa mendingan?" tanya Ferdinand.

Dinara mengangguk kemudian kembali berbicara.

"Mbak titip Mika, ya."

"Mbak!" sentak Ferdinand yang benci kata-kata titip tersebut.

"Jangan marahin Mika jika nakal ya, Fer," pinta Dinara sambil menitihkan air mata.

Tidak tahan, Ferdinand kemudian berbalik. Ia mengusap wajahnya. Menghapus matanya yang ikut basah.

"Fer ... lihat ke mari!" pinta Dinara lagi.

"Hem!"

"Jika nanti Mika marah pada kami ... marah karena kami tidak bisa menemani hari-hari Mika di masa yang akan datang ... katakan padanya. Kami sayang sekali padanya."

"Cukup, Mbak!" potong Ferdinand kemudian memeluk Dinara.

"Semalam mas Alex datang di mimpi Mbak," ucap Dinara.

Ferdinand semakin memeluk kakaknya, ia tahu pasti ini sangat berat.

"Mas Alex tersenyum, lalu mengulurkan tangan ..."

Cerita Dinara membuat Ferdinand akhirnya menangis lepas.

"Mbak ...!" panggil Ferdinand lirih, ia merasa aneh karena tubuh yang ia peluk melemas. Ferdinand semakin curiga karena lengan Dinara perlahan terkulai lemas.

"MBAKK!" teriak Ferdinand.

Ferdinand yang tidak pernah menangis itu berteriak kencang memanggil Dinara.

BERSAMBUNG

Fb Sept September

IG Sept_September2020

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!