NovelToon NovelToon

The Scards: Start!

Bab 1: Anak yang Diabaikan

"Ayah!! Coba lihat nilaiku!" Terlihat seorang gadis kecil berusia 7 tahun berlari dengan ekspresi riangnya menghampiri seorang pria tampan berusia 32 tahun yang tengah membaca surat kabar.

Gadis kecil itu memamerkan sebuah raport yang berisi nilai sangat sempurna. Gadis itu sangat cerdas untuk anak seusianya.

Pria itu menoleh sejenak dan berguman lalu kembali sibuk membaca surat kabar, mengabaikan keberadaan gadis kecil tersebut.

Gadis kecil itu menunduk sedih dan segera berlari menuju kamarnya. Sudah berkali-kali gadis itu mengalami penolakan yang sama oleh ayahnya sendiri.

Gadis kecil itu adalah Ran, tanpa nama panjang yang merupakan putri bungsu dari Helena Brawijaya dan Derrick Anderson, namun sayangnya gadis kecil ini diabaikan oleh keluarganya.

Dari pernikahan Derrick dengan Helena, mereka mempunyai 3 orang anak. Anak pertama, laki-laki berusia 11 tahun bernama Abimayu Nugraha Anderson, anak kedua bernama Emillia Anjelina Anderson yang saat ini berusia 9 tahun dan yang terakhir seorang perempuan bernama Ran yang berusia 7 tahun.

Keluarga Anderson merupakan keluarga terkaya di kota S, yang bergerak di bidang makanan, hotel, properti dan batubara.

Keluarga Anderson juga terkenal dengan keharmonisan keluarga dan kedermawanannya, tak ayal keluarga ini menjadi donatur beberapa panti asuhan dan rumah sakit yang membuat keluarga ini semakin disegani.

Helena datang memasuki ruang tamu bersama Abimayu dan Emillia. Mereka berdua segera berlari menghampiri Derrick yang tengah sibuk membaca surat kabar membuat pria itu mengalihkan perhatiannya.

"Kalian sudah pulang? Bagaimana dengan nilai kalian?" Tanya Derrick bertubi-tubi, pria itu meletakkan surat kabarnya dan menggendong Emillia yang berlari menghampirinya dengan raut wajah gembira.

Emillia menyodorkan raportnya kepada Derrick yang di terima dengan senang hati. Pria itu melihat nilai putri nya dan tersenyum puas lalu mengusap kepala putrinya dengan bangga. "Putri ayah sangat pintar. Ayah bangga padamu." Pujinya sambil menghujani wajah gadis itu dengan ciuman.

Emillia tertawa dan tanpa sengaja gadis itu melihat ke arah Ran yang mengintip mereka dengan sedih. Emillia memamerkan senyum mengejek padanya dan memeluk Derrick dengan erat.

Kirania hanya bisa memandangnya dengan nanar. 'Seandainya mereka menyayangiku seperti kakak.' Batinnya sedih dan segera memasuki kamarnya, menutup pintu kamar dengan pelan agar tidak mengganggu keluarga kecil bahagia tersebut.

Tanpa Kirania sadari, sepasang mata memandangnya dengan tatapan sedih, mata yang diam-diam selalu memperhatikan gerak gerik bocah itu hanya terdiam tanpa bisa berbuat apa-apa.

⚛️⚛️⚛️⚛️

Keluarga Anderson tengah makan malam bersama dengan penuh canda tawa. Namun suasana berubah tegang saat Ran datang menghampiri mereka, terdapat beberapa berbagai macam hidangan mewah yang tersaji di hadapan mereka. "Ayah, boleh aku ikut makan bersama kalian? Aku lapar." Pinta Ran dengan wajah polosnya.

Tanpa di duga mereka menghentikan kegiatannya, Helena segera berdiri dan menghampiri Ran yang kini menunduk takut.

"Kau lapar, heh?" Tanya Helena dengan sinis penuh penekanan membuat Ran menganggukkan kepalanya dengan gerakan patah-patah.

Helena segera mengambil piring baru, mengisi dengan nasi dan berbagai macam lauk lalu kembali menghampiri Ran yang berdiri tak jauh dari meja makan sambil membawa piring berisi makanan.

Helena menyerahkan piring itu kepada Ran, namun saat tangan gadis kecil itu hendak mengambil piring itu, tanpa di duga Helena menjatuhkan piring itu hingga pecah dan isinya berhamburan.

"Kau lapar, kan? Itu makananmu. Jadi makanlah." Ujar Helena tanpa rasa bersalah. Wanita itu bersidekap sambil memperlihatkan wajah jijik.

"Tapi, bu–" Ucapan Ran terpotong karena bentakan Helena, " Cepat makan atau aku akan membuangmu!" Tanpa rasa kasihan wanita itu mendorong tubuh kecil Kirania hingga jatuh tersungkur.

Helena tanpa rasa iba menjambak rambut Ran hingga membuatnya mendongak, gadis kecil malang itu menangis kesakitan. "Tadi kau bilang lapar, kan?" Ucapnya dengan datar yang hanya dibalas dengan anggukan.

Helena membenturkan wajah gadis kecil itu ke arah makanan yang berserakan di lantai dan menekannya dengan keras. "Makanlah jika kau lapar, dasar anak sialan!" Bentaknya sambil menguyel wajah Ran dengan keras hingga bocah malang itu tersedak.

Setelah merasa puas, wanita itu segera meninggalkan Ran yang menangis kesakitan, wajah gadis itu penuh dengan butiran nasi dengan hidung dan dahi yang mengucurkan darah.

"Selera makanku hilang karena anak sialan ini." Ucap Helena seraya bergegas pergi disusul oleh Abimayu dan Emillia. Derrick memanggil seorang pelayan dan menyuruh membersihkan kekacauan tersebut.

Pria itu menoleh sekilas kearah Ran yang terluka, tanpa rasa kasihan pria itu segera meninggalkan gadis kecil itu tanpa niat menolong. Tak lama kemudian terdengar suara mobil yang di hidupkan dan meninggalkan kediaman keluarga Anderson.

Seorang pria dengan wajah sangar segera menggendong Ran yang masih terisak dan membawa gadis kecil itu ke kamarnya sambil mengelus pelan punggung bocah malang itu, pria itu berusaha menenangkan Ran yang masih terisak.

Setelah memastikan tidak ada yang melihat, pria sangar tersebut segera membawa Kirania masuk ke kamar dan tak lupa mengunci pintu kamarnya. Pria itu mendudukkan bocah malang itu di ranjangnya dan mengambil kotak obat yang terletak di bawah tempat tidur.

Dengan telaten pria itu membersihkan wajah Ran dan mengobati luka yang disebabkan oleh pecahan piring akibat tekanan yang di berikan oleh Helena.

Ran segera memeluk pria itu dan menangis pilu, "Kenapa mereka, hiks.. sangat jahat padaku, Hwaaa....." Tangis Ran pecah.

"Mereka sangat jahat padaku, hiks... Bahkan sama sekali tidak peduli padaku..." Kirania mengadu di sela-sela tangisannya.

Diam-diam pemuda itu meneteskan air mata meratapi nasib yang di alami oleh Ran. Entah kenapa dia merasa sangat akrab dan dekat dengan gadis kecil itu serta ingin melindungi nya.

Ran meluapkan kesedihannya pada pemuda itu hingga akhirnya gadis kecil itu tertidur karena kelelahan menangis.

⚛️⚛️⚛️⚛️

Seorang pria berwajah sangar keluar dari kediaman Anderson dan segera menuju ke sebuah gang gelap sambil menarik wajahnya hingga terlepas.

Terlihat wajah sangat tampan berambut hitam legam dengan beberapa helai bewarna biru cerah dengan mata biru yang tajam di bingkai alis tegas, rahang kokoh dengan hidung sedikit mancung, bibir merah tipis dan wajah bersih tanpa noda.

Pria itu berusia sekitar 21 tahun, dengan tubuh kokoh nan atletis setinggi 180 cm dengan santai menyusuri gang gelap seorang diri hingga akhirnya tiba di ujung gang. Terlihat sebuah motor sport terparkir disana.

Pria itu bernama Albert Fernando Mahesa, dia tengah duduk di atas motor sport hitamnya sambil menatap bulan yang bersinar di langit mendampingi bintang-bintang yang berkelip.

"Apa dia putriku? Rambut dan wajahnya menyerupai ku." Ucapnya entah pada siapa.

Dia merogoh sakunya, terlihat beberapa helai rambut milik gadis itu dalam plastik dan beberapa milik anggota keluarga Anderson.

"Untuk memastikannya aku harus melakukan tes. Jika ibu dari anak itu adalah pelakunya, aku akan menghancurkan keluarga itu." Gumamnya sambil kembali memasukkan plastik itu ke dalam sakunya.

Pria itu merogoh sakunya celananya dan mengambil sebuah kunci lalu menghidupkan motor sport nya. Dia segera menggeber motornya keluar dari gang tersebut dan menuju jalan raya, membaur dengan pengendara lainnya menembus gelapnya malam dengan kecepatan tinggi menuju suatu tempat.

Hingga dirinya tiba di sebuah rumah sakit dan mendatangi seseorang lalu menyerahkan beberapa kantong plastik kecil yang berisi helai rambut.

"Tolong lakukan tes. Aku ingin memastikan sesuatu." Ucapnya pada seorang dokter disana yang langsung menerimanya dengan senang hati.

"Sepertinya kau menemukan sesuatu." Ucap dokter itu yang dibalas dengan gumaman dari Albert.

"Tolong rahasiakan ini, Joshua." Pinta Albert yang langsung dibalas dengan kekehan ringan.

"Baiklah. Aku akan menjaga rahasia ini."

Albert segera pergi meninggalkan rumah sakit itu meninggalkan Joshua yang sibuk dengan fikiran nya.

Bab 2: Apa Karena Aku Berbeda?

'BRAKK!' 'KRAAKKK!'

"Apaaaa!!!"

Terdengar suara gebrakan disertai retakan sebuah kayu disusul dengan teriakan seorang pria yang menggelegar penuh emosi memecah keheningan di sebuah kediaman sederhana nan minimalis berlantai 2.

Seorang pria paruh baya berusia sekitar 58 tahun meninju sebuah meja hingga terbelah menjadi 2 bagian, dihadapannya berdiri seorang laki-laki muda dengan wajah penuh bekas luka, rambut hitam kecoklatan dan mata biru yang indah berlutut sambil menundukkan kepalanya.

"Dasar bodoh! Apa yang ada dipikiran mereka?! Dasar tidak tahu diri!" Raung pria paruh baya iitu sambil menyumpah serapahi seseorang, dia adalah Damian Brawijaya yang saat ini tengah meluapkan emosi setelah mendengar laporan dari pria muda di hadapannya.

"Kau tidak perlu berlutut seperti itu, Albert. Bangunlah." Ucapnya pada Albert yang tengah berlutut dihadapannya, "Ini semua bukan salahmu, Nak. Kau tidak ada sangkut pautnya dengan semua ini." Lanjut Damian sambil menenangkan dirinya.

Albert menurut, pemuda tampan itu segera bangun dari acara berlututnya. Namun emosi Damian kembali memuncak saat seseorang masuk sambil membanting pintu ruangannya hingga engsel pintu malang tersebut nyaris copot.

'BRAAKKK!'

"Ayah ada apa?! Kenapa teriak-teriak heboh malam-malam begini? Apa Ayah mau mati?" Seorang pemuda tampan masih mengenakan seragam dokter dengan mata abu kebiruan yang tajam nan indah di bingkai alis tegas, kulit kuning langsat dengan rahang tegas, hidung sedikit mancung, rambut cokelat madu dengan tubuh tegap nan kokoh setinggi 176 cm yang berusia 21 tahun menerobos masuk dan langsung nyerocos dengan wajah tanpa dosa membuat Albert mendengus sebal.

"Kau mengharapkan ayahmu ini cepat mati, hah?! Dasar anak durhaka!" Maki Damian kepada pemuda itu yang dibalas dengan cengengesan.

"Lalu apa ada apa?" Tanyanya dengan tampang polos yang berhasil membuat kepala Damian berkedut kesal. Albert yang sedari tadi hanya bisa menonton drama ayah dan anak ga ada ahklak tersebut.

"Albert ceritakan pada cecunguk ini. Entah kenapa darahku selalu mendidih saat berhadapan dengannya." Titah Damian sambil menyindir pemuda yang bernama Joshua Alandero Mahardika Brawijaya, putra semata wayangnya yang selalu membuatnya kesal.

.................

Setelah mendengar cerita Albert, suhu ruangan mendadak terasa panas. Terlihat bara api berasal dari lantai yang dipijaki oleh Joshua merambat di sekitar pemuda itu, menyebabkan Albert berlutut karena tidak kuat menahan tekanan yang dikeluarkan oleh Joshua.

Damian menyadari hal itu setelah melihat cahaya bewarna merah bersinar di punggung tangan pemuda itu disusul tatto berbentuk Phoenik api. Hingga bara api itu membesar dan...

'DUAARRR!!’ 'BLAARRR!’ 'PRAANGG!!'

Sebuah lubang tercipta di dinding ruangan milik Damian. Terlihat Joshua menggeratkan rahangnya menahan emosinya yang memuncak.

"Dasar tidak tahu diuntung! Akan ku bunuh mereka!" Dia berteriak marah sambil menghunuskan pedang yang membara ke arah lubang tersebut.

Joshua menyarungkan pedangnya kembali dan sebuah gagang samurai mendarat manis di kepalanya.

'Pletak'

"Bedebah! Kenapa kau memukulku?" Tanya nya marah saat melihat Albert menjitak kepalanya.

'Pletak!' ' Pletak!'

Bukannya berhenti, Albert dengan santainya kembali menjitak kepala Joshua dengan gagang samurainya tanpa rasa bersalah atau apapun dan berkata dengan dingin, "Kalau kau emosi begitu bagaimana caranya kau menghadapi mereka? Setidaknya tenangkan dirimu dan pikirkan caranya, bodoh!"

Joshua terdiam mendengar perkataan Albert dan mengusap kepalanya yang terkena belaian kasih sayang dari gagang katana pemuda itu.

"Albert, kami menyerahkan semuanya padamu." Ucap Damian sambil menepuk-nepuk punggung pemuda itu.

"Baik, Tuan."

⚛️⚛️⚛️⚛️

Sang rembulan telah kembali ke peraduannya dan digantikan oleh sang surya yang menyinari bumi dengan cahaya malu-malunya diiringi dengan nyanyian merdu burung-burung yang bertengger di dahan pohon sekitar kediaman Anderson.

Sinar matahari pagi menerobos masuk melalui celah gorden membuat sang pemilik kamar yang masih tergulung nyaman dalam selimut mengernyit karena terganggu dengan silaunya cahaya yang menerobos masuk. Perlahan tubuh mungil itu menggeliat sebelum akhirnya membuka mata. Tangan mungilnya mengucek-ngucek matanya yang masih terasa sepat.

Gadis itu meregangkan tubuhnya sejenak guna melemaskan ototnya yang terasa kaku lalu segera merapikan kamarnya. Setelah memastikan kamarnya terlihat rapi, dia segera beranjak menuju kamar mandi membersihkan diri.

Beberapa saat kemudian gadis itu keluar dengan keadaan yang lebih segar walaupun wajahnya dihiasi beberapa luka yang diakibatkan oleh ibu kandungnya sendiri.

Ran segera mengambil kotak obat yang tersimpan dibawah tempat tidurnya. Dengan telaten gadis kecil itu mengobati luka di beberapa tempat yang terdapat di wajahnya lalu menutupnya dengan plaster luka.

Gadis itu mematut diri di depan cermin sambil menyisir rambutnya. Terlihat pantulan dirinya dengan wajah bulat yang imut, pipi sedikit chubby yang membuat siapapun ingin mencubitnya karena gemas, mata biru gelap, rambut hitam legam dengan beberapa helai yang bewarna biru cerah. Sangat berbeda dengan keluarga Anderson yang memiliki rambut bewarna hitam dengan mata cokelat gelap ataupun keluarga Brawijaya yang memiliki mata biru dengan rambut hitam. Bahkan fitur wajahnya sedikit menyerupai sang ibu.

"Apa karena ini mereka membenciku?" Gumannya lirih. Tidak mau berlama-lama memikirkan hal yang tidak perlu, gadis kecil itu segera menyudahi kegiatannya dan merapikan kotak obatnya dan beranjak menuju ruang makan mengingat perut kecilnya sudah berbunyi minta diisi.

Saat tiba di ruang makan, dia tidak melihat anggota keluarganya disana. Gadis kecil itu mengedarkan pandangannya menyusuri ruangan itu dan memutuskan bertanya pada salah satu maid yang sibuk dengan tugasnya.

"Bibi, dimana ayah, ibu dan kakak?" Tanyanya dengan sopan.

"Mereka baru saja keluar, nona. Ada yang bisa saya bantu?" Jawab maid itu dengan nada lembut.

"Tidak, bi. Terimakasih." Setelah berkata demikian Ran segera bergegas menuju meja makan dan menyingkap tudung saji, namun dia tidak menemukan makanan yang tersisa untuknya.

Tidak patah semangat, Ran segera berlari menuju kulkas yang berada di dapur dan mengambil sebuah roti serta sekotak susu guna mengganjal perutnya yang kelaparan. Gadis itu makan dengan lahap mengingat sedari kemarin malam perutnya tidak terisi apapun.

Ketika dirinya hendak berbalik, terlihat seorang maid menatap dirinya dengan marah dan menjambak rambutnya sambil memaki, "Dasar pencuri kecil! Beraninya kau mencuri makanan!"

Ran hanya bisa menangis karena kuatnya jambakan maid tersebut. Tanpa ampun maid itu memukul Ran dengan membabi buta.

Mendengar keributan yang diciptakan oleh maid itu serta teriakan kesakitan Ran menyebabkan beberapa pelayan menghampiri mereka dan berusaha melerainya.

Namun usaha mereka sia-sia karena maid itu enggan melepaskan cengkramannya pada Ran, hingga akhirnya sebuah suara bernada datar dan dingin menghentikan kegiatannya.

"Apa yang kau lakukan?"

Maid itu segera melepaskan cengkramannya dengan kasar, menyebabkan kepala Ran menghantam lantai dengan keras hingga terdengar bunyi 'duk' yang nyaring. Hingga akhirnya Kirania tergeletak tidak sadarkan diri.

"Aku hanya memberi pencuri kecil itu pelajaran, apakah itu salah?" Jawab maid itu dengan pongah, sedangkan maid lainnya segera menundukkan kepalanya.

"Alex, bawa dia ke rumah sakit." Titah pria itu kepada seorang pria berwajah sangar. "Pastikan keadaan nona baik-baik saja atau kita akan mendapat masalah nantinya." Ujar pria itu sambil melirik tajam maid tersebut yang kini bergetar ketakutan.

"Kalian semua bubar!" Titahnya dengan tegas. Mereka semua segera membubarkan diri melanjutkan tugas mereka yang tertunda, meninggalkan maid itu seorang diri.

Alex segera membopong tubuh gadis malang yang tak berdaya menuju rumah sakit.

'Nona, kumohon bertahanlah' Batinnya cemas.

Bab 3: Luka Hati Anak yang Diabaikan

Gadis kecil bersurai hitam dengan hiasan beberapa helai rambut biru cerah itu terbaring tak berdaya di ranjang rumah sakit dengan infus yang tertancap di salah satu lengannya. Mata gadis kecil itu terpejam menyembunyikan bola mata biru gelap yang indah bak mutiara.

Beruntung benturan tadi tidak menyebabkan cedera kepala serius pada gadis kecil itu. Bagaimanapun juga, dia terlalu dini merasakan kerasnya kehidupan. Diabaikan dan dilupakan oleh keluarganya sendiri, di hina dan dicaci maki oleh keluarga besar ayahnya, disiksa oleh kedua kakaknya serta beberapa pembantu yang ikut andil menyakiti nya dengan kata-kata yang menyakitkan hati.

Seorang pria paruh baya menitikkan air mata mengingat bagaimana perjuangan hidup Kirania kecil yang penuh air mata. Bahkan orang tuanya sendiri tidak segan melakukan kekerasan fisik kepada gadis kecil yang tidak tahu apa-apa. Benar-benar orang tua sinting!

"Kau sudah memberitahu tuan dan nyonya Anderson tentang keadaan nona Ran?" Tanya Frankie kepada pemuda berwajah sangar di sampingnya yang bernama Alex atau Albert. Pemuda itu mendengus sebagai jawaban.

"Sudah dan mereka tidak peduli." Jawabnya acuh. Diam-diam pemuda itu mengepalkan tangannya guna meredakan emosinya.

"Anak ini mengalami hal yang berat sejak berusia 4 tahun." Frankie mulai bercerita, pandangannya menerawang. "Saat nona muda berusia 4 tahun, dia sering mendapatkan kekerasan fisik dari tuan dan nyonya. Bahkan dia mulai dilupakan keberadaannya. Karena tidak tega melihatnya begitu menderita, kami memutuskan merawatnya."

Ya, Frankie memutuskan merawat gadis kecil itu bersama istrinya. Pria paruh baya itu telah menganggap gadis kecil itu sebagai putri kandungnya sendiri mengingat putranya begitu mendambakan seorang adik perempuan.

Alex terdiam mendengar cerita dari Frankie, dalam hati pemuda itu mengutuk keluarga Anderson yang sangat tega menyiksa anak sekecil itu.

Selama ini keluarga Anderson terkenal dengan keharmonisan keluarganya di depan publik dan tak jarang banyak orang mengidolakan keluarga Anderson yang terlihat begitu rukun.

"Aku tidak menyangka keharmonisan mereka hanyalah kedok untuk menutupi sikap tidak adil keluarga Anderson." Gumannya pelan lalu mengetik sesuatu di ponsel nya.

⚛️⚛️⚛️⚛️

Ran membuka matanya dan melihat di sekelilingnya, terlihat ruangan bernuansa putih dengan bau obat-obatan menyapa penciumannya.

Terlihat Frankie tertidur di sofa yang terdapat di sebelahnya dan seorang pemuda berpenampilan sangar bernama Alex tengah sibuk dengan ponselnya.

"Kau sudah bangun?" Sapa Alex saat ekor matanya melihat Ran mencoba untuk duduk, dengan sigap pemuda itu membantu Kirania duduk bersandar. "Bagaimana keadaanmu? Apa ada yang sakit?" Tanya nya lagi.

"Aku baik, paman. Aku ada dimana?" Tanya nya sambil mengerjapkan matanya polos membuat Alex merasa gemas.

Frankie yang mendengar suara Ran segera beranjak bangun dan langsung menghujam bocah kecil itu dengan serentet pertanyaan membuat Alex menggeplak kepala pria paruh baya itu.

"Dia baru saja siuman. Berhenti menghujani nya dengan segudang pertanyaan." Ketus Alex yang langsung mendapatkan pelototan dari Frankie.

"Hei, anak muda. Tidak sopan menjitak kepala orang dewasa, tahu." Sungut Frankie sambil menoyor kepala Alex. Mereka berdua berdebat beberapa saat hingga pertanyaan Ran berhasil membuat mereka menghentikan percekcokan nya.

"Paman, aku ada dimana?"

"Kau berada di rumah sakit, Ran. Minumlah." Jawab Alex sambil menyodorkan sebotol air yang diterima langsung olehnya. Dengan sigap Alex segera memanggil dokter dengan menekan sebuah tombol yang berada di samping ranjang rumah sakit.

Tak butuh waktu lama, muncul seorang dokter dan perawat. Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan, dokter dan perawat itu segera undur diri.

"Apa mereka tidak datang, paman?" Tanya gadis kecil itu sambil menatap kedua pria berbeda usia dengan penuh harap. Dia berharap keluarganya mau menjenguknya, namun sepertinya tidak sesuai dugaannya saat matanya menangkap raut wajah 2 pria dewasa itu.

Mereka berdua hanya bisa tersenyum sedih dan menggeleng membuatnya paham. Gadis kecil itu hanya berucap 'oh' saja dan menatap kosong kearah jendela.

Frankie dan Alex hanya menatap iba gadis kecil itu. Selama ini keluarga Anderson tidak pernah mau peduli dengan keadaannya. Mereka hanya bisa berharap bahwa gadis kecil itu bisa menemukan kebahagiaan nya.

⚛️⚛️⚛️⚛️

Setelah dirawat sehari semalam, Ran diperbolehkan pulang ke esokan harinya. Sesampainya di kediaman Anderson, gadis kecil itu melihat anggota keluarganya bercanda tawa dengan hangatnya di ruang keluarga tanpa menyadari kehadiran dirinya.

Dia hanya bisa tersenyum sedih. Hatinya sudah lelah berharap pada keluarganya. Dia merasa kesepian dalam hangatnya keluarga Anderson.

Dia melihat kedua kakaknya menatap ke arahnya dengan pandangan jijik dan merendahkan lalu mereka mengalihkan pandangannya, seakan-akan gadis kecil itu merupakan sebuah kotoran yang menjijikkan.

Dia memegang dada kirinya yang terasa sakit. Sebuah luka tak berdarah tertoreh di hatinya, luka yang membekas dan tidak bisa disembuhkan.

Gadis kecil itu segera menuju kamarnya yang terletak di lantai bawah dekat dapur, meninggalkan keluarga yang terlihat bahagia tersebut. Begitu tiba di depan kamarnya, seorang anak laki-laki berambut marron dengan mata hijau datang menghampiri nya.

"Ran... Akhirnya kau pulang. Aku mencemaskan mu." Seru anak laki-laki itu sambil memeluknya dengan erat.

"K–kak Elli, le–pas... Kau mau membunuhku!" Seru Ran sambil mencoba melepaskan diri dari pelukan maut Ellios. Sedangkan sang pelaku hanya cengengesan dan melepaskan pelukan mautnya.

Ellios Pratama Dirgantara, anak dari Frankie Dirgantara yang sangat menyayangi Ran dan telah menganggap gadis kecil itu sebagai adik kandungnya sendiri.

Ellios dua tahun lebih tua dari Ran dan sangat overprotective pada gadis kecil itu.

"Maafkan kakak yang tidak bisa membantumu kemarin." Sesalnya merasa bersalah.

"Kau tidak perlu minta maaf, kak. Ayo masuk ke dalam, tidak baik berbicara di depan pintu." Ucap gadis kecil itu pada Ellios. Mereka berdua segera memasuki kamar Ran dan tidak lupa menutup pintu kamar tersebut.

Kamar Ran memiliki ukuran yang tidak terlalu luas seperti saudaranya. Hanya terdapat sebuah kasur single yang sudah usang, lemari kayu, meja belajar dan kursi. Tidak ada barang mewah seperti milik saudaranya.

Sangat miris memang jika dibandingkan dengan saudaranya. Ran hanya memiliki sebuah boneka teddy bear berwarna merah-hitam yang merupakan hadiah ulangtahun nya yang ke 4 tahun, hadiah dari paman Joshua yang masih dia rawat dengan baik. Sangat berbeda dengan kamar kakaknya yang penuh dengan mainan baru dan mahal.

Walaupun kamar Ran terlihat sederhana dan tidak banyak barang mewah, kamar dengan warna pastel itu terasa hangat dan nyaman, membuat Ellios betah berlama-lama berada disana.

Mereka berdua merebahkan diri di ranjang sempit milik Kirania dan menatap langit-langit kamar dengan fikiran menerawang.

"Kak, terimakasih sudah mau menyayangiku dengan tulus walaupun kau bukan kakak kandungku." Ucapnya yang membuat Ellios menoleh kearahnya.

"Tidak perlu berterima kasih. Aku memang ingin memiliki seorang adik perempuan dan kau sudah seperti adik perempuan ku. Walaupun demikian terimakasih sudah mau menganggap ku sebagai seorang kakak. " Jawab Ellios sambil mengacak surai hitam unik milik Ran yang berhasil membuatnya tersenyum. Dia bersyukur masih ada yang mau menyayangi nya walaupun bukan keluarga kandung.

Perlahan rasa kantuk menghinggapi keduanya hingga tak terasa mata mereka terpejam dan perlahan menuju alam mimpi.

⚛️⚛️⚛️

Joshua menyerahkan sebuah map yang berisi test yang di inginkan oleh Albert yang diterima langsung oleh pemuda itu dan membacanya.

Seketika tangan pemuda itu gemetar saat membaca hasil test tersebut dan berkata dengan lirih, "Jadi, dia benar anakku?"

"Aku sudah mencobanya berulang kali dan hasilnya tetap sama." Jawab Joshua sambil menyesap sebuah minuman kaleng bersoda.

"Apa yang terjadi saat itu?" Tanya Joshua yang langsung membuat wajah Albert pucat dan mual lalu pergi dari sana membuat pemuda itu mengernyit bingung.

"Selalu saja seperti itu jika aku bertanya. Apa saat itu dia mengalami hal buruk?" Tanya Joshua entah pada siapa.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!