" Ada tiga detak jantung yang ada di sana. Selamat bapak dan Ibu, kalian akan dikaruniai tiga anak sekaligus. Saya harap Ibu bisa menjaga pola makan yang sehat dan teratur serta istirahat yang cukup agar bayi dalam kandungan Ibu bisa tumbuh dengan sehat dan selamat sampai hari kelahiran nanti," ujar dokter yang membuat Luna menitikkan air mata tanpa disengaja.
" Luna punya tiga anak kak, Luna punya tiga anak," ujar Luna mengelus perutnya saat proses USG sudah selesai, mereka bahkan meminta hasil cetakan itu sebagai kenang – kenangan perkembangan janin itu agar suatu hari nanti Luna bisa menunjukkan kepada anak – anaknya. Wanita itu tak henti tersenyum meski air matanya tetap mengalir.
" Kamu hebat, terima kasih banyak Lun. Aku bakal jagain kamu dan jagain anak – anak kita, terima kasih banyak," ujar Darrel yang langsung mencium dahi Luna cukup lama, bahkan dia berusaha untuk menahan air matanya meski air mata itu tetap keluar karna dia terlalu bahagia untuk tidak menangis di moment seperti ini.
" Saya akan meresepkan vitamin untuk Ibu. Mungkin Ibu akan merasa tidak nyaman dan sesekali merasa mual, tapi saya harap tetap dipaksakan makan agar anak ibu mendapat nutrisi yang cukup. Jika tetap mual, Ibu bisa minum obat yang juga akan saya resepkan, tolong diminum saat mual yang berlebihan saja."
" Terima kasih dokter, terima kasih banyak," ujar Luna dan Darre yang nyaris bersamaan. Luna bangkit dari duduknya dan menatap Darrel dengan senyum yang merekah. Mereka menunggu dokter untuk menulis resep dan mereka langsung menuju ke bagian apotek di rumah sakit. Itu.
Mereka segera masuk ke dalam mobil dan harus segera pulang ke rumah agar Darrel bisa segera berangkat bekerja karna tiba – tiba ada jadwal mendadak. Luna memaklumi hal itu dan tak ingin suasana hati mereka memburuk meski Darrel terus meminta maaf dan merasa sedih karna hal ini. Luna sendiri mengatakan jika itu adalah kewajiban, Darrel harus melakukannya.
" Eum kak, Luna mau pulang ke rumah lama boleh? Luna tiba – tiba kangen sama rumah itu kak," ujar Luna yang diangguki oleh Darrel, sudah cukup lama mereka tidak berada di rumah itu, toh keamanan di rumah itu sangat ketat jadi Luna akan aman dan baik – baik saja.
" Nanti sore aku jemput, gak papa kan kamu sampai sore di sana? Kalau kamu bosan terus mau pulang, kamu telpon aku ya, biar aku gak nyariin kamu," ujar Darrel yang diangguki oleh Luna. Mereka langsung menuju ke rumah Luna dan Darrel langsung pergi dari sana tanpa turun dari mobil, Luna kembali tersenyum melihat rumah yang penuh kenangan ini.
Luna langsung masuk ke rumah itu dan menggunakan lift untuk sampai di lantai empat rumah itu. Luna ingin melihat kenangan – kenangan yang ada di rumahnya karna dia tak yakin akan bisa main ke rumah ini di kemudian hari.
" Ah, lemari pensel koleksiku, apa kabarmu?" tanya Luna pada lemari kaca yang ada di lantai itu. mereka sengaja memindahkan barang berharga ke lantai ini agar tidak dibuang atau diperbaiki karna Luna ingin barang – barang itu tetap dalam wujud yang sama sampai kapanpun dan bagaimanapun keadaannya.
Luna terkekeh sendiri melihat banyaknya ponsel yang ada di lemari itu, dia tak menyangka dulu dia sangat boros dan menghabiskan banyak uang untuk mengoleksi ini semua. Sangat kekanak – kanakan dan tidak berguna, meski begitu dia tak mau menjualnya dan sangat menyayangi mereka meski tak pernah memakai mereka sebelumnya.
Wanita itu berjalan lagi dan masuk ke sebuah ruangan dimana ruangan itu berisi taman dengan tamanan yang tumbuh subur, mereka memang rajin merawat dn mengganti tamanan yang sudah mati, kecuali tanaman yang ada di sudut ruangan itu, bahkan kini tamanan itu hanya tersisa batangnya saja. Luna menutup pintu dan berjalan menuju kursi yang ada di sana.
Ada tulisan " Happy Birthday." Di ruangan itu, Luna kembali tersenyum dan memegang balon yang sudah mengempes itu satu persatu. Luna tak menyangka waktu sudah berlalu begitu cepat, dia kembali mengingat bagaimana manisnya Darrel menyiapkan banyak kejutan di ruangan ini, bahkan lelaki itu juga melamarnya sebagai tunangan di tempat ini juga.
" Banyak hal yang dilakuin kak Darrel buat gue, tapi gue gak bisa buka hati gue buat dia waktu itu, bahkan ngebiarin kak Darrel ada di status yang kosong sebagai tunangan. Jahat banget gue," ujar Luna yang mendadak menjadi sedih mengingat perjuangan Darrel untuk mendapatkan cintanya.
Bahkan jika diingat, Luna yang tidak tahu diri mengatakan Darrel adalah jodohnya di pertemuan pertama mereka, namun siapa menyangka hal itu menjadi kenyataan sampai sekarang, ternyata Darrel yang disiapkan oleh Tuhan untuk mengisi hari – harinya. Untung saja Darrel pria yang baik dan sabar hingga mau menunggunya sampai membuka hati.
" Kalau gue yang jadi kak Darrel, gue gak akan mau buat nungguin orang yang udah jelas suka sama orang lain. Apalagi posisinya gue ganteng, mapan dan idola banyak orang," ujar Luna yang langsung duduk dan meletakkan kepalanya di meja. Wanita itu sedikit memejamkan mata dan merefresh otaknya dengan hal – hal yang positif.
" Kalian pasti bangga punya papa kayak kak Darrel. Kalian dengar Mami ya, kalian akan jadi anak paling beruntung di dunia ini, mami bakal jaga kalian sampai kalian lahir dengan selamat, dan mami janji gak akan ninggalin kalian setelah itu," ujar Luna sambil mengelus perutnya yang sedikit menonjol.
Luna mengatakan hal itu karna Luna tahu bagaimana rasanya tumbuh tanpa seorang Ibu, meski dia hidup mewah sejak lahir, dia masih merasakan iri pada mereka yang bisa memeluk dan bermanja dengan Ibunya. Luna tak bisa merasakan semua kehangatan itu, dan tentu Luna tak mau anak – anaknya merasakan hal yang sama.
Wanita itu hendak bangkit dari duduknya, namun kakinya terasa kaku. Wanita itu langsung melotot dan terdiam, tiba – tiba tangannya gemetar tanpa dia ingin, dia mendadak takut karna 'momok' Luna yang sudah lama pergi dari hidupnya kini kembali, wanita itu takut jika kondisinya akan memburuk, namun dia juga tidak berani memberitahukan Darrel tentang hal ini.
" Gimana nih, Tuhan, Luna gak mau penyakit ini kambuh. Luna Cuma bolong minum obat dua minggu, kenapa langsung kambuh sih? Udah bertahun – tahun gak kambuh, janga kambuh lagi dong," ujar Luna memukul – mukul kakinya pelan agar kakinya bisa digerakkan lagi, namun dia tetap tidak bisa merasakan kakinya.
Akhirnya wanita itu memejamkan matanya dan mencoba tak memikirkan hal itu agar kaki Luna menjadi rileks dan nantinya bisa digerakkan lagi, wanita itu tahu kondisinya tidak akan permanen, namun dia takut jika nantinya dia akan mengamali kondisi permanen di saat anak – anaknya belum lahir, tentu hal itu akan menyulitkan dirinya dan anak – anaknya.
Tak terasa wanita itu malah tertidur dengan mata yang berair. Luna tertidur karna terlalu lama memejamkan mata tanpa melakukan apapun. Luna terbangun dan sudah berada dalam kamar lamanya. Dia tentu bingung kenapa tiba – tiba dia ada di tempat ini. wanita itu langsung mengambil ponselnya dan mengecek pesan yang ada di sana.
Luna tersenyum saat mendapatkan pesan dari Darrel, ternyata lelaki itu datang ke rumah ini saat makan siang dan tidak tega melihat Luna yang ketiduran di ruangan itu hingga membawa istrinya untuk tidur di kamar Luna sebelum akhirnya Darrel kembali ke kantor. Untung saja Darrel merasa perlu untuk melihat keadaan Luna, jika tidak Luna akan tertidur dalam posisi duduk untuk waktu yang lama.
" Please kaki Please, please bisa digerakin ya, please bisa jalan ya," ujar Luna pelan dan mengelus kakinya pelan. Wanita itu mendesah lega saat akhirnya dia bisa menggerakkan kakinya dan turun dari kasur. Pelan – pelan Luna berjalan, saat sudah memastikan kondisinya normal, dia melompat sedikit dan akhirnya menyusuri kamarnya yang sama sekali tidak berubah.
" Kamarku Istanaku. Ah, kangen banget gue sama kamar ini," ujar Luna menyentuh barang – barang yang ada di sana sampai akhirnya Luna teringat sesuatu dan berjalan ke arah lemari yang ada di kamarnya. Luna membuka lemari itu dan menyingkirkan baju – baju yang ada di sana.
Ternyata di lemari itu terdapat sebuah laci rahasia yang hanya bisa dibuka oleh sidik jari Luna. Wanita itu menempelkan ibu jarinya dan laci itu bisa dibuka. Luna tersenyum miris melihat apa yang ada di laci itu, Luna mengeluarkan beberapa lembar kertas yang ada di sana dan memandangnya satu persatu.
" Kawai banget gue di foto ini, gak nyangka udah tambah tua aja," ujar Luna sambil terkekeh, namun tawa itu tak bertahan lama, Luna kembali menatap foto itu dengan pandangan senyum yang sendu.
" Terlalu lama gue suka sama Lo, terlalu lama juga gue terkesan Cuma manfaatin Lo padahal gue Cuma mau Lo jujur dan bilang Lo suka sama gue. Kalau Lo bilang itu sebelum gue benar – benar jatuh cinta sama kak Darrel, mungkin jalan cerita hidup kita gak akan kayak gini."
" Lo apa kabar Dith? Gue udah lama banget gak kontak sama Lo. Maaf, bukan gue lupa sama semua yang udah Lo kasih dan Lo lakuin buat gue, tapi gue gak mau bikin hubungan ini tambah rumit, gue pingin kita sama – sama bahagia dengan jalan masing – masing."
" Bukan gue gak peka Dith, tapi Lo terlalu pengecut bukan ngakuin perasaan Lo, sampai keburu hati gue kebuka buat kak Darrel yang gentle dan bener – bener tulus sama gue. Gue ahrap Lo gak benci sama gue," ujar Luna sambil memandangi satu persatu foto yang ada di tangannya.
Luna mengoleksi foto – foto candid Radith, dia juga menyimpan foto mereka berdua di tempat ini selama bertahun – tahun tanpa memberitahu Darrel agar lelaki itu tidak sakit hati. Namun jika orang lain berpikir Luna menerima Darrel karna kasihan, mereka salah. Luna benaar – benar mencintai Darrel belakangan tahun ini.
Bukan Luna ingin terus menyimpan foto ini, Luna hanya tak ingat jika dia menyimpan foto – foto ini, entah kenapa Luna baru mengingatnya sekarang dan tak ingin Darrel yang menemukan foto – foto ini dan menjadi salah paham. Apalagi umur pernikahan mereka masih sangat muda, tidak baik jika mereka bertengkar hanya karna salah paham.
" Terima kasih Lo udah korbanin banyak hal bahkan gak segan buat pertaruhkan nyawa Lo sendiri buat Gue. Terima kasih udah buat masa SMK gue penuh warna, tapi sekarang udah waktunya kita jalanin jalan masing – masing, gue gak bisa terus bikin Lo jadi pelindung gue."
" Maaf kalau terkesan gue Cuma habis manis sepah dibuang ke Lo. Gue minta maaf sama Lo walau Lo gak akan tahu permintaan maaf gue. Gue tulus doain Lo biar Lo ketemu sama jodoh lain dan Lo hidup bahagia selamanya. Terima kasih Radith," ujar Luna yang menggenggam foto – foto itu dengan senyum.
Luna berjalan menuju telpon dan meminta orang untuk membawakan korek api ke dalam kamarnya. Luna ingin mengakhiri semuanya dan memfokuskan hidupnya untuk keluarga kecilnya. Dia tak mau terus menerus hidup dalam bayangan Radith yang hanya memikirkan dirinya, bahkan mengirimkan asistennya untuk menjaga Luna.
Tak butuh waktu lama, pintu kamar Luna diketuk dan ada orang yang menyodorkan korek api ke kamar Luna. Wanita itu menerima korek itu dan menutup pintu, tak lupa mengucapkan terima kasih sebelum menutup pintunya. Luna berjalan ke arah balkon dengan foto – foto itu dan berjongkok di sana. Wanita itu kembali menatap foto yang ada di tangannya sekali lagi.
" Terima kasih Radithya David Putra Galeno yang sudah mengisi hidup Lunetta Azura Wilkinson dan membuat Luna menyadari apa itu arti cinta sekaligus apa itu patah hati yang sebenarnya. Luna mendapat banyak petualangan dan pengalaman berharga selama bersama dengan lelaki itu. Luna tak akan pernah melupakan Radith, namun dia juga tak ingin terus mengenang lelak itu.
Luna menyalakan korek yang ada di tangannya dan mengarahkan korek itu ke salah satu lembar foto yang dia pegang. Dia meletakkan foto itu di lantai dan menumpuk satu persatu lembar foto lain sehingga kertas – kertas itu mulai terbakar dan menghangus. Luna menatap kertas – kertas itu tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun.
" Banyak yang udah dilaluin baik sama Gue, Lo, kak Darrel ataupun semua orang yang ada di sekitar gue. Berkali – kali nyaris kehilangan nyawa di saat kita gak tahu apa yang terjadi. Gue berharap semua orang yang ada di hidup gue akan bahagia pada waktunya."
" Radith, sekali lagi, terima kasih," ujar Luna saat melihat lembar – lembar kertas itu sudah menjadi abu, Luna menyiup sisa abu itu hingga angin menerbangkannya dan lantai di balkon itu menjadi bersih meski ada bekas bakar di sana.
" Terbanglah kenangan, sampaikan pada awan untuk menyimpannya dan hujan akan membagikannya pada semesta."
"Luna dan Radith hanya tinggal sebuah kisah di masa lalu, dan tak mungkin terulang di masa depan."
Luna menghela napas panjang setelah beberapa saat terdiam, seolah tubuhnya terasa ringan karna dia sudah melepaskan semua masa lalunya dan siap untuk menatap hari esok dengan bahagia.
" Kak Darrel, kak Darrel, Luna bosan di rumah terus Cuma main masak –masakan kayak anak TK, main yuk kak," ujar Luna yang membuat Darrel menatap Luna dengan tatapan yang khawatir.
Sejak tahu Luna mengandung, Darrel jauh lebih posesif dan bahkan banyak menghabiskan waktu di rumah jika memang tak ada yang begitu penting di kantor, bahkan lelaki itu tak mau pergi ke luar negeri sama sekali.
" Ya udah main sama ku aja di rumah, kan banyak game, apa kamu mau aku bikinin mini timezone di sini? Aku bangunin sekarang kalau kamu memang mau," ujar Darrel yang membuat Luna berdecak, lelaki itu tentu bisa mewujudkan hal itu dengan mudah, namun Luna merasa jenuh dengan kondisi rumah.
" Luna ngidam kak, Luna mau makan gula kapas, Luna mau makan sosis jumbo sama Luna mau main di pasar malem," ujar Luna yang membuat Darrel mengerutkan keningnya. Apakah wanita yang hamil bisa mengidam hal sebanyak itu sekaligus?
" Kan anak Luna tiga kak, wajar dong kalau pinginnya tiga. Ini tuh maunya anak Luna, bukan mau Luna, emang kak Darrel mau kalau anak kita ileran?" tanya Luna yang membuat Darrel terkekeh geli, lelaki itu mengusap kepala Luna dengan gemas dan mengangguk, lelaki itu menyerah jika Luna sudah membawa bayi mereka dalam perundingan.
" Ya udah iya, untung aja kamu hamilnya anak tiga ya, coba kalau kamu hamilnya anak lima, bisa – bisa kamu minta dibangunin pasar malem di rumah ini," ujar Darrel yang mengajak Luna untuk masuk ke kamar, syarat yang diminta oleh Darrel sebelum mereka pergi ke tempat itu.
" kamu harus tidur dulu biar nanti gak kecapekan, aku gak mau kamu drop dan malah bahayain anak kita," ujar Darrel yang diangguki oleh Luna. Darrel keluar dari dalam kamar dan pergi ke dapur untu kmembuatkan susu khusus ibu hamil. Luna tidak begitu suka rasanya, namun Darrel tetap memaksanya hingga gadis itu mau meminumnya.
" Kak, kayaknya anak kita mau hal lain deh kak, anak kita mau papinya ngerasain sedikit yang dirasain maminya, anak kita mau kak Darrel minum susu itu, ngegantiin Luna," ujar Luna yang membuat Darrel memandang Luna dengan tatapan mata yang tak bersahabat, namun Luna tahu Darrel hanya berpura – pura.
" Itu maunya anak kita atau maunya Ibunya? Kalau kamu minta hal lain pasti aku turutin, tapi kalau masalah obat dan susu, aku gak mau. Aku harus tegas sama kamu," ujar Darrel yang membuat Luna menghela napas, namun wanita itu juga meminum sesuai perintah Darrel.
Darrel benar – benar memerankan peran sebagai suami yang baik selama ini, dia sangat baik dan memperlakukan Luna seperti ratu, namaun di sisi lain Darrel menjadi tegas dan tidak mentoleransi jika hal itu berkaitan dengan kebaikan Luna, hal itu tentu membuat Luna jatuh makin dalam, pesona Darrel membuatnya makin jatuh dan mencinta.
" Nah, padahal kalau kamu ngeyel lagi, aku mau cancel permintaan kamu loh, tapi pinter kamu nurut sama aku. gih diminum dulu, eh, obat buat ataksia kakmu dimana? Kamu udah gak minum obat itu?" tanya Darrel yang membuat Luna tersedak dan memuntahkan susu itu sampai membasahi baju dan sisanya membuat kasur yang Luna duduki basah.
" kamu kenapa? Astaga sampai kayak gini, makanya pelan – pelan dong sayang, bentar deh, aku ambilin lap dulu," ujar Darrel yang langsung bangkit dari duduknya dan sedikit berlari untuk mengambil lap sekaligus kaos ganti untuk Luna. Lelaki itu melepas kaos Luna dan memakaikan yang baru.
" Kita sekarang pindah kamar dulu, aku minta bibi buat beresin semua," ujar Darrel yang membantu Luna untuk berdiri dan keluar dari kamar itu. Mereka masuk ke kamar lain dengan Luna yang masih terdiam seolah kaget Darrel membahas masalah obat yang mencegah ataksia yang dialaminya untuk kambuh.
" Kamu lagi sembunyiin sesuatu dari aku, sekarang kamu bilang kam usembunyiin apa biar aku bisa kasih solusi, aku gak mau kamu banyak pikiran dan kondisi kamu jadi memburuk. Sekarang kamu ada tanggung jawab sama empat nyawa loh," ujar Darrel yang membuat Luna memandang Darrel dengan wajah yang takut.
" Waktu, waktu Luna pulang ke rumah, sebenernya Luna kambuh kak, Luna gak bisa gerakin kaki Luna. Makanya Luna diam dan sampai ketiduran di sana. Luna gak berani cerita karna takut kak Darrel khawatir sama Luna," ujar Luna yang membuat mata Darrel sedikit melebar dan bahkan mulutnya sedikit terbuka.
" Kenapa kamu baru cerita sama aku? Kamu memang gak minum obatnya algi? Obatnya udah dipadatkan dari enam jadi tiga butir loh Lun," ujar Darrel yang sebenarnya belum menyelesaikan perkataannya, namun dia melihat Luna makin sedih hingga dia harus menahan kata – kata yang akan dikeluarkannya.
" habis itu kamu gak kambuh – kambuh lagi kan?" tanya Darrel sambil memeluk Luna dari samping untuk menenangkan wanita itu dan mencegah wanita itu agar tidak menangis. Luna langsung menyenderkan kepalanya ke dada Darrel sambil menggelengkan kepalanya, setidaknya hal itu membuat Darrel merasa lega karna Kondisi Luna tak begitu parah.
" Kamu mau ke rumah sakit buat periksa atau gak usah? Aku nurut sama kamu deh," ujar Darrel yang dijawab gelengan kepala oleh Luna. Wanita itu tak mau menambah kadar obat dari dalam tubuhnya, hal itu juga akan berbahaya untuk anak – anaknya. Darrel pun mengangguk dan kembali membawa Luna dalam pelukannya, mengelus kepala wanita itu agar Luna bisa tidur.
Darrel memiliki ketakutan yang lebih besar dibanding Luna mengenai penyakit yang diderita oleh Luna. Darrel sudah menggantungkan hidupnya apda Luna, namun bagaimana jika ataksia yang dialami Luna kahirnya merenggut gadis itu dengan cepat? Darrel tak mau membayangkannya, namun kali ini Darrel tak bisa tenang setelah Luna mengatakan hal itu.
Lelaki itu bisa mendengar napas Luna yang mulai terautr, perlahan Darrel meletakkan Luna di kasur dan segera keluar dari kamar itu agar Luna bsia beristirahat dengan tenang. Darrel segera menghubungi dokter yang khusus diminta untuk mengobati penyakit Luna, Darrel mengkonsultasikan hal itu kepada dokter dan dokter mengatakan banyak hal kepada Darrel.
Dokter itu mengatakan hal yang positif agar Darrel merasa tenang dan meminta Darrel untuk mengingatkan Luna tentang obatnya agar Luna tidak sering mengalami kambuh dan kondisinya akan memburuk, Darrel pun mengerti dan bisa melega mendengar apa yang dikatakan oleh dokter. Darrel baru saja mengalami hari – hari bahagia, dia tak mau merusak hari – hari itu dengan cepat.
" Luna, aku bakal lakuin apapun buat kamu, aku bakal lakuin apapun buat ciptain suasana keluarga yang bahagia, aku mau keluarga kita bahagia," ujar Darrel pelan setelah panggilan itu terputus. Darrel kembali ke kamar dan melihat kondisi Luna, memastikan istrinya tidur dengan nyaman.
.
.
.
Suasana malam yang ramai membuat Luna harus menempelkan diri ke arah Darrel agar tidak bersenggolan dengan orang – orang itu. meski Luna sudah melakukan banyak terapi, dia tetap tak bisa nyaman bersentuhan dengan orang asing. Untung saja Darrel memahami hal itu dan terus merangkulnya agar merasa nyaman.
" kamu mau makan apa? Gula kapas? Atau mau sosisnya dulu?" tanya Darrel untuk mengalihkan fokus Luna. Wanita itu langsung melihat sekeliling dan melihat stan yang terang dengan banyak gula kapas berwarna merah muda sudah berjejer dalam bungkusan, Luna langsung menggeret tangan Darrel untuk sampai ke temapt itu. Luna langsung membeli dua bungkus dan Darrel membayarnya.
" kalau belinya dua berarti buat dua anak loh, tinggal satu permintaan lagi berarti," ujar Darrel yang membuat Luna menggelengkan kepalanya. Wanita itu membuka bungkus dan mulai mencubit gula itu dan memasukkannya ke dalam mulut, gula kapas itu langsung lumer dan membuat Luna tersenyum puas.
" Kan dedeknya minta satu, nah Luna minta satu, jadi Luna beli dua, satu buat Luna, satu buat dedeknya," ujar Luna sambi mengelus perutnya. Darrel tertawa dan ikut mengelus perut Luna. Tonjolan itu tak begitu besar, namun Darrel bisa merasakan kehadiran anak yang ada di sana.
" Nak, kamu pasti sedih ya di dalam sana. Mama kamu yang mau makan, tapi kamu yang dijadikan alasan. Tenang nak, papa tahu kamu gak gitu kok, kita satu team pokoknya," ujar Darrel yang membuat Luna menggeplak kepala lelaki itu pelan. Mereka sama – sama tertawa setelah itu, mereka mencari tempat duduk untuk beristirahat sebentar.
" Kamu tunggu di sini dulu aja ya, aku beliin kamu Sosis jumbo dulu, kamu mau yang pedes atau engga?" tanay darrel yang dijawab anggukan kepala oleh Luna. Darrel langsung mencium cepat kepala Luna dan meminta Luna untuk menunggu sementara dia mencari penjual sosis jumbo diantara banyaknya penjual yang ada di sana.
" kalian jaga Lunetta, jangan sampai dia kenapa – napa, kamu ikut saya," ujar Darrel pada empat orang yang ada di sana. Dia meminta tiga orang untuk menjaga Luna dan satu orang untuk menjaganya. Mereka berpencar untuk melakukan tugas mereka. Darrel menengok ke kanan dan kiri sebelum akhirnya menemukan yang dia cari.
Lelaki itu langsung membeli enam porsi sosis jumbo itu dan meminta orang itu menempatkannya dalam wadah yang berbeda. Darrel memberikan empat dari enam wadah itu kepada orang yang dia minta untuk menjaganya. Orang itu mengira Darrel memintanya untuk membantu membawakan, namun akhirnya Darrel berkata.
" Itu buat kamu sama teman – teman kamu, kalian jangan terlalu kaku kalau bekerja, di tempat ini memang rawan, tapi kalian juga harus bersenang – senang, makan tuh," ujar Darrel yang dijawab anggukan kepala dan senyuman dari lelaki itu. Mereka kembali menemui Luna, empat orang itu langsung pergi dan menjaga mereka dari jauh.
" Kamu makan nih, aku beli dua buat kamu, kan kamu harus makan buat empat orang," ujar Darrel menyindir Luna, namun wanita itu bahagia saja dan menganggukan kepalanya dengan bangga. Dia memasukkan sosis itu ke dalam mulutnya dengan nikmat. Darrel ikut senang melihat porsi makan Luna yang makin tinggi.
" Kak Darrel cobain deh kak, ini enak banget kak," ujar Luna menyodorkan sosis itu di hadpaan Darrel. Lelaki itu membukam ulutnya, namun saat dia mencium aroma sosis itu, tiba – tiba kepalanya menjadi pusing dan mual, membuatnya memalingkan wajahnya dan tentu membuat Luna bingung, padahal tak ada yang slaah dengan sosis yang dia pegang.
" Kak Darrel kenapa? Kak Darrel kok ngerasa gitu? Emang baunya gak enak ya? Baunya enak banget loh ini," ujar Luna yang kembali memasukkan sosis itu ke dalam mulutnya. Luna menghabiskan sosis itu sementara Darrel masih tak mau melihat ke arah Luna dan mengelus dadanya agar tidak makin mual.
" kayaknya aku masuk angin deh, mungkin kecapekan kerja aku, angin malemnya kuat juga. Kamu gak masuk angin apa?" tanya Darrel yang dijawab gelengan kepala oleh Luna. Mereka segera menghabiskan makanan itu ( maksudnya Luna) dan melanjutkan aktifitas mereka bermain setiap permainan yang ada di sana.
" Kak, ayo kita naik biang lala, Luna mau lihat suasana malam di sini, ayo kak ayo kak," ujar Luna yang menarik tangan Darrel. Tingkah wanita itu sama seperti dulu, bahkan di saat mereka sudah menikah dan sebentar lagi memiliki anak, Luna tetap anak yang ceria dan manja, namun hal itu lah yang membuat Darrel jatuh cinta.
" Pelan – pelan sayang, nanti kamu jatuh malah gak lucu loh. Ih, kamu tuh kena sam aorang – orang, iiih," ujar Darrel yang membuat Luna menghentikan langkahnya dan langsung mendekat ke arah Darrel. Lelaki itu tertawa dan mengusap kepala Luna, lalu membawa wanaita itu ke biang lala yang ada di tempat ini.
" Kak Darrel, bagus banget dari atas sini kak. Luna gak ingat kapan terakhir kali Luna naik biang lala di tempat kayak gini. Terakhir kali naik biang lala juga di Inggris waktu kak Darrel sama cewek lain itu, siapa namanya? Gak tahu deh, Luna lupa," ujar Luna yang melihat ke arah lampu kota yang indah.
" Luna, yang lalu – lalu, apalagi yang pahit, gak usah diungkit lagi. Kita fokus sama masa depan kita, kita buat masa depan yang bahagia," ujar Darrel yang sebenarnya tak suka Luna membahas itu, namun dia tak mau bersikap kasar pada istrinya.
" Iya kak, Luna paham. Luna sayang banget sama kak Darrel, Luna cinta banget dan bakal habiskan napas terakhir Luna sama kak Darrel," ujar Luna dengan senang tanpa sadar, wanita itu masih fokus dengan pemandangan yang ada di hadapannya, namun Darrel malah fokus pada Luna.
Lelaki itu mengambil wajah Luna dan meminta Luna untuk memandangnya. Darrel mendekatkan wajahnya dan mulai mencium Luna tepat di bibir. Ciuman itu makin lama – makin dalam, bahkan napas keduanya makin memburu, di tengah panas permainan keduanya, Darrel langsung melepaskan ciuman mereka dan kembali ke posisinya.
" Kenapa berhenti?" tanya Luna dengan wajah polosnya. Darrel menatap Luna dengan heran dan bahkan sampai menggaruk lehernya.
" Aku harus puasa dulu buat sembilan bulan ke depan Lun. Aku mau anak kita tumbuh dengan sehat dan gak cacat, kalau dilanjutin, aku gak bisa tahan dan nanti puasanya batal," ujar Darrel yang membuat Luna tak mengerti, namun Darrel segera mengalihkan pembicaraan mereka.
Mereka memilih untuk kembali menatap lampu – lampu yang gemerlap bagai bintang, menemani malam mereka yang indah dan nantinya akan menghantarkan mereka pada tidur yang nyenyak.
" Bagaimana Kamu tega tidak memberi tahu Mama dan Papa sama sekali? Tidak disangka bertahun – tahun kamu hidup mandiri, Kamu gak anggap Mama sebagai orang tua kamu lagi," ujar nyonya besar Atmaja dengan wajah sedih. Darrel memutar bola matanya saat kedua tamu itu langsung masuk ke dalam rumahnya dan mulai merusuh di sana.
" Gak usah drama deh Ma. Lagipula tanpa Darrel kasih tahu pun, mama sama papa udah tahu dan malah datang ke rumah Darrel tanpa diundang," ujar Darrel yang langsung duduk di sofa setelah meminta pembantunya menyiapkan minum dan camilan. Mama Darrel berdecih melihat sambutan dari anak mereka.
" Mama gak mau ketemu kamu, mama mau ketemu sama menantu mama. Belum sempat mama bawa dia ke salon kecantikan, eh malah udah hamil tiga anak dia," ujar mama Darrel yang dijawab kekehan dari Luna. Luna masih belum terbiasa dengan sikap ramah luar biasa yang ditunjukkan oleh keluarga Darrel.
" Jangan ngerusuhin Luna dulu ma, Luna masih hamil muda, nanti Luna stres, Darrel gak mau ada apa – apa sama anak Darrel," ujar Darrel dengan sedikit terburu – buru karna mamanya langsung menyerbu ke arah Luna. Mama Darrel menyingkirkan tubuh Darrel dengan cepat agar dia bisa duduk dan memandang Luna dengan lekat.
" Heh, mama itu jauh lebih berpengalaman daripada kamu. Kamu pikir yang ngelahirin kamu dan Dara itu siapa? Ngeremehin mama kamu ya," ujar mama Darrel yang membuat Darrel terdiam.
Lelaki itu tak bisa melawan, namun dia juga khawatir mamanya melakukan hal aneh yang membuat Luna merasa tak nyaman. Ternyata Luna tidak terganggu sama sekali saat mamanya mengelus perut milik Luna.
" Halo cucu Oma, Kalian apa kabar di dalam sana? Pasti sempit ya? Tenang aja, bentar lagi mama kalian akan bertambah lebar dan kalian punya cukup ruang di dalam sana. Jangan bertengkar ya di dalam sana, karna tidak ada balok kayu untuk saling memukul," ujar mama Darrel dengan asal, membuat Darrel meraup wajahnya sendiri dengan gemas.
" Pa, bagaimana mungkin istri seorang CEO yang terkenal dan sukses bertingkah seperti mama sekarang ini? bahkan sikap mama tak beda jauh dengan ABG labil jaman sekarang. Ini sangat memalukan," ujar Darrel yang membuat mamanya kembali menatap ke arahnya. Mamanya bangun dari duduknya dan menghampiri putranya itu.
" Asal kamu tahu ya. Papa kamu jadi awet muda karna mama selalu bertingkah muda. Bahkan umur mama belum tua, nyatanya kulit mama masih kencang dan merona," ujar mama Darrel dengan sombongnya. Darrel kembali memutar bola matanya melihat tingkah laku mamanya yang cukup menggemaskan baginya.
" Psst, Kamu hati – hati, Luna itu persis sama Mama, kamu bingung sama papa yang bertahan sama Mama? Ya Kamu bakal tanyakan hal itu pada diri kamu sendiri suatu hari nanti," ujar mama Darrel yang berbisik agar hanya Darrel yang bisa mendengar perkataannya.
Nyonya besar Atmaja tak mau membuat menantunya merasa tertekan atau dipenuhi rasa bersalah karna sikap polos cenderung manja itu pasti akan menyulitkan Darrel suatu hari nanti.
Namun hal itu tak boleh membebani pikiran Luna sekarang demi kesehatan anak – anak yang ada di dalam perut Luna. Nyonya besar Atmaja memilih untuk mengingatkan Darrel agar lelaki itu bersiap.
" Apakah kalian punya sesuatu untuk dimakan? Mama langsung ke sini setelah penerbangan jauh, Mama lapar," ujar mama Darrel sambil memegang perutnya lagi. Tuan besar Atmaja tak mengatakan apapun, beliau memilih untuk duduk santai sambil menikmati secangkir teh yang ada di hadapannya.
" Bagaimana kondisi ginjalmu? Apa ginjal itu berfungsi sebagaimana mestinya?" tanya Tuan Besar Atmaja yang membuat pandangan Darrel teralihkan.
Lelaki itu menganggukan kepalanya dan mengatakan semua baik – baik saja karna dia mementingkan kesehatannya untuk saat ini. dia tak mau Luna menjadi janda muda anak tiga jika terjadi sesuatu padanya.
" Kau hanya perlu fokus dengan keluarga kecilmu. Urusan perusahaan akan menjadi urusan Papa untuk sementara waktu, kecuali jika Papamu ini bertambah buruk kesehatannya karna menghadapi Mamamu yang ajaib," ujar tuan besar Atmaja yang diam – diam menyerang istrinya.
Nyonya besar Atmaja langsung terdiam dan sesaat kemudian menyerbu suaminya, seolah tidak ada Darrel dan Luna di hadapan mereka.
" Kau tidak boleh sakit, apalagi jika kau berencana untuk mati meninggalkanku, jangan berani berpikiran seperti itu. Aku tidak mau menjadi janda kembang, bagaimana aku meneruskan hidupku jika tidak ada suami tercintaku?" tanya mama Darrel yang makin membuat Darrel malu dan bahkan merasa mual, dia masih tak percaya wanita yang ada di hadapannya adalah mama kandungnya.
" Berhenti bersikap seperti ini, kau membuat kepalaku pusing, mungkin aku harus menambah dosis obat yang aku minum dan akhirnya aku akan mati karna overdosis," ujar papa Darrel dengan tegas namun juga lembut dalam waktu yang bersamaan. Mama Darrel mengangguk menurut dan langsung membungkam mulutnya, membuat Darrel merasa takjub dengan teknik itu.
" Kau tidak bisa menggunakan cara yang keras dan mengancam istrimu. Perlakukan istrimu seperti ratu, namun jangan lupa jika kau adalah rajanya dan Ratu tidak akan menjadi apapun tanpa adanya seorang raja. Ingat itu dalam kamusmu," ujar papa Darrel yang diangguki oleh Darrel dengan semangat.
" Eum, bagaimana jika kita segera makan? Sepertinya Chef sudah selesai memasak. Kita lanjutkan obrolan kita di meja makan," ujar Luna yang akhirnya tak sabar untuk menengahi perkelahian kecil yang menggemaskan. Darrel harusnya bersyukur memiliki ibu yang humble dan menganggap anaknya sebagai teman.
Orang tua Darrel tak meremehkan Darrel hanya karna dia masih muda. Bahkan jika Darrel mengatakan sesuatu yang menentang mereka, mereka malah memberi Darrel tantangan untuk membuktikan perkataannya alih – alih memarahinya.
Didikan seperti itu yang membuat Darrel bisa tumbuh menjadi pria yang mandiri, bertanggung jawab dan selalu menghargai adanya sebuah proses.
" Ah, baiklah, mari kita makan. Kamu harus makan banyak ya? Kamu harus memberi makan tiga cucuku yang sudah pasti mirip denganku," ujar mama Darrel yang kembali membuat Darrel menaikkan sebelah alisnya, namun tangan Darrel ditahan oleh papanya hingga dia tak jadi mengungkapkan apa yang sudah ada di ujung lidahnya.
"Silakan nyonya dan tuan. Hari ini saya memasak menu seafood. Mungkin nyonya Lunetta tidak begitu suka bau alami seafood ini, namun ikan – ikan ini baik untuk bertumbuhan otak janin, bisa membuat anak yang dikandung menjadi cerdas," ujar chef yang menyajikan makan itu di hadapan mereka. Luna menatap satu persatu makanan itu dengan nikmat.
" Apa kamu merasa mual? Kalau kamu merasa mual, kamu hanya perlu makan sedikit, tapi kalau kamu benar- benar gak mau makan, mama bakal minta chef siapin yang lain," ujar mama Darrel yang menatap Luna dengan khawatir. Namun wanita itu menatap ke arah nyonya besar Atmaja dengan senyum yang merekah.
" Luna sangat suka seafood. Luna bahkan penggila seafood sejak dulu, Luna tidak akan mual makan makanan favorit Luna. Mama tidak perlu khawatir," ujar Luna yang membuat mama Darrel mengangguk lega. Mereka mulai mengambil nasi, Luna sendiri langsung mengambil piring dan mengisinya dengan nasi untuk Darrel.
" Kamu mau pakai lauk apa?" tanya Luna saat Darrel hanya memandang makan lezat itu dengan pandangan yang aneh, bahkan lelaki itu seperti enggan menyentuh makanan yang ada di hadapannya. Hal itu tentu membuat Luna bingung, namun wanita itu masih berinisiatif untuk melayani suaminya, bukan karna ada mertuanya di sini, dia hanya ingin melakukan tugasnya sebagai istri.
" Aku gak mau makan itu, baunya gak enak banget. Aku mau makan roti aja, kamu makan aja itu," ujar Darrel yang membuat mama dan papa Darrel memandang anak itu. Bagaimana bisa Darrel mengatakan hal itu padahal makanan di hadapan mereka beraroma sangat lezat dan menggugah selera.
" Ada apa dengan hidungmu? Sejak kapan Kamu pilih – pilih makanan begitu? Cepat makan apa yang ada," ujar papa Darrel dengan tegas, namun lelaki itu makin merasa enggan dan bahkan menutup hidungnya. Tiba -tiba saja wajah Darrel memucat dan segera berlari dari meja makan. Luna yang melihat itu tentu saja kaget.
" Luna susul kak Darrel dulu Ma, Pa," ujar Luna yang langsung bangkit berdiri dan menyusul Darrel yang berjalan ke arah cucian piring. Lelaki itu menunduk, Luna yang menghampiri Darrel dan melihat apa yang dilakukan lelaki itu, ternyata Darrel sedang muntah dan mengeluarkan semua isi perutnya ke wastafel.
" Astaga, sampai muntah begini. Kita ke rumah sakit aja ya? Masak masuk angin sampai kayak gini sih, yuk, kita ke rumah sakit. Luna gak mau kak Darrel kenapa – napa," ujar Luna yang dijawab gelengan kepala oleh Darrel. Lelaki itu sedikit mendorong tubuh Luna pelan agar wanita itu tak melihatnya muntah, Darrel takut Luna akan terbawa dan malah ikut mual.
Luna yang tahu niat Darrel sedikit mendorongnya malah mendekat dan mengelus leher belakang lelaki itu pelan, Luna juga mengusap punggung Darrel untuk menghangatkannya. Luna tak tahu jika Darrel sampai sakit seperti ini, kemarin lelaki itu masih baik – baik saja meski mengeluh masuk angin.
" Yakin gak mau ke rumah sakit? Luna takut beneran ini, ke rumah sakit aja ya? Kalau gak sakit kan juga gak papa pergi ke rumah sakit," ujar Luna yang ditolak oleh Darrel.
Lelaki itu merasa tak perlu untuk pergi ke rumah sakit. Dia hanya merasa pusing dan mual, ditambah bau amis dari aneka seafood yang ada di meja, membuat tubuhnya makin mual.
" Kamu makan dulu aja sama mama papa, Aku tunggu di ruang tamu. Aku pusing banget nyium bau ikannya," ujar Darrel dengan lemas. Luna masih mengelus punggung lelaki itu dan berjalan beriringan menuju ruang keluarga sebelum akhirnya Luna kembali ke meja makan.
"Ada apa dengan suamimu?" tanya Tuan Besar Atmaja sambil memasukkan satu sendok nasi ke dalam mulutnya.
"Dari kemarin kak Darrel mual – mual terus Pa, masuk angin. Terus ini katanya kak Darrel gak tahan sama bau amisnya, jadi dia tambah mual," ujar Luna yang membuat Tuan Besar Atmaja mengerutkan alisnya.
"Dia sudah betahun – tahun berhadapan dengan ikan dan makanan laut lain, bahkan dia sudah pandai mengolahnya. Kenapa tiba – tiba dia merasa pusing?" tanya papa Darrel dengan bingung.
Mama Darrel langsung mengerutkan keningnya, namun sesaat kemudian beliau berdiri dan pergi dari meja makan, kebetulan beliau juga sudah selesai makan.
"Sejak kapan kamu ngerasa gak enak badan dan mual – mual?" tanya Mama Darrel yang sudah duduk di samping Darrel dan memijat jari jempol lelaki itu.
Luna langsung tersentuh melihat apa yang dilakukan mama Darrel. Mereka tampak sering berdebat dan saling kesal, namun seorang Ibu tetaplah Ibu, tak tega melihat anaknya menderita.
"Gak tahu ma, mungkin beberapa hari lalu. Darrel banyak kerjaan di kantor, terus kalau cium bau – bauan gitu jadi pusing banget, mual," ujar Darrel dengan lemas karna dia sudah membuang semua isi perutnya. Luna yang sudah duduk di sisi lain memandang Darrel dengan khawatir, sementara Mama Darrel langsung tersenyum puas.
"Hahahaha, buah jatuh tidak pernah jauh dari pohonnya. Bagaimana bisa kalian semirip itu?" tanya mama Darrel dengan spontan. Darrel tentu bingung karna mamanya tiba – tiba mengatakan hal itu, dia sama sekali tak mengerti.
"Maksud mama apa? Darrel gak ngerti ma. Darrel lemas ah, gak mau dengar," ujar Darrel dengan lemas sambil memejamkan matanya.
Mendengar keributan, papa Darrel langsung duduk di sebelah istrinya, tentu setelah membereskan sisa makan istrinya yang terbilang sedikit. Meski sudah berumur, istrinya sangat terobsesi memiliki tubuh yang ideal sehingga terbiasa makan sedikit.
"Kau ingat apa yang terjadi padamu saat aku mengandung Darrel dan Dara?" tanya mama Darrel pada suaminya. Tuan besar Atmaja langsung memicingkan matanya, mengingat apa yang terjadi lebih dari dua puluh tahun itu, namun jika istrinya bertanya, itu artinya hal yang tak bisa dilupakan dan termasuk hal yang penting.
"Ah, apakah Darrel juga merasakan hal itu?" tanya papa Darrel dengan tawa yang ditahan. Darrel dan Luna sama - sama tidak mengerti apa yang dua orang dewasa ini bicarakan.
"Darrel ini lagi kena Couvade Syndorm, dimana orang – orang yang dekat dan punya ikatan batin sama Luna malah ngerasain apa yang harusnya Luna rasain waktu hamil. Dulu papa Darrel juga ngalamin itu waktu mama hamil Darrel dan Dara."
"Eh? Itu berbahaya kah ma? Apa perlu diperiksakan ke dokter?" tanya Luna yang sama sekali tak pengalaman dengan masalah seperti ini.
"Tidak usah kok, hal seperti itu wajar. Semakin dekat hubungan seseorang, semakin orang itu memiliki ikatan batin dan berpotensi kena sindrom ini, sindrom ini bakal hilang dengan sendirinya dan gak bahaya kok," ujar mama Darrel yang membuat Luna mengangguk lega, namun tidak dengan Darrel.
"Jadi maksud mama setelah ini Darrel bakal sering ngalamin apa yang harusnya Luna alami? Termasuk mual – mual kayak tadi?" tanya Darrel yang diangguki oleh mamanya. Darrel langsung membuka mulutnya dan menatap Luna dengan melas. Mama Darrel segera melihat ke arah Luna dengan pandangan yang tak bisa diartikan.
"Kamu harus banyak sabar setelah ini, kamu gak boleh emosi, kalau kamu mulai emosi, kamu gak usah tanggepin dia, kesehatan bayi kamu yang utama pokoknya. Jangan sampai kamu stres, nanti cucu mama yang nangis di dalam perut kamu."
"Memang kenapa Ma?" tanya Luna yang bingung.
"Ada deh, nanti kamu juga tahu sendiri," ujar mama Darrel yang membuat Luna dan Darrel saling berpandangan. Kira – kira apa yang akan terjadi setelah ini? Melihat senyum mama Darrel, Luna tentu tak bisa merasa tenang begitu saja.
*
*
*
*
Mencurigakan🙄
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!