Seorang wanita memegang kepalanya yang terasa pusing. Ia mencoba untuk membuka mata, tapi rasanya begitu berat. Ia berusaha untuk tetap membangunkan tubuhnya meskipun dengan kepala berdenyut.
"Apa sih. Berisik sekali." Suara ketukan pintu dan juga teriakan memanggil namanya terus terdengar dari luar.
"Buka cepat pintunya !" perintah Jonatan Smith pada dua orang petugas hotel tempat ia berada sekarang.
Dalam sekejap pintu kamar segera terbuka bersamaan dengan Revina yang baru berhasil mendudukkan tubuhnya dengan pandangan mata yang masih kelabu.
"Dasar anak sialan !" Jonatan langsung menampar wajah Revina, membuat Revina membuka matanya lebar-lebar.
"Auh." Revina memegang pipinya yang terasa panas bekas tamparan papanya.
"Sakit, pa. Mengapa papa menampar ku ?" tanya Revina yang belum mengetahui apa kesalahannya sambil meringis.
"Mengapa ? Kau lihat itu !" bentak Jonatan. Revina melihat ke arah yang di tunjuk oleh papanya.
"Astaga !" alangkah terkejutnya Revina melihat seorang pria yang bertelanjang dada sedang tertidur di sebelahnya.
Apa yang terjadi. Batin Revina sambil meremat selimut yang menutupi tubuh polosnya.
Satu jam kemudian, seorang laki-laki menatap sebuah akta perkawinan di tangannya. Laki-laki itu bernama Felix. Baru tadi pagi dia di bebaskan dari penjara, siangnya tiba-tiba saja sudah menikah.
"Silahkan pergi jika kau ingin pergi. Tidak perlu merasa bertanggung jawab. Kita tidak pernah melakukan apa-apa." kata Revina dingin membuat Felix menatap kearahnya.
"Kita sudah menjadi suami istri. Kemana pun aku pergi kau harus ikut. Jika tidak, aku akan ikut dengan mu." ucap Felix tak kalah dingin.
"Terserah kau saja." Revina melangkah keluar dari kantor catatan sipil menuju mobilnya.
"Aku ikut dengan mu. Aku baru saja keluar dari penjara tadi pagi. Jadi, belum punya tempat tinggal dan pekerjaan." dengan santainya Felix mendudukkan tubuhnya di dalam mobil Revina.
"What ?" Revina sangat terkejut mendengar perkataan laki-laki yang ada di sampingnya ini.
Astaga, apa salah ku sehingga Tuhan menjodohkan aku dengan seorang kriminal. Revina melirik ke arah Felix. Pantas penampilannya sangat menyeramkan. Rambut gondrong serta brewokan. Revina sampai bergidik ngeri melihatnya.
"Wah, wah, wah. Mama lihat ini siapa yang datang." Jasee bersedekap menyambut Revina yang baru saja tiba di rumah bersama dengan Felix.
"Cih, tampangnya saja baik. Akhirnya kau menampakkan sifat mu yang asli. Kalian berdua memang sangat cocok." lanjut Jasee lagi.
"Bukan urusan mu !" jawab Revina acuh, kemudian berlalu begitu saja menuju kamarnya di ikuti oleh Felix.
Revina masuk ke kamar dan menutup pintu dengan keras. Beberapa saat kemudian terdengar suara pintu terbuka.
"Mau apa ke kamar ku !" bentak Revina melihat Felix masuk ke kamarnya.
"Aku tidak tau harus kemana. Jadi aku mengikuti mu. Kita kan suami istri." Felix tidak tahu harus menjawab apa. Hanya itu yang dapat ia pikirkan saat ini.
"Jangan macam-macam ! Awas kau." ancam Revina untuk menyembunyikan rasa takutnya saat berdua dengan Felix di dalam kamar.
"Aku di penjara karena berbuat kerusuhan, bukan kasus pemerkosaan. Jadi jangan terlalu banyak berpikir." terang Felix sambil berjalan menuju ranjang Revina dan langsung merebahkan tubuhnya.
"Kau !" Revina membelalakkan matanya melihat tingkah semena-mena Felix.
"Ah, sudah lama aku tidak tidur di kasur empuk begini. Berbaik hatilah untuk mengizinkan aku tidur sebentar." Felix membetulkan posisi tubuhnya sambil memejamkan mata untuk mencari kenyamanan.
"Tidak bisa ! Minggir dari tempat tidur ku !" perintah Revina. Tapi laki-laki itu sedikit pun tidak bergeming.
"Hey. Bangun !" Revina mencoba membangunkan Felix yang ternyata sudah tertidur dengan pulas dalam sekejap.
"Hah. Menyebalkan !" Revina berjalan keluar dengan menghentakkan kakinya serta dengan wajah yang kesal.
Hari ini merupakan hari terburuk sepanjang hidupnya. Revina berharap ini hanyalah sebuah mimpi. Dan semua akan kembali seperti semula saat dia bangun tidur nanti.
Malam menjelang, saat ini keluarga Jonatan sedang makan malam bersama. Tampaknya pria paruh baya itu masih marah kepada Revina.
"Papa tunggu di ruang tengah !" suara dingin Jonatan memerintah kepada seluruh anggota keluarganya. Kemudian ia meninggalkan meja makan di ikuti oleh Asila, istrinya.
"Papa pasti akan membicarakan tentang ulah mu."
ejek Jasse sebelum berlalu dari sana meninggalkan Revina dan Felix.
"Siapa nama mu ?" tanya Jonatan menatap tajam ke arah Felix. Saat ini mereka sudah berkumpul di ruang tengah.
"Nama ku Felix, pa-pa." Felix terbata, apakah harus memanggil tuan, om atau papa. Asila melengos mendengar laki-laki dengan tampang menyeramkan memanggil suaminya papa. Sedangkan Revina baru mengetahui jika nama pria yang menikahinya ini adalah Felix.
"Dari keluarga mana kau berasal ? Dimana keluarga mu sekarang ?"
"Hanya Felix, tidak ada embel-embel keluarga. Aku tidak punya ayah, hanya punya ibu."
"Apa pekerjaan mu ?" tanya Jonatan lagi. Mengintrogasi menantunya.
"Aku tidak, em belum punya pekerjaan tetap."
Jonatan mendengus mendengar jawaban Felix.
"Putri ku sudah terbiasa hidup dengan kemewahan sejak kecil. Aku harap kau seorang pekerja keras untuk memenuhi kebutuhannya. Mulai besok segeralah mencari pekerjaan." perintah Jonatan.
Felix menatap Revina yang duduk di sampingnya. Tapi wanita itu hanya memandang lurus ke depan dengan wajah datarnya.
Setelah selesai Jonatan mewawancarai menantunya. Mereka semua kembali dengan aktivitas masing-masing.
"Kau tidur di sana !" tunjuk Revina ke arah sofa yang ada di kamarnya.
Felix melihat ke arah sofa. Hanya sofa berukuran sedang. Bagaimana ia bisa tidur di sana.
"Tubuh ku tidak akan muat tidur di sana. Bisakah kita tidur bersama di atas ranjang ? kita kan .."
"Tidak bisa !" Revina dengan cepat memotong perkataan Felix. Ia tahu apa yang akan di katakan oleh pria itu, yang selalu mengingatkan jika hubungan mereka saat ini sudah menjadi suami istri.
Felix menghela napasnya. "Apa kau punya baju ganti yang bisa aku kenakan ?" tanya Felix yang mulai merasa gerah mengenakan pakaian itu sejak siang tadi.
"Tidak ada." jawab Revina ketus sambil melemparkan bantal ke arah sofa.
"Jika tidak ada. Ayo, ikut aku membeli pakaian. Atau kau ingin melihat ku tidak berpakaian." ajak Felix sekalian mengancam Revina karena ia tahu wanita itu pasti akan menolak ajakannya.
Meskipun dengan sangat terpaksa, Revina pergi mengikuti Felix berbelanja ke sebuah mall.
"Selera mu bagus juga." Revina melirik beberapa pakaian yang di pilih oleh Felix. Sebagai seorang pengangguran Felix memilih pakaian dengan merek-merek terkenal yang biasa di pakai oleh kalangan atas.
"Aku hanya tidak ingin membuat mu malu. Saudari mu pasti akan mengejek mu jika aku memakai pakaian biasa." balas Felix.
"Memangnya kau punya banyak uang untuk membayarnya ?" tanya Revina.
"Aku tidak punya uang. Aku kan baru keluar ...."
"What !" Revina membelalakkan matanya. Tak percaya jika Felix dengan santainya memilih pakaian-pakaian mahal dan menyuruhnya untuk membayar.
Astaga, aku benar-benar di kerjain. Batin Revina sambil melihat Felix berjalan menuju kasir.
Selesai membayar Revina langsung keluar dari toko dengan wajah yang di tekuk. Belum genap satu hari menikah, tak tanggung-tanggung Felix sudah menghabiskan gajinya selama satu tahun bekerja.
"Sudah selesai. Ayo, pulang." kata Revina ketus.
"Tunggu. Aku ..."
"Apa lagi !" bentak Revina langsung memotong perkataan Felix.
"Aku membutuhkan beberapa pasang pakaian lagi serta sepatu untuk mencari pekerjaan besok." jawab Felix tanpa merasa sungkan sama sekali.
"Sini, biar aku pilihkan." dengan cepat Revina mengambilkan beberapa helai kemeja dan celana bahan yang sesuai ukuran tubuh Felix serta dua pasang sepatu.
Hari kini sudah berganti pagi. Revina terbangun dari tidurnya terkejut melihat Felix sedang tertidur pulas di sampingnya. Belum habis rasa kesalnya kepada pria itu tadi malam, kini pria itu membuat ulah lagi. Revina sudah memerintahkan Felix untuk tidur di sofa. Tapi, sepertinya ia berpindah ke kasur saat Revina sudah tertidur.
Setelah Revina berpakaian dengan rapi bersiap untuk pergi bekerja, Felix masih belum bangun.
"Astaga. Pria ini !" kesal Revina melihat ke arah tempat tidur.
"Felix bangun ! Hey, bangun !" Revina mencoba membangunkan suaminya. Tapi pria itu tetap tidak terganggu tidurnya.
"BANGUN !" jerit Revina tepat di telinga Felix dan ternyata berhasil. Felix mulai mengerjabkan mata.
"Nyaman sekali tidur mu, ya !" Revina bercakak pingang, menatap tajam ke arah suaminya.
"Maaf, tadi malam tidur ku tidak nyaman jadi aku pindah ..."
"Sudah-sudah sekarang cepat mandi. Kata mu mau mencari pekerjaan hari ini." Revina mengingatkan Felix, kemudian ia mengambil tasnya dan langsung keluar dari kamar.
"Pengantin baru sudah masuk kerja hari ini ? di mana suami mu." tanya Jasse yang melihat Revina turun ke meja makan hanya sendiri.
"Jasse !" Asila menegur Jasse karena Jonatan tidak suka berbicara ketika sedang di meja makan. Apa lagi Jesse menanyakan dengan nada mengejek.
Revina langsung mengambil tempat duduk dan memulai sarapan tanpa memperdulikan pertanyaan dari saudarinya. Jonatan meninggalkan meja makan setelah selesai sarapan di ikuti oleh istrinya yang akan mengantar ke depan.
"Aku pikir kau akan pergi berbulan madu setelah menikah. Aku sudah siap untuk mengambil alih pekerjaanmu di kantor selama kau pergi."
Revina hanya menatap tajam ke arah Jasse, malas untuk menjawabnya. Energinya sudah habis karena pagi-pagi Felix sudah membuatnya kesal.
"Oh, ya. Aku lupa. Suami mu itu pengangguran, bagaimana bisa dia mengajak mu pergi berbulan madu." ucap Jasse sambil menertawakan Revina.
"Bukan urusan mu." jawab Revina dingin.
"Tapi itulah kenyataannya." balas Jasse sambil berlalu pergi dari sana bersamaan dengan Felix yang baru saja turun.
"Di mana semua orang ?" tanya Felix yang hanya mendapati Revina sendiri di meja makan.
"Sudah pergi." jawab Revina malas.
Beberapa saat kemudian Revina juga pergi setelah menyelesaikan sarapannya tanpa menunggu Felix. Terserah laki-laki itu mau berbuat apa. Bukan urusannya.
"Tunggu !" Felix mengetuk pintu jendela saat Revina mulai mengeluarkan mobilnya dari garasi.
"Boleh aku menumpang ?" tanya Felix dan Revina menghentikan mobilnya, membiarkan Felix masuk.
"Kau mau ke mana ?" Revina fokus mengemudikan mobil. Matanya melihat jalanan, bertanya tanpa melirik ke arah Felix.
"Aku, tentu saja mau mencari kerja." jawab Felix santai.
"Ck. Itu aku tahu. Maksudku kau mau menumpang sampai di mana ?" Revina sudah mulai kesal.
"Belum tau." membuat Revina bertambah kesal dengan jawaban Felix.
Astaga, aku bisa jadi gila jika terus bersama dengannya. Batin Revina.
"Begini saja. Biar aku yang mengantar mu ke kantor. Setelah itu aku akan membawa mobil mu." saran Felix yang langsung di jawab tegas oleh Revina.
"NO !"
"Mengapa ? Kau tidak percaya pada ku ? aku kan.."
"Siapa yang percaya pada bekas Narapidana seperti mu." Revina segera memotong perkataan Felix.
"Sudah aku katakan. Aku di penjara karena berbuat kerusuhan. Bukan memperkosa atau mencuri." Felix mengingatkan sekali lagi kepada Revina.
"Sama saja." balas Revina sambil terus menjalankan mobil menuju kantornya.
"Terang-terangan kau sudah merampok uang ku ratusan juta tadi malam." lanjutnya lagi. Mengingatkan Felix yang tadi malam tak hanya membeli pakaian dan sepatu. Laki-laki itu bahkan minta di belikan ponsel dan juga jam tangan yang harganya tidak murah.
"Ah, itu. Setelah dapat pekerjaan aku janji akan mengembalikan semua uang mu. Tenang saja."
Akhirnya Revina mengizinkan Felix membawa mobilnya, setelah pria itu menyerahkan kartu tanda penduduk serta mengakses GPS di ponsel milik Felix. Agar pria itu tidak melarikan diri.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!