"Mas Pram, kau kejam!"
Satu wanita mengatakan hal tersebut dengan sangat histeris ketika melihat kekasihnya di dalam kamar hotel bersama sahabatnya tanpa sehelai benang pun.
"Kau jahat mas, jahat, Ren kau sahabat ku kenapa kalian tega melakukan semua hal ini kepada ku!"
Tangisan yang kencang disertai suara histeris terus keluar dari satu wanita yang pagi ini sengaja menuju satu hotel untuk melihat sendiri bahwa apa yang dikatakan oleh orang - orang disekitarnya itu benar.
"Ya aku memang jahat, aku dan Renata memang jahat, jika kami jahat kau mau apa Silvi!"
Suara teriakan satu laki - laki kini tak mau kalah dengan suara satu wanita yang masih meraung - raung menangis di depan pria tersebut.
"Mas Pras satu bulan lagi kita menikah, dan semua sudah di persiapkan dengan baik, dan sekarang, mas Pras tidur dengan sahabat baik ku sendiri, mas dimana hati nurani mas Pras!"
Silvi adalah wanita yang pagi ini mendapatkan satu kejutan fantastis ketika dirinya pergi ke hotel berdasarkan laporan pesan misterius dari dalam ponselnya yang mengatakan bahwa tunangannya Prasetya dan sahabat baiknya Renata berselingkuh di hotel A.
Awalnya Silvi berusaha untuk tidak menanggapi pesan gelap dari nomor yang tidak dia kenal, namun karena pesan tersebut sering dikirim ke ponsel Silvi, pada akhirnya membuat Silvi penasaran dan pergi untuk mengetahui kebenaran.
"Persetan dengan pernikahan yang akan di gelar, aku yang akan membatalkan pernikahan tersebut."
Deg
Seperti petir yang menyambar tubuh Silvi ketika Prasetya mengatakan hal tersebut kepadanya.
Prasetya laki - laki yang sudah menjadi kekasih Silvi sejak di bangku kuliah, Prasetya yang sangat mencintai Silvi, Prasetya yang rela melakukan hal apapun untuk Silvi.
Namun kini di hadapan Silvi, laki - laki tersebut yang dengan gampang membatalkan hari istimewa di dalam kehidupan Silvi yang terjadi sekali seumur hidupnya.
"Mas kau jangan gila, pemberkatan akan dilakukan bulan depan, mas sadar mas, sadar."
Silvi mengatakan hal tersebut sambil menguncang - guncang baju Prasetya.
"Lepaskan tangan mu ini Silvi!."
Prasetya mengatakan hal tersebut sambil melemparkan tangan Silvi dari bahunya."
"Kau tau selama ini aku terpaksa mencintai mu, kau tau selama ini aku terpaksa berpura-pura untuk melakukan itu semuanya!"
Prasetya mengatakan hal tersebut sambil menunjuk wajah Silvi dengan jari telunjuknya.
Prasetya mengatakan semua hal tersebut dengan menatap tajam ke arah Silvi.
"Mas, mas tega mengatakan hal itu kepada ku!"
Silvi mengatakan hal tersebut sambil menggelengkan kepalanya.
Sungguh Silvi sangat tidak menyangka jika laki - laki yang sangat dia cintai berani untuk mengatakan hal tersebut kepadanya.
"Ya Silvi ini adalah kenyataan yang harus kau terima, bahwa aku sebenarnya sama sekali tidak pernah mencintai mu."
"Bahwa selama ini aku hanya berpura - pura saja untuk melakukan hal itu, satu wanita yang aku cintai sejak dulu, adalah Renata!"
Prasetya mengatakan hal tersebut sambil memeluk Renata di atas tempat tidur.
"Jadi kalian sudah berselingkuh sejak lama?"
Hati Silvi begitu sakit ketika mengatakan hal tersebut sambil memandang Prasetya memeluk tubuh Silvi yang hanya menggunakan selimut putih tebal.
"Kami tidak pernah berselingkuh Silvi."
Renata pada akhirnya membuka suaranya, Renata yang sejak tadi hanya diam dan memandang semua keributan tersebut pada akhirnya membuka suaranya.
"Apa maksud mu Ren?"
"Prasetya itu pacar ku Silvi."
Deg
Sungguh pengakuan Renata kali ini tidak dapat di terima oleh akal sehat Silvi.
"Ren, mas Prasetya ini tunangan ku!"
Dengan berteriak kencang Silvi kembali memberikan penegasan kepada Renata.
"Ya mas Prasetya memang tunangan mu, tapi dia tidak pernah mencintai mu, dia melakukan hal itu demi satu hal."
"Satu hal? apa maksud mu Ren?"
Renata yang hendak kembali menjawab langsung dihalangi oleh Prasetya.
"Sayang biarkan aku saja yang mengatakan hal ini kepada Silvi."
Rasanya perih sekali hati Silvi ketika tunangannya Prasetya menyebut Renata dengan kata sayang.
"Ya, aku tidak pernah mencintai mu, aku melakukan semua hal ini, karena uang."
Hancur sudah hati Silvi ketika mendengarkan pengakuan dari Prasetya.
"Uang mas? jadi selama ini kau menginginkan uang dari keluarga ku?"
Dengan cepat Prasetya mengatakan hal tersebut kepada Silvi.
"Renata yang mengusulkan hal ini, dan usul Renata aku terima dengan baik, saat itu kita semua masih duduk di bangku kuliah dan aku membutuhkan uang untuk keluarga ku, aku menceritakan hal ini kepada Renata dan Renata yang menyarankan hal ini."
"Apa yang dikatakan oleh mas Prasetya itu benar Silvi, aku yang mengatur semu skenario ini, tiga tahun kalian bersama dengan aku yang selalu berada di balik mas Prasetya."
Sungguh saat ini Silvi hanya bisa menggelengkan kepalanya saat mengetahui semua kebenaran yang sungguh amat sangat menyakiti hatinya.
"Kalian jahat!"
Beberapa kata yang pada akhirnya keluar dari mulut Silvi untuk kesekian kalinya.
"Ya kami memang jahat, jadi untuk apa lagi kami menutupi kejahatan kami."
Prasetya mengatakan hal tersebut kepada Silvi dengan lantang.
"Sekarang usaha keluarga mu sudah bangkrut, lalu untuk apa aku harus terus bersama dengan mu, sedangkan kau bukan tipe wanita idaman aku!"
Silvi hanya bisa memandang Prasetya dengan setiap perkataannya.
"Apa maksud mas Prasetya?"
"Kau harus dengar agar kau sadar ada juga hal yang salah di dalam diri mu itu."
Dengan cepat Prasetya mengatakan hal tersebut sambil menunjuk wajah Silvi.
"Coba lihat tubuh mu, kau gendut, kau jelek, kau hitam, mana ada laki - laki yang mau dengan kondisi seperti ini?"
"Tak pernah terpikirkan oleh mu, jika semua laki - laki yang datang kepada mu itu hanya memanfaatkan kekayaan keluarga mu saja? ya termasuk aku."
"Setiap laki - laki pasti akan memilih wanita dan apa yang dilihatnya pertama kali? yang jelas pasti fisiknya terlebih dahulu."
"Dan kau sama sekali tidak ada indah - indahnya."
"Berbeda dengan Renata, wanita ini bisa menjaga tubuhnya dengan baik, wanita ini bisa merawatnya dengan baik."
"Dan untuk apa sekarang aku harus terus bersama dengan mu jika untuk fisik saja kau tidak memenuhi standar aku."
Silvi sungguh tidak bisa mengatakan hal apapun lagi, kecuali hanya menangis dan teru menangis di hadapan Prasetya dan Renata.
"Pergilah, aku tidak sudi melihat mu berada di dalam kamar ini lagi."
Dan setelah mengatakan hal tersebut Prasetya dengan cueknya kembali mencumbu Renata di hadapan Silvi.
Sungguh adegan demi adegan yang sangat menjijikkan bagi Silvi ketika Silvi melihat kegilaan mereka berdua.
Dengan cepat Silvi meninggalkan kamar dan berlari masuk ke dalam lift, dengan bercucuran air mata Silvi keluar dari dalam lift dan menangis sepanjang jalan sendiri
Mas Pras, kau jahat sekali, hati mu sudah tidak ada lagi mas!"
Silvi mengatakan hal tersebut sambil menangis di pinggir jalan raya.
Rasa sesak yang luar biasa kini menguasai hati dan pikiran Silvi.
Silvi terus berjalan tanpa arah dan tujuan hingga larut malam, rasa sakit hati yang semakin parah membuatnya memiliki tenaga yang sangat kuat untuk terus melangkahkan kakinya.
Sampai tiba - tiba sekitar Silvi gelap dan pada akhirnya Silvi pun pingsan.
Pingsan di dalam luka hati, pingsan di dalam tangisan, pingsan seakan tidak ingin bangun lagi.
"Apa ini di tangan ku?"
Menjelang tengah malam Silvi yang masih pusing tiba - tiba saja membuka matanya dan dirinya begitu kaget ketika ke dua tangan dan kakinya terikat kuat di atas tempat tidur usang di salah satu gudang.
"Lepaskan aku, tolong lepaskan aku!"
Dengan sekuat tenaga Silvi berteriak kencang, namun tidak ada satu orang pun yang mendengarkan teriakan nya itu.
Tiba - tiba muncul laki - laki berbadan kekar bersama dengan para pengawalnya.
"Sudah bangun?"
Sang laki - laki tersebut mengatakan hal itu sambil mendekatkan diri ke arah Silvi.
"Siapa kau? lepaskan aku!"
Silvi kembali berteriak kepada laki -laki tersebut dan teriakan Silvi kembali bercampur dengan air mata.
"Aku tidak akan melepaskan mu begitu saja."
Sang pria mengatakan hal tersebut sambil mengambil kain untuk menyumpal mulut Silvi.
Air mata Silvi langsung meledak ketika dirinya kini terikat dengan mulut yang terbungkam, ketakutan yang dashyat mulai menyergapnya dengan cepat.
"Aku akan memberikan pelajaran kau dan keluarga mu yang dulunya begitu sombong itu."
Dengan cepat laki - laki tersebut merobek semua pakaian Silvi hingga kini tidak ada satu helai pun melekat di tubuhnya.
Sakit yang luar biasa Silvi alami ketika laki - laki tersebut mulai mencumbu tubuhnya yang masih suci, hancur sudah semuanya ketika laki - laki tersebut menghancurkan kesuciannya.
Dengan hentakan demi hentakan laki - laki tersebut melakukan penyatuan nya terhadap Silvi tanpa memperdulikan lagi jiwa Silvi yang sangat terguncang dengan setiap hal yang dilakukan oleh laki - laki tersebut.
"Kau harus merasakan apa yang telah keluarga mu lakukan terhadap keluarga ku!"
Selesai melakukan pemerkosaan terhadap Silvi, laki - laki tersebut langsung menggunakan kembali semua pakaiannya dan pergi meninggalkan Silvi begitu saja di dalam gudang dalam keadaan telanjang dan terikat.
Saat ini hancur sudah semuanya, Silvi sudah kehilangan orang yang dia cintai, pengkhianatan dia terima dari orang seharusnya menjadi suaminya bulan depan.
Kehormatan Silvi hancur seketika, karena pemerkosaan yang Silvi alami dengan Silvi sendiri tidak mengenal orang yang melakukan hal itu terhadapnya.
Tuhan kenapa semua ini harus terjadi dengan ku? ini tidak adil Tuhan, aku bukan wanita jahat, aku juga tidak pernah melanggar hal - hal yang tidak baik, tapi kenapa semua ini yang terjadi dengan ku?
Di dalam hati Silvi mengatakan semua hal tersebut dan pada akhirnya sekitar Silvi kembali gelap dan berakhir dengan sangat gelap.
"Selamat pagi dokter Dean."
Satu perawat memberikan sapaan tersebut kepada dokter Dean yang saat ini baru masuk ke dalam ruang praktek nya.
"Bagaimana suster? apakah ada pasien yang harus aku periksa?"
"Ada satu pasien baru, yang ditemukan orang di sekita gudang A dokter."
Dokter Dean mengambil satu berkas yang telah diberikan oleh sang perawat.
"Siapa wanita ini suster?"
"Sampai saat in kami belum mendapatkan identitas aslinya dokter, wanita tersebut di duga telah mengalami pemerkosaan."
Dokter Dean langsung mengernyitkan dahi ketika mendengarkan perkataan sang perawat.
"Pemerkosaan? lantas kenapa wanita itu di bawa kemari?"
"Para penduduk yang menemukan bingung dokter, harus membawa wanita ini kemana Dokter Dean, di tempat ini hanya ada puskesmas kecil, tempat kita praktek."
Sang perawat mengatakan hal tersebut kepada dokter Dean, rupanya Silvi telah di bawa sang pemerkosa ke dalam satu kampung yang cukup jauh dari keramaian kota Jakarta dan saat warga menemukan Silvi keadaanya sungguh sudah sangat mengenaskan.
"Baiklah, aku akan menemui pasien itu, dimana dia sekarang?"
"Wanita itu ada di ruang Unit Gawat Darurat dokter."
Dokter Dean langsung menganggukkan kepalanya dan bergegas untuk menuju ke ruang Unit Gawat Darurat.
"Pergi, aku benci kamu!"
Terdengar satu teriakan dari dalam kamar Unit Gawat Darurat saat dokter Dean berada di depan pintu.
"Nah dokter inilah yang terjadi dengan wanita itu."
Sang perawat mengatakan kembali hal tersebut untuk memberikan peringatan terakhir kepada dokter Dean.
"Ayo suster, kita tetap mencobanya."
Dokter Dean sama sekali tidak gentar untuk tetap masuk ke dalam ruangan tersebut.
Dan benar saat dokter Dean masuk, Silvi langsung melemparkan satu vas bunga yang tergeletak di meja kecil di sudut ruangan, dengan cepat dokter Dean menghindar dari lemparan vas bunga tersebut.
"Kalian jahat, kalian jahat kepada ku!"
Isak tangis bersamaan dengan teriakan kembali Silvi berikan kepada dokter Dean dan juga sang suster.
"Mbak, tenang dulu ya, saya datang kemari untuk memeriksa keadaan mbak."
"Pergi!"
Satu kata yang terus Silvi katakan kepada dokter Dean.
"Kenapa kalian melakukan hal itu kepada ku? apa aku terlalu jelek? apa aku memang tak pantas untuk bahagia? kenapa semua orang di dunia ini jahat!"
Silvi mengatakan hal tersebut dengan histeris dan terus menangis.
"Suster sepertinya kita harus menggunakan cara itu, siapkan saja obat penenang untuk pasien ini."
"Baik dokter Dean."
Setelah dokter Dean mengatakan hal tersebut kepada sang suster, dengan cepat dokter Dean menghampiri Silvi memegang tubuh Silvi dan mendekapnya.
"Suster ayo cepat."
Silvi yang mendapatkan perlakuan seperti itu memberontak berkali - kali, namun apalah daya kekuatan Silvi yang tidak akan sebanding dengan kekuatan laki - laki tampan berbadan kekar seperti dokter Dean.
Dengan cepat sang suster menyuntikkan obat penenang kepada Silvi dan dengan perlahan Silvi pada akhirnya berhenti untuk memberontak dan kehilangan semua tenaga nya.
"Kalian jahat, kalian jahat."
Di dalam ketidaksadaran nya yang mulai terasa, Silvi mengatakan hal tersebut dengan sangat pelan.
Dengan cepat dokter Dean mengangkat Silvi ke atas tempat tidur.
"Untuk sementara ikat tangan dan kakinya suster, aku akan menghubungi dokter Lusi untuk menerima wanita ini di Rumah Sakit Jiwa."
"Keluarga dokter Lusi memiliki satu Rumah Sakit Jiwa yang bisa memberikan pelayanan gratis untuk korban pemerkosaan seperti ini."
"Baik dokter Dean."
Sang perawat pada akhirnya mengikuti semua yang diperintahkan oleh dokter Dean.
Dokter Dean keluar dari dalam ruangan, dokter Dean menghubungi dokter Lusi untuk menanyakan apakah masih ada kamar untuk membawa Silvi ke Rumah Sakit Jiwa milik keluarganya.
"Baik Lusi terima kasih sekali kau mau untuk membantu ku."
Selesai melakukan pembicaraan dengan dokter Lusi, dokter Dean segera menutup kembali ponselnya.
Kau tidak perlu khawatir Dean, wanita ini akan mendapatkan pelayanan terbaik di dalam Rumah Sakit Jiwa milik keluarga ku."
Hari itu juga dokter Lusi datang dengan ditemani oleh ambulan untuk menjemput Silvi yang masih pingsan.
"Syukur lah jika memang seperti itu, terima kasih banyak Lusi."
Dokter Dean mengatakan hal tersebut di dalam ruangannya.
"Hanya itu yang akan kau katakan kepadaku Dean?"
Satu dokter Cantik dengan rambut pendek dan dengan lesung pipit di wajahnya kini mulai mendekat ke arah dokter Dean.
"Stop Lusi, ini kantor!"
Dengan tegas dokter Dean langsung menolak ketika dokter Lusi mencoba untuk memeluknya.
"Kenapa Dean? apakah kau sama sekali tidak merindukan ku?"
Dokter Dean yang mendengarkan ucapan dokter Lusi langsung beranjak dari tempat duduknya dan menatap ke arah luar jendela.
"Hubungan kita sudah lama berakhir Lusi, jadi aku mohon untuk kau bisa menerima kenyataan ini."
Dengan tegas dokter Dean mengatakan hal tersebut kepada dokter Lusi yang kini masih berdiri di belakangnya.
"Bagaimana jika sampai saat ini aku tidak bisa menerima keputusan itu Dean?"
Dokter Lusi mengatakan hal tersebut sambil memeluk Dean dari belakang.
Sungguh pelukan dokter Lusi membuat tubuh Dean kaku seketika.
Pelukan yang sangat dirindukan oleh Dean, pelukan yang sudah sangat lama Dean tidak rasakan kembali.
"Lepaskan tangan mu Lusi!"
Dengan tegas dokter Dean kembali bersuara sambil melepaskan pelukan dokter Lusi.
"Kau, apakah kau betul - betul sudah melupakan setiap kenangan manis kita Dean?"
Dengan berteriak dokter Lusi mengatakan semua hal tersebut kepada dokter Dean yang masih menatap jendela tanpa memalingkan tatapannya kepada dokter Lusi.
"Dean jawab aku, kenapa kau tidak berani untuk menatap ku? kau tidak berani untuk menatap ku karena aku sangat amat yakin bahwa kau masih mencintai ku!"
"Apa tidak cukup maaf yang telah aku ucapkan berulang - ulang kepada mu? kurang apa lagi aku Dean? aku memang pernah berselingkuh, tapi aku menyesal terhadap perbuatan ku, apakah tidak bisa kau memberikan aku maaf mu Dean?"
Sungguh saat ini dokter Lusi sangat terbawa emosi, sehingga dokter Lusi melupakan tujuan awal datang ke tempat praktek Dean.
"Kau salah Lusi, kau salah jika mengatakan bahwa aku masih mencintaimu!"
Dokter Dean pada akhirnya memalingkan wajahnya kepada dokter Lusi dan menatap tajam ke arah dokter cantik tersebut.
"Aku sudah sangat memaafkan perbuatan mu Lusi, bahkan aku sudah merelakan hubungan kita yang sudah hancur."
"Tapi maafkan aku, ya aku memang tidak mau untuk memberikan kesempatan ke dua untuk mu!"
Dengan tegas dokter Dean mengatakan hal tersebut kepada dokter Lusi.
"Kenapa Dean? Tuhan saja bisa memberikan kesempatan ke dua kepada semua umatnya, tapi kenapa kita sebagai manusia tidak bisa melakukan hal itu?"
Deg
Sungguh ucapan dokter Lusi menampar hari Dean.
"Aku sangat paham dengan apa yang telah kau katakan, namun kau juga harus ingat setiap perbuatan yang kita lakukan pasti memiliki konsekuensinya masing - masing, dan inilah konsekuensi yang harus kau terima."
"Aku tidak pernah menolak untuk menjadi teman mu Lusi, tapi tidak untuk mengulangi hubungan kita yang penuh dengan drama itu."
Dokter Dean mengatakan satu kebenaran yang mau tidak mau harus dokter Lusi terima.
"Dean, aku pergi dulu, sepertinya tidak ada gunanya lagi aku ada disini."
Dengan mengucapkan hal tersebut dengan lantang, dokter Lusi pada akhirnya berpamitan dengan dokter Dean.
"Ya pergilah, kasihan wanita itu, dia harus mendapatkan pengobatan secepatnya."
Tidak ada yang bisa dokter Lusi ucapkan lagi kecuali hanya menganggukkan kepalanya dan langsung meninggalkan ruangan dokter Dean."
Dari balik kaca jendela dokter Dean melihat dokter Lusi masuk ke dalam ambulan dan semakin jauh dan jauh dari pandangan matanya.
"Kau tau Lusi, aku terpaksa harus membohongi perasaanku sendiri ketika aku mengatakan bahwa aku tidak mencintaimu lagi, sungguh rasanya sakit ketika aku harus mengatakan hal itu kepada mu, namun aku harus melakukan hal ini, agar kau bisa belajar bahwa tidak semua hal bisa kau dapatkan dengan mudah."
"Agar kau bisa lebih menghargai lagi setiap apa yang Tuhan sudah percayakan kepada mu, agar kau semakin dewasa di dalam setiap menghadapi kesalahan demi kesalahan yang sering kau lakukan."
Di akhir setiap pertemuan tersebut hal itu yang dokter Dean dengan perlahan.
Dokter Dean laki - laki matang berusia tiga puluh tahun, laki - laki yang telah patah hati karena di selingkuhi oleh kekasihnya sendiri, kekasih yang sangat dicintai olehnya.
Dokter Lusi adalah satu dokter berusia dua puluh delapan tahun, dokter cantik dengan segudang prestasi dan juga materi yang berlimpah yang tega melakukan hal itu kepada dokter Dean.
Sementara itu di dalam ambulans nampak satu dokter cantik yang sejak tadi berusaha untuk tetap menahan air matanya.
"Dokter Lusi kita telah sampai di Rumah Sakit Jiwa."
Satu orang perawat mencoba menyadarkan dokter Lusi yang saat ini masih melamun.
"Ah terima kasih suster, ayo kita turun."
Dengan segera dokter Lusi turun dari dalam ambulans dan bersiap untuk menangani pasien.
Dokter Lusi, salah satu dokter Psikiater di Rumah Sakit Jiwa yang menjadi dokter idola banyak orang karena sifatnya yang dermawan hari melangkahkan kaki dengan mencoba untuk terus menahan air matanya.
Dean kau akan menyesal karena ku telah melakukan hal ini kepada ku.
Sambil melangkahkan kaki masuk ke dalam Rumah Sakit Jiwa dokter Lusi mengatakan hal tersebut di dalam hatinya.
Sementara itu di tempat lain.
"Bagaimana apakah kau telah berhasil melakukan hal itu?"
Satu orang laki - laki dewasa mengatakan hal tersebut kepada beberapa orang di dalam satu hotel.
"Sudah bos, saya sudah memperkosa wanita yang bernama Silvi itu."
Laki - laki itu menunjukkan foto dimana Silvi menangis dengan keadaan telanjang dan ke dua tangan dan kakinya terikat.
"Bagus, aku ingin keluarga Dharmawan mengalami semua hal yang mengerikan di dalam waktu yang bersamaan, keluarga Dharmawan yang telah membuat bisnis ku hancur, dan aku harus mendekam di tahanan, kini setelah aku bebas, aku akan membuat perhitungan dengan keluarganya."
Laki - laki tersebut tertawa-tawa dengan sangat kencang di atas penderitaan orang lain.
"Ini uang untuk mu, pergilah jauh - jauh agar tidak ada yang bisa mencari keberadaan mu!"
Dengan tenang laki - laki tersebut melemparkan satu amplop tebal ke beberapa orang atas pemerkosaan yang telah mereka lakukan terhadap Silvi.
"Terima kasih bos, kami akan langsung meninggalkan kota ini dan kami menjamin bahwa kami tidak akan pernah terlacak oleh siapapun."
"Ya aku akan mencoba percaya dengan janji mu itu, sekarang pergilah dari hadapan ku."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!