❦︎❦︎❦︎
"Denathan, gue cinta sama lo. Tolong, lo terima cinta gue."
Denathan tetap menggelengkan kepalanya. Sudah berkali-kali Natan berbicara seperti itu kepadanya, tapi cowok itu seperti tidak ada bosan-bosannya.
"Maaf, gue nggak bisa. Kita udah sahabatan dari masih kecil. Gue nggak bisa nerima cinta lo gitu aja. Maaf, Nat," jawab Denathan yang sebenarnya tidak enak hati saat mengatakan hal itu. Dia takut akan menyakiti hati sahabatnya itu.
"Gue tahu hal itu. Tapi karena kita sering berdua ke mana-mana, gue jadi cinta sama lo. Gue nggak bohong," kata Natan yang sudah memohon agar Denathan menerima cintanya.
Denathan malah merubah topik pembicaraan. "Lo tahu Thalita?"
Natan mengangguk lalu menjawab, "Iya gue tahu. Emang kenapa?"
Denathan tersenyum tipis. "Dia suka sama lo. Dia bilang sendiri ke gue. Kenapa lo nggak tembak aja itu cewek? Kenapa harus gue, yang jelas-jelas sahabat lo sendiri."
Natan menggeleng pelan. "Tapi gue nggak suka sama dia, Tha. Gue sukanya sama lo."
"Natan, maaf banget. Gue nggak bisa. Kita udah sahabatan dari kecil. Masak sekarang kita harus pacaran. Rasanya nggak enak aja gitu," jawab Denathan jujur. Dia ingin mempertahankan hubungan persahabatannya dengan Natan yang sudah terjalin sejak mereka masih SD. Dia tidak ingin berpacaran dengan sahabatnya itu, meski dalam hati terdalamnya, Denathan juga menyukai Natan.
Mereka menjalin persahabatan, karena saat mereka masih kecil, orang tua mereka sering bertemu. Sehingga Denathan dan Natan juga sering bertemu. Itu lah awal dari hubungan persahabatan yang mereka jalin. Denathan tidak menyangka jika Natan, sahabatnya itu sekarang malah mengungkapkan rasa cinta. Rasanya sangat aneh bila berpacaran dengan sahabat sendiri.
Natan mengembuskan napas cukup panjang. Sudah cukup dia mengharapkan cinta kepada Denathan. Dia juga menyadari, bahwa hubungannya dengan Denathan hanyalah sebatas sahabat. Dia sebenarnya tidak ingin berpacaran dengan Denathan, karena cewek itu sahabatnya, tapi karena mereka sering bersama, akhirnya timbulah rasa cinta di hati Natan. Tetapi Natan bertekad ingin mempertahankan hubungan persahabatannya dengan Denathan.
"Oke, kalau lo nggak mau nerima cinta gue. Hubungan kita tetap sahabat. Gue rasa bener ucapan lo tadi. Nggak mungkin kita pacaran, sedangkan kita udah dari kecil sahabatan," kata Natan yang berubah pikiran.
"Nah itu maksud gue. Kita sahabatan aja rasanya kayak pacaran. Malah lebih. Kita sering jalan-jalan bareng, kan?"
Natan mengangguk. "Iya juga sih."
"Natan, lo harusnya ngungkapin perasaan ke cewek yang jelas-jelas suka sama lo. Contohnya kayak Thalita. Dia katanya suka sama lo sejak SMP. Sekarang kita udah kelas sebelas SMA. Lo hitung aja berapa tahun tuh, Thalita nyimpen rasa suka sama lo." Denathan menjelaskan.
Siapa Thalita? Thalita adalah teman sekelas Denathan yang paling pintar. Cewek itu selalu mendapatkan rangking satu, dan dia tidak pernah bolos sekolah. Termasuk ke dalam siswi kesayangan guru-guru. Memang benar apa yang dikatakan Denathan, Thalita sudah menyimpan rasa suka kepada Natan sejak mereka masih SMP kelas satu.
"Sekitar lima tahunan." Natan menjawab ucapan Denathan tadi.
"Nah bener. Lo bayangin aja, lima tahun dia suka sama lo, tapi dia nggak berani ngungkapin perasaannya ke elo. Gue yakin, kalau dia jadi pacar lo, dia bakal setia sama lo. Terbukti kan, dari lima tahun lalu sampai sekarang, Thalita nggak pernah pacaran gara-gara suka sama lo," jelas Denathan.
"Lo sama Thalita teman dekat?" tanya Natan.
"Ya bisa dibilang begitu," jawab Denathan.
"Gue bakal coba," kata Natan.
"Maksud lo, bakal coba apa?"
"Nembak Thalita."
"Lo serius, Nat?"
"Iya serius. Gue nggak main-main."
"Oke, semoga lo bisa dapetin Thalita. Dia cewek pintar. Gue yakin, lo nggak bakal nyesel kalau pacaran sama dia," ucap Denathan sembari menepuk pundak Natan berkali-kali.
"Iya," jawab Natan sambil mengangguk singkat.
"Kak Natan!!"
Mendadak seorang gadis, berambut poni dengan tubuh pendek menyebut nama Natan. Tapi hal itu tidak membuat Denathan dan Natan terkejut, karena mereka sudah terbiasa dengan kehadiran gadis itu yang bernama Anastasya. Panggilannya Tasya. Tasya adalah adik kandung Natan, tapi berbeda ibu. Gadis itu masih kelas sepuluh. Usianya berbeda satu tahun dengan Natan.
"Eh ada Tasya," ucap Denathan yang kemudian sedikit bergeser, dan membiarkan Tasya duduk di tengah-tengah kursi.
Mereka bertiga sekarang ada di taman sekolah yang cukup sepi. Tidak banyak siswa yang ada di taman itu.
"Kenapa kamu ke sini?" tanya Natan.
"Aku pengin duduk di sini aja, Kak. Soalnya di sini udaranya segar," jawab Tasya dengan wajah polosnya. Tasya terlihat imut dengan pipi tembemnya serta rambut poni yang menutupi dahinya. Gadis itu memang berpenampilan--menirukan bundanya yang memiliki rambut poni.
"Ooh ya udah," jawab Natan sembari mengangguk.
"Kak, tadi Kakak sama Kak Denathan ngobrolin apa?" tanya Tasya.
"Udah, anak kecil nggak perlu tau," jawab Natan.
"Apa sih, Kak? Aku bukan anak kecil!" Tasya tak terima dibilang anak kecil oleh kakaknya.
"Kamu bukan anak kecil, tapi badanmu pendek kayak anak kecil, hahah," ejek Natan berniat bercanda, tapi membuat Tasya kesal.
Tasya memukul bahu kakaknya itu. "Ih Kakak ngeselin. Awas aja ya, kalau aku tinggi."
"Emang kamu bisa tinggi?"
"Bisa lah! Mentang-mentang badan kakak tinggi kayak Papa," jawab Tasya yang kesal.
"Hahaha." Natan tertawa mendengar perkataan sang adik. Dari masih bayi Natan memang sering tertawa, sehingga sekarang dia menjadi sosok cowok yang mudah tertawa.
"Nat, gue ke kelas duluan ya. Lo ngobrol sama adik lo aja," ucap Denathan yang kemudian berdiri. Dia ingin kembali ke kelas.
"Ngapain ke kelas? Di sini aja," balas Natan.
Tasya ikut berkata, "Iya, Kak. Di sini aja. Lagian di kelas mau ngapain, Kak? Jam pelajaran juga masih lama."
"Enggak, gue ke kelas karena ada urusan sama Thalita." Denathan hanya beralasan, tidak berkata jujur. Denathan memang mudah bosan jika terus berdiam diri di tempat yang sama. Berbeda sekali dengan Natan.
"Oh ya udah, ke kelas duluan aja," jawab Natan.
Denathan dan Natan tidak satu kelas. Denathan anak IPA. Natan anak IPS. Sedangkan Tasya adalah anak IPA.
"Ya udah, gue ke kelas duluan ya," pamit Denathan kemudian dia melangkah, meninggalkan Natan dan Tasya.
Natan hanya mengangguk singkat merespons ucapan Denathan.
"Kak, kamu sama Kak Denathan pacaran ya?"
"Hah!?"
❦︎❦︎❦︎
❦︎❦︎❦︎
Denathan sekarang ada di teras rumahnya dan sedang duduk di kursi. Dia akan berangkat sekolah bareng Natan. Dia dan Natan sudah terbiasa berangkat sekolah bersama. Biasanya Natan yang sering menjemputnya. Mereka berdua sahabat dekat, jadi tak ada salahnya jika Natan sering menjemput Denathan saat akan berangkat sekolah. Kebetulan jarak rumah Denathan dan rumah Natan tidak terlalu jauh, sehingga Natan tidak akan menempuh jarak yang sangat jauh hanya untuk menjemput Denathan.
Gadis cantik dan manis tapi berperilaku sedikit mirip anak laki-laki itu memiliki ciri-ciri; wajah bulat, alis cukup tebal dan menukik, mata bulat berwarna hitam kecokelatan, hidung mancung sedikit melebar, bibir berwarna merah alami, memiliki rambut hitam panjang dan lurus, serta berkulit tidak terlalu putih.
Ngomong-ngomong soal nama Denathan. Gadis itu memang tidak memiliki nama panjang, nama lengkapnya hanya Denathan. Ya Denathan. Orang tuanya bilang, nama panjang tidak perlu dan tidak terlalu penting, karena orang-orang pasti memanggil hanya dengan satu nama. Apa pernah mendengar orang-orang memanggil seseorang dengan nama lengkap? Tidak bukan. Meski namanya hanya Denathan, dia sering dipanggil Natha atau Dena oleh teman-temannya. Dari sini saja sudah paham, kalau nama lengkap sesingkat apa pun, orang-orang tetap memanggil dengan nama yang lebih singkat. Nama Denathan juga mempunyai arti orang berwibawa.
Sembari menunggu Natan menjemputnya, Denathan iseng-iseng membuka aplikasi tik tok dan menonton video random di sana. Sesekali dia tertawa kecil setiap kali ada video lucu. Hingga tanpa dia sadari, Natan sudah ada di halaman rumahnya. Cowok berperawakan tinggi itu tengah duduk di atas motornya. Dia kemudian melepas helm dan mengibas-ngibaskan rambutnya yang sedikit panjang. Hal itu semakin menambah aura ketampanannya.
Cowok bernama lengkap Natan Sanjaya Putra Ngadiman itu berciri-ciri; wajah berbentuk oval, alis yang tebal, mata berwarna hitam, hidung layaknya perosotan, bibir berwarna merah muda alami, serta berahang tegas. Kulit wajah cowok itu terlalu putih dibandingkan dengan cowok-cowok pada umumnya. Mungkin karena menurun mamanya dan papanya yang juga berkulit putih. Selain memiliki wajah amat tampan, badan cowok itu cukup atletis, karena dia sering berolahraga di GYM bersama papanya setiap satu minggu sekali.
Lama menunggu Denathan yang tak kunjung menyadari kehadirannya, Natan pun dengan sengaja menekan bel sepeda motor besarnya itu, sehingga menimbulkan suara cukup keras yang mampu membuat Denathan terkejut. Cewek yang duduk di kursi itu seketika langsung mematikan hapenya dan menatap ke arah Natan.
"Astaga, udah ada lo ternyata," ucap Denathan dengan sumringah, kemudian dia berdiri, memasukkan hapenya ke dalam tasnya, lalu segera berjalan menghampiri Natan yang masih duduk di atas motornya.
"Lihat apa tadi? Kok sampek nggak sadar gue udah datang ke sini." tanya Natan sembari memasang helm full face di kepalanya.
"Biasa, lihat video tik tok," jawab Denathan yang kemudian terkekeh kecil.
"Pantesan," balas Natan dengan suara pelan, "Ya udah, ini pakai, helmnya Adek gue." Lanjut Natan sembari menyodorkan helm berwarna merah itu di hadapan Denathan.
"Ini, kan, helmnya Tasya, kenapa lo kasih ke gue?" tanya Denathan bingung.
"Udah, pakek aja. Tasya tadi dianterin sekolah sama Papa pakai mobil. Kata dia, nggak apa-apa lo pakek," kata Natan.
Denathan menerima helm itu sembari berkata, "Kebetulan deh, helm gue tadi dipakai Mama gue buat pergi ke pasar."
Mamanya Denathan bernama Desi memang sudah terbiasa pergi ke pasar pagi-pagi hari dengan mengendarai sepeda motor. Walau pun sebenarnya punya mobil. Desi memang istrinya orang kaya yang tidak ingin terlihat kaya, dia ingin dipandang sederhana oleh orang-orang. Sifatnya itu menurun ke Denathan--anaknya yang juga ingin terlihat sederhana.
"Oh ya udah, kamu pakek helmnya Tasya itu aja," jawab Natan, "Cepat, naik!" Lanjutnya.
"Iya sabar, Natan. Baru aja pakek helm." Kemudian Denathan menaiki jok belakang sepeda motor Natan yang cukup tinggi. Gadis itu duduk menyamping, karena dia memakai rok yang cukup panjang sebatas lutut.
"Pegangan ya, awas lo nanti jatuh," ucap Natan yang bersiap-siap menjalankan motornya.
"Iya, gue pegangan pundak lo," jawab Denathan sambil berpegangan pada kedua bahu Natan yang kokoh.
Setelah siap, Natan segera melajukan sepeda motornya keluar dari pelataran rumah Denathan. Mereka berdua sama-sama menuju ke sekolah.
❦︎❦︎❦︎
"Papa, makasih ya udah nganterin aku ke sekolah," kata Tasya saat mobil yang dikendarai papanya sudah sampai di depan gerbang sekolah SMA Kartika. Salah satu SMA Negeri yang populer di Jakarta.
"Iya sama-sama anak cantiknya, Papa. Uang sakunya masih kurang, nggak?" jawab sekaligus tanya papanya Tasya itu yang bernama Sultan. Pria itu sekarang sudah berusia empat puluh lima tahun dan sudah mempunyai tiga anak. Anaknya yang terakhir bernama Devano.
Tasya mengambil uang sakunya dari kantong baju seragamnya. Uang sakunya sepuluh ribuan berjumlah lima lembar, jika ditotal uang saku anak itu adalah lima puluh ribu. Lumayan banyak untuk uang saku anak orang kaya.
"Lima puluh ribu udah cukup, Pa," kata Tasya lalu kembali memasukkan uang sakunya ke kantong seragamnya.
"Serius udah cukup? Nanti kurang gimana?" tanya Sultan.
"Nggak kurang, Pa. Kalau kurang nanti aku minta sama Kak Natan aja," jawab Tasya.
"Iya sudah, sekarang kamu masuk ke sekolah. Belajar yang rajin ya. Jangan bolos pelajaran," kata Sultan dengan nada kalem.
Tasya mengangguk singkat. "Iya, Pa. Makasih. Aku keluar ya, Pa." Setelah mencium singkat punggung tangan kanan papanya, Tasya membuka pintu mobil di sebelahnya lalu gadis bertubuh pendek dan berambut poni itu keluar dari mobil.
Tasya, nama lengkap gadis itu adalah Anastasya Laksani Putri Aditama, adalah adik kandung Natan tapi berbeda ibu. Ibunya bernama Anissa adalah istri kedua papanya--Sultan.
Tak lama setelah Tasya memasuki gerbang sekolah, terlihat dari ujung jalan ada Natan yang sedang mengendarai sepeda motornya menuju ke sekolah. Berpapasan dengan Sultan yang mengendarai mobil.
Natan memelankan laju sepeda motornya ketika akan memasuki halaman sekolah. Dia menjalankan motornya menuju ke parkiran dengan hati-hati. Sampai di tempat parkir, cowok itu menghentikan sepeda motornya.
"Udah sampai," kata Natan.
"Iya gue tau," jawab Denathan yang kemudian turun dari motor Natan. Lalu gadis itu melepas helmnya. Setelahnya ia menata rambutnya yang sedikit berantakan.
"Helmnya lo bawa aja, nanti pulang dipakai lagi," kata Natan setelah cowok itu melepas helm.
"Nggak deh. Gue taruh di sini aja." Denathan menaruh helm itu di setang motor sebelah kiri.
"Iya terserah lo." Natan juga menaruh helm full face-nya pada setang motor sebelah kanan.
"Nat, gue ke kelas duluan ya."
"Iya," jawab Natan.
Kemudian Denathan melangkah menjauhi Natan. Denathan dan Natan tidak satu kelas dan berbeda jurusan. Natan anak IPS. Denathan anak IPA. Sehingga mereka berdua tidak bisa bersama-sama saat pergi ke kelas. Harus berpencar arah.
Saat Denathan melewati koridor kelas 10 IPA, dari kejauhan dia tidak sengaja melihat Tasya yang sedang digoda oleh empat orang cowok. Terlihat Tasya berusaha menghindari keempat cowok itu, tapi keempat cowok itu terus saja memojokkan Tasya, sehingga Tasya tidak dapat pergi kemana-mana. Denathan menggertakkan giginya melihat tingkah keempat siswa itu di sana.
"Wah, kurang ajar," umpat Denathan.
Tanpa pikir panjang, gadis sedikit tomboi itu menghampiri keempat cowok di sana yang sedang memojokkan Tasya di depan toilet perempuan.
❦︎❦︎❦︎
❦︎❦︎❦︎
"Wah, kurang ajar," umpat Denathan.
Tanpa pikir panjang, gadis tomboi itu menghampiri keempat cowok di sana yang sedang memojokkan Tasya di depan toilet perempuan. Meski pun Denathan perempuan tapi dia tidak takut dengan siapa pun. Kecuali pada guru dan orang tuanya, Denathan masih bersikap sopan. Dia juga mempunyai sifat yang pemberani dan sikapnya sedikit mirip anak laki-laki. Terkadang Denathan bersikap seperti perempuan pada umumnya.
"Woi kalian berempat!" teriak Denathan ketika dia hampir sampai di tempat Tasya dan empat cowok itu.
"Bos, ada Denathan. Kabur Bos!" ucap salah satu cowok di sana bernama Tyo.
"Gue nggak takut sama tuh cewek. Kita cowok, ngapain harus takut sama cewek?" jawab salah satu cowok yang bernama Robert.
Tasya masih tidak dapat pergi ke mana-mana, karena dua teman Robert memojokkan Tasya di tembok. Gadis bertubuh pendek dan berambut poni itu memang berwajah imut dan cantik, sehingga hal itu membuatnya sering digoda oleh teman cowok sekelasnya. Robert bukan teman sekelas Tasya, tapi kakak kelas Tasya.
"Bos, masalahnya Denathan bukan cewek biasa. Dia cewek jadi-jadian," balas Tyo.
Robert membalas angkuh, "Gue nggak peduli!"
"Kalian ngapain di sini!? Kurang ajar ya kalian!" bentak Denathan kepada empat cowok itu sambil melihat ke arah Tasya hanya sekilas.
"Kak Dena!" Tasya berteriak memanggil Denathan.
Cepat-cepat dua cowok yang mengurung Tasya itu menarik Tasya masuk ke kamar mandi. Denathan dengan langkah lebar mendekati kamar mandi dan akan masuk ke dalam, tapi dihalangi oleh Robert.
"Kalian berdua, lepasin Tasya! Atau gue bakal hajar kalian!" ucap Denathan sembari menunjuk dua cowok yang masih mengurung Tasya di dalam kamar mandi perempuan.
"Santai dong, santai," kata Robert kepada Denathan. Cowok itu menghalangi Denathan di depan pintu kamar mandi.
Denathan mengembuskan napas kasar lalu bertanya dengan nada angkuh, "Maksud lo apa, ngurung Tasya di sana? Lo jangan macem-macem sama adek gue ya!"
"Baru tau gue kalau Tasya adek lo. Bukannya adeknya Natan, si cupu itu?" ucap Robert bermaksud mengejek Denathan dan merendahkan Natan.
"Lo cowok kebanyakan bacot anjing! Minggir nggak lo!? Cepet minggir!" Denathan dan Robert sama-sama tinggi, sehingga Denathan tidak takut berhadapan dengan cowok berengsek itu.
"Wah dia ngatain gue anjing," kata Robert sambil melirik ke arah Tyo.
"Hajar Bos!" balas Tyo.
"Wwoi, lo berdua jangan macem-macem!!" Denathan berteriak ketika melihat salah satu cowok yang mengurung Tasya bertindak akan mencium bibir Tasya. Membuat Tasya ketakutan dan menutup matanya dengan tubuh gemetar.
"Lanjutin aja Bro! Nggak usah dengerin cewek jadi-jadian!" kata Tyo kepada dua temannya yang ada di dalam kamar mandi itu.
"Berengsek!" umpat Denathan sangat kesal dan segera memukul pipi Tyo dengan satu tinjuan. Tyo yang belum siap dengan pukulan yang dilayangkan Denathan, membuat badannya terhuyung ke belakang, lalu jatuh ke lantai.
"Cowok kok lemah, kayak cewek aja lo!" ejek Denathan ditujukan untuk Tyo.
Tyo memegangi pipinya yang terasa sakit. "Anjing!" umpatnya. Tyo menatap wajah Denathan dengan mata tajam. Tapi hal itu tidak membuat Denathan takut.
"Apa lo? Mau ikut-ikutan gue hajar, sini!" Denathan menantang Robert yang bertindak akan memukulnya, tapi tindakannya terhenti saat Denathan sudah mengetahui aksinya itu. Robert sepertinya tadi akan memukul Denathan dari belakang tapi gagal.
Sial gagal, batin Robert seraya berdecih.
"Tunggu dulu, jangan langsung main hajar," jawab Tyo dengan kedua tangannya mengarah ke depan.
"Lo takut sama gue? Hah!?"
"Gue nggak takut sama lo," balas Robert.
"Halah, kelamaan lo anjir!" Denathan semakin marah saat mengetahui dua teman Robert akan bertindak mencium Tasya kembali. Cewek berjiwa laki-laki itu pun segera memukul tepat di hidung Robert, sehingga cowok itu goyah, lalu Denathan beralih menendang lutut kaki Robert, membuat Robert jatuh terlentang di lantai.
Denathan menggunakan kesempatan ini untuk segera masuk ke kamar mandi sebelum Robert bangun. Dia cepat-cepat menghampiri salah satu cowok itu yang bertindak akan mencium Tasya. Sampai di dekat cowok itu, Denathan pun menarik kerah seragam cowok itu dari belakang, membuat cowok itu langsung berbalik badan menghadap Denathan.
"Anjing!" Denathan langsung memukul wajah cowok itu. Membuat cowok itu sedikit terhuyung ke belakang.
Cowok itu akan membalas pukulan Denathan tapi Denathan dapat dengan mudah menghindari pukulannya. Cewek itu pun menarik tangan Tasya agar bersembunyi di belakang tubuhnya. Tasya sangat ketakutan, gadis itu memeluk erat punggung Denathan.
"Ayo kalo berani, lawan gue!" Denathan menantang dua cowok di depannya yang terlihat ketakutan. Sepertinya dua cowok itu masih kelas sepuluh sama seperti Tasya. Sedangkan Robert dan Tyo kelas sebelas sama seperti Denathan.
Dua cowok itu tahu bagaimana kuatnya Denathan saat memukul. Daripada mereka babak belur, lebih baik mereka mengalah.
Denathan masih menatap dua cowok itu sambil mengangkat dagunya seakan bersikap angkuh. Tanpa banyak bicara, dua cowok itu pun memilih pergi keluar dari kamar mandi.
"HUU DASAR CEWEK!" ejek Denathan ditujukan pada dua cowok itu.
"Anjing!" Robert tiba-tiba masuk ke kamar mandi dan akan menarik Tasya, tapi secepat mungkin Denathan menarik tangan Tasya agar menjauh dari Robert.
"Mau apa lagi lo? Belum puas gue pukul!?" ejek Denathan.
"Harga diri gue nggak bisa diinjak-injak sama cewek!" ucap Robert sangat marah. Dan dia pun melayangkan pukulan ke wajah Denathan.
Dengan lihai Denathan menghindari pukulan itu. Kemudian Denathan mengisyaratkan kepada Tasya agar segera keluar dari kamar mandi. Tasya pun cepat-cepat berjalan keluar kamar mandi. Lalu gadis berambut poni itu berlari menjauh dari kamar mandi dengan perasaan yang tidak karuan.
Denathan berdecih, sekarang dia berhadapan dengan Tyo dan Robert. "Dua lawan satu, gue nggak takut!"
❦︎❦︎❦︎
Denathan masuk ke kelas 11 IPA 3 dalam keadaan wajah sedikit terluka, bagian sudut bibirnya sedikit berdarah. Tadi dia bertengkar dengan Robert dan Tyo di dalam kamar mandi perempuan. Untungnya tidak ada siapa pun yang melihat pertengkarannya karena sudah jam masuk pelajaran. Robert dan Tyo mengaku kalah, karena bagaimana pun juga Denathan adalah seorang cewek yang tetap memiliki sisi feminin.
"Aduh Natha, lo tadi kemana aja? Kenapa baru masuk kelas? Tadi lo udah terlanjur diabsen gak masuk sekolah," kata Denok, teman dekat Denathan yang memiliki badan gendut.
"Nggak, gue nggak kemana-mana," balas Denathan dengan suara lemas.
"Aduh, lo habis berantem lagi?" tanya Denok ketika menyadari pipi kanan Denathan sedikit terluka. Denok sudah tidak heran dengan sahabatnya itu, karena Denathan dikenal sebagai cewek yang sering bertengkar. Satu sekolah tau, bahwa Denathan adalah cewek yang paling berani bertengkar dengan cowok. Meski begitu, Denathan termasuk siswi yang cukup pintar.
"Gara-gara Robert tuh," balas Denathan malas.
"Robert lagi, Robert lagi. Lo kayaknya nggak pernah akur sama dia," balas Renita yang juga teman dekat Denathan.
"Dia duluan yang bikin gue emosi," jawab Denathan masih emosi mengingat perlakuan Robert tadi.
"Emang kenapa bisa bikin lo emosi?" tanya Tia--teman dekat Denathan.
"Lo semua tau kan adiknya Natan itu?"
"Si Tasya?" tebak Tia.
"Iya Tasya. Tadi Robert sama tiga anak buahnya mau macem-macem sama Tasya. Ya udah, gue langsung hajar tuh cowok berengsek," balas Denathan.
"Astaga, Robert emang nggak pernah berubah dari kelas sepuluh. Dia emang suka godain cewek cantik kayak Tasya. Apalagi Tasya itu cantiknya kebangetan," jawab Renita.
"Nah itu makanya, gue khawatir, Tasya bakal diapa-apain sama cowok. Tasya udah gue anggap kayak Adek sendiri," ucap Denathan.
"Kan ada Natan, Kakaknya, kenapa lo mesti khawatir? Natan kan pasti bisa jaga Tasya," ucap Denok.
Tia memukul bahu Denok lalu berucap, "Lo lupa! Natan sama Tasya nggak satu kelas, beda jurusan juga. Natan kelas sebelas IPS. Tasya kelas sepuluh IPA. Gimana Natan mau jaga adeknya coba?"
Denok menggaruk-garuk tengkuk lehernya yang tidak gatal. "Eh iya juga sih. Kok gue jadi ikut-ikutan khawatir kayak Natha ya."
"Ah udahlah, nggak usah dibahas," kata Denathan seraya mengibaskan tangan kanannya seolah mengusir pembicaraan dua sahabatnya itu.
"Nat, lo nggak ke UKS?" tanya Tia.
"Ngapain gue ke sana?"
"Itu pipi lo ada luka. Mending lo obatin di UKS."
"Gue nggak perlu ke UKS, nanti juga sembuh sendiri."
"Iya deh terserah lo."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!