"Lucy.....!" Seru panjang dari sosok pria yang kini terkulai lemas setelah melakukan kewajiban sebagai pasangan suami-istri.
Disampingnya wanita cantik hanya bisa tersenyum kecut sembari menutup tubuhnya dengan sebuah selimut. Ia beringsut menepi di atas ranjang masih dengan senyuman miris.
"Aku akan menyiapkan air hangat. Sebaiknya jangan tidur lagi karena sudah pukul enam," ucapnya sebelum berjalan menuju kamar mandi.
Sekali lagi membuat wanita itu kembali tersenyum kecil tepat di ambang pintu kamar mandi. Pria gagah yang baru saja bergulat dengannya itu memang irit bicara, bahkan dapat dihitung saking iritnya.
Wanita itu hanya bisa menghela nafas kasar. Dan akhirnya masuk, menyelesaikan ritual mandinya. Ia tidak ingin terlambat untuk mengurus keperluan suami dan putri mereka yang akan berangkat ke sekolah.
Sembari menyiapkan air hangat wanita tersebut termenung, mengingat semua perlakuan sang suami. Setiap kali mereka bergulat hati dan perasaannya hancur, tidak ada kenikmatan sama sekali. Setiap kali ingin mencapai puncak sang suami berteriak menyerukan nama seseorang, bukan dirinya. Hati istri mana yang tidak tergores penuh luka menerima kenyataan pahit seperti itu.
"Apa yang kau lakukan? Apakah kamar mandi tempat untuk melamun?" Suara bariton penuh penegasan itu membuat lamunan wanita tersebut buyar, bahkan air dalam bathub telah meluber penuh. Dengan cepat ia mematikan kran, lalu memundurkan tubuhnya.
"A-aku--"
"Keluarlah! Segera persiapkan perlengkapan ku!" titahnya tak terbantahkan, tidak ada kelembutan sedikitpun sebagai seorang suami kepada istri sebagai mana mestinya.
Wanita itu hanya bisa mengangguk dengan raut wajah kecut. Ia pun segera keluar dari kamar mandi karena dadanya begitu sesak jika satu ruangan dengan pria gagah yang kini tengah berendam dalam bathub tanpa sedikitpun menoleh kepadanya. Seakan habis manis sepah dibuang, itulah kalimat yang pantas disematkan untuk dirinya.
Seperti biasa setiap bangun tidur ia menyiapkan setelan baju kantor, tas kerja, sepatu, dasi yang diletakkan di atas sofa. Setelah semuanya beres baru ia keluar dari kamar, menuju lantai dua ke kamar bocah kecil berusia enam tahun.
Klek!
"Selamat pagi, Cantik."
"Mommy! Kenapa pagi ini Mommy tidak temani Angel mandi?" cicit bocah cantik serta mengemaskan itu dengan bibir mengerucut.
"Ini ulah Daddy-mu sayang," keluhannya dalam hati.
"Mommy, tidak sayang Angel lagi ya?" Sambungnya masih dengan bibir mengerucut.
"Maaf, Sayang. Mommy kesiangan bangun jadi telat deh. Mommy janji besok-besok akan bangun pagi agar bisa memandikan putri Mommy yang cerewet ini," ucapnya sembari memeluk penuh kasih tubuh berisi tersebut. "Siapa bilang jika Mommy tidak sayang Angel? Asal Angel tahu jika Mommy sangat menyayangi Angel!" imbuhnya sembari mengecup pucuk kepala Angel.
"Angel juga sangat menyayangi Mommy, melebihi menyayangi Daddy," ucapnya begitu polos, bahkan membanding-bandingkan rasa sayangnya diantara kedua orang tuanya.
"Ssst.....jangan bicara begitu. Angel tidak boleh membeda-bedakan kasih sayang Angel kepada Mommy dan Daddy. Sebagai anak yang baik dan berbakti tidak boleh begi--?"
"Begitu....." Angel menyambung ucapan sang Mommy sembari mengecup pipi wanita yang sedang mendekapnya tersebut.
"Anak pintar!" Sembari mengusap rambut panjang milik Angel. Perkataan Angel membuat ia terharu, dimana anak sekecil itu mengungkapkan perasaannya.
Mereka keluar kamar menuju lantai dasar sembari bercanda gurau. Berjalan ke arah ruang makan, dari kejauhan sudah duduk sesosok pria tampan dan gagah sedang menyesap kopi ginseng kesukaannya.
"Selamat pagi, Daddy," sapa Angel penuh ceria, sembari memberi kecupan di salah satu pipi pria tersebut.
"Pagi juga, Sayang." balasnya penuh kelembutan. Jangan salah sangka, pria itu hanya bersikap manis kepada Angel, selain itu jangan ditanyakan.
Kini meja makan sudah ditempati oleh penghuni Mansion. Hanya tiga orang dan selebihnya pelayan.
"Sayang, mau makan apa? Maaf ya pagi ini Mommy tidak sempat mempersiapkan sarapan," ucapnya dengan raut wajah bersalah karena ia tahu bahwa Angel tidak begitu menyukai masakan para pelayan.
Angel tak menjawab. Bocah itu hanya menatap beberapa hidangan sarapan yang tertata rapi di atas meja.
Kedua orang tuanya saling memandang dan tak lama beralih menatap Angel yang tengah terdiam tapi tatapannya kepada menu sarapan.
"Lain kali jangan abaikan. Kau tahu sendiri bahwa Angel tidak menyukai makanan yang disajikan oleh para pelayan!" Suara bariton di sebelahnya membuat wanita itu mengepalkan tangan di bawah meja sana. Bukankah karena ulahnya tersebut ia bangun kesiangan, bahkan tidak sempat mempersiapkan sarapan.
"Sayang, Mommy minta maaf," ucapnya dengan nada penuh dikasihani, ia terpaksa melakukan hal itu agar bisa meluluhkan hati Angel.
"Iya, Mom, tidak apa-apa. Daddy, jangan marah sama Mommy. Mommy juga manusia yang tidak luput dari kesalahan," celotehnya seperti orang yang sudah dewasa saja.
Kedua orang tuanya saling memandang dengan sorot mata penuh arti.
"Sayang....."
"Kata guru agama Angel, Mommy. Hahaha...." Gelak tawa Angel sembari menutup mulutnya. Angel bukan hanya cantik tapi dia juga memiliki kecerdasan hingga selalu meraih juara kelas selama PAUD-TK dan kini menduduki sekolah dasar di usianya menginjak enam tahun.
Wanita tersebut tersenyum senang. Melihat dan mendengar tawa dan keceriaan Angel membuat hatinya menghangat. Kehadiran Angel membuat dirinya mampu bertahan, hidup menjadi pasangan pria dingin tersebut.
Usai sarapan Angel berpamitan kepada kedua orang tuanya. Angel di antar jemput oleh supir pribadi dan juga seorang pengasuh.
"Tunggu aku ingin bicara," ucap wanita itu hingga pria di sebelahnya mengurungkan niatnya untuk bangkit dari kursi makan.
Dengan dahi mengerut pria itu melirik sekilas. "Ingin bicara apa? Aku tidak punya waktu, ini sudah terlambat!" ujarnya penuh penegasan.
Wanita itu menarik nafas, mengumpulkan keberanian untuk mengatakan sesuatu yang mungkin dianggap begitu konyol, mengingat hubungan mereka begitu dingin.
"Hari ini adalah anniversary kita yang ke dua tahun, maksudku ingin--"
"Kau hanya peran pengganti!" usai melontarkan kalimat pedas dan menyesakan dada dan hati itu ia beranjak dari kursi makan tanpa perasaan bersalah, menuju ruang keluarga untuk mengambil tas kerjanya tanpa memperdulikan sosok yang kini menunduk diam menerima kenyataan yang sebenarnya.
Dengan air mata berlinang wanita itu memandang tubuh gagah itu hingga menghilang dari pandangannya.
"Luna, sadarlah. Terimalah kenyataan yang sesungguhnya. Jangan banyak berharap karena kamu hanya sebagai peran pengganti, hanya peran pengganti, tidak lebih dari itu!" gumamnya sembari mengusap air mata yang tak bisa dibendung lagi.
Entah kenapa satu bulan belakangan ini hatinya mulai terperangkap oleh sosok pria yang berstatus suaminya itu.
Selama dua tahun usia pernikahan mereka hanya ada kehambaran yang dirasakan ketika melakukan kewajiban hubungan suami istri. Tidak ada kenikmatan sama sekali karena tidak ada cinta dari keduanya.
Pria yang berstatus duda beranak satu, menjabat sebagai CEO di perusahaan Brylee Group terkaya nomor satu di Ibu kota Moscow, Russia yang menikahi Mezzaluna adalah Scoot Brylee, putra sulung kembar lima dari pasangan Ben Brylee dan Arabelle Brylee.
Tidak ingin dilihat oleh para pelayan Luna beranjak dari ruang makan. Yang bisa ia lakukan hanya berdiam diri didalam kamar, tidak ada kegiatan di luar sana. Suaminya tak membiarkan dirinya untuk bekerja, cukup mengurus keperluan dirinya dan juga putri mereka.
Sebenarnya Luna sangat bosan karena dia adalah orang yang tak bisa berdiam saja. Sejak kecil ia sudah diajarkan mandiri hingga dapat membantu membiayai sekolahnya sendiri. Tapi kini, selama dua tahun hidupnya berubah . Bergelimang harta, mau apapun yang diinginkannya bisa saja ia beli. Begitu juga dengan kehidupan orang tuanya berubah total karena suaminya juga memberi fasilitas lengkap, mulai dari rumah dan usaha sesuai kemampuan kedua orang tuanya. Berkat pernikahannya juga kini sang Adik dapat menempuh pendidikan di universitas terkenal dengan bidang studi kedokteran.
Halo bagaimana mengenai kebahagiaannya? Hati dan perasaannya? Itu semua tidak pernah ia dapatkan karena pernikahan diantara mereka bukanlah didasari cinta.
Di balkon kamar pribadi mereka, Luna memandang jauh ke depan, menatap beberapa kumpulan burung yang terbang dengan bebas.
Dadanya begitu sesak karena kehidupannya sekarang tidaklah seperti beberapa burung tersebut.
Luna menghela nafas panjang. Memori dua tahun silam kembali mengingatkannya, dimana pertama kali dia bertemu Scoot dan juga Angel hingga takdirnya kini menjadi menantu keluarga Brylee.
Dua tahun silam
Di sebuah taman bermain khusus keluarga kaya saja. Luna membawa anak asuhnya untuk bermain-main seperti biasanya. Dengan sabar ia menunggu anak lelaki tampan bernama Steven sedang bermain bola. Sesekali ia juga mengambil bola tersebut, hal itu membuatnya sedikit lelah.
"Stev, sudahi dulu ya? Bagaimana kalau kita pulang saja?" ucap Luna membujuk Steven.
"Stev, masih ingin bermain Aunty Lun," sahut Steven tanpa ingin menghentikan permainan yang menjadi hobinya itu.
Luna menghela nafas panjang mendengar sahutan Steven hingga mau tidak mau ia kembali duduk di kursi panjang di pojokan taman.
Steven kembali dan kembali menendang bolanya hingga terakhir kalinya mengenai seorang anak perempuan cantik.
"Akh! "Anak perempuan tersebut menjerit bahkan menangis ketika tanpa sengaja bola yang ditendang Steven mengenai kepalanya sewaktu dirinya menunduk.
"Daddy, sakit....." Tangis anak perempuan tersebut membuat lamunan Luna memudar. Pandangannya langsung ke arah suara tangisan itu.
Mata Luna membulat melihat antara anak asuhnya dengan seorang anak perempuan yang bisa ditafsirkan lebih muda dua tahun dari Steven.
Luna beranjak menghampiri. "Ada apa? Apa yang terjadi? Kenapa kau menangis Anak Manis?" tanya Luna bertubi sembari mengusap rambut panjang itu.
"Aunty Lun, bola Stev tidak sengaja mengenai dia. Stev sudah minta maaf tadi tapi dia tetap saja menangis," adu Steven jujur. Sementara anak perempuan itu masih menangis tanpa ingin tahu siapa sosok wanita dewasa yang menanyai keadaannya.
Luna mengangkat anak perempuan itu, membawanya ke kursi dimana tempatnya tadi berdiam diri. Luna mendudukkan anak itu dengan dirinya berjongkok.
"Katakan mana yang sakit Anak Manis?" ucap Luna dengan begitu lembut sembari meraih dagu anak itu hingga Luna dapat melihat jelas wajah mengemaskan itu.
"Mommy?" panggil anak itu membuat Luna maupun Steven sontak kaget.
"Mommy?" serunya kembali lagi hingga memeluk Luna begitu eratnya.
Luna maupun Steven saling memandang. Walaupun masih usia muda Steven sudah paham jika sang pengasuh dirinya belum menikah bahkan punya anak.
"Mana yang sakit?" tanya Luna kembali, ia sengaja membiarkan anak itu untuk tenang, walaupun banyak pertanyaan di kepalanya dengan panggilan anak itu pada dirinya.
"Tidak sakit lagi karena Mommy datang," sahutnya begitu polos.
"Aunty Lun bukan Mommy kamu! Awas dan menyingkirkan!" Bentak Steven tidak suka dengan cara anak itu.
Luna menggelengkan kepala agar Steven tidak melanjutkan perilaku tidak sukanya. Karena didikan Luna kepada Steven hingga anak itu nurut begitu saja, walau dia tidak rela sang pengasuh mau direbut anak tersebut.
Luna menguraikan pelukan itu, lalu menatap lekat-lekat wajah anak itu. Mengusap sisa-sisa air mata di kedua matanya.
"Siapa namamu Anak Manis?"
"Angel, Mom," jawabnya tanpa merasa salah.
Dahi Luna mengernyit dengan mulut mengerucut, hal itu membuat anak bernama Angel melihatnya begitu imut.
"Angel? Nama yang begitu indah seperti orangnya. Kenalkan, anak tampan ini namanya Steven dan ini adalah Aunty Luna," terang Luna sembari menunjuk dirinya sendiri.
"Aunty Lun, ayo kita pulang. Stev ada tambahan les hari ini," ucap Steven berbohong karena setahu Luna jadwal les Steven hari ini tidak ada. Luna hanya bisa menyipitkan mata sekilas memandang Steven dengan raut wajah jutek.
"Jangan, Mom. Mommy harus bertemu sama Daddy. Sebentar lagi Daddy akan datang menjemput kita," cicit Angel sembari mencegah kepergian mereka.
Luna menghela nafas panjang. Lagi-lagi lagi anak itu memanggilnya dengan sebutan `Mom', bahkan ingin mempertemukan dirinya dengan orang tuanya. Banyak pertanyaan di benaknya tetapi percuma saja ia ingin menanyakan karena anak itu tidak akan mengerti.
"Stev, kita tungguin saja dulu Angel ya?" ucap Luna sembari membujuk Steven yang sejak tadi begitu jutek.
"Iya, Aunty Lun," sahutnya terpaksa, bahkan engan menatap Angel yang sedang bergelayut manja kepada pengasuhnya.
Beberapa menit kemudian
"Daddy, sini!" Tiba-tiba di sela obrolan mereka Angel memanggil sesosok pria tampan dan gagah yang posisinya memandang sana sini seperti mencari seseorang.
Luna maupun Steven menoleh ke arah dimana tunjukan Angel. Tatapan Luna dengan pria yang dipanggil Daddy oleh Angel bertemu.
Sementara pria itu membeku melihat sosok wanita yang sedang memangku putrinya. Hingga hampir saja smartphone di tangannya mau jatuh kalau saja dengan cepat dia tersadar.
"Daddy, sini," panggil Angel tetapi pria yang dipanggil Daddy itu tak bergeming, bahkan tatapannya tak lepas dari Luna.
Mendapati tatapan begitu menusuk itu membuat Luna tidak nyaman hingga ia memutuskan tatapannya dengan pandangan ke arah lain.
"Lucy!" gumam pria itu tanpa menggubris seruan Angel.
Karena tidak sabar Angel beranjak dari pangkuan Luna, lalu mendekat Daddy nya, menarik tangan itu agar duduk disebelah Luna. "Dad, akhirnya Angel menemukan Mommy," cicit Angel begitu polos tanpa mencerna terlebih dahulu kalimatnya.
Luna menelan ludah dengan posisi mereka saat ini, dimana pria asing ini menyentuh kulitnya karena duduk di sampingnya.
"Mom, ini Daddy Angel, namanya adalah Scoot Brylee. Daddy Angel tampan, 'kan?" celoteh Angel sembari tertawa.
"Brylee?" gumam Luna tanpa bersuara, sangat kaget karena nama gelar itu diucapkan Angel. Siapa yang tidak mengenali gelar keluarga Brylee di negara tersebut. Hanya saja Luna tidak mengenal wajah-wajah keluarga itu.
"Ikut aku!" Suara bariton itu membuat tiga orang tercengang. Dimana pria bernama Scoot menarik tangan Luna untuk segera bangkit dari tempat duduknya. "Kalian tunggu di sini, sebentar lagi akan ada pengawal!" Tanpa ingin mendengar jawaban dari Angel maupun Steven, Scoot membawa Luna dengan cara paksaan karena Luna menolak.
Scoot membawa Luna ke mobil miliknya. "Masuk!" titahnya.
"Tuan mau apa?" Perasaan Luna menjadi takut karena perilaku pria yang tidak ia kenali membawa paksa dirinya yang entah membawa kemana.
"Masuk! Jangan banyak bertanya!"
Karena takut dan tak ingin sesuatu terjadi kepadanya Luna menurut saja. Entah pikirannya menjadi kacau tanpa bisa disaring dengan normal. Bisa saja tadi ia berteriak minta tolong karena di sekeliling mereka cukup ramai.
Kendaraan roda empat dengan harga fantasi yang dikendarai oleh Scoot melaju dengan kecepatan tinggi. Luna hanya bisa diam dengan pandangan di luar jendela tanpa ingin bertanya karena menurutnya percuma saja.
Rupanya Scoot membawa Luna di sebuah apartemen mewah.
"Menikahlah denganku!"
Deg!
Mendengar perkataan itu tentu saja membuat Luna tersentak kaget, bahkan jantungnya ingin meledak. Bagaimana bisa pria asing itu mengucapkan kalimat itu kepada dirinya.
"Jangan bercanda, Tuan," ucap Luna sembari tertawa kecil karena menganggap perkataan Scoot adalah omong kosong.
"Aku tidak pernah bercanda karena itu bukan hobi seorang Scoot Brylee!"
Luna langsung mengatup mulutnya rapat-rapat setelah mendengar suara bariton tegas itu.
"Menikahlah dengan ku besok!" Sekali lagi ucapan itu membuat Luna ingin pingsan. Hingga ia menganggap salah satu dari keluarga Brylee mengalami kelainan, dengan kata kasarnya gila. Bagaimana mungkin sekelas mereka menawarkan dirinya sendiri dengan wanita biasa dan sederhana seperti dirinya.
Luna ingin sekali tertawa keras, ingin menertawai kegilaan pria yang saat ini tengah berdiri di hadapannya. Tapi tentu saja ia tak berani melakukan hal itu.
"Apa maksud Tuan?" tanya Luna tidak paham. Karena orang asing tiba-tiba meminta menikahi dirinya. "Dua bulan lagi saya akan bertunangan, bagaimana mungkin saya menerima--"
"Jangan percaya diri dulu. Aku menikahi kau hanya sebagai peran pengganti! Wajah kau mirip dengan almarhum istriku, bahkan putriku menganggap dirimu adalah Mommy-nya!"
Deg!
Pengakuan tak terduga itu membuat dunia Luna menjadi gelap tanpa sedikitpun celah cahaya.
"Peran pengganti?" gumam Luna dengan bibir bergetar.
Luna tersenyum getir dengan garis takdir yang kini menghampiri dirinya. Dimana ada seseorang pria yang menawarkan dirinya sendiri untuk menikahi dirinya. Pasti siapapun kaget dan tak percaya pada sebelumnya. Ketika mengetahui apa yang terselubung dari kebenarannya, dunianya menjadi gelap. Kalimat peran pengganti berhasil membuat dirinya ingin runtuh.
"Aku adalah Scoot Brylee, sosok terkenal yang tak ingin dibantah. Secara garis besarnya kau akan menerima pernikahan ini!"
"Maaf Tuan saya tidak bisa!" sahut Luna dengan tegas.
Scoot menatap Luna dengan tajam. Tetapi itu tidak bertahan lama karena bayangan wajah mendiang istrinya seakan ad pada wajah Luna.
"Jika kau menolak, tunggu saja kabar dari kedua orang tuamu! Kau lupa sedang berhadapan dengan siapa?" ancam Scoot tidak main-main.
Luna membulatkan matanya dengan jantung berdebar mendengar ancaman Scoot. Ancaman yang berhasil membuat dirinya tidak tenang karena jika sudah menyangkut keluarganya Luna tidak bisa diam begitu saja.
"Apa maksud Anda mengancam?" teriak Luna tidak peduli lagi dengan siapa saat ini dirinya berhadapan.
"Kau memang bukan istriku! Istriku tidak pernah meneriaki seorang Scoot Brylee! Kau orang pertama yang berani melakukan itu!" ujar Scoot sembari mencengkram wajah Luna dengan tatapan tajam.
"Ck, aku adalah Mezzaluna! bukan istri yang Anda sangka, tentu saja berbeda!" Luna tidak kalahnya meninggikan suaranya.
"Sadar siapa kau dan aku!" Scoot menghempaskan cengkraman itu hingga membuat wajah Luna menoleh ke arah lain.
Luna tak menjawab. Dadanya turun naik mengikuti ritme nafasnya yang memburu menahan marah.
Scoot merogoh kantong celananya, mengeluarkan smartphone untuk mengecek beberapa pesan berisi informasi seseorang yang diam-diam sebelumnya ia informasikan kepada kaki tangannya.
"Datangi kediaman pria bernama Lukas dan wanita bernama Britney di kawasan rumah susun di kota X. Segera perintahkan mereka untuk meninggalkan tempat itu sekarang juga! Satu lagi, cabut beasiswa bernama Mike!"
DEG
"A-apa?"
Scoot melirik Luna yang begitu kaget serta panik.
"Tu-tuan saya bersedia!"
Scoot tersenyum menyeringai mendengar ucapan Luna. Ia berhasil membuat ancaman tepat pada titik kelemahan Luna.
"Jangan berani membantah!"
Luna pasrah, apapun alasannya untuk menolak tentunya tidak mampu untuk melawan pria yang memiliki tahta dan segalanya. Sementara dia hanya seorang wanita pengasuh, hanya mengenyam bangku sekolah sebatas SMA saja karena tidak memiliki biaya.
Sedangkan kedua orang tuanya hanya bekerja sebagai buruh untuk menyambung hidup dan membiayai putra mereka yang masih sekolah.
*
Karena wajah Mezzaluna mirip dengan sosok mendiang sang istri yang sangat dicintainya, hingga pernikahan paksa tersebut terjadi dan sosok Mezzaluna hanya sebagai peran pengganti.
Pemberkatan yang hanya dihadiri oleh keluarga besar Brylee dan kedua orang tua Luna serta sang Adik juga menjadi saksi pemberkatan mereka.
Semua orang kaget dan tak percaya dengan pernikahan tiba-tiba itu, apa lagi mengenai Scoot selama ditinggal almarhum istrinya. Tapi melihat sosok Luna yang mirip dengan Lucy, mereka paham. Ingin memberi komentar sebelum sesuatu yang terjadi ke depannya pun tidak bisa karena mereka hafal betul dengan karakter Scoot. Kalau A katanya harus A, mustahil melihat ke B.
Tidak ada resepsi seperti pernikahan pada umumnya. Mengingat Scoot adalah seorang CEO tentu saja jika diadakan resepsi akan dihadiri ribuan tamu undangan.
Luna sama sekali tidak mempermasalahkan hal itu, malahan ia merasa bersyukur bahwa pernikahan paksa tersebut digelar tertutup.
Tapi ia tak habis pikir karena pernikahan tiba-tiba itu mampu membuat keluarganya menjadi saksi. Bukankah mereka tahu bahwa Luna memiliki calon tunangan. Ingin sekali Luna menanyakan bagaimana ceritanya mereka datang tapi tentunya tidak ada waktu untuk dirinya.
Walau sifat Scoot tegas serta sewenang-wenang dirinya tapi ia masih menghargai kedua orang tua Luna. Ia tak menyangka jika kedua orang tuanya menyaksikan pernikahannya.
Yang bisa Luna lakukan hanya berpura-pura bahagia dengan pernikahan yang baru saja digelar secara kekeluargaan itu.
Menjelang malam
Scoot membawa Luna ke hotel berbintang tentunya milik keluarga Brylee.
Luna membeku mendapati kamar hotel bertabur kelopak bunga mawar merah. Menyambut malam pertama bagi sepasang pengantin baru. Jantungnya berdebar kencang mengingat bagaimana yang akan terjadi. Sedangkan Scoot bergegas masuk ke kamar mandi.
Tidak lama pintu kamar mandi dibuka. "Segera bersihkan dirimu!" Suara bariton itu membuat lamunan Luna membuyar, bahkan ia tidak mendengar jika pintu kamar mandi dibuka.
Glek!
Luna menelan ludah dan spontan mengalihkan pandangannya. Ia tidak sengaja memandangi tubuh Scoot yang bertelanjang dada. Wajah Luna memerah hanya melihat sekilas saja. Mungkin karena baru kali ini ia melihat tubuh seorang pria lain selain sang Adik.
Tidak ingin wajahnya semakin memanas, Luna bergegas menuju kamar mandi. Melakukan ritual mandinya.
Dengan malu-malu Luna keluar, apa lagi dia lupa membawa baju ganti. Jantungnya semakin tak karuan mendapati Scoot masih menggenakan lilitan handuk di pinggangnya.
Scoot memandangi Luna ketika menyadari pintu kamar mandi dibuka. Tatapan mereka bertemu dalma diam. Entah setan apa yang mengusik atau berbisik di telinga Scoot hingga kini Luna berada di bawah kekuasaan Scoot.
Malam pertama yang tak pernah ia duga itu terjadi juga. Dimana malam pertama penuh luka dan menyesakan dada.
Dimana pria yang sudah sah menyandang status suaminya itu merampas mahkota yang selama ini dijaganya dengan menyerukan nama seseorang dalam lautan panas malam itu.
"Minum ini. Aku tidak ingin kau hamil!"
Belum sampai di situ. Usai bergulat satu hal lagi yang membuat luka itu semakin menganga, yaitu hadiah berupa dua buah pil kontrasepsi darurat.
*
Di akhir mengingat masa lalu Luna tersenyum sumbing. Inilah realita kehidupan yang sesungguhnya. Sudah dua tahun mereka melewati masa kebersamaan tetapi sedikitpun tidak ada yang berubah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!