Istana Fengyun, istana milik Maharani Langit tengah diselimuti kabut putih yang sangat tebal hingga cahaya matahari tidak bisa lewat. Ketebalan kabut tersebut tidak memiliki celah sehingga semua yang ada di dalam istana hanya bisa terlihat berkat pencahayaan dari lilin bunga anggrek yang menyalakan api abadi.
“Apa yang harus kita lakukan?” tanya seorang wanita berpakaian serba putih yang di telinganya terdapat hiasan berbentuk burung feniks kecil. Orang yang dia tanya hanya menghela napas sebelum berkata, “Aku tidak tahu.”
Wanita itu – Yue Ming, hanyalah seorang peri yang lahir dari sehelai bulu kepala Maharani Langit ketika bulan purnama. Dia duduk di Istana Fengyun untuk melayani sang maharani selama ribuan tahun dan sangat setia.
“Dewi, cepat pikirkan sesuatu untuk menolong Yang Mulia!” Yue Ming berkata dengan tidak sabar. Orang yang diajak bicara – Si Ming, kali ini mencoba memikirkan sesuatu.
Di Alam Sembilan Langit dan Tiga Alam, keberadaan Maharani Langit adalah sangat penting. Semua makhluk bergantung padanya, namun bukan berarti dia tidak punya musuh. Wujud aslinya yang berupa feniks api biru merupakan klan feniks legendaris yang misterius. Bulunya berwarna merah keemasan, namun mata dan sihir apinya berwarna biru, yang setiap kali mengepak sayap dan terbang, muncul serbuk-serbuk sihir biru yang indah dan setara dengan lima ratus tahun kultivasi.
Semua anggota klan feniks api biru telah punah ratusan ribu tahun lalu, namun entah mengapa muncul seorang dewi dengan takdir misterius. Setelah para dewa kuno mengujinya, barulah diketahui dia adalah feniks api biru, yang kemudian menjadi penguasa Alam Sembilan Langit.
Maharani Langit - Feng Shang, selalu memperbaiki segel di Lembah Shansui, lembah tempat disegelnya Raja Iblis.
Hari ini, Maharani Langit baru saja kembali dari Lembah Shansui dalam keadaan terluka setelah memperbaiki segel Raja Iblis. Hampir separuh kekuatannya hilang, bahkan dia telah berubah wujud ke tubuh aslinya.
Jika musuh mengetahui Maharani Langit sedang terluka, seluruh klan abadi dari Alam Sembilan Langit dan Tiga Alam akan musnah!
“Takdir Maharani tidak tertulis di buku manapun,” Si Ming kembali menghela napas, kemudian melanjutkan perkataannya, “Aku bisa membuat sebuah buku takdir baru, meski aku tidak tahu apakah akan berhasil atau tidak.”
“Selama Yang Mulia bisa selamat, lakukan saja!”
Si Ming dalam kebimbangannya merasa mendapat dorongan. Maharani Langit tidak punya takdir yang tertulis di buku manapun, sehingga kehidupannya sulit diprediksi. Sebagai bawahan yang bertugas mengatur takdir manusia dan para dewa, Si Ming tidak dapat memikirkan jalan lain.
Si Ming kemudian memusatkan seluruh kekuatannya. Istana Fengyun kemudian tertutup, lalu seberkas cahaya yang terang kemudian terpancar dari dalam tempat Maharani Langit berbaring. Si Ming mengeluarkan inti jiwa sang maharani, membuka cermin takdir lalu memasukkan inti jiwa tersebut ke dalamnya. Cermin itu berbentuk lonjong, lebih tampak seperti lubang yang tak berujung.
“Aku telah mengirim inti jiwa dan setengah bayangan Maharani ke dunia fana untuk memulihkan diri. Kita mungkin harus menjaga agar istana ini tetap aman sampai Maharani kembali.”
“Maksudmu, Yang Mulia tidak akan bangun dalam beberapa waktu?”
Si Ming mengangguk. Hanya ini yang bisa dia lakukan dan satu-satunya jalan yang dia pikirkan. Dengan mengeluarkan inti jiwa dan mengirimnya ke dunia untuk menjalani hidup sebagai manusia, seorang dewa bisa memulihkan kekuatannya hingga berkali-kali lipat. Si Ming sengaja mengirim serta setengah bayangan sang maharani agar kelak dia tidak tersesat ketika berhasil dalam pelatihannya.
“Satu hari di Alam Sembilan Langit adalah tujuh tahun di dunia fana. Maharani mungkin hanya memerlukan waktu selama beberapa hari saja. Anggap saja dia sedang tidur siang,” ucap Si Ming.
Yue Ming pasrah. Peri pelayan tersebut kemudian menutup Istana Fengyun, tidak memperbolehkan siapapun masuk untuk menghindari kabar bahwa Maharani Langit sedang tidak baik-baik saja. Si Ming kemudian menulis sebuah takdir baru untuk Maharani Langit, meski setiap dia selesai menuliskan kata, tinta yang tergores di buku tersebut langsung menguap dan hilang.
Karena itulah keistimewaan takdir Maharani Langit.
Dia seorang penguasa yang agung dan tidak tertandingi. Surga memberinya kekuatan yang besar untuk memimpin Alam Sembilan Langit dan duduk di atas takhta tertinggi. Selama hampir dua puluh ribu tahun, dia berhasil menjaga kedamaian Tiga Alam dengan menghentikan peperangan dan menyegel Raja Iblis.
Maharani tidak pernah menua.
Takdirnya tidak tertulis di buku takdir manapun. Maharani Langit tidak memiliki emosi yang menggebu-gebu seperti dewi lain, karena lautan perasaannya membeku dan pohon hatinya diselimuti salju abadi. Itulah yang membuat dia menjadi sedingin es dan tampak kejam ketika menindak atau menjatuhkan hukuman terhadap siapapun yang bersalah.
Tidak ada yang menyangka bahwa Maharani Langit akan terluka setelah memperbaiki segel Raja Iblis di Lembah Shansui. Siapapun, termasuk Si Ming sendiri, lebih tidak akan menyangka bahwa inti jiwa Maharani Langit tidak sampai ke dunia yang diatur untuknya, melainkan ke dunia lain yang sangat jauh dan tidak diketahui letak persisnya di mana.
...***...
...Halo! Jumpa lagi sama Otor hehe. Selamat datang di negeri dongeng penuh imajinasi Otor milik Maharani Feng! Kali ini Otor mau mencoba membuat cerita yang berbeda, timetravelnya kebalik. Selamat membaca, semoga betah berjalan-jalan di dunia milik Maharani Feng!...
Feng Shang mengerjapkan matanya ketika merasakan rasa sakit seperti sedang digigit di bagian kakinya. Ketika matanya terbuka, dia melihat langit biru yang cerah tanpa awan. Begitu biru hingga dia tidak tahu apakah Alam Sembilan Langit memiliki langit yang cerah seperti ini atau tidak.
“Kepiting sialan!”
Feng Shang melemparkan seekor kepiting merah besar ke sekitar. Capit kepiting itu telah melukai kakinya hingga berdarah. Rupanya, perasaan sakit seperti digigit tadi berasal dari jari kakinya yang dicapit kepiting merah besar. Kakinya yang putih dan jenjang, mulus tanpa luka kini memiliki cacat berupa bekas capitan kepiting yang mengganggu pemandangan.
Tunggu, darah?
Feng Shang mengernyitkan dahi hingga kedua alisnya hampir menyatu. Seumur hidupnya, dia tidak pernah melihat darah keluar dari tubuhnya yang terluka. Takdirnya sebagai Maharani Langit membuatnya memiliki tubuh yang tahan terhadap luka luar, sehingga setiap kali kulitnya sobek, tidak pernah mengeluarkan darah dan lukanya langsung menutup kembali.
Mengapa kakinya bisa berdarah?
Feng Shang merasa tubuhnya dingin. Matanya membelalak ketika melihat pakaian aneh yang menempel di tubuhnya. Dia hanya mengenakan sebuah pakaian putih polos yang tipis berlengan panjang dan sebuah rok hitam selutut, yang semuanya basah. Feng Shang meraba bagian tubuhnya yang lain. Rambutnya yang biasanya tergerai panjang kini diikat satu, mahkota yang terbuat dari berlian esensi Tiga Alam juga sudah tidak berada di kepalanya.
“Apa yang terjadi padaku?”
Feng Shang menatap kakinya yang terbuka. Rupanya, dia juga tidak memakai alas kaki dan kaus kaki hingga kulit putihnya terekspos begitu saja. Butuh waktu beberapa menit baginya untuk memperhatikan seluruh tubuhnya yang tidak biasa. Lantas, dia melihat ke sekeliling.
Hamparan pasir putih memanjang ke arah selatan. Deburan ombak berderu dan datang berganti, membawa buih lautan serta beberapa benda kecil lain. Feng Shang kemudian menyimpulkan kalau dia sedang berada di sebuah pantai di pulau misterius yang belum pernah dia kunjungi. Tidak ada dewa atau iblis atau peri di sini. Feng Shang juga tidak mencium aroma spiritual dari tumbuhan dan benda-benda di sekitarnya. Hanya ada pasir putih, ombak, pohon kelapa serta semak-semak belukar dan batu karang yang menjulang.
Suara bising kemudian terdengar sangat keras. Feng Shang melihat ke atas langit, lalu sebuah benda aneh berwarna hitam terbang dengan ketinggian rendah. Di atas benda tersebut terdapat benda lain yang panjang dan berputar, hingga membuat pepohonan bergerak seperti tertiup angin topan.
“Tuan, ada seorang perempuan di bawah sana!” seru seseorang dari dalam benda tersebut kepada pria berjas hitam dan memakai sesuatu yang bulat berwarna hitam di matanya.
“Apa dia seorang dewa?” tanya Feng Shang dalam hati. Apa benda terbang itu adalah hewan spiritualnya? Tetapi mengapa sangat berisik?
“Turun!” perintah pria berjas hitam.
Benda terbang tersebut kemudian mendarat tak jauh dari tempat Feng Shang berdiri. Feng Shang bersiap, waspada jika orang-orang itu akan menyerangnya secara tiba-tiba. Sikap itu sudah terlatih sejak ribuan tahun lalu sebelum dia menjadi Maharani Langit, sehingga kewaspadaannya melebihi siapapun.
Feng Shang merasakan energi misterius ketika pria berjas hitam berjalan ke arahnya. Dia melihat bayangan seseorang di matanya, namun tiba-tiba saja matanya menjadi sakit dan dia segera menutupnya. Aneh, mengapa matanya langsung sakit ketika merasakan aura dari pria asing itu?
“Dia mungkin tersesat,” ucap pria itu datar.
Feng Shang membuka kembali kedua matanya. Jarak antara dia dan pria tersebut mungkin hanya beberapa meter saja. Pria berjas mengernyitkan dahi ketika melihat raut wajah tanpa ekspresi dari perempuan kecil yang berdiri di hadapannya. Ini tidak biasa, pikirnya.
Lazimnya ketika seseorang terdampar di pulau asing sendirian, orang itu akan panik dan mencari pertolongan hingga seperti hendak mati. Tetapi perempuan ini malah menampilkan raut wajah biasa saja, seolah terdampar di pulau terpencil yang tak berpenghuni adalah hal yang biasa.
Feng Shang mundur satu langkah ketika pria itu maju satu langkah. Pria berjas membuka benda hitam yang menempel di hidungnya hingga kedua matanya terlihat. Mata itu, mata itu sangat indah! Feng Shang merasa mata milik pria asing ini mirip seperti mata para dewa agung yang sering datang berkunjung kepadanya, namun tampak berbeda di saat yang sama.
Pria berjas kemudian berbalik, lalu menggunakan bahasa isyarat berupa anggukan kepala. Pria lain yang berpakaian hampir serupa mengangguk, kemudian menghampiri Feng Shang dengan ekspresi ramah sembari berkata, “Nona, silakan ikut bersama kami.”
Feng Shang merubah ekspresinya. Berani-beraninya dia menyapa Maharani Langit secara langsung tanpa etiket dasar Alam Sembilan Langit! Feng Shang menggerakkan jarinya, hendak mencekik pria itu. Aneh, tangannya justru tidak bisa mengeluarkan sihir. Gerakannya malah terlihat konyol.
“Nona? Anda baik-baik saja?” pria itu kembali bertanya.
Feng Shang tidak menjawab dan malah memperhatikan jari-jarinya. Ke mana perginya seluruh kekuatannya? Mengapa sihirnya tidak keluar?
“Nona mungkin terkejut dan ketakutan karena terdampar di pulau ini sendirian. Biarkan kami membantumu keluar dari sini, setelah itu Nona bisa menemukan keluarga Nona,” ucap pria itu lagi.
Feng Shang tidak bodoh. Jika dia ingin mengetahui apa yang terjadi, dia mungkin harus mengikuti sekelompok orang asing ini. Saat pria itu berbicara padanya, dia ingin marah karena merasa pria itu memiliki keberanian yang luar biasa untuk berhadapan dengannya. Di Alam Sembilan Langit, bahkan para dewa agung pun hanya berani berbicara padanya secara singkat.
Akhirnya, dia mengikuti pria-pria aneh masuk ke dalam benda terbang misterius. Suara yang berisik membuat Feng Shang harus menutup kedua telinganya. Hewan spiritual ini sangat aneh. Tidak ada mata, tidak ada bulu, tetapi bisa memuat hingga lima orang dan juga sangat berisik. Selain itu, di bagian depannya terdapat puluhan tombol dan layar kecil yang menyala dan menampilkan bulatan dan angka-angka aneh.
Pria berjas melihat tingkah Feng Shang, lalu memakaikan sebuah benda asing ke kepalanya. Suara berisik dari hewan spiritual langsung tidak terdengar. Feng Shang menatap sebentar, lalu kembali diam sambil melihat pemandangan di bawah sana. Di Tiga Alam, Feng Shang sering terbang di atas lautan, tetapi tidak pernah benar-benar menyukai lautan.
Itu semua dikarenakan dendam dua puluh ribu tahun lalu. Ketika dia masih menjadi dewi biasa, dia pernah dikurung di Laut Timur oleh sekelompok dewi yang iri padanya. Penduduk Laut Timur memperlakukannya seperti budak hingga Feng Shang muak dan memberontak. Itulah sebabnya dia tidak terlalu menyukai lautan.
Setelah beberapa lama, hewan spiritual aneh kemudian terbang di atas hamparan bangunan-bangunan aneh yang tinggi menjulang. Feng Shang melihatnya dari atas, dan jelas itu bukanlah istana atau rumah-rumah penduduk Tiga Alam. Selain itu, di bawahnya juga terdapat jalan-jalan yang memanjang dengan ribuan benda aneh bergerak maju dari berbagai arah.
Ini bukan Alam Sembilan Langit, tempat ini bukan Tiga Alam, pikirnya.
“Tuan, ke mana kita akan membawa nona itu?” tanya pria ramah tadi.
“Ke keluarganya,” jawabnya singkat.
Si pria ramah langsung lesu mendapat jawaban sesingkat itu.
“Tetapi nona itu tidak berbicara sepatah kata pun sejak dia naik. Bagaimana kita bisa tahu siapa dia dan di mana keluarganya?”
“Mungkin otaknya kemasukan air.”
Feng Shang yang mendengarnya seketika berkata, “Aku tidak bodoh.”
Kedua pria tersebut kemudian tidak berbicara lagi hingga mereka sampai di sebuah tempat yang tinggi. Mungkin, mereka berhenti di sebuah atap bangunan tinggi. Deru bising hewan spiritual aneh kemudian berhenti tatkala pria berjas bermata indah turun, disusul pria tadi dan beberapa orang pria lainnya. Feng Shang juga turun setelah penumpang hewan spiritual keluar semua.
Baru saja dia memijakkan kakinya yang telanjang, telinganya kemudian menangkap suara aneh yang melesat menuju pria bermata indah. Indra pendengaran Maharani Langit-nya ternyata masih berfungsi sangat baik, bisa memprediksi suara-suara yang datang dari jarak hingga seribu mil jauhnya. Feng Shang merasa kalau suara yang datang tersebut bukan hal yang baik.
“Awas!” seru Feng Shang ketika suara tersebut bergerak semakin mendekat. Feng Shang refleks mendorong tubuh pria bermata indah untuk menghindari serangan suara tersebut. Kulitnya bersentuhan dengan kulit tangan si pria. Feng Shang dan si pria terjatuh bersamaan dengan melesatnya sebuah benda kecil aneh dengan kecepatan tinggi. Benda itu mengenai sebuah tembok besar yang ada di belakang mereka.
“Pembunuh! Lindungi Tuan Shen Yi!”
Beberapa orang kemudian bersiaga, membentuk lingkaran untuk melindungi Shen Yi dan Feng Shang. Sikut Feng Shang tergores dan berdarah, sementara Shen Yi hanya mengalami luka memar karena terjatuh mendadak dan menahan benturan keras.
“Zhang Bi, jangan biarkan dia melarikan diri!” perintah Shen Yi sambil bangkit. Pria-pria kekar – mungkin pengawal Shen Yi, memegang senjata di tangan mereka. Sial, bisa-bisanya mereka kecolongan!
“Shen Yi?” ucap Feng Shang tanpa sadar.
“Nona, terima kasih sudah menyelamatkan nyawa Tuan Shen. Siapa nama Nona?” tanya Zhang Bi. Sembari membersihkan debu di tangannya, Feng Shang kemudian menjawab, “Feng Shang.”
Di Alam Sembilan Langit, menyebut nama Maharani Langit sembarangan adalah sebuah larangan. Nama mulia tersebut hanya boleh disebut setelah diberi panggilan ‘Yang Mulia’. Namun, Feng Shang terpaksa memberitahukan namanya karena dia tahu bahwa ini bukanlah dunia tempatnya berasal. Siapa tahu dia bisa mencari informasi dengan mengandalkan orang-orang ini.
“Di mana rumah Nona? Saya akan mengantarkan Nona pulang dan memberi Nona imbalan karena sudah menyelamatkan nyawa Tuan kami,” sambung Zhang Bi.
Feng Shang tidak mungkin menjawab Istana Fengyun, bukan? Jika dia menjawab seperti itu, dia mungkin dianggap gila dan ditertawakan. Seumur hidup ini, Feng Shang paling tidak ingin ditertawakan. Lebih baik disebut kejam daripada menjadi bahan tertawaan, sehingga dia terpaksa menjawab, “Aku tidak tahu.”
Entah karena masih panik atas insiden tadi atau apa, Shen Yi dan Zhang Bi tidak berkomentar. Kedua pria itu membawa Feng Shang ke dalam sebuah ruangan yang semuanya sangat aneh. Di dalam ruangan itu, Feng Shang melihat banyak manusia berpakaian aneh sama seperti dirinya, sibuk pada tempat masing-masing. Sesekali dia mendengar teriakan kemarahan dari beberapa sudut ruangan dan keluhan dari beberapa orang yang tertangkap telinganya.
“Nona, pakailah ini. Saya lihat pakaianmu basah. Tuan Shen sedang meeting dengan klien, mohon Nona menunggu di sini.” Zhang Bi menyodorkan satu set pakaian wanita yang menurut Feng Shang masih terlihat aneh. Meskipun kainnya agak tebal, tetapi tidak bisa menutupi seluruh tubuhnya.
“Apa tidak ada pakaian yang lebih panjang?”
Zhang Bi menggeleng. Itu adalah set pakaian wanita yang baru dibeli beberapa saat yang lalu dan harganya sangat mahal. Modelnya sudah yang terbaru dan edisi terbatas, tetapi perempuan ini malah ingin yang lain?
“Mungkin hanya pakaian Tuan Shen yang agak panjang.”
“Berikan padaku!”
Meskipun aneh, namun Zhang Bi tetap mengambilkan satu set pakaian milik Shen Yi dan memberikannya pada Feng Shang. Kini, perempuan itu memakai setelan mirip seperti Shen Yi, berjas hitam dengan kemeja putih dan celana panjang hitam. Feng Shang juga menggunakan sepatu Shen Yi yang ukurannya besar, hingga ketika dia melangkah, sepatunya kerap tertinggal. Dia menunggu di ruangan milik Shen Yi sendirian.
“Dia sungguh aneh,” ucap Shen Yi ketika dia melihat lewat kaca setelah selesai rapat. Di dalam ruangannya, Shen Yi melihat dengan jelas kalau Feng Shang seperti seorang karyawan baru yang polos dan aneh.
“Nona Feng menolak memakai pakaian yang baru. Dia bilang, dia ingin yang lebih panjang. Padahal, pakaiannya sudah basah sejak dia masih di Pulau Yonghe. Tuan, ke mana Tuan akan mengirim Nona Feng?” tanya Zhang Bi.
“Bawa pulang saja.”
...***...
...Duh, Maharani Feng malah terdampar di pulau! Dia naik burung spiritual modern, nih! Kira-kira, siapa ya Shen Yi itu? Mengapa dia membawa pulang Feng Shang ke rumahnya?...
...Cari tahu jawabannya di episode-episode selanjutnya ya! Sampai jumpa!...
Feng Shang baru mengetahui nama dunia yang membuatnya kebingungan. Ternyata, dunia yang serba aneh ini disebut bumi, sebuah planet ketiga dalam sistem tata surya dengan galaksi Bima Sakti. Planet ini berputar mengelilingi sebuah bintang yang disebut matahari, sehingga menyebabkan adanya siang dan malam dan berlangsung selama 24 jam.
Hewan spiritual bersuara berisik yang dia tumpangi tadi bernama helicopter, merupakan sebuah kendaraan jalur udara di bumi. Kota tempat dia berada benama Kota Cheng, sebuah kota maju yang penduduknya lumayan sejahtera.
Bangunan-bangunan tinggi yang menjulang disebut gedung, sementara ruangan yang tadi ditempati Feng Shang sembari menunggu Shen Yi adalah kantor.
Feng Shang mengetahuinya setelah bertanya pada Zhang Bi. Zhang Bi adalah asisten Shen Yi, sekaligus sekretarisnya. Zhang Bi tahu banyak tentang dunia ini, juga tahu banyak tentang Shen Yi. Asisten itu berkata bahwa dia diminta Shen Yi untuk membawanya pulang ke rumah.
Di depan sebuah bangunan yang megah dengan arsitektur yang khas, Feng Shang berdiri tegap menghadap pintu utama. Tampilan depan bangunan ini mengingatkan dia pada Istana Fengyun miliknya di Langit Kesembilan.
Meskipun tidak semewah dan seajaib Istana Fengyun, bangunan ini tetap memiliki ciri khasnya sendiri yang membuat Feng Shang betah hanya dengan menatapnya saja.
“Nona, silakan masuk,” ucap Zhang Bi.
Pintu pagarnya terbuka otomatis. Itu membuat Feng Shang sedikit terkejut hingga hampir melompat. Zhang Bi yang melihatnya menahan tawa, lalu kembali berjalan menuju bagian dalam bangunan yang sangat megah tersebut. Feng Shang melihat ke sekeliling, menikmati pemandangan indah dari taman bunga dan pelataran yang dihiasi berbagai bebatuan cantik.
“Ini adalah rumah Tuan Shen. Karena Nona tidak tahu jalan pulang dan di mana rumah Nona, silakan tinggal di sini untuk sementara.”
“Tinggal di sini? Bersama Shen Yi?” tanya Feng Shang.
“Meskipun kalian tinggal serumah, Tuan Shen dan Nona tidur di kamar terpisah. Saya harus kembali ke kantor, jika Nona membutuhkan sesuatu, silakan tekan tombol di sana dan hubungi saya,” ucap Zhang Bi sembari menunjuk ke sebuah benda yang tertempel di dinding, bentuknya bulat, mungkin sebuah bel atau alat penghubung suara.
Di rumah seluas dan semegah ini, tidak ada pelayan atau pembantu. Itu membuat Feng Shang kesulitan menanyakan sesuatu karena tidak ada orang yang bisa diajak bicara. Padahal, di Istana Fengyun, dia adalah seorang Maharani Langit yang dilayani banyak orang. Apapun yang dia butuhkan selalu disiapkan dan disediakan pelayan.
Feng Shang tiba-tiba merasakan sakit di dadanya. Dia membuka bajunya dan mendapati tanda feniks api biru mengeluarkan cahaya. Feng Shang seperti ditarik seluruh tulang rusuknya, meringis kesakitan hingga langkahnya terhunyung-hunyung. Dia menabrak segala objek yang ada di dekatnya. Wajahnya dipenuhi keringat dan tubuhnya terasa panas.
Tangan Feng Shang menunjuk ke segala arah, menghempaskan energi yang cukup besar. Benda-benda yang terkena hempasan hancur berkeping-keping dan dalam sekejap, isi rumah Shen Yi yang serba mewah langsung berantakan.
“Mengapa kekuatan sihirku tiba-tiba pulih?”
Feng Shang berjalan ke segala arah, mencari sesuatu yang bisa mengurangi rasa panas dan sakitnya. Terakhir kali, dia melompat ke Kolam Tianhui yang terletak empat ribu mil dari Istana Langit karena kekuatan sihirnya meningkat sehingga tubuhnya seperti terbakar. Butuh waktu selama beberapa jam hingga tubuhnya benar-benar bisa dipulihkan.
Tidak lama kemudian, dia melihat sebuah air mancur. Feng Shang segera belari, namun tubuhnya menabrak sesuatu yang keras yang tidak terlihat. Rupanya, dia menabrak dinding kaca yang memisahkan bagian dalam rumah dengan sebuah kolam air mancur.
Karena marah dan sudah tidak tahan panas, Feng Shang langsung menghancurkan dinding kaca tersebut hingga berbunyi sangat keras.
Tanpa pikir panjang, dia langsung melompat ke dalam kolam air mancur. Meskipun airnya tidak sesegar air kehidupan di Kolam Tianhui, setidaknya rasa panas yang membakar tubuhnya berkurang sedikit demi sedikit. Feng Shang menyembulkan kepalanya di permukaan, lalu berenang ke tengah, ke tempat air mancur berada.
Kepalanya dibasuh air yang dingin, terasa nyaman dan sejuk.
...***...
Shen Yi sangat terkejut ketika dia melihat isi rumah mewahnya hancur berantakan. Saat dia membuka pintu dan menyalakan lampu, pemandangan tak sedap langsung menusuk matanya. Guci-guci antik, lukisan-lukisan mahal, patung-patung mewah, lemari-lemari kaca berisi perabotan mahal, meja, kursi, semuanya hancur.
“Sial! Siapa yang menghancurkan isi rumahku?” umpat Shen Yi.
Dia marah, tetapi tidak tahu harus marah pada siapa. Mungkinkah perampok datang? Tetapi, dengan sistem keamanan yang sangat tinggi dan canggih, mengapa mereka tidak terdeteksi?
Rumah ini dilengkapi sensor dan kamera pengawas versi tercanggih. Jika ada orang asing yang masuk, maka akan langsung otomatis terdeteksi dan langsung terhubung dengan jaringan kantornya.
Shen Yi melihat seonggok pakaian yang tidak asing tergeletak di tengah pecahan benda. Tiba-tiba, dia teringat bahwa tadi siang dia menyuruh Zhang Bi membawa Feng Shang pulang ke rumah. Shen Yi sedikit panik, mungkinkah Feng Shang dibawa kabur oleh perampok itu?
“Feng Shang? Feng Shang?” panggilnya. Shen Yi berjalan menuju kolam air mancur, lalu kakinya tanpa sengaja menyenggol pecahan dinding kaca. “Feng Shang?”
Feng Shang yang tengah memejamkan mata seketika membuka matanya, lalu melihat sosok Shen Yi tengah berdiri di tepi kolam. Terkejut, Feng Shang menggunakkan sedikit kekuatannya, memanggil angin dari dalam air. Seketika datang angin yang menerbangkan debu hingga Shen Yi kesulitan melihat objek di sekitarnya.
Pada kesempatan itu, Feng Shang menenggelamkan dirinya ke kolam dan hanya menyembulkan kepalanya saja. Setelah angin berhenti, Shen Yi lantas bertanya, “Apa yang kau lakukan di dalam sana?”
“Berendam,” Feng Shang menjawab singkat. Jika itu di Istana Langit, orang yang mengintip Maharani Langit mandi akan langsung dilemparkan ke Sungai Reinkarnasi. Tetapi di sini, situasinya berbeda.
Celaka, pikir Feng Shang. Shen Yi pasti ingin bertanya mengapa isi rumahnya hancur seperti itu. Feng Shang tidak mungkin mengaku kalau dia yang sudah menghancurkannya karena kekuatan sihirnya pulih dan tidak terkendali. Di sini, di dunia ini, dia pasti dianggap sudah gila dan ditertawakan.
“Kau tahu mengapa rumahku bisa hancur?” tanya Shen Yi.
“Mungkin ada pencuri yang masuk,” jawab Feng Shang.
Shen Yi justru berpikir ini aneh. Perempuan itu begitu tenang seolah kejadian janggal ini bukan apa-apa. Sudahlah, mungkin sistem di rumahnya memang perlu diperbaiki lagi.
Tidak heran jika Feng Shang memiliki sikap seperti itu. Jangankan pencuri atau perampok, ketika dia terdampar di pulau terpencil sendirian pun wajahnya masih tetap datar.
Shen Yi lantas menghubungi Zhang Bi untuk segera memanggil orang agar isi rumahnya bisa dibersihkan dan perabotannya diganti dengan yang baru. Shen Yi juga meminta asistennya itu untuk membeli beberapa potong pakaian wanita, karena di rumah ini, tidak ada pakaian wanita yang dia punya. Tentu saja, untuk apa dia mengoleksi benda-benda seperti itu?
Shen Yi menatap Feng Shang yang hanya menyembulkan kepala, memandangnya dengan aneh.
“Mengapa kau menatapku?”
Shen Yi seperti tersadar dari mimpi. Dia berdehem kecil, menahan keinginan untuk tertawa.
“Kolam air mancur bukan untuk berendam,” pria itu tiba-tiba berucap.
Masa bodoh, pikir Feng Shang. Jika bukan karena terpaksa, dia juga tidak akan masuk ke dalam kolam yang bahkan airnya tidak memiliki aura spiritual. Shen Yi menggelengkan kepala meski tidak mendapat respon dari Feng Shang.
Perempuan itu memang aneh. Padahal hari sudah malam, namun dia malah berendam di kolam air mancur yang suhunya lebih rendah dari kolam renang yang ada di halaman belakang.
“Naiklah ke lantai dua. Kamarmu ada di sana,” ucap Shen Yi sebelum dia berbalik dan pergi.
...***...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!