NovelToon NovelToon

Sistem Sepakbola: Classic Number 10

Episode 1: Kesialan Yang Juga Keberuntungan

Piala Dunia 2026, adalah di mana hari aku pertama kali aku jatuh cinta terhadap sepak bola. Aku begitu terpikat dengan gaya permainan sepakbola Inggris saat itu, walaupun mereka gagal menembus final setelah kalah dengan Brazil dengan skor 3-1, tetapi gaya permainannya begitu berkesan bagiku.

Terlebih, seorang pemain dengan nomor punggung 10. Dia lah yang sangat membuatku tertarik dengan olahraga yang dimainkan dengan 11 orang itu.

Pemain itu sungguh lihai mengolah bola bundar di kakinya, kakinya bagai punya sentuhan magis setiap ia menyentuh bola dengan kakinya, mata biru terangnya selalu mengawasi seluruh lapangan sambil menggiring bola. Bisa dibilang, Inggris sangat beruntung punya pemain itu, pemain yang membuatku jatuh hati padanya. Pemain itu bernama Jordan Ward Prowse.

Aku langsung, browsing segala hal tentang pemain itu di internet, dan pada akhirnya aku tahu kalau pemain itu adalah kapten dari tim yang bermain di liga premier Inggris, Southampton FC.

Jika ditanyai siapa pemain terhebat di dunia, atau siapa pemain paling difavoritkan. Teman-temanku akan lebih banyak menjawab nama Lionel Messi, Cristiano Ronaldo, Kylian Mbappe, Karim Benzema, Robert Lewandowski atau Erling Haaland yang menjadi pemain terbaik dunia di tahun 2024.

Namun bagi ku tidak, aku akan dengan lantang menyebut nama Ward Prowse walaupun akan banyak orang yang menertawakan ku. Mereka bilang aku tidak paham akan sepakbola, mereka terpaku dengan berapa banyak gol yang dicetak dalam satu musim, mereka lupa akan jasa pemain gelandang yang mengontrol permainan dan mengolah ruang untuk penyerang di depan. Jika saja aku sempat melihat betapa hebatnya permainan dari Andrea Pirlo, Ji-Sung Park atau Juninho, mungkin aku akan memilih mereka sebagai pemain terbaik sedunia.

Karena itulah aku dikucilkan oleh teman-temanku, hanya karena perbedaan pendapat tentang bagaimana sepakbola aku dianggap cupu oleh mereka sehingga aku tidak pernah diajak jika membahas sepakbola ataupun bermain bola pada saat jam olahraga atau bermain di luar sekolah.

Aku sering diganggu oleh teman-temanku dan pada akhirnya hal yang menyelamatkan diri ku adalah sebuah tempat penuh buku dan selalu sepi pengunjung, yaitu perpustakaan. Di dalam sana aku banyak membaca tentang sejarah sepakbola, biografi pemain legenda, atau bahkan mencoba meramu strategi walaupun aku tahu itu masihlah amburadul dan acak-acakan.

Walaupun aku suka bola, aku masih belum pernah bermain bola hingga saat ini. Pengalaman pertama ku main sepakbola adalah pada saat kelas 3 SD dan bisa dibilang permainan ku begitu hancur dan karena itulah hingga saat ini aku tidak percaya diri untuk bermain bola, karena aku tahu aku tidak berbakat dalam olahraga itu. Mungkin tidak hanya dalam sepakbola, dalam olahraga yang lain juga aku sepertinya tidak jauh berbeda karena sering dapat nilai rendah dalam pelajaran olahraga.

Dalam teori aku masih mengerti dan bahkan sedikit menguasai, namun saat praktik hancur-hancuran.

Seperti saat ini, di hari kelulusan SMP. Aku hanya bisa duduk di sebuah bangku panjang di samping lapangan, sambil memperhatikan teman-teman sekelas ku bermain bola dengan kelas lain sebagai tanda permainan terakhir mereka di SMP ini.

Kelasku cukup unggul bahkan dari awal permainan, sebabnya apa? Di kelas kami, ada satu anak yang sepertinya diberkati kaki yang kuat dan juga tubuh yang besar. Dia bernama Yoga Hilmawan. Dia adalah penyerang andalan tim sekolah ku, bahkan di pertandingan antar sekolah tingkat Kota Banjarmasin, dia meraih top skor dengan mencetak 12 gol.

Sebagai seorang penyerang, Yoga benar-benar cukup ideal. Kakinya yang kuat menghasilkan tendangan yang keras namun terkontrol, ia juga memiliki tubuh besar yang bisa menjadi senjata dalam berduel dengan bek lawan, dan tentu saja ia memiliki insting penyerang yang mematikan. Skill olah bolanya juga bagus, dia benar-benar seperti idolanya yaitu Cristiano Ronaldo, karena dia berharap menjadi pemain seperti itu.

Dan sekarang, pemain tengah memberikan umpan terobosan yang bagus ke Yoga. Yoga pun langsung berlari mengejar bola itu, dia dihadang oleh dua bek lawan namun Yoga dengan mudah melewati keduanya dan menendang kuat bola ke arah pojok atas gawang. Dan yang terjadi tentu saja bola itu masuk dan kelasku unggul 4-1 saat ini.

Kelas lain sudah tidak punya harapan lagi, walaupun ini hanya sekedar fun match namun aku bisa melihat rasa frustasi dari mata mereka semua, dan pada akhirnya aku juga pergi dari sana karena pertandingan itu sudah berakhir dengan gol dari Yoga tadi.

Namun belum jauh aku beranjak, Yoga datang menghampiriku. Dia tersenyum ke arahku, namun aku tahu senyuman itu bukanlah bermaksud hal baik.

"Rizaldi!" Ucapnya sambil terus mempertahankan senyumannya yang sangat mengganggu itu.

Aku diam saja sambil menunggu kalimat yang selanjutnya akan Yoga ucapkan padaku, walaupun aku sudah tahu itu apa.

"Kau ada duit 10 ribu kah? Aku kehausan nih tolong belikan air es di warung sana!"

Singkat dan jelas, intinya dia ingin meminta duit ku. Kalian pikir dia akan mengembalikannya esok hari? Tidak, Yoga akan melupakan kejadian hari ini seolah tidak ada yang terjadi.

Karena duitku juga hanya cukup untuk membayar bis, aku pun dengan sedikit gugup menolaknya. "Duit ku habis, aku cuma bisa bayar bis untuk pulang Yoga!"

Tetapi Yoga tidak senang mendengarnya, ia malah menganggap diriku sudah mulai berani membantahnya. Yoga langsung memukul perutku hingga aku jatuh tersungkur, ia dengan kasar mengambil sisa uangku di kantong baju sekolah yang nantinya akan ku gunakan untuk membayar bis.

"Apa nih? Cuma lima ribu perak!" Yoga kesal setelah mengambil sisa uangku, lalu karena kesal ia menendang wajahku yang sudah tidak bisa berdaya dan ia tinggalkan begitu saja, seperti anjing yang sedang terluka.

Ahhh, ampas sekali hidupku. Beginilah aku, seorang cupu yang bahkan tidak berani melawan orang yang menindas ku sendiri, apalagi berjuang untuk orang lain. Aku hanya bisa berbaring sambil melihat matahari sore hari dan baru saja juga aku tersadar kalau hari sudah semakin sore dan aku harus berada di toko dengan cepat.

Aku mencoba bangkit tapi rasa sakit memang tidak bisa membohongiku, saat aku bangun rasanya semua badanku remuk semua walaupun yang sakit hanya perut dan wajahku saja.

Aku harus cepat-cepat ke toko tempatku bekerja sampingan, jika tidak anak pemilik toko itu bakalan memarahi aku habis-habisan hingga telinga ku jadi merah.

Aku pun berlari sepanjang jalan, masih dengan menahan sakit di daerah pipi dan perutku sehabis dipukul oleh Yoga Hilmawan tadi. Karena aku bukanlah anak yang atletis, aku hanya bisa bertahan sebentar saja dan kepalaku mulai pusing karena kehabisan nafas.

Toko tempat kerja ku masih lumayan jauh dari sini, namun aku tetap harus berjalan walau kepala mulai pusing dan pandangan mulai berkunang-kunang. Aku mengeluarkan handphone, ku coba untuk membaca berita bola di media online untung menghilangkan rasa tidak nyaman di kepalaku ini dan cukup berefek.

Tetapi karena keasyikan membaca berita sepakbola itu, aku tidak menyadari kalau langkahku mulai gontai dan sedikit demi sedikit melebar. Dan pada akhirnya, aku menabrak tiang listrik tanpa ku sadari sama sekali, aku bahkan lupa kalau ada tiang listrik disitu.

Karena terbentur tiang listrik, kepalaku semakin pusing. Kini pandanganku tidak hanya berkunang-kunang seperti melihat burung menari-nari, bahkan kini mulai menghitam. Kepalaku berdenyut-denyut hebat seperti mau meledak begitu saja, dan rasa itu bertahan hingga beberapa menit sampai aku mendengar sebuah suara di dalam kepalaku, suara seperti seseorang tengah bicara padaku.

[Sistem Sepakbola Berhasil Diaktifkan!]

["Misi masuk ke Akademi Sepakbola telah berhasil diterima!"]

Begitulah yang kudengar dan aku tidak tahu apa artinya itu.

Episode 2: Misi Harian Pertama

Benar saja, saat aku sampai ke toko aku langsung dimarahi habis-habisan oleh anak pemilik toko.

Namanya Melani, dia juga salah satu teman satu sekolahku walaupun hanya pernah sekelas sewaktu kelas 7. Aku bekerja di toko milik ayah Melani, alasanku bekerja karena aku ingin membantu ibuku yang juga bekerja demi menghidupi aku dan adikku.

Ayahku seorang tentara yang harus pergi pergi bertugas di daerah lain, namun tidak pernah kembali alias meninggal saat bertugas. Itulah resiko dalam pekerjaan ayahku, namun aku tahu ia pasti sangat bangga karena mati demi membela negara yang sangat ia cintai.

Karena itulah ibuku bekerja dan menggantikan peran ayah sebagai kepala keluarga, ibuku bekerja di sebuah pabrik pengolahan teh dan akan pulang saat makan malam tiba.

Adikku masih kelas 1 SMP sehingga tidak mungkin dia harus ikut bekerja, walaupun ia memaksa maka aku akan memarahinya.

Jam kerja ku juga cukup singkat, aku bekerja dari jam 4 sore sampai jam 8 malam saja. Setelah itu aku pulang dan harus bersiap-siap menyiapkan makan malam untuk adik dan ibuku tercinta.

Namun sebelum aku pulang, kini aku harus mendengarkan ceramah tanpa jeda dari Melani perihal keterlambatanku tadi. Aku sudah menjelaskan situasinya pada Melani, namun ia tetap tidak mau peduli dengan hal itu.

"Rizaldi, Rizaldi. Kenapa kau diam saja setelah dipukuli begitu? Sampai-sampai uangmu juga malah diambil si Yoga!" ujar Melani sambil mengolesi luka lebamku dengan minyak tawon.

Ayahnya Melani cuma menggelengkan kepala melihat anak perempuannya yang terus saja marah, mungkin juga ia bingung dari mana sifat pemarah itu berasal karena ayah dan ibunya Melani sendiri bertipe kalem dan santai, sangat beda jauh dengan Melani.

"Kau tunggu di sini!" Suaranya naik setengah oktaf, Melani berdiri entah mencari apa.

Mata coklat kehitaman itu masih saja mengawasi ku, rambutnya yang lurus tergerai kesana kemari seperti dihembuskan angin saat ia tengah mencari sesuatu. Lalu Melani kembali dengan membawa sebuah kotak P3K, kini sosok Melani seperti seorang suster di rumah sakit swasta yang biasanya cantik-cantik itu.

Melani mulai memperban luka dan lebam di wajahku. Sambil memperban dia pun bertanya. "Setelah ini kau mau masuk sekolah mana?"

Aku terdiam sejenak, aku tidak terlalu memikirkan sekolah saat ini. Bagiku semuanya sama saja, asalkan kita yang menjalaninya. Aku juga memikirkan sekolah yang cukup dekat dengan rumah, agar menghemat waktu perjalanan.

"Mungkin SMA 1 Pengambangan" ujar ku. "Memangnya kenapa kau tanya begitu?"

Melani dengan cepat dan kasar memperban lukaku dan setelahnya ia memukul tanganku yang juga sedikit terluka itu dengan keras. "Bukan urusanmu!" ujarnya memeletkan lidah dan berlalu begitu saja setelahnya.

Memangnya dia perlu melakukan hal itu kepadaku?

Aku pun melupakan hal itu begitu saja dan bersiap untuk pulang kerumah, di depan teras rumah ayahnya Melani memanggil dan membawakanku sebungkus rawon, makanan kesukaanku.

"Ini untuk orang di rumah, panasi dulu ya sebelum dimakan" ucap ayah Melani dengan begitu lembut, berbeda sekali dengan anaknya. "Salam buat ibumu juga!"

"Terima kasih om!" jawabku singkat lalu pergi pulang.

Di perjalanan pulang, aku kembali teringat akan kejadian yang menimpaku sore tadi. Setelah terbentur tiang listrik dan sempat kehilangan kesadaran untuk beberapa saat, aku mendengar sebuah suara seperti robot di dalam kepalaku. Aku tidak tahu apa itu, namun karena itu aku mulai melihat sebuah layar hologram di hadapanku pada saat aku berkonsentrasi.

Aku rasa layar itu hanya bisa dilihat oleh diriku sendiri, karena orang-orang disekitarku seperti tidak peduli sama sekali walaupun aku sekarang tengah membuka papan antar muka itu. Aku mencoba mengotak atik papan antar muka itu, namun tidak ada yang berhasil dan hanya bertuliskan misi yang kuterima saja, yaitu masuk ke Akademi Sepakbola.

[Misi Masuk Akademi Sepakbola]

[Ketentuan: Harus berhasil lolos seleksi dan diterima masuk Akademi Sepakbola yang dituju]

[Hadiah: Kartu Sepakbola Grade C]

[Hukuman: Jika gagal maka Sistem Sepakbola akan hilang selamanya]

Aku masih tidak mengerti tentang misi itu dan juga apa itu Kartu Sepakbola? Aku ingin mencari tahu hal itu namun tidak ada yang kutemui lagi selain deskripsi misi yang ku miliki. Dan sistem? Apa itu sistem? Apa aku mendapatkan sebuah sistem super seperti di dalam novel fantasi yang sering dibaca oleh temanku itu? Aku setengah percaya, namun aku sadar kalau ini adalah kenyataan yang nyata.

Tidak ada pilihan lain selain mengikuti perjudian itu, aku akan mencoba mendaftar di Akademi Sepakbola. Aku sudah ingin sekali bermain bola semenjak dulu dan aku akan bertaruh apakah aku bisa masuk atau tidak.

Karena memikirkan yang tidak-tidak, aku bahkan tidak sadar kalau sudah sampai di depan rumahku sendiri. Aku mengetuk pintu dan melepas sepatu di depan teras, lalu berteriak. "Aku pulang bawa Rawon!"

Dari dalam, aku mendengar langkah kaki berderap. Itu adalah adikku Keisha yang berlari setelah mendengar suaraku di depan pintu.

"Abang sudah balik?" Basa-basinya, namun tangannya sudah mengambil rawon yang ada di tangan kananku.

"Itu di panasin dulu! Dan juga tunggu mama datang lebih dulu"

"Iya siap abang!" Keisha kembali masuk ke dalam dengan cepat, ia memanaskan rawon pemberian ayahnya Melani.

Aku juga cepat-cepat masuk ke kamar, ganti baju dan mandi. Aku mencoba menutupi luka lebam ku ini, karena bisa-bisa Keisha dan ibu akan khawatir jika melihatnya. Terlebih, aku tidak ingin Keisha yang melihat karena ia akan menjadi terlalu protektif pada diriku.

Tetapi walaupun ku coba tutupi seperti apapun, insting ibu dan Keisha benar-benar tidak bisa diragukan. Berawal dari Keisha yang hendak membersihkan nasi di pipiku dan berakhir menyentuh luka lebam ku dan pada akhirnya ia terus mengomel sepanjang makan malam.

Ibu tidak terlalu banyak bicara, ia hanya mengingatkan ku untuk lebih berhati-hati lain kali, karena aku hanya bilang kalau aku terbentur tiang listrik pada saat pulang dari sekolah.

Aku menunggu sampai Keisha pergi tidur terlebih dahulu, karena ada suatu hal yang ingin ku sampaikan pada ibu terlebih dahulu sebelum aku tidur.

"Ma!" ujarku dengan pelan begitu situasi sudah cukup oke.

"Ada apa nak?"

"Ada yang Rizaldi mau sampaikan sama mama"

Ibu diam sambil mengawasi ku, mungkin ibu saat ini sedang berpikir apa yang terjadi pada diriku sampai harus seperti ini.

Aku mengumpulkan keberanian dan menarik nafas panjang sebelum berucap. "Rizaldi ingin masuk Akademi Sepakbola ma. Rizaldi ingin jadi pemain sepakbola!" Itulah yang ingin ku sampaikan dan setelah berhasil tersampaikan aku pun langsung menarik nafas lega, seperti sudah tercabut beban.

Ibu kembali diam saja, namun kali ini terlihat senyuman manis di wajahnya yang tak kalah manis itu. Dengan cahaya lampu yang sedikit redup, menambahkan kesan magis senyuman itu, senyuman sejuta makna bagiku.

"Jika itu maunya si Izal, mama akan dukung selalu. Sudah ada nama Akademi mana yang mau Izal masuk?" Sederhana saja ucapannya namun begitu berarti untukku.

Aku ingin menangis saat itu namun ku tahan, aku menggeleng karena memang masih belum kepikiran tentang Akademi mana yang nantinya ku pilih.

Karena masih ada waktu selama 1 bulan, aku pun akan mencoba memilih-milih terlebih dahulu Akademi mana yang akan kupilih nantinya, namun mungkin aku akan memilih Akademi Sepakbola yang masih dekat dengan rumahku saja karena masalah waktu dan transportasi.

Ada beberapa Akademi Sepakbola di kawasan Distrik Pengambangan tempat aku tinggal, yaitu Akademi Sepakbola Pengambangan United, ASPAS Akademi dan yang paling terkenal di Pengambangan yaitu Akademi Sepakbola Pengambangan Cananga.

Karena permintaan ku sudah dipenuhi dan direstui oleh ibu, aku pun mencium pipi ibu sebagai tanda terima kasih dan lalu pergi ke kamar untuk segera tidur. Sebelum aku memejamkan mata, suara ding seperti suara bel berbunyi kembali terdengar di kepalaku dan sedikit membuatku pusing. Aku kembali mendapatkan sebuah misi, namun kali ini adalah misi harian yang harus aku selesaikan setiap harinya.

[Misi Harian]

[Lari 1km selama 2 minggu]

[Push up 100x selama 2 minggu]

[Sit up 100x selama 2 minggu]

[Lompat tali 20 menit selama 2 minggu]

[Reward: poin alokasi tambahan sebanyak 2 poin]

[Hukuman: Jika gagal maka penggunaan sistem akan dihentikan selama 2 minggu]

Misi apa lagi ini? Apakah misi ini terlihat masuk akal bagi diriku? Bagiku, ini adalah menu latihan seekor binatang buas, namun aku akan menerimanya bagaimanapun caranya untuk merubah keadaanku yang mengenaskan ini.

Episode 3: Misi Pelatihan Masuk Akademi

Besok paginya, aku langsung pergi berlatih. Pagi sekali aku bangun, biasanya aku bangun pagi sekitar jam setengah 7 pagi, namun kini aku bangun lebih awal. Bahkan matahari saja masih malu untuk menyapa dunia, aku sudah terbangun dari tidurku.

Ada dua alasan yang membuatku bangun cepat. Pertama, karena aku tidak sabar menanti perubahan apa yang ku dapat jika terus menyelesaikan misi, dan yang kedua adalah karena tidak bisa tidur seperti anak TK yang menanti karya wisata esok hari.

Karena misi baru yang aku terima malam tadi, kini aku bisa sedikit menjelajahi antar muka yang hanya bisa diakses oleh diriku sendiri, aku rasa.

Walaupun masih ada beberapa hal yang masih tidak bisa ku akses karena masalah level? Aku tidak tahu mengapa aku punya level, aku merasa seperti karakter game yang sering ku mainkan saja.

"Buka status" ucapku ngasal, karena aku ingat aku pernah meminjam novel milik temanku yang kasusnya sama seperti ini.

Dan benar saja, papan muka menunjukkan status milikku secara gamblang dan aku sangat sedih melihat angka-angka itu.

[Status Pengguna]

[Nama: Rizaldi Fatah]

[Umur : 15 tahun]

[Level: 1]

[Ke level 2: 279exp lagi]

[Kaki terkuat: Kaki kanan]

[Kekuatan fisik: 30]

[Skill olah bola: 29]

[Passing: 50]

[Shooting: 33]

[Sprint: 30]

[Visi bermain: 60]

Dari semua statistik itu, hanya visi bermainku yang lebih tinggi. Aku tidak tahu mengapa, mungkin karena aku sering menonton teman-teman bermain sepakbola dari sisi lain lapangan sehingga nilai visi bermainku cukup tinggi. Tetapi bagaimana dengan yang lainnya? Nilainya sangat rendah, bahkan untuk tingkat SD saja aku mungkin sudah keteteran.

Karena itulah aku bertekad untuk menyelesaikan misi-misi yang diberikan oleh sistem dan merubah nilai-nilai menyedihkan itu, karena itu aku bahkan sempat berharap untuk tidak pernah melihat angka-angka keramat itu.

Pelatihan hari pertama ku jalani, ibu dan Keisha bahkan terkejut melihatku bangun pagi dan langsung bersiap pergi berlatih. Aku hanya sarapan segelas susu yang dibuat oleh Keisha, tidak bukan begitu ceritanya. Susu itu memang olahan Keisha namun tidak diperuntukkan untuk ku, melainkan aku saja yang asal menyomot miliknya dan pergi berlalu begitu saja. Aku bahkan bisa mendengar teriakkan kekesalan Keisha, dari luar rumah dan aku hanya tertawa karenanya.

Aku mulai berlari, push-up, sit-up dan lompat tali. Pagi itu selama 1 jam lebih aku habiskan hanya untuk itu, namun target harian masih belum terpenuhi. Aku terus memaksa diriku untuk memenuhi target harian dan tercapai, tetapi tubuhku langsung berdampak besar. Karena terlalu mendorong diri hingga jauh, tubuhku yang masih belum siap langsung terasa sakit dan kelelahan, tetapi aku tidak bisa berhenti begitu saja, sehabis ini aku masih harus bekerja di toko dan mencari informasi tentang sekolah yang akan ku tuju.

Setelah lari sepanjang 1km, push-up sebanyak 200x, sit-up 200x dan bermain lompat tali selama 20 menit. Tubuhku langsung jatuh letih, keringat membanjiri seluruh tubuhku, bahkan kini aku mulai kehilangan tenaga untuk pulang. Sepertinya aku harus mengubah caraku untuk menyelesaikan misi, aku akan membagi sesi latihan pagi dan sore karena ini hari libur jadi aku bisa bekerja pagi sampai siang dan pulang sorenya.

Aku terus melakukan latihan itu selama 2 minggu ini dan memang benar, aku mulai merasakan perubahan yang signifikan dari tubuhku. Yang biasanya aku hanya bisa tahan 5 kali push up dalam satu tarikan nafas, kini aku sudah mulai bisa menahan hingga 30 kali. Aku merasa fisikku sudah mulai kuat, namun masih belum terlalu banyak berubah. Hanya stamina ku yang sepertinya cukup meningkat dan aku juga sudah bisa mengangkat 2 dus mie instan sekaligus saat bekerja di toko milik ayah Melani.

Melani saja sampai terkejut melihat perubahan itu, sampai-sampai ia malah bertanya padaku apakah aku sedang mengkonsumsi obat-obatan terlarang.

Tentang SMA, aku juga sudah dapat informasinya di sela-sela latihan ku. Aku juga sudah diterima di SMA 1 Pengambangan, sekolah yang cukup dekat dengan rumahku sehingga aku bisa jalan kaki ke sekolah, sambil-sambil latihan kecil-kecilan.

"Kamu masuk SMA mana Melani?" aku cukup penasaran, sekolah mana yang dipilih oleh Melani karena dia sama sekali tidak kelihatan mencari sekolah lanjutan.

"R-a-h-a-s-i-a" jawabnya dengan mata genit yang menganggu, aku mengabaikannya.

Dia malah tertawa dan berlalu, meninggalkan rasa penasaran di benakku namun aku sudah tidak peduli lagi. Aku langsung saja pulang karena memang jam kerja sudah selesai, aku hendak melanjutkan sisa latihan harian terakhir.

Pergi aku taman yang biasanya aku berlatih seorang diri, di sana lumayan ramai karena hari libur tapi aku tetap berlatih tanpa memperdulikan orang-orang di sekitarku. Bahkan ada beberapa orang yang melihat betapa gilanya latihan ku ini, aku tetap tidak peduli dan terus melakukan aktivitas ku saja.

1 jam aku latihan, hingga mentari sore yang jingga mulai terlihat. Dan pada saat itu juga, misi harian terakhir ku berakhir. Suara ding kembali terdengar di kepalaku bagai bel yang berdering.

Aku membuka antar muka yang cuma bisa diakses oleh ku seorang diri itu sambil meminum minuman isotonik yang ku dapat dari toko.

[Misi Harian Telah Selesai]

[Mendapatkan 2 alokasi poin tambahan ]

[Hukuman: Tidak ada]

Rasa lega langsung menyerang tubuhku bagai tercabut duri sembilu, aku pun langsung mengecek perubahan status yang ku alami setelah dua minggu latihan seperti orang kerasukan setan.

[Status Pengguna]

[Nama: Rizaldi Fatah]

[Umur : 15 tahun]

[Level: 1]

[Ke level 2: 200exp lagi]

[Kaki terkuat: Kaki kanan]

[Kekuatan fisik: 33]

[Skill olah bola: 29]

[Passing: 50]

[Shooting: 33]

[Sprint: 34]

[Visi bermain: 60]

Tidak banyak yang berubah, hanya kekuatan fisik dan sprint saja yang meningkat dan itu pun tidak terlalu signifikan. Tetapi walaupun naik hanya beberapa tingkat, aku merasakan perubahan yang begitu besar. Aku akhirnya mengerti tentang poin alokasi tambahan itu, dan aku akan menambahkan poin itu di skill olah bola dan shooting, sehingga akan menjadi 30 dan 34.

Setelah semuanya selesai aku pun pulang, aku segera pergi mandi dan menyiapkan makan malam seperti biasanya, setelah itu pergi ke kamar dan berusaha untuk beristirahat dan menunggu apakah esok aku akan menerima misi yang baru, karena waktu penerimaan Akademi Sepakbola Pengambangan Cananga sudah mulai dekat.

Ku matikan lampu dan ku pejamkan mata, suara angin malam dan berisiknya jangkrik yang saling bersahutan sedikit menganggu malam itu namun karena rasa lelah sudah mengalahkan ku, sehingga aku pun terlelap dan jatuh ke dalam alam mimpi.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!