Langit 17 Agustus memecahkan keheningan dan kekhidmatan pengibaran bendera Sang Saka Merah Putih. Aku terdiam menatap dan melihatnya menapakkan kaki sebagai penjuru barisan. Tak terasa butiran-butiran air mata sudah membasahi pipi ku. Aku hanya seorang sahabat baginya. Sahabat dekat dan selalu siap mendukungnya. Seorang sahabat yang ikut bangga melihatnya kesuksesannya menjadi pasukan pengibar bendera di Istana Kepresidenan. Ketika melihat Dia berada di barisan para paskibraka terpilih membuat ku tak bisa menahan haru.
"Sil, Aku terpilih mewakili daerah kita untuk berangkat ke Jakarta." Isi pesan singkat Dia ketika hendak berangkat untuk dikarantina.
"Selamat... Selamat... Selamat."
Aku hanya bisa menuliskan kata 'Selamat' kepada Dia. Karena aku sangat bahagia Dia telah mewujudkan impiannya. Sebelumnya Dia sempat ragu. Hampir saja Dia tidak mau berangkat karena pacarnya waktu itu melarang untuk berangkat, alasannya karena takut kehilangan dia. Aku yang mendengar ceritanya jadi sangat kesal karena dia menghambat karir seseorang.
"Aku akan berangkat minggu depan. Aku langsung dikarantina selama 3 bulan tanpa boleh menggunakan alat komunikasi apapun."
"Bagus dong. Kesempatan tidak akan datang dua kali. Terus kamu mikir apa lagi coba?!"
"Dia gak memberikan izin kepada ku untuk berangkat ke Jakarta."
"Siapa? Pacar mu! Duh... Gila ya tuh anak. Ngapain juga kamu goyah karena dia. Berangkat saja, jangan nurutin apa kata dia. Kamu mau gitu saja melepaskan kesempatan keren ini." Kesal ku dengan berapi-api.
"Berangkat! Jadi aku berangkat ya, Sil. Aku harus berangkat ya."
"Iya, kamu harus berangkat Andika Perkasa. Udah berangkat saja. Jangan hiraukan dia. Kamu tidak akan mendapatkan kesempatan ini berkali-kali. Lagian di sana kamu bakalan ketemu cewek-cewek cantik, bahkan lebih cantik dari dia."
"Nah, itu yang ditakutkan dia. Dia takut aku bakalan cinlok sama peserta lain."
"Hahaha." Tawaku meledak gemas.
"Kamu itu ya... Serius nih." Kesal Andika sambil memalingkan wajahnya dari ku.
"Masa depan ada ditangan mu. Tapi Jodoh ada ditangan Tuhan." Aku mencoba memberinya semangat dan motivasi.
"Siap. Aku sudah sejauh ini, jadi aku gak bisa berhenti begitu saja. Makasih ya."
Andika memeluk ku erat. Bahkan sangat erat sampai aku susah bernapas karena dada bidang Andika membuat wajah mungil ku terbenam. Aku sepertinya akan merindukan Andika.
Andika akhirnya menjalani masa karantina tanpa bisa dihubungi sama sekali. Beberapa kali aku mencoba untuk mengirim pesan kepada Andika, tapi pesan itu tidak terbaca. Aku tidak sabar untuk melihatnya nanti di televisi. Pasti dia akan terlihat sangat keren.
Waktu yang ditunggu-tunggu telah tiba. Aku sangat bersemangat duduk di depan televisi. Aku menantikan proses demi proses upacara Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Biasanya aku tidak sesemangat ini, tapi kali ini aku sangat menantikannya, karena ada Andika.
Prosesi pengibaran bendera telah dimulai. Aku melihatnya berdiri tegap sebagai penjuru. Entah tanpa aku sadari, air mata ini mengalir lembut di pipi ku. Andika sangat keren. Sahabat ku telah meraih impiannya. Dia terlihat kurus tapi sangat keren. Aku tidak sabar untuk bertemu dengan Andika dan memberikan ucapan selamat. Ponsel ku tiba-tiba berdering. Aku mengambil ponsel ku yang berada di meja.
"Halo... Siapa ini?" Jawab ku agak enggan karena nomor ponselnya tidak tersimpan di kontak telfon.
"Sil, ini Aku."
Suaranya tidak asing. Tapi aku tidak yakin kalau suara ini adalah Andika. Dia masih di karantina jelas masih tidak boleh berkomunikasi dengan siapa pun. Lagian nomor ini juga bukan milik Andika.
"Siapa?"
"Gitu ya. Tiga bulan gak ketemu sudah lupa sama suara ku."
"Andika kah?!"
"Iya. Ini aku, Andika. Maaf aku pakai nomor baru. Nomor lama ku sudah tidak aktif. Sil, apa kabar?"
"Aku, aku Baik Dik. Kamu apa kabar?" Jawab ku sedikit terbata-bata. Namun aku tidak bisa tangis ku.
"Kok nangis?"
"Kangen."
"Aku juga."
Kami terdiam beberapa saat. Terdengar senyum kecil Andika di seberang sana. Aku sangat merindukan Andika sampai aku tidak tau harus berkata apa. Hanya tangis menggambarkan rasa rindu ku kepadanya.
"Udahan nangisnya, jangan cengeng. Oh iya, seleksi masuk PTN sudah keluar kan hasilnya. Gimana hasilnya?"
"Aku lolos, Dik."
"Selamat ya, calon mahasiswi."
"Terima kasih."
Tiba-tiba obrolan kami terputus. Tut... Tut... Tut... Suara ponsel terputus. Aku hanya bisa tersenyum dan masih merasa haru. Dia, Andika. Sahabatku akhirnya meraih impian yang tidak pernah disangkanya.
+6285733xxxxxx
"Kegiatanku padat banget setelah upacara selesai. Aku jadi Duta Pariwisata. Aku jadi model iklan. Hmmm aku jadi orang sibuk sekarang."
Isi pesan singkat yang dikirimkannya ke aku setelah obrolan kita yang terputus tiba-tiba. Aku hanya bisa tersenyum bahagia membacanya.
+6285733xxxxxx
"Kamu sudah mulai sibuk kuliah ya? Pasti kamu sedang mulai OSPEK. SEMANGAT YA."
Dia selalu menyempatkan berkirim pesan singkat denganku. Entah mengapa pesan singkat darinya membuatku bersemangat. Padahal hanya kata-kata receh seperti itu.
+6285733xxxxxx
"Besok aku sudah take away pulang ke rumah. Kamu kapan pulang? Ketemu yuk. Aku sudah kangen sama kamu. Nanti kita main basket yok."
Kita memang sering main basket bersama. Kita bisa nyambung kayak gini karena hobby kita sama, yaitu main basket. Berawal dari hobby yang sama. Kita jadi sering berkomunikasi. Kita juga sering bekerja sama dalam kegiatan OSIS di sekolah. Dia termasuk anak yang manja dan kekanak-kanakan. Mungkin karena aku lebih tua dari dia, jadi dia sering bertukar cerita dan pendapat dengan ku.
~Andika Bawel~
"Aku ke rumah mu sekarang!"
Aku terperanjat dari kasur. Sebenarnya Aku masih belum mau beranjak dari kasur empuk ku. Tapi melihat pesan singkat dari Andika yang tiba-tiba. Aku bergegas mengambil handuk dan berlari menuju kamar mandi. Aku secepat mungkin menyelesaikan ritual mandi ku, kemudian bergegas berganti pakaian juga sedikit memoleskan bedak serta lip blam dibibir ku. Aku gak mau kena omelannya. Pas, waktu yang tepat. Dia datang dan aku sudah selesai mandi.
"Permisi."
Terdengar suara teriakan Andika di depan pintu gerbang rumah. Aku bergegas berlari untuk membukakan pintu. Saat aku bukakan pintu, terlihat Andika yang berdiri tegap di depan pintu sambil tersenyum manis. Spontan Andika langsung memeluk ku tanpa permisi.
"Sil, kangen."
Andika melepaskan pelukannya. Kemudian dia mengambil paper bag yang berada di lantai, kemudian menyerahkannya kepada ku.
"Nih... Buat kamu."
"Apaan?"
"Buka saja." Perintahnya. Aku bergegas membuka paper bag dari Andika karena penasaran.
"Wah... Dika... Kamu beneran bawain jaket ini buat ku."
"Kamu dari dulu kan kepingin punya jaket ini. Anggap saja jaket ini kado karena kamu sudah berhasil masuk PTN."
"Makasih. Ya Andika Perkasa."
"Hah... Makasih doang. Cium dong." Menyodorkan pipinya.
"Harus ya?" Bantah ku sambil mengerutkan dahi.
"Hahahaha, bercanda Sil. Kamu gak berubah ya... Tetep menggemaskan." Andika menarik wajahnya kemudian mengacak rambutku gemas.
"Bodoh amat, yang jelas makasih ole-ole nya."
Aku tersenyum kecil dan menatap Andika. Dia masih Andika yang aku kenal, tidak ada yang berubah.
Aku sudah mulai sibuk dengan kegiatan di kampus. Menjadi mahasiswi ternyata sangat menyenangkan. Banyak hal baru yang aku temukan mulai dari teman baru, suasana baru, dan tempat baru. Meskipun aku sudah menjadi mahasiswi dan hidup di rumah kos. Aku masih sering bolak-balik pulang. Maklum masih anak mama hehehe. Setiap kali aku pulang, Andika selalu mengajak ku bertemu. Bahkan dia bisa seharian berada di rumah ku. Seperti saat ini ketika aku pulang, dia langsung meluncur ke rumah ku sepulang dari sekolah.
"Weekend gini kamu gak ke rumah pacar mu kah?"
"Udah putus." Jawab Andika enteng sambil rebahan di gazebo taman.
"Kok putus? Jangan bercanda. Kalian kan pasangan ter famous di sekolah."
Aku mendekati Andika yang sedang asik merebahkan badannya. Aku sangat penasaran dengan jawaban Andika yang ngajak bercanda itu. Pacarnya termasuk sangat posesif, aku sangat mengenal pacarnya. Pacarnya juga sangat manja, bahkan bisa dibilang cengeng. Kemana pun Andika pergi, jelas ada pacarnya juga.
Andika membuka matanya dan melihat ke arah ku dengan tajam. Aku paham Andika gak akan mau menjelaskan kepada ku kenapa dia putus. Aku juga tidak meneruskan pertanyaan ku. Andika tiba-tiba bangun dan duduk di sebelah ku.
"Sil, pacaran yuk!"
Aku menghentikan menggigit buah apel yang tadinya asik ku makan. Mata ku yang tadinya asik menikmati awan berarak di langit, segera aku alihkan ke arah Andika. Karena Bercandaan Andika gak lucu. Andika juga berbalik melihat ke arah ku. Kini posisi kita salin menatap satu sama lain.
"Jangan bercanda, Dik."
"Kamu lihat aku bercanda apa?"
Terlihat tatapan mata Andika memang sedang tidak bercanda. Aku menarik pandangan ku dari Andika dan sedikit menjauh darinya. Harus ya kita dalam posisi secanggung ini. Kenapa Andika tiba-tiba mengutarakan hal sebodoh ini.
"Dika... Sepertinya kita lebih asik seperti ini aja deh." Aku merangkul pundak Andika yang lebar itu dan melemparkan senyum manisku.
"Terserah lah apa katamu." Cemberut Andika sambil melepaskan rangkulanku.
Entah kenapa setelah perbincangan itu, kita jadi semakin jauh. Entah hanya perasaan ku saja atau memang sengaja Andika menjauh dan tidak seperti biasanya kepadaku. Andika yang super cerewet, tiba-tiba diam seribu bahasa. Andika biasanya hampir setiap hari mengirimi ku pesan, sekarang hampir tidak pernah. Aku sih tidak terlalu memikirkan hal itu, karena aku terlalu sibuk dengan urusan kuliahku.
~Tika~
"Mbak, kamu pulang gak?"
Ada pesan masuk dari Tika. Tika ini sepupunya Andika. Aku jadi berteman dekat dengan Tika karena Andika sering ajak Tika keluar bersama kami. Terkadang Kami juga sering jalan bareng meskipun tanpa Andika.
"Iya nih, aku lagi di rumah. Kenapa Tik?"
~Tika~
"Main ke rumah dong. Lama banget gak pernah main ke rumah. Jalan yuk, mbak. Gak kangen aku kah?"
"Maaf, akhir-akhir ini aku sibuk banget, Tik. Oke lah, aku meluncur ke rumah mu ya."
~Tika~
"Siap, ditunggu ya. Baik banget deh kamu mbak. Miss you."
Aku bergegas menuju rumah Tika. Rumah Tika gak jauh dari rumahku hanya sekitar 15 menit lamanya. Tapi yang jelas ketika Aku ke rumah Tika, pastinya akan melewati rumah Andika. Semoga saja dia gak ada di rumah. Entah kenapa aku tidak ingin bertemu dengan Andika untuk saat ini. Rasanya hati ini masih berat untuk bertemu dengannya setelah kejadian waktu dulu.
"Tika... Tika..." Aku memencet bel rumah Tika sambil memanggil namanya.
"Iya... Sebentar." Terdengar suara Tika yang sedang berlari menuju pintu rumahnya dan membukakan pintu untuk ku.
"Masuk mbak. Kangen aku." Sambil menggeret ku masuk dan memintaku duduk di kursi empuknya di ruang tamu.
"Tumben rumahmu sepi, Tik."
"Mama lagi keluar kota mbak. Makanya aku cari temen. Sepi banget di rumah."
"Adik kesayangan mu kemana?"
"Andika? Dia sibuk lha sama para fans-nya. Hmmm ngomong-ngomong soal Andika, tumben kok kalian gak pernah ketemuan mbak!"
"Iya aku lama sih gak pernah ketemu dia. Sekarang pacarnya pasti makin banyak ya dia."
"Banget, Mbak. Aku kadang kena imbasnya. Aku disuruh cari alasan buat nolak cewek-ceweknya itu. Kenapa kalian gak pacaran aja sih, Mbak?"
"Aku sama Andika!! Oh, tidak Bisa. Nanti bisa-bisa aku jantungan tiap hari. Lha Andika pacarnya banyak, pacarnya high class juga. Lha aku siapa hanya remahan rempeyek, Bestie."
"Hahaha bisa aja kamu mbak. Aku ganti baju dulu ya, Mbak. Jangan kabur lho. Sebentar ya." Tika seketika meninggalkan ruang tamu dan berlari ke kamarnya.
Aku merebahkan punggungku dan menyandarkan kepalaku di sofa yang ku duduki. Sambil ku hela napas sesekali. Merasakan nyamannya sofa ini, hingga mataku tidak terasa sedikit terlelap. Tiba-tiba pundakku terasa berat. Betapa kagetnya aku, ada cowok tinggi besar berparas tampan yang menyandarkan kepalanya di pundakku. Aku spontan kaget dan mendorong wajahnya keras-keras.
"Eh... Kamu..."
"Aduh... sakit Sil."
Ternyata Andika. Aku lihat Andika mengelus-elus jidatnya karena aku mendorongnya sangat keras. Tapi setelah itu Andika malah tersenyum manis ke arahku.
"Astaga, Dika. Kamu..."
"Kangen sekali sama kamu, Sil."
Andika memeluk ku erat hingga tulang ku terasa ingin remuk. Aku mau melawan, tapi aku tidak kuasa untuk menguras tenaga ku dan melawannya. Aku membiarkannya memeluk ku erat selama beberapa menit.
"Hai... Kalian ya..." Teriak Tika mengagetkan kita yang sedang terhanyut dalam kerinduan.
"Kak Tika.... Ganggu aja sih kamu. Sana balik sana ke dalam." Gerutu Andika dengan nada agak sebal.
"Enak aja. Ini Mbak Sesil aku yang undang lho. Kamu ngapain ke sini, hah!!." Tika duduk menengahi kami.
"Oh, iya. Kak, kamu dicariin mamaku tuh. Aku ke sini tadi disuruh manggil kamu. Katanya mama ada perlu sebentar sama kamu. Sudah sana ke mama ku dulu. Ntar kamu diomelin lho kalo gak buru-buru nemuin mama."
"Astaga, iya aku lupa tadi mau anterin tante ke rumah budhe Santi! Mbak, sebentar ya. Wait me 30 menit saja."
"Iya udah pergi sana, biar Sesil sama aku."
Tika bergegas keluar untuk menemui mamanya Andika. Suasana agak canggung mulai terasa. Kami terdiam dan tidak ada yang memulai obrolan. Kita hanya sesekali saling memandang dan itu pun tidak sengaja.
"Kamu libur lama atau kembali besok?" Dika mencoba mencairkan suasana.
"Belum ada libur panjang. Mungkin besok sore aku udah balik."
"Besok pagi jalan yok. Aku jemput ya. Pokoknya besok pagi aku ke rumah mu."
Tanpa menunggu ku jawab. Andika berdiri, mendekatiku, kemudian mencium kening ku. Aku terdiam dan mematung. Aku melihat Andika pergi dari hadapanku sambil melambaikan tangannya. Andika, dia masih saja bersikap seenaknya. Tapi dia terlalu manis dan hangat. Padahal kami sudah lama tidak bertemu. Kami juga hampir tidak pernah berkomunikasi. Bagaimana bisa aku tidak menyukai Andika. Sikap manis dan hangatnya itu membuat ku selalu meleleh. Apalagi ketika dia mulai bersikap manja, semakin membuat ku merindukannya.
Aku takut menyukainya lebih dalam lagi. Aku selama ini sudah mencoba melepaskan rasa suka ku pada Andika. Karena Aku sadar. Aku hanya seorang gadis yang biasa saja. Kalau pun aku bisa bersamanya. Aku yakin, aku tidak akan mampu untuk menahan rasa cemburu ku karena dia mempunyai banyak teman cewek. Akan ada banyak mata, suara, dan hati yang akan mencemooh. Maka dari itu, aku takut suatu saat akan kehilanganmu jika memilih bersamamu. Mencintai mu adalah beban.
Andika beneran datang ke rumah ku, sesuai yang dia ucapkan kemarin. Sebenarnya hati kecil ku sangat senang bisa bertemu dengannya lagi, tapi entah mengapa ada rasa mengganjal dalam hati.
"Kenapa kamu belum siap sih, Sil?"
"Emang kita mau ke mana!"
"Udah sana ganti baju." Perintah Andika yang tidak bisa aku bantah.
"Iya... Iya... bawel banget deh." Aku bergegas masuk dan mengganti pakaianku.
Andika membonceng ku dengan motor moge kesayangannya. Aroma tubuh Andika masih sama. Wangi parfum yang harumnya menyejukkan jiwa. Aku suka banget wangi parfumnya selalu bisa membuatku meleleh dan ingin berlama-lama dalam pelukannya. Andika menghentikan laju motornya.
"Sudah lama aku ingin mengajakmu ke tempat ini. Baru kesampaian sekarang. Bagus banget kan!"
Aku lihat ke sekeliling. Pemandangan pegunungan yang indah dan membuat mata kembali segar dengan kehijauannya. Aku menghela napas. Memang sudah lama sekali aku tidak memanjakan mataku dengan suasana seperti ini. Aku merebahkan tubuh ku di sebuah panggung kayu. Cantik sekali awan yang sedang berarakkan seolah saling mengejar satu sama lain.
"Langitnya cerah. Nyaman sekali."
Aku memejamkan mata. Menikmati udara segar yang ada di sekitarku. Rasanya semua beban menghilang begitu saja. Aku mendengar ada suara lembut yang berbisik di telingaku. Suara lembut itu jelas punya Andika. Aku membuka mata ku yang sempat terpejam.
"Kamu malah tidur."
Andika menatap ku sambil tersenyum kecil, kemudian ikut merebahkan badannya di sebelahku. Kami berdua memandang ke langit. Angin sepoi-sepoi menambah syahdunya suasana.
"Sil, kenapa kamu sering mengabaikan pesan dan telfon ku?"
Andika tiba-tiba bertanya kepadaku dengan nada serius. Aku seketika menolehkan wajah ku dan menatapnya. Kemudian Mencoba melemparkan senyuman termanis untuknya. Aku sebenarnya ingin menutupi rasa salting ku karena jantung ku sedang berdetak kencang karena bingung harus menjawab apa.
"Tugas kuliah ku banyak banget. Maaf."
"Jadi anak kuliahan itu sibuk banget ya. Sampai balas pesan dan angkat telfon aja gak sempet."
"Maaf."
"Gak apa, lagian siapa aku harus jadi prioritas buat kamu."
Aku hanya terdiam dan mengalihkan pandangan ku. Kita terdiam lagi beberapa saat tanpa berbicara atau memandang satu sama lain. Sebenarnya Aku sangat merindukan Andika. Tapi aku, sudahlah lupakan perasaan ini. Jujur aku ingin sekali menggenggam jemarinya seperti dulu. Tapi aku harus bisa menepis perasaan ku. Lupakan lupakan. Waktu sudah berlalu, semua sudah berbeda. Ponselku bergetar dan membuyarkan lamunanku. Andika memandang ke arah ku.
"Sebentar ya."
Aku bangun kemudian berjalan sedikit menjauh. Aku Mengeluarkan ponsel ku dari dalam tas. Ternyata kak Arya. Orang yang sedang menjalani hubungan spesial dengan ku. Dari kejauhan aku melihat Andika memandang ku. Aku mencoba mengalihkan pandangan ku untuk menghindari sorot matanya yang tajam tapi meneduhkan itu.
Aku melangkahkan kaki kembali ke tempat duduk kami. Andika melihat ke arah ku dengan tidak melepaskan pandangannya, sorot matanya seperti menyuruh ku untuk memberinya penjelasan. Tapi aku melihatnya menahan rasa ingin tahunya. Dia seolah mencoba tidak peduli.
"Kamu... Masih sama dia? Anak itu!" Andika tiba-tiba membuka percakapan yang membuat jantungku berhenti.
"Siapa?"
"Siapa lagi. Kakak berwajah oriental itu."
"Kak Arya!"
"Iya. Kamu masih sama dia?"
"Em..." Jawab ku yang hanya berdahem.
Andika tidak melanjutkan pertanyaannya lagi. Dia mengajak ku untuk kembali. Selama perjalanan pulang, Andika terdiam. Tepatnya memang sengaja mendiamkan ku. Dada ku sebenarnya terasa sesak karena harus menghadapi situasi seperti ini. Aku juga memilih untuk diam dan bersikap masa bodoh. Semua akan baik-baik saja. Seharusnya seperti itu. Baik-baik saja. Aku hanya ingin menjaga. Ah... Entahlah ingin menjaga apa! Apa memangnya yang harus dijaga, kalau harus saling menyakiti begini. Harusnya cerita kita tidak seperti ini. Bukan ini yang aku inginkan. Skenarionya berubah. Salah alur apa malah salah plotnya. Aku. Entahlah sesak rasanya.
"Tetaplah jadi Sesil yang aku kenal. Jangan mencoba menjadi orang lain di depan ku."
Kata-kata Andika membuat jantung ku hampir tak bisa berdetak. Aku menahan bulir-bulir air mata yang hampir saja menetes di hadapannya.
"Aku pulang ya. Jaga diri baik-baik."
Aku hanya terdiam melihat Andika berlalu semakin menjauh dan menjauh hingga menghilang. Tangisku pecah. Pecah sejadi-jadinya. Aku kira aku baik-baik saja, tapi ternyata aku tidak baik-baik saja. Hanya saja aku akan menyesali semuanya suatu saat nanti. Bahkan aku akan sangat menyesal karena aku telah membohongi diri ku sendiri. Menahan rasa yang seharusnya aku ungkapkan. Membiarkan rasa yang seharusnya bisa terbang bebas bersamanya. Tapi aku. Iya aku. Aku yang sengaja mengurungnya. Mengurung semua sel sel tubuhku untuk tidak memilihnya.
"Maaf. Aku. Sebenarnya aku sangat menyukaimu. Bahkan, aku sudah menempatkan mu dalam hatiku."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!