"Breeeemmmm...."
"Breeeemmmm.... "
Terdengar suara mobil yang sedang berpacu di lintas balapan.
"Willi, apakah kau tidak bosan. Sudah berapa putaran berlalu. Kami sudah lelah. " ucap seorang lelaki yang masih lengkap dengan pakaian balapan.
Lelaki yang di panggil tidak perduli sama sekali dengan panggilan teman nya tersebut. Dia terus memacu mobil balap yang dia bawa.
Teman-teman nya hanya menunggu sampai dia berhenti sendiri.
Dan "Ciiieeeeeettttttt....!" suara decitan dari rem mobil tepat berhenti didepan mereka.
"Aku sudah lelah, ayo kita pergi! " ucap Willi yang sudah merasa cukup dengan hobi nya itu.
Dia meninggalkan mobil begitu saja, seorang lelaki mendekat dan Willi menyerahkan kunci mobil kepada lelaki itu.
"Setelah ini, apakah kamu punya kegiatan lain? " tanya Sebastian sahabat Willi.
"Aku belum bisa menjawab nya sekarang. Nanti aku fikirkan lagi. " jawab Willi singkat sambil berjalan meninggalkan teman-temannya dibelakang.
"Oh.. ayolah. Bukan kah kamu sudah berjanji kita akan keluar malam ini! " pungkas salah satu teman nya dengan nada kesal yaitu Brian.
Willi terus berlalu tanpa menjawab pertanyaan dari teman nya tersebut.
Sebastian dan Brian hanya mengekori kemana Willi pergi. Karena aktifitas yang mengeluarkan keringat mereka memutuskan mandi sebelum meninggalkan area balapan yang masih terbilang milik pribadi keluarga Hudson.
Mereka pun sudah terlihat segar, mereka terlihat semakin tampan dan menarik setelah bersih dan tak lupa mereka juga memakai wewangian yaitu parfum.
"Aku minta maaf, mungkin kali ini pun aku tidak bisa ikut bersama kalian." ucap Willi dengan ringan.
"Ohhh... Ayolah, sedangkal itukah rasa persahabatan mu? " tanya Sebastian dengan wajah sedikit kesal.
"Baiklah, aku sudah harus pulang kerumah. Pekerjaan ku sudah menunggu! " jawab Willi dengan santai dan berlalu begitu saja.
Kedua sahabatnya hanya bisa memandang kepergian sahabat mereka yang seperti tanpa dosa.
"Sudah lah Tian, dia memang seperti itu. Dia susah di ajak untuk bersenang-senang. Tidak salah kalau dia tidak memiliki wanita sampai saat ini! " ujar Brian sambil menepuk pundak teman nya yang masih berharap akan Willi.
Dengan langkah gontai mereka berjalan menuju parkiran. "Kita naik mobil ku saja. Mobil mu tinggal saja di sini. " ucap Brian.
Sebastian hanya menurut apa kata teman nya.Mereka pun pergi menuju salah satu club terkenal di negara X.
Sementara Willi, sudah sampai dirumah. Begitu sampai dirumah, dia meletakkan tas kecil yang dia bawa sebelum nya ke arena balap tadi kedalam keranjang tempat pakaian kotor.
Setelah merebahkan tubuhnya yang terasa lelah, Willi pun terpejam.
Entah berapa lama Willi terpejam, tiba-tiba "Tok... tok...! " suara ketukan dari luar.
Willi tersentak karena suara ketukan tersebut. Dia bangkit dengan mata sedikit berat, terhuyung-huyung berjalan menuju pintu kamarnya. "Kreeekkkk..!" suara pintu terbuka.
"Ada apa bik.? " tanya Willi pada sosok wanita paruh baya yang berada didepan nya.
"Makan malam nya sudah siap Tuan! " jawab wanita itu. Dia adalah Maria, orang yang bekerja dirumah Willi serta orang kepercayaan yang menyiapkan apapun keperluan Willi.
"Baiklah, aku akan segera turun! " jawab Willi dan menutup kembali pintu kamar nya.
Willi membasuh wajah nya yang sedikit kusut karena baru bangun tidur. Setelah segar, dia berjalan keluar dari kamar menuju lantai dasar untuk makan.
Willi hanya makan sendiri, tanpa keluarga atau siapa pun. Dia sudah tidak memiliki kedua orang tua lagi. Karena sebuah kecelakaan mobil. Ketika Willi berumur 13 tahun. Dia hanya memiliki seorang adik laki-laki dan juga seorang tante, tapi tidak tinggal bersama dengan nya.
Selesai makan, Willi kembali ke atas dan menuju kamar kerja. Dia memeriksa setiap kertas yang ada di atas meja dan berkutat dengan laptop nya.
Malam terus beranjak, waktu tak bisa di ajak kompromi. Rasa lelah mulai kembali menyerang. Merasa pekerjaan nya sudah beres, Willi berjalan meninggalkan kamar kerja nya.Dan kembali masuk kedalam tempat tidur kebesaran nya.
Sebelum tidur, tak lupa dia membersihkan mulut dan mencuci wajahnya. Tak sekali pun Willi melewatkan kegiatan menjalang tidurnya ini.
Merasa cukup bersih , dia kembali merebahkan tubuhnya di ranjang yang terlihat besar itu.
Menunggu mata nya terpejam, Willi masih bermain dengan ponsel nya sambil melihat grafik saham diperusahaan nya.
Keesokan pagi nya, dia bangun lebih awal dari seekor ayam jantan. Hari ini dia ingin datang lebih cepat dari biasa nya. Karena setiap bulannya, dia akan melakukan inspeksi di kantornya tanpa memberitahu siapa pun.
Jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi, sebuah mobil berhenti tepat di depan perusahaan Hudson.
Seorang security yang bertugas langsung membelalakkan matanya. Dia tak menduga bahwa CEO tempat dia bekerja akan datang sepagi ini.
"Kode merah.. kode merah..! " ucap Security melalui sambungan walki talki.
Security tersebut pun berjalan menuju kedepan pintu mobil serta membuka nya.
Willi keluar "Selamat pagi Tuan..! " sapa Security sambil memberikan hormat pada pimpinan yang dingin tersebut.
Willi memperhatikan lelaki yang berada didepan nya. Dia melihat dari atas sampai sepatu nya.
"Tali sepatu mu! " ucap Willi dan berlalu pergi.
Security itu pun dengan rasa degdegan langsung menunduk dan mengikat tali sepatunya dengan benar.
Setelah sebelumnya security memberikan kode merah. Seluruh pekerja disana langsung sibuk dengan hal-hal yang bisa terlihat tidak enak dimata Willi. Ada yang merapikan kertas di atas meja, ada juga yang menyusun pot bunga yang dipajang dimeja pojokkan.
"Apakah aku sudah terlihat rapi? " tanya seorang lelaki pada wanita yang duduk berdampingan dengan meja nya.
"Sudah, kamu terlihat sempurna! " jawab wanita itu.
"Kenapa sih , si bos tidak pernah memberitahu dia akan datang sepagi ini..!" gerutu para pekerja yang lain.
Ini adalah kebiasaan Willi Hudson, dia ingin melihat seberapa teraturnya para pekerja disana.
Setelah Willi masuk kedalam, yang pertama sekali dia periksa adalah resepsionis. Dengan matanya yang tajam, dia memperhatikan sampai hal terkecil sekali pun.
Willi berjalan mendekat ke salah seorang wanita yang berdiri didepan meja resepsionis. Terlihat wanita itu gugup.
Willi mengambil pena yang terletak di atas meja "Ketika kalian tidak menggunakan nya, maka tutup kembali.! " ucap Willi dan berlalu pergi setelah menutup pena tersebut dan meletakkannya kembali.
Sementara itu Robi sang asisten hanya melirik tajam ke arah wanita dimeja resepsionis.
Willi terus berjalan dan masuk kedalam lift menuju lantai tiga. Dimana para karyawannya bekerja untuknya. Robi buru-buru membuka pintu dan Willi pun masuk.
Dia berjalan dengan sebelah tangan kanannya masuk kedalam saku celana. Sedang tangan kirinya menyentuh meja yang ada didepannya. Dia sapu dengan sebuah tisu meja tersebut.
"Apa yang kalian lakukan, apakah kalian tidak tahu apa yang namanya meja bersih? " imbuh Willi.
Semua karyawan nya hanya terdiam, tidak ada yang berani menjawab.
"Meja itu sudah terlihat bersih Tuan, baru pagi ini saya bersihkan.! terdengar sebuah suara dari mereka yang berdiri disana.
Willi mengalihkan pandangannya, dan mencari sumber suara. Semua karyawan tidak ada yang berani melihat ke arah nya.
"Siapa yang bersuara tadi..? " tanya Willi sambil mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya dimeja.
Semua orang yang berada di hadapannya masing-masing menyingkir. Dan menyisakan seorang wanita dengan penampilan sederhana dan wajah lembut.
Willi mengacungkan telunjuknya "Kau..! Apakah kau yang bersuara barusan? " tanya nya.
Vivian melihat ke kiri dan kenan "Anda bicara dengan saya? " tanya wanita itu sambil menunjuk wajahnya.
"Tidak..! Saya bicara dengan angin! " jawab Willi.
"Nona Vivian, tuan Willi bicara pada anda! " pungkas Roby.
Roby mengisyaratkan pada Vivian untuk mendekat dengan tangannya.
Vivian mulai merasa takut, entah apa yang akan di lakukan oleh pemilik perusahaan itu. Dia berjalan perlahan, dan melirik ke kiri dan kenan. Semua orang yang ada disana. Hanya menundukkan pandangannya. Takut mereka akan terbawa masalah, andai mereka ikut bersuara.
Vivian sudah berada di depan Willi , dengan jarak hampir 1 meter.Dia hanya menundukkan pandangannya.
"Angkat kepala , dan lihat kesini..! " ucap Willi dengan suara sedikit berat.
Vivian masih menundukkan pandangannya tanpa menjawab.
"Apa kamu tuli..? " tanya Willi semakin keras.
Vivian masih tetap menunduk "Nona Vivian jawablah pertanyaan tuan Willi!" ucap Roby.
"A-aku takut tuan..! " jawab Vivian gemetar.
"Tadi anda berani bersuara..! Kenapa sekarang anda merasa takut? " tanya Willi dengan wajah datar.
"Ka-kalau saya bersuara lagi, saya takut tuan akan memecat saya..! " jawab Vivian terbata-bata.
"Huffff..! " Willi membuang nafas dengan berat.
"Aku hanya ingin anda melihat sendiri! Apakah meja ini betul-betul bersih seperti yang anda ucapkan tadi.! " ujar Willi.
"Angkat kepala mu dan lihat sendiri..!" Willi menyerahkan tisu yang dia gunakan sebelumnya ketangan Vivian.
Vivian dengan rasa takut, berjalan mendekati meja. Dia menggosokkan tisu tersebut. Dan terbukti, bahwa meja itu sedikit berdebu. Dia pun merasa heran "Tapi sebelumnya saya sudah bersihkan meja ini tuan..! " jawab Vivian.
Dengan pandangan malas, Willi pergi begitu saja meninggalkan Vivian dan semua karyawan nya yang masih dalam keadaan tertekan.
Roby pun tak lupa untuk ikut menyusul tuannya dari belakang.
Setelah Willi menghilang dari pandangan mereka. Para karyawan itu mendekat ke arah Vivian.
"Kenapa tadi kamu tidak diam saja. Apa kamu tidak takut, jika tuan Willi marah dan memecat kamu akhirnya? " tanya teman Vivian.
"Aku harus bagaimana, dan emang benarkan.Meja itu sudah aku bersihkan sebelumnya. ! " tutur Vivian membela diri.
"Tadi tuan Willi terlihat kesal saat pergi. Bersiap-siap saja andai ada berita yang tak mengenakkan! " ucap Berta dengan nada mengejek dan pandangan sinis sambil berjalan menuju meja kerjanya.
Jantung Vivian semakin berdebar-debar, tatkala mendengar ucapan Berta barusan. Sekujur tubuhnya sudah mulai terasa panas dingin. Ada rasa takut yang membuncah. Takut dia akan dipecat dari pekerjaan nya.
Dengan tubuh yang terasa lunglai dia berjalan menuju meja kerja nya. Dia merasa tak bertenaga untuk memulai pekerjaan nya.
Sementara di ruang CEO
Seorang lelaki duduk di kursi kebesaran nya "Siapa wanita itu? " tanya Willi.
"Namanya Vivian tuan..! " jawab Roby singkat.
"Berani sekali dia membantah ucapanku " Willi terlihat kesal.
"Jadi bagaimana tuan, apakah perlu saya memecatnya..? " tanya Roby.
"Hhuuuffff..! " Willi menghempaskan nafasnya.
Roby masih menunggu jawaban dari tuannya.
Willi membuka laptop nya dan mulai berkutat dengan pekerjaan nya.
Roby yang masih setia berdiri di samping Willi, merasa sedikit jengkel. Karena dia tidak menerima jawaban atas pertanyaan nya.
"Kenapa sih ni orang ga peka amat. Apa dia fikir aku patung pancoran? " batin Roby.
Sudah satu jam, Willi berkutat dengan laptopnya. Sesekali dia membolak balik beberapa berkas yang ada di atas meja nya.
Willi melihat kesekeliling, dia tidak menemukan Roby. "Kemana pergi nya si Roby.? " gumam Willi tapi masih terdengar.
"Aku disini tuan..! " jawab sebuah suara.
Reflek, Willi seperti orang yang lagi kaget "Apa yang kau lakukan dibelakang ku? " tanya Willi.
"Aku menunggu perintah tuan..! " jawab Roby ringkas.
"Apa yang harus aku perintahkan? " tanya Willi tak mengerti.
"Ya tuhan, orang ini bego atau pura-pura pikun sih? " batin Roby.
"Masalah Vivian tadi..! " jawab Roby.
"Hahahahah.....! Jadi kamu berdiri selama 1 jam hanya untuk menunggu keputusan ku?" ucap Willi sambil tertawa.
Robby menaikkan sebelah alisnya tak mengerti "Maksud tuan? " tanya Robby.
"Maksud ku, untuk apa kamu menunggu di samping ku. Kamu bisa duduk di sofa itu. " tutur Willi dengan wajah masih menyunggingkan senyuman dan menunjuk sofa yang ada di depan meja kerja nya.
Robby tertunduk lemas, karena dia takut jika pekerjaannya akan salah dimata bos besarnya tersebut.
Sambil berjalan malas, dia menuju sofa dan duduk.
"Jadi bagaimana tuan, apa yang harus saya lakukan dengan wanita itu? " tanya Robby sedikit memelas.
"Ahh... Sudah lah. Kenapa kamu terlalu memikirkan masalah itu. Hanya masalah kecil..! " jawab Willi.
"Baiklah tuan, kalau begitu apa boleh saya permisi mau keluar? " tanya Robby.
"Pergilah..! " jawab Willi sambil berputar di kursi kebesarannya.
Robby bangkit dan menarik gagang pintu "Eiitt.. Tunggu dulu..! " sela Willi sebelum Robby menghilang.
"Apakah aku ada jadwal hari ini? " tanya Willi lagi.
"Hari ini jam 12 , tuan ada janji dengan klaen dari PT. ABADI SENTOSA..! " jawab Robby.
"Baiklah, kamu boleh pergi..! "ucap Willi sambil mengisyaratkan tangannya.
Robby pun pergi dengan hati kesal "Gara-gara si bos aku menahan lapar, karena belum sarapan..!" gerutu Robby.
Di lantai 3 perusahaan, Vivian duduk dengan gelisah. Nafasnya tidak teratur, menunggu keputusan yang akan dia terima nantinya.
Laila mendekat "Jangan terlalu gusar, semoga saja apa yang kamu takutkan tidak terjadi..! " ujarnya menghibur.
"Tingg..! " suara lift berhenti di lantai tiga.
Seketika semua orang menatap ke arah suara berasal. Dan keluarlah Robby sendiri berjalan menuju meja kerja Vivian.
Vivian yang melihat itu semakin di dera rasa takut. Karena baginya, perusahaan itulah satu-satu nya tempatnya menggantungkan hidup.
"Tak.. tak.. tak..! " suara langkah sepatu Robby mendekati meja kerja Vivian.
Wanita itu hanya menundukkan kepala nya, sehingga pandangan nya teralihkan.
"Tuk.. tuk.. tuk...! " Robby mengetukkan jari telunjuk nya ke meja Vivian.
Perlahan, Vivian mengangkat kepalanya, sementara wajahnya sudah hampir menangis.
Robby hampir tertawa melihat wajah Vivian, seperti anak kecil yang baru saja di marahi orang tua nya.
"Kenapa dengan wajahmu? " tanya Robby sedikit acuh.
"Tuan,saya tahu saya salah. Tapi saya mohon jangan pecat saya tuan. Saya berharap besar pada pekerjaan ini..! " jelas Vivian mulai menitikkan air mata.
"Apa yang kau fikirkan, aku tidak ada wewenang untuk memecat mu. Semua keputusan ada pada tuan Willi..! " sanggah Robby dan melangkah kembali kedalam lift.
Sekilas dia melihat wajah Vivian yang lemas dan memelas. Setelah berada di dalam lift, Robby melepaskan tawanya yang dia tahan dari tadi.
Vivian semakin gundah, hati nya tak tenang. Saat makan siang bersama teman-teman kantor nya. Mereka semua membicarakan Vivian.
"Aku mohon, jangan lagi membicarakan tentang masalah itu. Aku sudah tidak tenang..! " ucap Vivan sayu.
"Tapi, sudah beberapa jam berlalu. Kenapa tuan Willi seperti tidak ada perintah? " sanggah teman lain nya.
"Sudah... Sudah.. Doakan saja semoga tuan Willi lupa akan kejadian itu..! " balas teman yang lainnya.
Mereka pun terdiam, tidak membahas masalah itu lagi serta menghabiskan makan siangnya.
Keesokan hari nya
Pagi sudah menjelang, di kamar kecil berukuran 4x3 Vivian masih duduk malas di tempat tidur. Dia ingin segera bersiap-siap masuk kerja. Tapi hati nya masih bimbang dengan kesalahan nya kemarin.
"Vi..Kamu kenapa malas gitu.Bukankah biasanya kamu begitu semangat ? " tanya Liana, teman sekamar Vivian.
"Heeemmmm..Kemarin aku membuat kesalahan di kantor.! " jelas Vivian.
"Kesalahan apa.. ? " Liana bingung dan mendekat duduk di samping temannya.
"Entah kenapa, aku begitu berani menjawab ucapan tuan Willi...! Tapi dia tidak ada perintah apapun untuk ku. Seperti pemecatan atau lainnya..! " jelas Vivian panjang.
"Mungkin saja dia tak menanggapi hal itu. Kalau memang dia ingin memecatmu. Bisa sajakan dari kemarin dia lakukan.. " ucap Liana.
Vivian menoleh pada sahabatnya itu "Benar juga kata-katamu. Kalau memang dia ingin memecat ku,kenapa haru menunggu waktu.! " jawab Vivian dengan mata berbinar dan senyum melebar.
"Betul kan apa kataku! " tambah Liana.
Vivian bangkit dari tempat tidur dan segera berjalan menuju kamar mandi.
Setelah selesai, dia pun buru-buru mengenakan pakaian kerja nya.
"Baik Vivian, si Bos pasti tidak akan memecatmu! " ucap Vivian menyemangati dirinya sendiri.
Jam menunjukkan pukul 8 pagi, sudah banyak karyawan yang berdatangan termasuk Vivian.
Ketika hampir sampai di pintu masuk, dia melihat sebuah mobil sedan berwarna hitam berhenti tepat di depan nya.
Sang security buru-buru membuka pintu mobil. Dan tak di sangka, yang keluar dari dalam adalah Willi. Bos pimpinan perusahaan tersebut.
Tak ingin berpapasan dengan nya Vivian langsung berlari masuk kedalam gedung. Sekilas Willi melihat gerakan yang di lakukan oleh Vivian.
Dengan tampang dingin, Willi seakan tidak perduli.
Dia terus berjalan menuju lift, ketika pintu hampir menutup "Tuan Willi...! " sebuah panggilan dari Robby yang sedang berlari.
Willi hanya melihatnya tanpa menahan pintu lift.
Willi tersenyum miring dengan kelakuan nya.
"Dasar bos sinting..! " rutuk Robby.
Sementara di meja kerja Vivian, dia terlihat sibuk dengan pekerjaan nya. Menyusun lembaran kertas yang diberikan oleh managernya.
"Vi....! " Bagaimana, aman kan? " tanya teman kerjanya yang duduk nya tepat di depan meja kerja Vivian.
"Entah lah, mungkin si bos tidak akan memecat ku. Dan lagian ya, aku kan hanya menjawan bahwa meja itu memang sudah ku bersihkan..! "ujar Vivian membela diri.
" Benar juga ya, tidak mungkin hanya hal sepele seperti itu dia memecatmu! " pungkas temannya
Robby sudah tiba di lantai atas, dia menuju ruang kerja Willi.
"Tok.... tok....! " ketukan pintu dari luar.
"Masuk..! " jawab Willi.
Masuklah Robby dengan membawa agendanya.
"Tuan hari ini kita ada kunjungan sosial kerumah sakit HARAPAN..! " ucap Robby.
"Ah.. Aku hampir lupa. Apa aku memiliki acara lain nya.? " tanya Willi lagi.
"Tante Rose meminta tuan untuk datang ke rumah nya malam ini..! " ucap Robby.
Willi mengurut keningnya "Apalagi yang akan dilakukan tante..? " Willi tanda tanya.
Robby hanya diam.
"Apa kunjungan kerumah nya tidak bisa ditunda dulu..? " sanggah Willi.
"Maaf tuan, dia sudah mengatakan ada hal penting..! " jelas Robby.
Willi sudah bisa menebak apa yang akan tante nya lakukan..
Menjelang jam istirahat kantor.
"Deerrttt.... derrttt..! " suara getar ponsel.
Vivian meraih ponsel nya dan membuka isi pesan tersebut.
"Maaf nona, anda diharapkan segera kerumah sakit HARAPAN"
Begitu lah isi pesan dari rumah sakit HARAPAN.
Vivian terlihat cemas setelah membaca pesan tersebut.Segera fia dia membereskan barang-barangnya dan memasukkan ponsel nya ke dalam tas.
Dia pun pergi begitu saja "Vivian, kamu mau kemana..? " tanya teman nya Rina.
Tanpa menoleh atau menjawab sepatah kata pun.
"Ada apa dengannya.. ? " gumam Rina.
Tak menunggu lama, Vivian memanggil taksi yang tak jauh terparkir didepan perusahaan.
Taksi pun berhenti tepat didepannya. Vivian segera masuk "Kerumah sakit HARAPAN ya pak! " ucap Vivian.
Taksi pun meluncur, karena sekarang jam istirahat. Jalanan sedikit macet , mungkin akan memakan waktu dalam beberapa menit lebih lambat dari biasanya.
30 menit berlalu, akhirnya taksi tiba ditempat tujuan. Vivian mengeluarkan yang pas dan terus berlari masuk menuju kamar inap.
Begitu masuk, terlihat jelas seorang wanita paruh baya terbaring dengan beberapa selang yang terpasang dibeberapa tubuhnya. Dan disana juga ada seorang dokter dan dua orang perawat.
Vivian menangis menyaksikan wanita itu tidak berdaya "Dokter, apa yang terjadi. Kenapa mama ku bisa sampai seperti ini.? " tanya Vivian dengan linangan air mata.
"Maaf kan kami nona, tadi ibu anda merasa bagian dadanya terasa nyeri dan beliau pun pingsan.! " jelas dokter.
"Bukan kah mama ku terlihat baik-baik saja pagi ini..? " tanya Vivian masih belum terima.
"Memang, tapi itu terjadi setelah siang ini nona! " jawab perawat.
Vivian membelai lembut pipi wanita paruh baya itu. Ada sedikit air mata yang tertinggal disudut matanya. Seperti mendengar kesedihan anaknya.
Baru saja Vivian merasakan hangat tubuh ibu nya. Tiba-tiba tubuh ibu nya kejang-kejang. Mata Vivian membesar menyaksikan tubuh ibunya seperti disetrum.
"Dokter.. Dokter..! " panggil Vivian pada dokter yang baru saja keluar dari ruangan.
Dokter yang belum jauh mendengar teriakan Vivian, segera memutar arah kembali ke ruang inap.
Dokter pun langsung menuju pasien.
"Mohon nona tunggu diluar dulu. Biarkan dokter menangani pasien dulu..! " minta seorang perawat.
Vivian pun keluar dari ruangan ,hanya bisa menunggu didepan pintu. Dia gelisah, sehingga mondar mandir tak menentu.
10 menit kemudian, perawat yang tadi keluar. Vivian mendekat untuk bertanya. "Bagaimana kondisi mama saya suster.? " tanya nya.
Tanpa memperdulikan pertanyaan Vivian, suster itu terus berlari meninggalkan nya.
Vivian ingin sekali menghambur masuk kedalam, melihat mama nya.
Berselang beberapa menit, perawat tadi datang kembali dengan 3 orang lain nya sedang mendorong brankar rumah sakit.
Vivian semakim khawatir, karena banyak orang-orang terlihat sibuk.
"Ayo pindahkan, hitungan ketiga. 1,2,3..! " ucap dokter.
Keempat suster wanita dan pria tadi pun, bersama-sama memindahkan tubuh Mama Vivian.
Setelah dipintu Vivian melihat mamanya akan dibawa " Mau dibawa kemana mama saya dokter? " tanya Vivian dengan uraian airmata.
"Nona, kemungkinan mama anda mengalami komplikasi jantung. Jadi kami harus melalukan oprasi untuk mencegah terjadi nya hal yang tidak diinginkan" jelas dokter.
Mendengar penjelasan dokter tersebut, Vivian langsung ingat biaya rumah sakit yang tidak sedikit. Karena selama ini dialah yang menopang kehidupan ibunya. Setelah papa nya mengusir Mama dan Vivian. Karena ada nya pihak ketiga di kehidupan keluarganya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!