Pagi ini cuacanya cerah, membuat Rio merasa lega. Ia bisa berjualan selepas pulang sekolah. Kemarin dagangannya tidak habis dan hanya laku beberapa saja karena hujan tiba-tiba turun tidak memberi jeda untuk Rio berjualan.
Rio yang masih usia 9 tahun harus bekerja susah payah untuk membantu kedua orang tuanya. Kehidupan yang harus ia jalani tidaklah mudah. Rio harus berangkat ke sekolah, setelah pulang sekolah Rio harus berjualan. Ayahnya bekerja sebagai tukang becak, sedangkan ibunya sakit-sakitan. Tidak bisa banyak beraktivitas.
“Ayah Rio berangkat ke sekolah ya” pamitnya
“Iya hati-hati nak”
Rio pergi ke kamar ibunya untuk berpamitan.
“Bu Rio berangkat ya, ibu istirahat biar cepat sembuh”
“Iya nak, kamu hati-hati. Jangan terlalu capek jualannya nanti kalau capek bisa gak fokus belajarnya”
“Iya bu”
Rio meninggalkan ibunya di kamar dan berjalan sampai ke sekolah. Sesampainya di sekolah ia langsung duduk dan menunggu gurunya datang.
Sekolahnya cukup sederhana, siswa di sana memang dari keluarga yang berkecukupan. Termasuk Rio, ia bersyukur masih bisa bersekolah tidak kehilangan masa mudanya untuk terus belajar. Impiannya sangat tinggi, jika besar kelak ia bisa menjadi polisi dan bisa membanggakan kedua orang tuanya.
Rio anak yang baik dan pekerja keras, ia paham dengan keadaan orang tuanya. Ia merasa kasihan dengan ayahnya yang harus bekerja mati-matian untuk membiayainya sekolah dan juga harus merawat ibunya.
Setelah pulang sekolah ia langsung pulang ke rumah untuk berganti pakaian dan mengambil dagangannya. Rio berjualan di pinggir jalan, ia mencari tempat yang memang rame agar jualannya bisa terjual.
“Tisu... Kacang” teriak Rio
Barang yang dijualnya bukan miliknya, Rio mengambil di toko lalu menjualnya kembali. Untung yang diperolehnya tidak seberapa, tapi ia tetap semangat. Setidaknya dengan berjualan ia bisa meringankan beban ayahnya, Rio juga bisa membelikan sepatu baru untuk ayahnya. Sepatu yang dipakai ayahnya sudah tidak layak, di bagian bawah banyak yang bolong. Ia kasihan dan khawatir kaki ayahnya sakit dan bisa terluka karena setiap hari ia harus mengayuh sepeda, apalagi ayahnya harus berjalan di aspal, jika siang hari akan terasa sangat panas. Hal itu bisa membuat kaki ayahnya sakit dan terbakar panasnya aspal.
Karena lelah Rio berteduh sebentar di bawah pohon, siapa tahu ada yang membeli dagangannya.
“Tisunya berapa dek?” ucap pria berpakaian jas yang rapi, sepertinya dia orang kaya.
“Yang ini 3 ribu, kalo yang ini 7 ribu pak” menunjukkan tisu-tisunya.
“Saya ambil yang ini 5 ya dek” “5 ya pak? Ini pak totalnya 35 ribu pak”
“Ini dek uangnya” “Tidak ada uang pas pak? Saya tidak ada kembalian, dagangan saya belum laku dari tadi” ucapnya
“Ya sudah tidak usah kembaliannya” ucapnya berlalu
“Terima kasih pak” ucapnya setengah berteriak
Bapak itu mengacungkan jempol sambil tersenyum.
Karena waktu sudah sore dan matahari mulai tak menampakkan dirinya lagi, Rio kembali ke rumahnya. Ia takut ibu dan ayahnya khawatir karena ia pulang malam, jarak dari tempatnya berjualan ke rumahnya cukup jauh, jadi bisa memakan waktu sampai satu jam.
“Assalamualaikum” Rio masuk ke dalam rumahnya dan menghampiri ayahnya yang sedang duduk beristirahat di depan kamarnya.
“Waalaikumsalam” jawab sang ayah
“Ayah sudah makan?” tanya Rio
“Sudah nak, kamu sudah makan”
“Belum yah, ini Rio beli nasi tadi tapi hanya satu bungkus, karena uangnya tidak cukup. Ibu sudah makan yah?”
“Ibumu sudah makan tadi, ayah juga beli nasi dan kami makan berdua. Lebih baik kamu makan dulu, takutnya sakit perut kalo belum makan”
“Iya yah, aku ke dapur dulu”
Di jalan Rio membeli nasi untuk dimakan bersama ayah dan ibunya. Ia hanya membeli nasi satu bungkus karena uang dari hasil jualannya tidak cukup kalau membeli dua bungkus. Terkadang ayahnya membeli nasi untuk dimakan bersama ibunya, jika Rio tak membeli nasi dari hasil jualannya ayahnya akan membelikannya dari hasil becaknya.
“Setelah makan, segera mandi lalu kita ke masjid ya, sebentar lagi maghrib” ujar sang ayah
“Iya yah” jawab Rio
Ayah Rio dan Rio sudah selesai mandi dan sudah berpakaian rapi untuk melaksanakan sholat maghrib di masjid. Setiap maghrib mereka selalu ke masjid untuk sholat berjamaah bersama dengan tetangga dan warga di kampungnya.
Di perjalanan menuju masjid ayah Rio dan Rio bertegur sapa dengan warga yang akan sholat ke masjid. Mereka mengobrol sambil berjalan ke masjid.
Adzan berkumandang banyak warga yang datang ke masjid, saat maghrib masjid selalu ramai jamaahnya, karena para warga sudah pulang dari tempatnya bekerja. Ayah Rio, Rio dan warga melakukan sholat berjamaah.
“Rio, ayo pulang nak” ajak sang ayah
“Iya ayah” jawab Rio
Rio dan ayahnya pulang ke rumahnya.
Sesampainya di rumah, Rio langsung masuk ke dalam kamarnya untuk belajar. Rio anak yang rajin dan giat belajar, di kelasnya ia selalu mendapat juara pertama. Meski dia sibuk karena harus bekerja sepulang sekolah, terkadang tubuhnya merasa sangat lelah pada malam hari, semua itu tak mengurangi semangat Rio untuk tetap belajar. Cita-citanya tinggi, meski ia sadar ayahnya tidak mungkin sanggup membiayainya sekolah tinggi tapi semangatnya untuk bisa menggapai cita-cita tak pernah pupus.
Ia ingin melihat orang tuanya bangga dan di masa tuanya tidak perlu susah payah banting tulang untuk mencari uang. Ia berjanji pada dirinya jika sudah dewasa nanti ia akan bekerja dengan giat agar mimpinya bisa tercapai. Rio anak tunggal jadi ayah dan ibunya sangat menyayanginya, meski tidak bisa memberikan apa yang di inginkan Rio, ayah dan ibunya selalu memberi kasih sayang pada Rio.
Rio tak pernah meminta apa pun pada ayahnya, karena ia paham dan sadar bahwa ayahnya sudah sangat lelah menarik becak dan hasilnya tidak seberapa. Cukup untuknya makan saja sudah sangat bersyukur, apalagi ayahnya harus menabung untuk biaya pendidikan Rio. Memang tidak mahal, karena sekolah Rio bukan untuk orang-orang elit, jadi biayanya tidak terlalu membebankan pada ayahnya.
Tapi ayah Rio juga harus membiayai istrinya yang sakit-sakitan dan jika sudah kambuh penyakitnya harus dirawat di rumah sakit dan biayanya tidak murah baginya. Jika harus dirawat inap ia harus punya uang 500-900 ribu. Namun jika hanya periksa 100 ribu sudah cukup.
Selesai belajar Rio langsung tidur karena badannya pegal-pegal dan kakinya merasa sakit akibat berjalan kaki yang cukup jauh.
Adzan subuh berkumandang Rio bangun dan menuju ke kamar mandi untuk mandi dan wudhu, untuk menunaikan sholat subuh. Kalau subuh Rio jarang berjamaah ke masjid, karena ia harus siap-siap. Jika ayahnya bangun terlebih dahulu, maka ayahnya yang akan memasak tapi jika Rio yang bangun terlebih dahulu maka Rio akan memasak.
Mandiri sejak kecil sudah membuatnya terbiasa melakukan pekerjaan seorang perempuan, karena semenjak ibunya sakit Rio dan ayahnyalah yang harus mengurus semua kebutuhan rumah. Beres-beres, menyapu, mencuci piring atau pakaian sudah terbiasa bagi Rio dan ayahnya. Jika beras dan lauknya masih ada maka Rio akan memasak, jika sudah tidak ada Rio harus mencari ubi terlebih dahulu untuk sarapan pagi harinya.
“Bangun dari tadi nak?” tanya sang ayah yang baru saja selesai sholat dan keluar dari dalam kamarnya
“Baru bangun yah, ayah sudah masak?”
“Belum, ini mau ke dapur” ayahnya berjalan ke dapur
“Berasnya masih ada yah?” Rio mencari sisa beras yang dibelinya
“Ada sisa sedikit, cukup untuk pagi ini. Nanti ayah beli lagi” ujar sang ayah
Kekompakan mereka membuat ibu Rio merasa bersyukur, ia merasa kehadirannya sudah tidak berguna lagi. Tapi, ia beruntung mempunyai anak dan suami yang sangat menyayanginya, mereka tak pernah mengeluh dengan keadaannya. Sakitnya memang tidak parah tapi ia sudah tidak bisa berjualan seperti biasanya.
Sebelum sakit Ningsih berjualan gorengan berkeliling di kampung-kampung, tapi semenjak kesehatannya terganggu dan tidak bisa berjalan jauh ia memutuskan untuk beristirahat dulu. Apalagi kalau mengangkat barang-barang yang berat ia sudah tidak sanggup lagi. Tenaganya tidak kuat lagi, bahkan untuk menyiapkan sarapan tidak segesit dulu. Suaminya tidak tega melihat ia kelelahan jadi ia memaksa istrinya untuk istirahat, jika memang sudah sembuh ia boleh memasak lagi.
“Sudah bangun nak, biar ibu saja yang mencuci beras kamu nyapu saja di depan” ucap Ningsih
“Iya bu” Rio menaruh beras yang akan dicucinya dan pergi keluar untuk menyapu halaman.
Selesai nyapu Rio kembali masuk ke rumahnya untuk berganti pakaian sekolah.
“Sarapan dulu Rio” panggil sang ayah
“ Iya yah, masih ganti pakaian” jawab Rio
“Langsung jualan nanti sepulang sekolah?” tanya ibunya
“Iya bu, kalo harus pulang lagi capek, biar dagangannya Rio bawa ke sekolah. Siapa tahu nanti ada yang beli bu”
“Boleh saja asal tidak mengganggu belajar kamu”
“Iya bu, enggak akan mengganggu kok, kan jualannya pas pulang sekolah”
“Ya sudah habiskan sarapannya, ibu ke dapur dulu”
Rio mengangguk, langsung menghabiskan makanannya.
“Ayah berangkat dulu bu, pagi-pagi biasanya banyak yang pergi ke pasar”
“Iya hati-hati yah”
“Ayah berangkat ya” mengelus kepala Rio
“Iya yah, hati-hati ya”
Setelah sarapannya habis Rio mengambil tasnya di dalam kamar dan berpamitan kepada ibunya.
“Rio berangkat ya bu”
“Iya hati-hati ya, kalo capek jualannya pulang aja. Kamu kan harus belajar biar gak capek nantinya”
“Siap bu, tenang aja Rio kuat kok” sambil menunjukkan ototnya yang tak terlihat
“Kamu ini” mengelus rambut Rio “Ya sudah berangkat sana nanti telat jangan malam-malam pulangnya” sambung ibunya
Rio mengacungkan jempolnya, dan berjalan keluar sambil melambaikan tangannya.
Di tengah jalan Rio bertemu dengan tetangganya yang tidak suka padanya.
“Ngapain ke sekolah bawa jualan, mau sekolah apa jualan” sambil tertawa
“Tidak kok aku mau belajar, lagian jualannya pas pulang sekolah. Jadi gak ganggu” ujar Rio
“Makanya jangan jadi orang miskin biar gak usah jualan” ucapnya dengan sombong
“Gak ada yang mau jadi miskin, lagian aku juga bersyukur masih sehat biar bisa cari uang sendiri gak minta sama orang tua” ucap Rio tak terima
“Kan memang tugasnya orang tua, jadi anaknya minta uang huuu”
Kevin berlalu pergi meninggalkan Rio. Kevin memang bukan orang miskin hidupnya cukup jadi ia tidak perlu bekerja untuk mendapatkan uang, ayahnya seorang guru dan ibunya menjaga toko. Toko itu baru dibangun beberapa tahun lalu, jadi wajar jika Kevin hanya tinggal minta saja pada orang tuanya.
“Kevin beruntung ia tak perlu jualan, orang tuanya juga bisa membelikan mainan. Gak boleh ngeluh, aku harus bersyukur punya ayah yang sayang dan mau lelah untuk aku” Rio mengelus dadanya agar tidak ada amarah yang dipendam untuk orang lain.
Rio berjalan dengan semangat, jika ia tak semangat maka cita-citanya akan susah tercapai. Itulah yang memotivasi dirinya agar tifak mudah menyerah pada keadaan. Selain ia harus tetap bersemangat untuk sekolah, ia juga harus semangat untuk berjualan. Niatnya untuk membelikan sepatu untuk ayahnya harus tercapai. Apalagi sepatu yang di pakainya banyak yang bolong dan tidak bisa melindungi kaki.
Sesampainya di sekolah Rio duduk di bangkunya dan belajar dengan fokus. Rio terkenal sebagai anak yang rajin di kalangan guru, jadi Rio seperti anak kesayangan semua guru. Para guru sudah tahu kalau Rio tidak mampu, Rio juga terkadang mendapat seragam tanpa perlu membayarnya.
“Assalamualaikum anak-anak” sapa guru matematika
“Waalaikumsalam bu” jawab semua murid
“Hari ini kita akan belajar tentang perkalian, silakan dikeluarkan bukunya dan kerjakan soal yang ada di halaman 20”
“Yah bu soal lagi” keluh Kevin
“Kamu ini ngeluh terus kerjaannya Kevin, selagi muda harus banyak belajar agar nantinya tidak mudah putus asa apalagi menyerah karena keadaan yang sulit. Ini juga sebagai contoh untuk kalian semua, jangan pernah menyerah karena menganggap hal itu sulit, apalagi menyerah sebelum berusaha. Paham semua” pesan guru
“Paham bu”
“Kalau paham dikerjakan soalnya dan tidak boleh ngeluh sebelum kalian usaha dulu”
“Iya bu”
Semua siswa diam dan fokus mengerjakan soal matematika termasuk Rio, ia sedari tadi tak berpaling dari buku yang ada di hadapannya.
Bel berbunyi tandanya pulang, Rio langsung merapikan bukunya dan segera keluar dari kelas. Ia berjalan menuju tempat yang ramai dan banyak orang di sana. Rio berteriak menjajakan jualannya.
“Tisu... Kacang, Tisunya pak” Sambil menawarkan pada orang yang ada di samping juga di depannya.
“Tidak dek”
Penolakan sering ia terima, tapi itu hal biasa dalam berjualan. Rio tak pernah putus asa apalagi menyerah, ia tetap bersemangat agar dagangannya cepat habis dan segera pulang ke rumahnya.
“Dek beli Tisunya” ucap wanita tua
“Yang ini 3 ribu bu, kalo yang besar 7 ribu”
“Saya ambil yang besar, ini uangnya” memberikan uang pada Rio
“Iya bu, terima kasih” ucap Rio sambil tersenyum.
Rio kembali menjajakan jualannya, di taman Rio berhenti karena ada anak yang sedang nangis. Rio menghampirinya.
“Kamu kenapa” tanya Rio
“Aku jatuh hiks hiks” ucap anak perempuan itu sesegukan
“Ini tissu buat hapus air mata kamu” Rio memberikan satu bungkus kecil tissu
“Aku gak punya uang untuk beli tissunya, aku ke sini sendiri, rumah aku di pinggir sana” anak itu menunjukkan sebuah rumah yang sangat mewah.
“Tidak apa-apa kok, ini gratis asal kamu gak nangis lagi” ucap Rio
“Terima kasih ya, nama aku Kayla” mengulurkan tangannya
“Aku Rio” menerima uluran tangan Kayla
Mereka duduk di pinggir taman, Rio sambil beristirahat dan mengobrol bersama Kayla.
“Kamu jualan ini?” tanya Kayla
“Iya, aku jualan tisu dan kacang” menunjukkan dagangannya “Kamu mau kacang?” sambung Rio
“Tidak, nanti kamu rugi kalo dikasih ke aku semua” ujar Kayla
“Tidak bakal rugi kok, kalo berbagi kan tidak harus mikir ruginya, kita bisa dapat pahala karena sudah berbagi sama orang, apalagi itu orang yang membutuhkan”
“Kamu baik ya” ujar Kayla tersenyum
“Harus jadi orang baik biar nantinya orang juga baik ke kita” ucap Rio
“Rumah kamu di mana?” tanya Kayla
“Rumah aku di sana, tidak terlalu jauh dari sini. Tapi kalo jalan kaki lumayan buat tubuh jadi sehat” ujar Rio setengah bercanda
“Kamu gak capek jalan ke sini? Terus sekolah kamu gimana?”
“Kamu kayak wartawan ya, aku kayak orang di televisi ditanya-tanya hehehe”
“Aku ingin tahu saja” “jawab dong” sambungnya
“Kalo capek pasti capek, tapi kalo tidak begini tidak bisa dapat uang tambahan untuk uang jajan juga mau mengumpuli uang, biar bisa bantu pengobatan ibu dan meringankan biaya sekolah, jadi ayah gak terlalu capek buat kasih uang jajan. Kalo sekolahnya ya biasa sekolah biasa, pulang sekolah aku langsung jualan jadi tidak ganggu sekolah deh” Rio menjelaskan kesehariannya
Tiba-tiba ada pembeli yang menghampirinya
“Dek mau beli tisunya, mau beli 7 yang besar ya” ucapnya sambil menunjuk tissu yang ukurannya besar
“Eh iya bak, ini tisunya semua jadi 49 ribu bak”
“Ini uangnya, kembaliannya ambil aja” ia berlalu pergi meninggalkan Rio dan Kayla
“Tuh kan apa aku bilang tadi, kalo kita baik sama orang pasti ada orang yang baik sama kita. Meskipun bukan orang yang itu yang membalas, ada saja balasan dari Tuhan” ucap Rio pada Kayla
“Iya aku percaya kok, sekarang kita teman ya” mengulurkan tangannya
“Kamu mau jadi teman aku?”
“Iya, memang kenapa? Tidak mau ya” Kayla menundukkan wajahnya
“Boleh banget, Cuma kamu yakin mau temanan sama orang miskin” ucap Rio
“Memang kenapa, kan yang penting baik bukan kaya atau miskinnya kan”
“Ya kamu benar, mulai sekarang kita teman” Rio mengulurkan tangannya dan Kayla menerima uluran tangan Rio
“Aku pulang dulu ya, takut dicari sama papah, pasti papah khawatir karena aku Cuma bilang main sebentar” Kayla berpamitan pada Rio
“Iya, kamu hati-hati nanti jatuh lagi. Aku juga mau lanjut jualan”
“Besok kamu jualan ke sini lagi kan? Aku mau bantu boleh?” tanya Kayla
“Kamu serius mau bantu aku?”
“Iya aku serius, ya sudah sampai ketemu besok ya” Kayla melambaikan tangan dan pergi meninggalkan Rio
Rio kembali berkeliling di taman itu.
“Sudah sore, aku harus pulang. Alhamdulillah hari ini banyak yang terjual, jadi aku bisa kasih ke ayah buat beli beras.”
Rio sangat senang, karena hari ini ia bisa memberikan uang pada ayahnya dan ia juga bisa menabung. Rio menabung untuk membelikan sepatu untuk ayahnya, jika uangnya lebih ia akan gunakan untuk membantu membayar biaya sekolahnya. Ia menyimpan uangnya takut nanti ada keperluan, setidaknya ia tak perlu meminta pada ayahnya karena ada uang tabungannya.
Setibanya di rumah Rio langsung memberikan uang hasil jualannya. Barang yang dijual Rio mengambil dari toko di dekat rumahnya, lalu ia menjajakan dan hasilnya bisa diambil. Untung yang diperoleh Rio 1000-2500, dan hasilnya diberikan pada pemilik warung. Biasanya Rio ke warung itu 2/3 hari sekali, bergantung barangnya jika sudah banyak yang laku ia ke warung untuk mengambil tissu dan kacang lagi. Besok Rio harus ke warung karena jualannya sudah tinggal sedikit.
“Assalamualaikum yah bu”
“Waalaikumsalam”
“Sudah pulang nak, mandilah dulu biar badanmu lebih segar”
“Iya bu”
Rio masuk ke kamarnya menaruh tas dan mengambil handuk, lalu ia pergi ke kamar mandi untuk menghilangkan bau keringat dan membuat tubuhnya lebih segar.
“Sini nak” Panggil sang ayah
“Oiya ini uang jualan Rio yah, alhamdulillah tadi ada yang beli tissu banyak jadi dapat banyak hari ini. Ayah beli beras pakai uang ini aja” ujar Rio
“Kamu simpan saja untuk jajan, kalo untuk beli beras ayah ada”
“Gak pa-apa yah, aku juga punya kok uang untuk jajan, lagian aku juga jarang jajan mending buat beli beras aja. Terima ya yah”
“Ya sudah ayah ambil ya, nanti pulang dari masjid kita beli beras”
“Iya yah”
“Sekarang kamu siap-siap pakai sarung dan peci, lalu ke masjid. Ayah mandi dulu”
Rio mengangguk.
Dari kecil Rio sudah diajarkan tentang agama, agar nanti ketika sudah dewasa tidak kekurangan ilmu dan tidak hilang arah karena pergaulan. Ketika jualan pun Rio selalu ingat sholat, jika sudah masuk waktu dzuhur ia akan mencari masjid yang dekat untuk sholat dzuhur atau ashar.
Rio dan ayahnya sudah siap untuk pergi ke masjid. Kebiasaan Rio atau pun ayahnya, sebelum pulang dari masjid atau selesai sholat berjamaah, ia pasti menghampiri tetangga atau warga untuk mengobrol atau hanya silaturahmi.
Sebelum pulang ke rumahnya Rio dan ayahnya mampir ke warung untuk membeli beras.
“Bu beli beras satu kilo ya, berapa bu?”
“Satu kilo saja ini? Gak kurang pak?” tanya ibu penjaga warung
“Enggak bu, nanti kalo kurang beli lagi” jawab ayah Rio
“Oh iya pak, satu kilonya 9 ribu pak”
“Ini bu” Ayah Rio memberikan uang 9 ribu
“Ini berasnya”
“Terima kasih bu”
“Iya sama-sama pak”
Rio dan ayahnya pulang ke rumahnya dengan membawa beras tadi yang sudah dibelinya. Biasanya mereka hanya membeli setengah kilo saja, cukup untuk 2 hari kalo siang atau malamnya makan ubi. Karena hari ini dapat rezeki jadi belinya 1 kilo.
“Assalamualaikum bu” panggil ayah Rio
“Waalaikumsalam, sudah pulang ya” jawab ibu Rio “Apa itu yang dibawa yah?” sambung ibu Rio
“Ini beras bu, tadi beli di warung”
“Oh, beli berapa yah?”
“Saru kilo, karena tadi Rio jualannya dapat banyak jadi buat beli beras. Ikannya masih ada kan bu, ayah gak beli ikannya uangnya tidak cukup.”
“Iya ada yah, telurnya sisa dua butir dan ada sisa ikan asin dikasih tetangga kemarin”
“Ya sudah ibu istirahat aja, biar ayah yang masak”
“Ibu bantu yah”
“Tidak usah bu, nanti kalo sudah ayah panggil kita sarapan sama-sama. Kamu belajar dulu Rio, ayah masak dulu”
“Iya yah”
Rio masuk ke kamarnya, ia mengambil tas dan mengeluarkan buku untuk belajar.
Setelah hampir setengah jam ayah Rio memanggil.
“Bu, Rio ayo makan. Sudah masak semua” panggilnya
“Iya yah, ibu keluar”
“Ayo makan, setelah itu kita sholat isya dan kamu bisa istirahat Rio. Tadi kan sudah jualan pasti capek keliling-keliling kan” ujar sang ayah
“Iya yah, ayah makan yang banyak, ibu juga”
“Kamu juga makan yang banyak biar cepat besar dan kuat belajar juga jualannya”
Ningsih bangga pada putranya, ia tidak pernah mengeluh dengan keadaan yang dijalaninya. Bahkan ia tak pernah meminta sesuatu yang membuat orang tuanya susah. Ia bersyukur putranya tumbuh menjadi anak laki-laki yang kuat. Sebenarnya ia tak tega harus melihat Rio yang masih kecil harus bekerja, tapi dirinya juga tidak bisa apa-apa. Semoga nanti ada keajaiban yang bisa merubah nasib keluarganya, itulah harapan Ningsih setiap saat.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!