NovelToon NovelToon

Satu-satunya Cinta

Permulaan untuk Cinta

"Aku janji akan selalu membuatmu bahagia saat kamu berada di sisiku," ucap seorang pria yang baru saja menyatakan cinta pada wanita di depannya itu dengan bersungguh-sungguh.

"Iya, aku harap kamu akan menepati janjimu itu dan aku harap kamu adalah pria pertama dan terakhir untukku," sahut Trisha— wanita yang baru saja menerima pernyataan cinta dari pria yang sudah beberapa bulan dikenalnya.

Darrel adalah pria yang memang sudah menyukai Trisha, dari sejak pertama kali dia melihatnya dan dia selalu berusaha untuk mendekati wanita yang sejak pertemuan pertama, dapat menggetarkan hatinya itu.

  Saat dia tahu, jika Trisha ternyata bekerja sebagai sekretaris sahabatnya, dia pun semakin gencar berusaha mendekatinya, hingga sampailah mereka di tahap ini.

Tahap pacaran, Darrel tidak perduli apa yang akan terjadi nantinya, hanya saja untuk saat ini, dia hanya ingin egois dengan mendapatkan apa yang dia inginkan, tanpa harus terbebani dengan keinginan dan perintah orang lain.

"Apa kamu mau pulang sekarang?" tanya Darrel menggenggam tangan Trisha yang berada di atas meja.

"Heummm, pulang sekarang aja deh, besok aku harus kerja." Angguk Trisha.

"Baiklah, ayo aku anterin."

Darrel mulai memanggil pelayan restoran yang menjadi tempat mereka dinner itu dan membayar makanan mereka terlebih dahulu, setelah selesai melakukan pembayaran. Dia pun bangun terlebih dahulu, lalu mengulurkan tangan pada Trisha.

"Ayo," ucap Darrel dengan suara yang lembut, juga tatapan mata tulus penuh cinta.

"Ayo," sambut Trisha, menerima uluran tangan pria yang baru saja resmi menjadi pacarnya itu.

Mereka pun berjalan ke luar dari restoran, Darrel membawa Trisha untuk menaiki mobilnya, dia menyimpan tangannya di ujung kepala Trisha karena takut, terkena mobil.

Setelah memastikan pacarnya, duduk di mobil dengan nyaman, di pun mulai memutari mobil itu dan memasukinya. Tanpa menunggu lagi, Darrel langsung menjalankan mobilnya meninggal restoran.

"Apa besok kamu akan sibuk?" tanya Darrel memulai percakapan.

"Eummm, belum tau, tapi kayaknya bakal cukup sibuk, kenapa?" sahut Trisha menatapnya dengan heran.

"Tidak ada, cuma bertanya saja." Darrel beralih menatapnya sekilas, dengan senyuman yang tersungging dari bibirnya itu.

"Kirain ada apa," decak Trisha memutar matanya malas.

Darrel tidak menyahutinya lagi, dia masih mempertahankan senyuman di wajahnya itu, malam ini adalah malam yang membahagiakan baginya, ini pertama kalinya dia dapat merasa sebahagia saat ini.

"Sebenarnya aku masih ingin menghabiskan waktu lebih banyak lagi bersamamu," ucap Darrel yang sudah mulai menghentikan mobilnya, karena telah sampai di depan rumah yang Trisha sewa.

"Kita masih punya banyak waktu untuk bertemu lagi." Trisha menatapnya dengan sebuah senyuman tipis.

"Besok ya, kita ketemu lagi," ucap Darrel menatapnya dengan tatapan memohon.

"Eummm lihat besok saja deh," sahut Trisha yang sudah mulai melepaskan sabuk penanganan.

"Kok gitu, sih." Protes Darrel

"Aku turun dulu ya, kamu hati-hati bawa mobilnya," ucap Trisha yang sudah mulai membuka pintu mobilnya.

"Tunggu!" tahan Darrel, hingga Trisha pun menghentikan gerakannya yang akan turun dari mobil.

"Apa?" Trisha menatapnya dengan kening mengerut.

"Apa kamu tidak akan memberikan hadiah jadian kita."

"Hadiah apa?" Kerutan di kening wanita berusia 25 tahun itu semakin tajam, mendengar ucapan pacarnya itu.

"Hadiah di sini atau di sini," sahut Darrel menunjuk pipi dan bibirnya.

"Oh baiklah." Trisha menyentuh kedua pipi Darrel dan mengusapnya dengan perlahan.

"Selamat jadian, semoga hubungan kita langgeng terus," sambung Trisha dengan mengusap kedua pipi Darrel.

Darrel sedikit cemberut, karena bukan itu keinginannya. Padahal dia berharap, wanita di depannya itu memberikan dia kecupan mesra di pipi atau bibirnya, bukan hanya usapan seperti itu saja.

"Segeralah istirahat," ucap Darrel dengan wajah yang masih sedikit masam.

"Baiklah, kamu juga hati-hati di jalannya dan selamat istirahat." Trisha tersenyum lebar, hingga menampilkan lesung pipi di kedua sisi pipinya yang tirus itu.

Darrel mengangguk dan membalas senyuman itu, rasa kecewa yang sempat dirasa sebelumnya, telah hilang begitu saja hanya dengan melihat senyuman yang memabukkan itu.

Senyuman yang membuatnya tidak pernah bosan melihatnya, bahkan ingin selalu melihatnya dan selalu merindukan saat dia tidak melihat senyum itu, meskipun hanya sebentar saja.

"Kamu benar-benar bisa buat aku gila, hanya dengan melihat senyummu saja, malam ini tuhan yang menjadi saksi, jika malam ini adalah permulaan untuk cinta kita, aku tidak akan pernah melepaskanmu sampai kapan pun," janji Darrel.

Dia menatap Trisha yang baru saja melambaikan tangannya dan memasuki rumah sederhana yang menjadi tempatnya tinggal selama beberapa tahun itu.

Setelah memastikan wanita pujaannya memasuki rumah dengan aman, dia pun mulai menjalankan kembali mobil itu menuju ke rumahnya meskipun dengan malas.

...*******...

  Darrel telah sampai di mansion megahnya, dia turun dari mobil dan masuk ke dalam rumahnya. Di depan pintu, kepala pelayan yang bekerja di sana menyambut kedatangannya seperti biasa, sambil membungkukkan setengah badan, Darrel pun menyerahkan kunci mobil pada kepala pelayan itu.

"Apa dia sudah tidur?" tanya Darrel kepada kepala pelayan itu.

 Darrel Shankara sebenarnya adalah pria yang sudah memiliki istri, dia sudah menikah dua tahun karena perjodohan yang di lakukan oleh orang-tuanya.

"Nyonya sudah istirahat Tuan," jawab kepala pelayan.

 "Baguslah kalau gitu," sahut Darrel mengangguk samar dan melanjutkan langkahnya menuju ke lift.

Kepala pelayan itu masih mengikutinya, berjaga-jaga siapa tahu Darrel membutuhkan bantuannya.

"Kamu pergilah istirahat, aku sudah tidak membutuhkan apa pun lagi," perintah Darrel tanpa menghentikan langkahnya.

"Apa anda tidak akan makan malam Tuan?" tanya Gerry, kepala pelayan di mansion itu.

"Tidak, aku sudah makan," sahut Darrel mulai menutup lift, meninggalkan Gerry yang masih berdiri di depan lift.

Setelah lift berhenti di lantai tiga, lantai tempat dia menghabiskan waktunya selama berada di rumah, dia berjalan ke arah kamarnya, meskipun megah dan mewah.

Namun, itu tidak dapat menjamin adanya sebuah kebahagiaan. Di tempat yang begitu megah dan mewah yang menyilaukan mata itu hanya kesunyian dan kehampaan yang ada, tidak ada kehidupan sama sekali di sana.

...******...

Keesokan harinya ....

Suara klakson mobil Darrel yang datang pagi-pagi ke rumah Trisha untuk menjemputnya berangkat kerja bersama, tapi setelah beberapa kali membunyikan klakson mobilnya, Trisha belum juga keluar dari rumahnya, tapi pria itu masih setia menunggu di dalam mobilnya.

 Setelah beberapa saat menunggu dengan sabar, akhirnya Trisha pun keluar juga dengan beberapa sandwich di tangannya. setelah Trisha masuk ke mobil mewah Darrel itu, Darrel pun mulai melajukan mobilnya karena dia tidak mau terlambat ke kantor.

Apalagi pagi ini sebenarnya dia ada rapat penting dengan kliennya, tapi demi Trisha dia rela menunggu dan telat sampai ke kantor.

"Kamu sudah sarapan belum?" tanya Trisha yang sedang menyuapkan salah satu sandwich yang dibawanya itu ke mulutnya.

  "Belum aku belum sempat sarapan aku mau dong itu, tapi suapin aku ya aku kan lagi nyetir nih." jawab Darrel.

Pria itu sedikit bohong, padahal dia sudah sarapan di rumahnya sebelum ke sini. Tapi karena ingin di suapin oleh Trisha Darrel pun berbohong.

  "Emmm ya udah nih." Trisha mengarahkan sandwich yang belum digigitnya ke mulut Darrel tapi ditolak oleh Darrel.

  "Aku mau makan yang sudah kamu gigit Tris," sahut Darrel membuat kening Trisha mengkerut.

  "Kenapa mau yang udah digigit, mending yang baru aja nih." Trisha mengarahkan sandwich itu kemulut Darrel tapi pria itu malah merapatkan bibirnya.

 

Akan Memperjuangkan

"Aku mau makan yang sudah kamu gigit itu, biar kita seperti ciuman secara tidak langsung. Anggap saja itu sebagai morning kiss atau kamu mau ngasih aku yang aslinya." Darrel mengerlingkan sebelah matanya nakal, menggoda pacarnya.

  "Ngeres saja pikiranmu itu." Trisha memukul pundak Darrel, hingga si empunya sedikit meringis.

Namun kemudian, dia mengikuti keinginan Darrel dengan menyuapi sandwich yang sebelumnya telah digigit olehnya itu.

Setelah sandwich itu habis,Trisha mengeluarkan alat make-up yang ada di dalam tasnya karena saat di rumahnya tadi, wanita itu belum sempat dandan.

Pagi tadi dia memang bangun kesiangan jadi dia tidak sempat memoles wajahnya itu. Tidak mungkin juga dia bekerja dengan wajah yang pucat dan polos tanpa make-up sedikit pun.

  "Jangan warna itu, itu terlalu mencolok." Komentar Darrel saat Trisha memakai lipstik yang berwarna merah menyala.

  "Masa sih, perasaan kemarin-kemarin aku juga sering pakai lipstik warna ini dan kamu tidak pernah komentar," tutur Trisha sambil melihat wajahnya di cermin kecil yang selalu dibawanya.

  "Mulai dari sekarang tidak boleh pakai lipstik yang warnanya terlalu mencolok, karena kamu tidak cocok memakai warna seperti itu," terang Darrel.

Padahal bukan itu alasannya, dia hanya tidak mau saat lelaki lain melihat bibir Trisha yang memakai lipstik yang mencolok, akan membuat mereka berimajinasi liar tentang bibirnya itu.

  "Baiklah kalau begitu aku ganti saja dengan warna lain." Trisha pun mulai menghapus lipstiknya dengan tisu basah dan mengganti dengan lipstik warna nude.

"Kalau warna ini gimana.?" tanya Trisha sambil mengecapkan bibirnya sambil melihat cermin kecilnya.

  "Cantik, warna itu lebih pas untuk mu, apalagi kalau aku bisa mencobanya," sahut Darrel yang hanya pokus pada bibir Trisha dengan imanjinasi liarnya.

  "Maksudnya kamu mau mencoba memakai lipstik ini gitu, kamu 'kan lelaki masa mau pakai lipstik dasar aneh." Trisha tidak paham perkataan Darrel yang sebenarnya, entah memang dia itu polos atau bodoh Darrel sendiri tidak tahu.

   "Bukan mencoba lipstiknya tapi yang diPakaikan lipstik itu, aku ingin mencobanya," Jelas Darrel yang membuat Trisha akhirnya paham dengan maksud dari ucapannya itu.

TUKK ... tanpa aba-aba Trisha menjitak kening Darrel sehingga membuat Darel meringis karena jitakan itu lumayan keras.

"Awww! Sakit Tris, belum apa-apa kamu sudah KDRT, gimana kalau nanti kita sudah nikah kayaknya aku bakalan babak belur terus!" decak Darrel sambil mengusap keningnya yang lumayan berdenyut.

   "Biarin, biar otak kamu bersih dari hal-hal yang negatif, lagian pagi-pagi sudah ngeres aja tuh pikirannya." Trisha menimpalinya dengan santai.

"Aku turun dulu ya," pamit Trisha sambil membuka pintu mobil. Tapi tiba-tiba saja tangannya ditarik oleh Darrel.

   CUP... Darrel langsung mencium keningnya tanpa meminta persetujuan terlebih dahulu dari si empunya. Mendapat hal itu dari Darrel membuat jantung Trisha berdebar hingga membuat pipinya terasa panas.

Wanita itu bahkan tidak berani mengangkat wajahnya dia hanya menundukkan kepalanya malu

   "Turunlah nanti pulang kerjanya aku jemput lagi, kita akan kencan pertama setelah pacaran," ucap Darrel mengusap lembut ujung kepala Trisha.

Trisha hanya menganggukkan kepalanya dan turun dari mobil. Dia langsung masuk ke dalam kantor tempat kerjanya dia menjadi salah tingkah setelah mendapat ciuman kening dari Darel.

Begitu sampai di meja kerjanya yang terletak di depan ruangan bossnya, dia duduk dan melupakan sejenak kejadian tadi dan fokus dulu pada pekerjaannya, agar dia tidak mendapat SP dari atasannya.

...******...

   Sore harinya sesuai dengan yang dikatakan Darrel, dia menjemput Trisha di kantor sahabatnya. Tapi sebelum pulang, Darrel menemui sahabatnya terlebih dahulu di ruangannya.

Saat melewati meja sekertaris sahabatnya, yaitu meja Trisha, dia menghentikan langkahnya itu tepat di depan meja Trisha.

   "Ekhemmm! serius banget sih kerjanya." Suara Drrel mengagetkan Trisha yang sedang fokus dengan layar komputernya.

  "Eh Pak Darrel, mau bertemu dengan Pak Romi ya?" tanya Trisha dengan bahasa formal karena ini adalah tempat kerjanya dan Darrel adalah sahabat atasannya.

  "Kenapa formal gitu bicaranya di sini kan tidak ada orang lain," ucap Darrel yang tak suka.

  "Ini adalah tempat kerja saya dan Pak Darrel adalah sahabat atasan saya." Jawab Trisha apa adanya.

  "Baiklah terserah, Rominya ada kan?" tanya Darrel.

  "Ada Pak, silakan masuk saja," kata Trisha.

Dia pun mengangguk dan masuk ke ruangan itu untuk bertemu dengan sahabatnya, sebelumnya dia sudah menghubungi sahabatnya itu sebelum datang,

Darrel langsung membuka pintu tanpa mengetuknya terlebih dahulu, lalu duduk di sofa yang ada di ruangan itu.

  "Cepat juga kamu nyampenya, perasaan kamu belum lama hubungi aku kalau kamu mau ke sini," ucap Romi berdiri dari kursinya dan menyusul Darrel duduk di sofa.

  "Tadi aku nelepon kamu saat sudah di jalan menuju kesini," sahut Darrel.

Dia menyandarkan punggungnya di sofa dan menyilangkan kakinya iti, seutas senyum kemudian tersungging dari bibirnya itu, Romi yang melihat hal itu langsung tau arti senyuman itu.

  "Kamu serius mau menjalin hubungan dengan Trisha?" tanya Romi dengan serius. Darrel pun menganggukkan kepalanya yakin.

  "Bukan mau tapi sudah, baru kemarin kita resmi pacaran," jawab Darrel santai.

  "Kamu gak mikirin bagaimana reaksi orang-tuamu dan Zola nanti kalau mereka tau tentang hal ini." Romi berusaha mengingatkannya, tentang statusnya itu.

  "Aku tidak perduli lagi tentang itu, aku sudah lelah menuruti semua keinginan dan larangan mereka. Aku juga ingin bebas menjalani kehidupanku," sahut Darrel santai.

  "Tapi bagaimana kalau keputusanmu ini malah akan membuat Trisha dalam masalah seperti dulu lagi, saat kamu memutuskan untuk memperjuangkan dia," ucap Romi mengingatkannya tentang masa lalu.

  "Aku tidak akan membiarkan Trisha bernasib sama, aku akui dulu aku masih lemah sehingga tidak bisa menjaganya dengan baik, tapi sekarang tidak lagi, aku akan berusaha menjaga Trisha meski harus mengorbankan banyak hal," sahut Darrel dengan yakin.

  "Aku hanya bisa berharap kamu bisa menanganinya dengan baik nantinya dan bisa bahagia dengan orang yang kamu cintai dan mencintaimu," ucap Romi menepuk pundak Darrel sebagai dukungan untuk untuk Darrel.

  "Baiklah aku akan pergi sekarang, pacarku sudah menunggu untuk kencan pertama kami." Darrel tersenyum dan langsung berdiri, lalu mulai melangkah keluar dari ruangan itu.

  "Hati-hati banyak mata yang selalu mengawasimu," ucap Romi saat Darrel akan membuka pintu.

Darrel kembali menghentikan geraknya, berbalik menatap sahabatnya itu, lalu tersenyum dengan menganggukkan kepalanya.

  "Aku tidak perduli, kamu juga jangan khawatirkan masalah itu, kita lihat saja sekarang, siapa yang akan menang ambisi mereka atau ambisiku," sahut Darrel dengan santai tanpa beban.

Dia kemudian membuka pintu dan keluar dari sana untuk menemui Trisha yang ternyata masih sibuk dengan komputernya.

 

 

Kencan Pertama Setelah Pacaran

Setelah selesai berbicara dengan sahabatnya Darrel pun mendekati meja kerja Trisha, dia berdiri tepat di depan meja wanita yang baru semalam menjadi pacarnya itu.

   "Yuk, kita pulang sekarang," ajak Darrel menatap Trisha yang masih sibuk itu.

  "Aku masih kerja, lagian Pak Romi juga belum pulang," ucap Trisha yang masih fokus pada layar di depannya

  "Aku sudah minta izin untukmu tadi, jadi kamu pulang saja sekarang, dan lanjutkan besok lagi kerjanya." Darrel langsung menarik tangan Trisha untuk bangun dari kursinya.

   Akhirnya mau tak mau Trisha pun mengikuti kemauan Darrel, dia mematikan komputernya terlebih dahulu. Setelah itu mengikuti langkah Darrel di belakangnya.

Selama perjalanan menuju ke lift, Darrel tidak melepaskan genggaman tangannya dengan Trisha, bahkan saat sudah di dalam liftpun pria itu masih menggenggam erat tangan Trisha.

  "Rel, lepaskan dulu tangannya, malu nanti di lihat karyawan lain." Trisha berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Darrel, saat lift hampir sampai.

  "Kenapa harus malu, biarkan saja, jangan pedulikan orang lain," sahut Darrel santai.

  "Iya kamu tidak perduli, tapi aku perduli walau bagaimanapun mereka taunya, kamu itu sahabatnya Pak Romi, mereka pasti mikir yang tidak-tidak kalau lihat kita terlalu dekat," ucap Trisha panjang lebar.

   "Baiklah aku lepasin nih tangannya, puas!" pasrah Darrel dengan tidak rela.

  "Banget, aku cuma tidak mau mereka nyangka aku kerja di sini karena aku dekat sama kamu yang sahabatnya Presdir di sini dan nyangka yang bukan-bukan tentang aku," terang Trisha agar Darrel tidak salah paham dengan maksudnya.

  "Iya aku juga ngerti," ucap Darrel tak lama kemudian lift sampai di lantai dasar, mereka pun keluar bersama dengan Trisha yang mengekor di belakang Darrel.

  Karena Darrel dan Trisha sering bersama untuk masalah pekerjaan, jadi para karyawan di sana sudah tidak aneh lagi melihat kebersamaan mereka itu.

Karyawan di sana mengira kalau Darrel dan Trisha bersama hanya karena pekerjaan saja tidak lebih.

    Trisha menyusul Darrel masuk ke mobilnya dia memasang sabuk pengaman dan duduk dengan nyaman di samping Darrel yang sedang menyetir.

   "Kita mau ke mana?" tanya Trisha kepada Darrel.

    "Kita akan melakukan hal yang biasanya orang lain lakukan saat kencan bersama pacarnya," sahut Darrel.

"Apa kamu memang belum pernah kencan walaupun hanya sekali?" tanya Darrel melihat sekilas ke arah Trisha.

Sementara Trisha hanya menggelengkan kepalanya dia mana pernah kencan. Dulu dia tidak memiliki waktu untuk itu.

   "Aku mau kencan sama siapa, pacar pun tidak pernah punya. Mana ada waktu juga buat mikirin pacaran, aku 'kan sibuk dengan kuliah dan kerja. Saat libur kerja atau libur kuliah, aku sibuk belajar untuk mempertahankan beasiswaku agar tidak hangus, jadi kapan sempatnya untuk pacaran seperti orang lain pada umumnya," tutur Trisha sambil terkekeh.

   "Maka dari itu aku akan membuatmu merasakan bagaimana rasanya kencan dan bagaimana rasanya memiliki pacar, memiliki orang yang spesial di hati mu," ucap Darrel.

   Trisha pun mengangguk. mobil Darrel itu melaju dengan kecepatan yang sedang, Trisha melihat pemandangan hiruk pikuk kota itu saat sore hari.

Semakin lama jalan yang mereka lalui semakin lenggang tidak terlalu banyak kendaraan yang ada di jalan yang mereka lalui.

    "Kita mau ke mana?" tanya Trisha lagi, dia membalikkan tubuhnya ke arah Darrel.

   "Nanti juga kamu akan tau, sekarang kamu duduk saja yang manis, sambil melihat pemandangan di sore hari ini," sahut Darrel lagi.

Trisha pun menurut dia duduk dengan manis sambil melihat pemandangan di sekitarnya lagi, menikmati perjalanannya itu.

   Setelah perjalanan mereka memakan waktu satu jam setenga, Trisha dapat melihat pemandangan pantai dari jarak yang tidak terlalu jauh.

 

   "Kita akan ke pantai?" tanya Trisha dengan antusias.

   "Iya sekarang waktu yang tepat untuk menyaksikan sunset bukan," Jawab Darrel tersenyum.

    "Iya sebentar lagi waktu nya sunset," kata Trisha mengangguk dengan semangat, dia selalu ingin menyaksikan sunset secara dekat dan tidak pernah terkabul.

Akhirnya mobil yang mengantarkan mereka itu pun telah terparkir di pinggir pantai yang cukup indah menurut Trisha.

   "Sekarang turunlah, sebelum terlambat," ajak Darrel yang sudah membukakan pintu mobil dan mengulurkan tangannya kepada Trisha.

   Trisha menerima uluran tangan Darrel itu, lalu turun dari mobil, dia melihat pemandangan di pesisir pantai dengan banyak orang yang sudah duduk santai di pasir untuk menunggu waktu nya sunset.

Darrel membawa kain yang lumayan lebar lalu dia menggelar kain itu di pasir untuk jadi alas duduk mereka.

    "Duduklah setelah sunsetnya selesai kita akan makan malam," pinta Darrel.

Trisha pun mengangguk dan melepaskan sepatu yang tinggi lima senti itu, lalu duduk di kain diikuti oleh Darrel. Mereka terdiam sambil menyaksikan sunset di pantai itu, tanpa sadar Trisha menyenderkan kepalanya dengan nyaman di pundak kokoh Darrel.

   Suasana di pantai itu lumayan ramai oleh orang yang sedang menyaksikan sunset juga, seperti Darrel dan Trisha, mereka ada yang beramai-ramai ada juga yang bersama pasangannya.

   "Kamu tau, dulu aku selalu ke rooftop kampus atau rooftop di tempat kerjaku, saat senggang untuk bisa melihat matahari tenggelam seperti ini." Cerita Trisha sambil fokus pada matahari berwarna jingga di depannya yang hampir terbenam di lautan lepas itu.

    "Kenapa kamu suka dengan sunset, bukannya sunset hadir untuk memberikan kegelapan setelahnya," ucap Darrel.

   "Ya aku tau itu dan aku mengambil sebuah pelajaran dari sunset itu," sahut Trisha masih memfokuskan tatapannya ke depan.

    "Pelajaran apa?" tanya Darrel.

     "Kalau ada filosofi yang mengatakan akan ada pelangi setelah hujan, maka aku pun punya filosofi  tentang sunset itu, akan ada gelap dan dinginnya malam setelah keindahan cahaya dan kehangatan matahari," sahut Trisha menatap Darrel.

   "Artinya?" Tanya Darrel yang juga menatapnya.

   "Akan ada yang namanya kesedihan di balik kebahagiaan, akan ada perpisahan di setiap pertemuan. Jadi syukuri setiap kebahagiaan yang kita rasakan sekarang, sebelum kesedihan itu datang menghampiri kita."

"Hargai pertemuan yang kita alami sebelum perpisahan itu datang dan hanya menyisakan sebuah kenangan, karena meski akan ada kebahagiaan yang lain dan kenangan yang baru, itu tidak akan bisa sama dengan yang sudah berlalu." Trisha menatap lagi ke depannya.

"Seperti datangnya bulan yang tidak mampu menerangi seluruh bumi hanya dengan cahayanya dan tidak bisa menghangatkan seperti matahari menghangatkan bumi ini." Trisha memandang lautan lepas tempat terbenamnya matahari itu senyuman tersungging.

   "Jadi bisa dikatakan juga, hargailah orang yang mencintaimu dan menyayangimu, hargai juga orang yang memberikanmu kebahagiaan dengan tulus saat ini. Sebelum orang itu pergi dan hanya menyisakan sebuah kesedihan dan kenangan setelah perpisahan," jelas Trisha.

    "Aku tidak menyangka kamu punya filosofi seperti itu tentang sunset," ucap Darrel takjub dengan filosofi Trisha.

     "Dan aku ingin itu bukan hanya pendapat semata, tapi aku ingin menjadikan itu sebagai panduan dalam kehidupanku," sahut Trisha.

    "Aku yakin kamu bisa menjadikan itu sebagai panduan dalam hidupmu, oh iya sudah malam, ayo kita makan malam dulu nanti biar pulangnya tidak kemalaman."

Darrel berdiri dan mengulurkan tangannya dan disambut oleh Trisha. Wanita itu berdiri dan memakai sepatunya kembali, sedangkan Darrel mengambil kain yang dipakai alas duduknya tadi dan melipat.

     "Apa kamu sudah merencanakan ini sebelumnya?" tanya Trisha pada Darrel, saat mereka mulai berjalan menuju resort untuk makan malam.

    "Tentu aku ingin kencan pertama kita berkesan biar bisa kita ceritakan nanti kepada anak-anak kita bagaimana romantisnya aku sebagai pacar," ucap Darrel dengan bangga.

    "Kalau cuma segini sih belum romantis," sahut Trisha meledek Darrel.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!