Andrian dan Asma tersenyum sambil menghirup dalam udara negara kelahiran mereka. Sudah lima bulan Andrian dan Asma tinggal di Makkah, belajar memperdalam ilmu agama dan memperbaiki diri.
Kini sepasang suami istri itu memutuskan kembali ketanah air karena sang istri, Asma menginginkan acara empat bulanannya di Indonesia. Berkumpul bersama keluarganya.
Acara empat bulanan di laksanakan dengan meriah. Asma meminta sang suami untuk melakukannya di tanah air. Apalagi ini adalah acara empat bulanan cucu pertama di keluarga Al-muzaky.
Rasa syukur dan kebahagiaan terukir indah di wajah Asma, walau wajahnya sedikit pucat. Dengan sigap Andrian selalu berusaha menjadi suami siaga.
Andrian begitu posesif akan sang istri, Andrian tidak mau sang istri kelelahan. Begitupun keluarga besar Al-muzaky sangat menjaga Asma dengan ektra. Apapun Asma tak boleh melakukan hal-hal berat.
Keposesifan keluarga dan sang suami membuat Asma sangat bahagia, tapi ada kalanya Asma jenuh dan bosan jika tak mengerjakan pekerjaan apapun.
Selama masa kehamilan pertama, Andrian yang selalu melakukan ini itu, bahkan segala macam makanan sehat dan bergizi hingga Obat-obatan selalu Andrian yang menyiapkan. Kadang Asma tidak enak hati melihat suaminya yang melakukan hal itu. Mengurusi semua keperluan Asma. Padahal Asma juga ingin membantu sang suami bukan hanya duduk saja, tapi Andrian selalu melarangnya. Apalagi memang kehamilan Asma sangat lemah bahkan rasa mual dan pusing kerap kali menjalar membuat Asma tak berdaya. Tapi, Asma bersyukur bisa merasakan apa yang namanya ngidam. Tak pernah sekalipun Asma mengeluh akan semuanya.
Walau terkadang Asma ingin melakukan kewajibannya sebagai seorang istri membantu sang suami. Tapi, kondisi Asma yang hamil membuat Asma kesulitan apalagi ngidamnya tidak menghilang-hilang.
Asma terkadang berpikir, apa seorang ibu hamil yang mengidam akan lemah seperti dirinya. Bahkan makanpun jarang ada yang masuk ke mulut Asma hingga Asma jatuh sakit dan harus di rawat.
"Bang..,"
"Iya, sayang? "
Andrian mendekat ketika sang istri memanggilnya.
Setelah selesai acara empat bulanan memang Andrian langsung menyuruh Asma istirahat, karena Andrian tidak mau melihat sang istri kelelahan. Apalagi ada anak di dalam kandungan Asma yang harus Asma jaga.
"Kenapa abang ingin kita tinggal di kediaman Al-muzaky? dulu abang ingin kita pindah rumah dan hidup mandiri? "
Andrian tersenyum mendengar pertanyaan sang istri. Andrian menyandarkan punggungnya di sandaran ranjang lalu meraih kepala sang istri supaya bersandar di dada bidangnya dengan kaki selonjoran.
"Keadaannya sekarang berbeda sayang, dulu kamu belum hamil. Kalau abang tinggal abang tidak takut. Tapi sekarang kamu hamil, kata dokterkan ibu hamil itu harus extra di jaga, soalnya kadang emosinya naik turun. Jika abang meninggalkan sayang di rumah sendiriaan siapa nanti yang akan menjaga sayang jika sayang ingin sesuatu. Apalagi abang tak mau loh kamu harus turun naik tangga dalam kondisi kamu seperti ini, "
"Tapi kan Asma bosan.., di sini Asma di larang melakukan pekerjaan apapun. Asma kangen masakin abang buat sarapan, kengen siapkan keperluan abang mau berangkat ke lestoran, kang... "
Cup...
Asma membelalakan kedua matanya ketika bang Andrian membungkam bibirnya. Andrian tersenyum di balik kecupannya melihat sang istri terkejut akan apa yang dia lakukan.
"Sudah jangan bawel nurut sama suami!"
"Ta.., "
"Sayang, jika dulu kamu yang selalu menyiapkan segala keperluan abang, maka sekarang giliran abang yang menyiapkan segala keperluan kamu. Mungkin Allah sedang menginginkan kita untuk saling membantu sama lain biar hubungan kita tetap romantis, "
"Ha.. ha.. "
Andrian bahagia melihat tawa lepas sang istri, Andrian hanya berharap tawa itu akan selalu menghiasi bibir sang istri.
"Ha.., tapi kadang Asma jenuh bang. Hm, besok Asma boleh gak ikut bibi ke panti? "
"Gak boleh! "
"Ayolah bang, Asma jenuh. Masa pekerjaan apapun Asma gak boleh lakukan Asma nurut, Asma jenuh, boleh ya bang, sayang, ganteng deh.. uluh mana senyumnya..,"
Jika sudah begini apa yang harus Andrian lakukan. Sebenarnya Andrian kasihan pada sang istri tapi Andrian harus egois demi kebaikan sang istri juga calon anaknya.
"Boleh, tapi abang akan ikut!"
"Yah, abang gak seru.., "
"Sudah jangan protes, "
Asma mengerucutkan bibirnya kesal, Asma inginnya sang suami jangan ikut. Kalau ikut Asma pasti akan di larang ini itu. Asma terdiam sambil mengeratkan pelukannya, satu tangan Asma Asma mengelus perutnya yang sudah membuncit.
Kadang Asma heran sendiri pada dirinya, kenapa dirinya ngidam beda dengan orang lain. Harusnya sudah empat bulan begini Asma tak merasakan mual dan pusing tapi kenapa Asma masih saja merasakannya.
Asma sering tanya kedokter waktu di Makkah, karena Asma takut terjadi apa-apa pada calon anaknya. Tapi semua dokter yang Asma dan Andrian datangi mengatakan hal yang sama. Itu wajar bagi ibu hamil apalagi ini kehamilan pertama.
"Udah jangan cemberut, Asma kan tahu, abang cuma gak mau terjadi sesuatu pada kalian. Kata dokter Abang harus jaga extra kalian, "
Asma semakin mengerucutkan bibirnya tetkala sang suami mengatakan itu lagi itu lagi. Andrian pasti akan menggunakan senjata kata dokter dan itu membuat Asma tak berkutik dan tak membantah. Karena Asma juga merasa takut dalam kondisinya yang lemah takut terjadi sesuatu pada cabang babynya.
Huh...
Asma membuang nafas pelan lalu mendongkak menatap wajah tampan sang suami.
"Bang.., "
"Hm, "
"Kenapa abang menyuruh Laila menggunakan panggilan Asma. Lailakan sudah terbiasa menyebut diri dengan panggilan itu?"
"Hm, apa ya. Abang juga gak tahu, abang hanya suka saja panggilan itu. Laila! artinya malam kan, kalau Asma! artinya sebuah nama, nama yang akan selalu ada di hati abang, "
"Gombal.., "
"Serius sayang..., "
Andrian begitu gemes melihat sang istri yang tersipu. Sikapnya selalu berubah-ubah, kadang merajuk, manja, kesal dan Marah-marah jika keinginannya tak di penuhi.
Tapi, Andrian sungguh bersyukur karena sang istri selalu menurut apa yang dia katakan.
Semoga Allah selalu melindungi kalian, abang tidak bisa membayangkan jika kalian pergi dari hidup abang. Apakah abang akan sanggup dan ikhlas suatu hari nanti melepas kepergian salah satu di antara kalian. Maafkan abang sayang, menyembunyikan pakta ini. Abang hanya tidak mau membuat kamu sedih dan setres memikirkan beban ini. Biarlah abang yang berasaha semampuh abang untuk kebailkan kalian.
Jerit batin Andrian sakit dan sesak setiap hari harus berbohong pada sang istri akan keadaannya.
Andrian pernah satu kali bertanya pada sang istri. Ada seorang ibu hamil tapi dia mengidam penyakit yang mematikan, dokter menyuruh sang ibu untuk mengugurkannya katena itu akan membahayakan dirinya. Tapi sang ibu terus mempertahankan cabang babynya dan tak mau mengugurkan walau dia harus mengorbankan nyawanya.
"*Sayang sikap si ibu itu menurut sayang bagaimana? "
"Bang, seorang ibu akan melakukan apapun demi anaknya. Mungkin Asma juga akan melakukan hal seperti itu jika Asma dalam posisi seperti itu. Apalagi baby ini baby yang sudah tujuh tahun Asma tunggu. Kenapa abang bicara seperti itu*?
Andrian mengeratkan pelukannya ketika mengingat percakapan itu waktu di Makkah. Hingga Andrian memutuskan menyembunyikan semuanya. Andrian tidak sanggup jika harus membuat harapan sang istri hancur.
Jika suatu saat nanti kamu tahu paktanya, abang mohon jangan marah.
Cup...
Andrian mengecup puncak kepala sang istri yang sudah memejamkan kedua matanya. Pelahan Andrian membaringkan sang istri lalu menyelimutinya.
Bersambung....
Jangan lupa Like dan Vote...
Asma tersenyum melihat anak-anak panti yang tersenyum bahagia mendapatkan makanan dan mainan yang bibi Melati bagikan.
Tak lekasnya bibir Asma terus tersenyum melihat anak-anak panti yang lain yang sedang mengadakan acara tujuh belas Agustus. Tepatnya merayakan HUT ke 77 Indonesia merdeka.
Berbagai macam lomba anak-anak mainkan. Dari mulai lomba makan kerupuk, balap karung, bakiak, lomba menari, baca puisi, dan banyak lagi.
Rasanya hari ini Asma benar-benar bahagia dan terus tertawa, walau Asma setiap detik selalu di peringati sama sang suami agar jangan banyak bergerak dan berjingkrak-jingkrak karena terlalu senang.
"Sayang, jangan terlalu semangat. Ingat ada baby yang harus di jaga! "
"Iya abangku sayang.., "
Kesal Asma karena sendari tadi sang suami terus mengingatkannya. Andrian hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan sang istri.
Andrian hanya bisa siaga memantau pergerakan sang istri supaya tak membahayakan kandungannya.
"Terimakasih buk, atas donasi yang selalu ibu berikan pada panti ini. Semoga Allah membalas kebaikan ibu yang jauh lebih baik dan semoga kehamilan keponakan ibu sehat selalu, "
"Amin, terimakasih atas doanya."
Balas bibi Melati dengan senyum yang mengembang.
"Kalau begitu, saya pamit pulang."
"Mari, buk. "
Buk Aminah, selaku pemilik Panti Asuhan Kasih Ummi mengantar bibi Melati keluar. Bibi Melati menghentikan langkahnya ketika melihat keponakannya tertawa lepas dengan Andrian yang selalu sigap menjaga Asma.
"Semoga Allah menunjukan Kun Fayakunnya..,"
Lilir bibi Melati membuat buk Aminah menyerngit bingung akan ucapan bibi Melati. Tapi buk Aminah tak berani untuk bertanya kepada siapa ucapan itu mengarah.
"Nak, "
Panggil bibi Melati mendekati keponakan tercintanya yang sedang duduk menyaksikan pembagian hadiah perlombaan.
"Bibi udah selesai?"
"Iya sayang, ayo pulang sudah sore bibi takut pamanmu keburu pulang! "
"Huh, sebenarnya Asma masih mau di sini, "
"Sayang.., "
"Iya.. iya abang, Asma pulang! "
Buk Aminah tersenyum simpul melihat interaksi suami istri itu terlihat lucu dan menggemaskan. Tapi, buk Aminah sedikit heran melihat wajah tak biasa Asma. Namun, buk Aminah tak berani bertanya.
"Semoga sehat selalu ibu dan babynya, dan semoga Allah melancarkan persalinannya nanti, "
"Amin tabarakallah, terimakasih buk. Kapan-kapan Asma boleh ya main ke sini? "
"Boleh, Nak."
"Yasudah, kami pamit buk. "
"Iya, hati-hati di jalan.. "
Buk Aminah tersenyum sambil melambaikan tangan ketika melihat dua mobil yang meninggalkan pekarang panti Kasih Ummi.
Andrian pokus mengemudi dengan Asma duduk manis di sampingnya. Sedangkan bibi Melati duduk di belakang seorang diri. Mobil satunya sang supir yang membawa makanan dan mainan tadi hingga Bibi Melati memutuskan satu mobil dengan mantu keponakannya.
Sesekali Asma menguap membuat Andrian menghentikan mobilnya sebentar.
"Tidur saja sayang, perjalanan lumayan jauh. Nanti kalau sudah sampai abang bangunkan, "
Ucap Andrian lembut sambil membenarkan kursi supaya sang istri nyaman.
"Terimakasih, Bang."
Andrian hanya tersenyum sambil mengelus kepala sang istri lalu melajukan mobilnya lagi. Bibi Melati menatap sendu keponakannya yang setiap hari wajahnya semakin pucat.
Ada rasa takut di hatinya, namun bibi Melati dengan cepat menepis semuanya. Bibi Melati yakin, pasti ada keajaiban suatu saat nanti dari Allah.
"An, apa kamu sudah memeriksa kondisi Asma?"
Andrian menghela nafas kasar sambil melirik sang istri yang nampak terlelap dalam tidurnya.
"Semakin hari kondisi Asma semakin memburuk. Andrian takut jika suatu hari nanti Asma menyadari tentang sakitnya. Mungkin sekarang Asma masih percaya bahwa rasa pusing yang dia keluhkan itu bawaan hamil. Tapi, Andrian tidak tahu apa reaksi jika Asma mengetahui kalau sekarang rambutnya mulai rontok."
Bibi Melati membekam mulutnya tak percaya, mendengar kondisi keponakannya sangat menyayat hati.
Asma memang sampai sekarang belum menyadari tentang dirinya sendiri. Asma masih menyangka kalau keluhan yang sering membuat tubuhnya sakit adalah bawaan hamil.
Masalah hamil memang Asma belum mengenal lebih apalagi ini kehamilan pertama. Asma mempercayainya saja apalagi dokter yang mengatakan itu. Membuat Asma bernapas lega jika itu keluhan hal biasa. Tapi Asma tidak menyadari bahwa obat yang setiap hari dia konsumsi itu bukan obat penguat kandungan atau semacam vitamin menjaga kesehatan tubuh dan perkembangan calon anaknya.
Semua itu Andrian tutup rapat begitu juga keluarganya. Andrian memang memberi tahu tentang kondisi Asma pada seluruh keluarganya, kecuali Asma.
Andrian hanya ingin keluarga sang istri juga membantu dia menjaga Asma. Apalagi Andrian tahu betul bagaimana keluarga ini menyayangi sang istri.
Bahkan Andrian membungkam semua dokter yang menangani sang istri supaya para dokter mengatakan yang baik-baik saja supaya sang istri percaya. Andrian hanya tidak mau membuat kondisi sang istri menjadi drop karena memikirkan penyakitkan.
Andrian juga tidak sanggup jika harus melihat sang istri kesakitan setiap hari. Tapi, sekuat tenaga Andrian tetap tersenyum dan mensuport sang istri.
Andai saja, rasa sakit itu Andrian yang merasakannya. Mungkin Andrian tidak akan selemah ini.
Kenapa harus sang istri yang di berikan cobaan seberat ini. Sang istri terlalu baik jika harus merasakan ujian yang menyakitkan ini. Kenapa bukan Andrian yang seorang pendosa, kenapa harus sang istri.
Andrian tidak bisa membayangkan bagaimana hancurnya sang istri jika mengetahui kebohongannya. Tapi Andrian tidak sanggup mengatakannya, jika itu akan membuat sang istri kesakitan.
Perlahan Andrian membaringkan sang istri dengan hati-hati takut membuat sang istri terbangun. Andrian mengelus perut buncit sang istri dengan lembut.
"Sayang, jaga ummi baik-baik ya. Doakan ummi supaya cepat sehat agar ketika kamu lahir kamu masih bisa melihat ummi. Kamu adalah anugrah yang Allah beri. Apa kamu tahu, Ummi tujuh tahun menunggu kehadiranmu. Abi mohon, kuatkan ummi dari rasa sakitnya. Abi menginginkan kalian berdua selamat, apapun akan abi lakukan untuk menyelamatkan kalian berdua. Kamu adalah buah penantian ummi dan ummi adalah pondasi keyakinan abi. Tanpanya abi gak bisa sekuat ini untuk selalu yakin atas Kun Fayakunnya Allah. Titip doa abi, katakan pada Allah supaya menyembuhkan penyakit umi agar kelak ketika kamu lahir kamu masih bisa melihatnya. Kamu akan bangga mempunyai ibu seperti istri abi. Dia wanita tangguh, kuat dan baik hati. Abi sayang kalian, "
Cup...
Bulir bening keluar membasahi pipi Andrian sampai menetes ke perut sang istri yang nampak terlelap dalam tidurnya.
Andrian menarik selimut guna menyelimuti tubuh sang istri. Sudah mengajak bicara bacang babynya Andrian langsung melangkah ke arah kamar mandi guna membersihkan badannya.
Sudah selesai mandi, Andrian langsung merangkak naik ke atas ranjang. Membaringkan tubuhnya di dekat sang istri.
Andrian menarik kepala sang istri supaya tidur dalam dekapan hangatnya.
Cup...
Sudah memberi kecupan sayang di bibir sang istri Andrian memejamkan kedua matanya guna menyusul tidur sang istri.
"Semoga mimpi indah, sayang! "
Bersambung...
Jangan lupa Like dan Vote...
"Sayang, abang berangkat kerja ya! "
"Iya, hati-hati bang, "
Cup...
Satu kecupan Andrian daratkan pada kening sang istri. Sudah itu Andrian langsung masuk kedalam mobil. Asma masih diam mematung di ambang pintu sambil melambaikan tangannya ke arah sang suami.
Mobil yang Andrian tumpangi sudah menghilang dari pandangan Asma dan baru Asma masuk kedalam.
Entah apa yang harus Asma lakukan untuk mengurangi rasa bosannya. Asma memang bosan tapi Asma bukan istri yang pembangkang. Yang akan melakukan apa saja ketika sang suami sudah tidak ada di rumah. Karena Asma tahu, walau sang suamu tidak melihat apa yang dia lakukan tapi Allah selalu melihatnya. Apalagi ada cctv mata para bibi dan tukang kebun.
Keluarga Al-muzaky memang tak mendatangkan seorang pembantu, karena pekerjaan rumah dan semuanya para istri yang melakukannya. Padahal mereka mampuh untuk menggaji dua puluh orang pembantu tapi mereka tidak melakukannya. Karena mereka ingin mendapatkan pahala dari apa yang mereka kerjakan. Hanya bagian tukang kebun saja yang di datangkan, karena para istri tak sempat untuk mengurus tanaman mereka karena mereka harus keluar untuk mengecek usahanya.
Asma selalu menghabiskan waktunya membaca berbagai buku sejarah islam dan peradabannya. Atau Asma membaca beberapa kisah para nabi dan Rosul atau para shahabatnya.
Terkadang Asma sampai ketiduran dengan posisi masih memegang buku.
"Nak, lagi apa? "
"Lagi baca buku sejarah, Bi! "
"Gak bosan setiap hari baca buku mulu, gimana kalau kita nonton saja. Kebetulan bibi gak ke butiq,"
Tawar bibi Melati sambil duduk di samping Asma dan meletakan buku yang Asma pegang.
"Boleh bi, tapi nonton apa?"
"Terserah kamu, biasanya Asma yang suka milih Filmnya! "
Asma langsung menyalakan tv mencari film apa yang ramai, Asma suka sekali tontonan yang banyak nilai-nilai kebaikannya.
"Nah, bibi suka gak film ini?"
"Atap Padang Mahsyar!"
"Iya, bik. Dari judulnya Asma penasaran bagai mana kisahnya! "
"Ya sudah, ini saja. Bibi juga penasaran, sepertinya seru dan banyak pelajaran yang kita ambil,"
Asma dan bibi Melati memutuskan menonton Film Atap Padang Mahsyar.
Dua wanita beda generasi itu begitu serius melihat film yang mereka tonton dari awal saja sudah membuat hati bergetar seakan mengetuk hati yang terkunci.
"Matahari di atas kepala. Orang yang kurang beramal akan tenggelam oleh keringatnya sendiri,"
Air mata Asma dan bibi Melati menetes keluar mendengar bait kata yang sang ustadz sampaikan dalam film Atap Padang Mahsyar.
Hati kedua wanita berbeda generasi itu bergetar hebat mendengarnya.
Siapa yang tidak akan menangis mendengar tentang padang Mahsyar. Dimana di kumpulkannya seluruh makhluk Allah dari mulai nabi Adam sampai umat Rasulullah untuk mempertanggungjawabkan amal ibadahnya selama hidup di dunia.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surat Ibrahim ayat 48 mengenai Padang Mahsyar: "(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan mereka (manusia) berkumpul (di Padang Mahsyar) menghadap Allah Yang Maha Esa, Mahaperkasa.
Amal apa yang akan kita bawa menjadi naungan kita di sana, sedang ketika Matahari berada di atas kepala kita. Tak bisa kita bayangkan betapa panasnya.
Matahari yang ada di dunia saya terkadang membuat kita mengeluh yang jaraknya ribuan, meliaran bahkan jutaan jarak kilo meter, sangat jauh.
Lalu apa kabar matahari ketika ada di padang Mahsyar, Allah perintahkan supaya turun hingga tepat berada di atas kepala kita. Bagi orang yang beramal sholeh dan kebajikan dia akan selamat dan tak akan merasa panasnya Lalu Amal apa yang akan menjadi penolong kita kelak di padang Mahsyar jika kita saja sering bermaksiat di atas bumi ini.
Tak henti-hentinya Asma, bibi Melati menangis melihat Film Atap padang Mahsyar yang di sutradarai oleh M Dedy Vansohopi.
Di mana Film itu menceritakan tentang keutamaan sedekah.
"Sayang, kamu menangis? "
"Hiks.. iya. Bibi juga menangis,"
Lilir Asma sangat tersentuh dengan film yang dia tonton barusan bersama sang bibi.
"Sungguh mengerikan sayang, jika kita mati tak membawa amal baik."
"Iya, bibi. Semoga Asma dan keluarga kita bisa selamat dari panasnya matahari padang mahsyar."
"Amin,"
Bibi Melati langsung mematikan tv dan menaruh remot di tempatnya. Lalu duduk kembali di samping keponakan tercintanya.
"Sudah jangan menangis mulu, kasihan babynya bisa ikutan sedih. Sebentar lagi magrib pasti suami kamu pulang. Jangan sampai dia melihat kamu menangis bisa-bisa rumah ini jadi heboh karenanya."
"He.. he.., bibi bisa saja, "
Bukannya sedih Asma jadi terkekeh mendengar candaan bibi Melati. Andrian memang begitu posesif sekali pada dirinya.
Pernah satu kali Asma melanggar ucapan sang suami. Karena Asma bosan Asma menyiram tanaman. Dan, itu ketahuan sama Andrian yang kebetulan ada berkas yang tertinggal. Andrian begitu panik dan terus menceramahi Asma tak henti-hentinya bak emak-emak rempong.
Semenjak Asma hamil memang Andrian begitu posesif tingkat tinggi. Sampai Asma juga di buat kesal dan merajuk karena bagi Asma sang suami sangat berlebihan.
"Ya sudah, bibi Asma ke kamar dulu ya mau mandi gerah, "
"Iya, Nak. Awas jalannya pelan-pelan,"
"Baik bos, "
Bibi Melati terkekeh melihat tingkah keponakannya yang sangat menggemaskan dengan perut buncitnya.
Seketika wajah berbinar itu menjadi sendu ketika bibi Melati mengingat penyakit yang keponakannya derita. Sungguh ujian yang sangat berat.
"Kamu gadis baik dan penurut sama suami mu sayang, bahkan kalaupun kamu mengeluh tetap saja kamu selalu melaksanakan perintah suamimu. Kamu memang keponakan bibi yang sholehah. Andai bibi yang melahirkan kamu, bibi akan menjadi ibu yang sangat bahagia bisa memiliki putri setabah dan sekuat dirimu. Walau tak ada darah sama yang mengalir antara kita tapi bibi bangga menjadi bibi kamu. Semoga apa yang kamu lakukan menjadi pahala bagi kedua orang tua kamu."
Huh...
Bibi Melati menarik nafas dalam dan membuangnya secara perlahan.
"Kapan Bagas menikah, anak itu sulit sekali dekat dengan perempuan. Apa aku jodohkan saja ya, "
Monolog bibi Melati yang tak sabar ingin cepat menggendong cucu. Bibi Melati tersenyum sendiri membayangkan kalau dia menggendong seorang cucu pasti akan sangat bahagia.
"Kakak ifar, kenapa senyam-senyum sendiri! "
"Astagfirullah.., "
Pekik bibi Melati terkejut akan suara bibi Aisyah.
"Kau ini dek, ngagetin kakak saja. Harusnya masuk rumah ucapkan salam."
"Idih si kakak, dari tadi Aisyah sudah ucap salam. Tapi, kakak yang asik melamun sampai senyum-senyum sendiri. Kenapa?"
"Kakak cuma kepikiran Bagas, anak itu usianya sudah menginjak dua puluh tujuh tahun. Masa kalah sama Fatimah sih, "
"Bukan kalah sama Fatimah kak, wong Aisyah belum mengizinkan Fatimah menikah sebelum lulus dulu kuliah. Mungkin sekitar dua bulanan lagi he.. he.. "
"Kau ini sama saja! Fatimah bentar lagi menikah. Bahkan yang melamar juga seorang pengacara muda hebat. Apalagi garis keturunannya yang tak di ragukan lagi. Bagas kapan, masa kalah sama adiknya! "
"Gimana kalau kita jodohin saja, "
"Kakak juga sempat kepikiran kesana, tapi kakak bingung mau di jodohin sama siapa! "
Bibi Aisyah tersenyum penuh arti ketika mengingat pada sosok gadis yang tak jauh seperti keponakannya walau sedikit ceplas-ceplos omongannya.
"Ada, Aisyah yakin kakak suka sama pilihan Aisyah! "
"Siapa! "
"Nanti, Aisyah kasih tahu. Sekarang Aisyah mau mandi dulu takut mas Bayu keburu pulang."
Bibi Melati melotot melihat adik ifarnya malah nyelonong pergi. Kemudian bibi Melati juga bersiap menyambut kepulangan sang suami tercinta, Fahmi.
Pada akhirnya ketiga wanita berbeda generasi itu sedang sibuk mempersiapkan diri menyambut para suami mereka.
Bersambung...
Jangan lupa Like dan Vote...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!