Rangkaian pembunuhan misterius terjadi di sebuah negeri modern yang dipimpin oleh Seorang Raja. Tanpa motif yang jelas, pembunuhan itu terus terjadi dan selalu ada korban setiap harinya.
Militer yang bertugas menangani kasus pembunuhan berantai itu dalam keadaan buntu karena nihilnya petunjuk tentang pembunuhan itu.
Hingga suatu hari, seseorang datang dan mengatakan dirinya adalah utusan kerajaan yang diperintahkan untuk membantu menyelidiki kasus itu.
Damian D Z, seorang laki-laki muda dan tampan datang menghadap Aillard Randolf yang merupakan pemimpin pasukan khusus. Aillard juga memimpin militer yang bertugas dalam kejahatan khusus, termasuk Teror Malam yang tengah terjadi saat ini.
Aillard sempat menolak kedatangan Damian, bagi Aillard, Damian hanyalah bocah di bawah umur yang tidak boleh terlibat dengan kasus berbahaya seperti Teror Malam ini. Namun, setelah di tolak Aillard, Damian justru membeberkan hal-hal di luar nalar yang menurutnya berhubungan erat dengan teror saat ini.
Aillard memberikan Damian kesempatan untuk menjelaskan lebih detail, namun penjelasannya sama sekali tidak masuk akal.
Di saat yang bersamaan, Bryan Swan yang merupakan bawahan Aillard baru saja kembali setelah menyelidiki kasus terbaru. Damian meminta Brian untuk menjelaskan bagaimana kondisi korban, lalu Brian pun mengatakan hasil penyelidikannya.
“Sama seperti korban sebelumnya, ada bekas gigitan di bagian tubuh korban, pihak forensik mengatakan dia meninggal pada dini hari karena anemia. Tidak DNA di bekas gigitan itu, jadi masih belum ada tersangka dalam kasus ini..” jelas Brian.
“Pelakunya bukan manusia, ini sangat jelas, mungkin makhluk ini terdaftar dalam makhluk mitologi namun kenyataannya mereka benar-benar ada dan bersembunyi di balik kegelapan malam!” ujar Damian tegas.
“Bukankah itu hanya asumsimu?” tanya Aillard dingin.
“A-apa?” Damian tak percaya kalau membuat seseorang mengerti akan sesulit itu.
“Kau terlalu banyak menonton film fantasi tentang vampir atau membaca buku misteri tentang pembunuhan, pulang dan belajarlah lebih giat, jangan terpaku pada asumsi konyol mu!” ujar Aillard.
“Bagaimana bisa kau mengusirku begitu saja?” tanya Damian.
“Aku akan memberitahu Kerajaan kalau aku menolakmu.. Jadi, pulanglah..” ucap Aillard.
Damian kehabisan kata-kata untuk membujuk Aillard dia pun pergi dari ruangan itu.
Dari tempat Aillard berada, Aillard melihat seseorang pria dengan setelan jas rapih tengah berdiri di samping sebuah mobil. Hingga tak lama kemudian Damian datang lalu pria itu membukakan pintu mobil untuk Damian. Setelah melihat wajah pria itu, Aillard mengetahui satu hal.
Aillard adalah putra tertua Bangsawan Randolf, dia memiliki tiga orang adik yang dua adik termudanya merupakan kembar laki-laki dan perempuan.
Karena pekerjaannya, Aillard meninggalkan kota Delmarev dan tinggal di Kota Shannon dengan Audric Randolf, putra kedua Randolf. Sementara si kembar tetap tinggal di Mansion Randolf di Utara.
Setelah matahari terbenam, Aillard pergi ke perpustakaan militer setelah menugaskan prajuritnya untuk berpatroli. Aillard mempercayai Bryan untuk mengambil alih komando selama patroli.
Bryan membagi pasukannya menjadi empat pasukan yang akan pergi berpatroli ke empat arah yang berbeda. Namun, seperti malam-malam sebelumnya, patroli mereka tidak mendapatkan masalah apapun. Hanya saja, Bryan mendapat panggilan dari pasukannya yang pergi ke Timur Kota Shannon, setelah mendapatkan panggilan itu Bryan segera pergi ke Timur dan sampai di perbatasan Kota Shannon dan Kota Adelaide.
Sesampainya di sana, Bryan diantar oleh salah satu prajurit ke sebuah mobil militer, seorang remaja laki-laki berusia lima belas tahun tengah duduk dengan santai di dalamnya.
“Kau?” ucap Bryan setelah melihat remaja itu.
“Halo, Tuan Swan!” sapa remaja itu.
“Bukankah kau Tuan Muda Randolf?” tanya Bryan.
“Sungguh ingatan yang buruk untuk seorang komandan sepertimu.” Balas remaja itu.
“Nyelekit!” Gumam Bryan dalam hati.
“Kau tidak sendirian bukan? Dimana pelayanmu? Apa kau datang bersama saudaramu?” tanya Bryan bertubi-tubi.
Remaja itu menghela nafas lalu melemparkan tatapan datar kepada Bryan. Dia menatap Bryan dalam-dalam hingga Bryan merasa tidak nyaman dan memalingkan wajahnya.
“Kalian berpatroli untuk menemukan pelaku teror malam itu kan?” tanya Remaja itu.
Spontan Bryan kembali melihat ke arahnya.
“Aku rasa saudariku melihatnya” ucap remaja itu.
“Lalu, dimana dia sekarang?” tanya Bryan.
“Itu masalahnya.” Jawab remaja itu santai.
“Dimana? Jangan bilang kau tidak tahu!” ucap Bryan.
“Jangan bertanya jika kau sudah tahu jawabannya!” balas remaja itu.
Setelah mendengar hal itu, segera Bryan menyisir jalanan untuk menemui adik bungsu Aillard.
“Bisakah kau sebutkan ciri-ciri saudarimu?” tanya Bryan.
“Namanya Ethelyne Zylvechia Randolf, dia menggunakan gaun hitam dengan rambut hitam yang terurai, dia memiliki kulit yang pucat dan sorot mata yang dingin dengan pupil berwarna hitam, satu hal yang jelas dia sangat cantik.” Jelas remaja itu.
“Bukankah kalian kembar? Kenapa kedengarannya dia sangat berbeda denganmu?” Tanya Bryan heran.
“Maksudmu aku jelek?” tanya remaja itu.
Bryan memutar bola matanya dan sadar jika terus mendebat remaja yang sedang dalam masa memberontak tidak akan cepat berakhir.
“Apa baru saja kau kesal padaku?" tanya remaja itu.
“Tidak, siapa namamu?” tanya Bryan.
“Ingat ini, Aku adalah Eliezer Zico Hann Randolf, Put-“
“Baiklah, Tuan Muda Randolf, aku akan meminta prajuritku mengantarmu ke tempat tujuanmu, jadi serahkan pencarian Nona Ran-“
“Lady Ethelyne.” Potong Zico.
“Baiklah, pencarian Lady Ethelyne akan dilakukan oleh tim patroli..” ujar Bryan.
“Kau yakin dapat menemukannya?" tanya Zico.
“Kami pasti menemukannya..” ucap Bryan mantap.
"Baiklah, tidak perlu mengantar, mobilku ada di dekat sini, semoga berhasil!” Pungkas Zico sebelum akhirnya melenggang pergi dengan santainya.
Bryan hanya menatap remaja itu tanpa mengatakan apa pun, saat bawahannya menyadarkannya, segera dia memberi perintah untuk mengawasi diam-diam sampai Zico tiba di tujuannya.
Eliezer Zico Hann Randolf adalah putra ketiga Randolf, di antara anak-anak Randolf, Zico adalah satu-satunya putra yang mewarisi sifat Randolf.
Sifatnya sangat berbeda dengan kedua kakaknya. Bahkan Zico dan Zylvechia yang merupakan sepasang saudara kembar memiliki sifat yang bertentangan. Satu-satunya hal yang sama dari mereka adalah sama-sama menyukai pertarungan.
Zico adalah anak yang aktif dan selalu ingin tahu, dia terkesan ceria dan jahil. Selain itu, Zico juga merupakan pribadi yang cerewet dan mudah bergaul dengan siapa pun.
Meskipun demikian, Zico selalu menghormati orang-orang yang lebih tua darinya, kecuali Bryan Swan.
Dia tidak pandang bulu untuk memberikan rasa hormat, dia sangat dermawan dan suka membantu rakyat Delmarev. Karena sifatnya itu, Zico disukai banyak orang.
Sementara saudara kembarnya memiliki sifat yang dingin dan tidak mudah didekati. Dia memiliki sorot mata yang tajam dan sering memasang wajah tanpa ekspresi.
Zylvechia adalah sosok jenius yang tegas dan memiliki lidah yang tajam. Dia tidak memiliki banyak kata untuk di ucapkan, namun jika dia sudah berbicara, orang-orang akan mulai diam.
Sifat Zylvechia ini bahkan membuat Sang ayah dan Ketiga Kakaknya merasa tertekan jika berbicara dengannya. Satu-satunya orang yang yang bisa membuatnya melembut adalah Ibunya, Claire Quinn atau Madam Quinn.
Madam Quinn berasal dari Bristol, kota kecil yang rata-rata penduduknya adalah seorang pedagang. Madam Quinn sebelumnya adalah seorang pemimpin prajurit sebelum akhirnya memutuskan untuk berhenti setelah Tuan Randolf menikahinya.
Sementara Tuan Randolf yang memiliki nama lengkap Aelfric Faust Hann Randolf adalah laki-laki tampan berdarah biru yang memimpin Kota Delmarev sejak lama.
Karena hal itu, banyak penduduk yang heran karena Tuan Randolf tidak terlihat menua sedikit pun, bahkan teror pembunuh malam dikaitkan dengan Tuan Randolf, rumornya Bangsawan Randolf mengambil energi kehidupan manusia untuk membuatnya tetap terlihat muda.
“Sudah ku bilang ‘kan, Aku akan pergi sendiri, kenapa kalian malah membuntuti ku seperti orang bodoh?”
Dua orang yang tengah bersembunyi itu saling menatap seketika.
“Oi!!”
“HUAA!!”
Secara tiba-tiba Zicco ada di depan mereka dan membuat mereka hampir melompat ketakutan.
“Si Swan itu menyuruh kalian mengawasi ku?” tanya Zicco.
Keduanya menggeleng.
“Ah, kalian terlalu terkejut sampai tak bisa berbicara?”
Keduanya mengangguk secara bersamaan.
“Sekarang, katakan dengan jelas apa perintahnya?” tanya Zicco.
“Kami hanya diperintahkan untuk mengantarmu sampai tujuan secara diam-diam..” jawab salah satunya.
“Oh, baiklah, cukup sampai di sini saja, kalian boleh kembali..” ucap Zicco.
“Ta-tap..”
“Tuan Muda?”
Sebuah suara gagah terdengar dari sisi kanan mereka. Seorang laki-laki dewasa dengan pakaian tuksedo berjalan ke arah mereka. Saat cahaya mengenai wajahnya, barulah dia memperlihatkan ketampanannya.
“Ahh, Jasper” sapa Zicco.
“Mobilnya sudah siap, maaf membuat Anda menunggu lama..” ucap Jasper, pelayan pribadi Zylvechia.
“Ah, aku baru saja akan kembali, tapi dua orang ini membuatku tidak nyaman..” ucap Zicco.
Jasper tersenyum menanggapi perkataan Zicco, Dia berbalik menghadap dua prajurit yang tengah terpana akan ketampanannya.
“Terima kasih sudah mengantar Tuan Muda, Kami akan melanjutkan perjalanan setelah ini. Bagaimana dengan kalian? Butuh tumpangan?” tanya Jasper.
“Ah, tidak apa-apa. Kalau begitu tugas kami selesai sampai di sini, kami akan kembali ke tim patroli..” ucap salah satu prajurit.
“Kalau begitu kami permisi, lain kali tolong jaga Tuan Muda Randolf. Di tengah teror berbahaya ini membiarkannya berjalan seorang diri akan sangat berisiko.” Ucap satunya lagi.
“Benar, saya sangat lalai hari ini, saya pastikan hal ini tidak akan terulang lagi. “ ucap Jasper.
“Tentu, silakan melanjutkan perjalanan Anda, Selamat Malam..” ucap salah satu prajurit sebelum keduanya berbalik.
Kedua Prajurit itu berjalan menjauh, sementara Jasper masih mengawasi dengan sudut bibir yang terangkat. Zicco diam sambil kebingungan sebelum akhirnya meminta Jasper untuk segera berjalan.
“Jaaaaspeeer, mau sampai kapan kita berdiam diri di sini?” tanya Zicco sambil mengeluh.
“Biarkan saya menelepon seseorang sebentar..” ucap Jasper sambil terus memandangi punggung kedua prajurit itu.
“Oke.”
Jasper mengeluarkan ponselnya lalu menekan nomor di sana sebelum akhirnya mulai menelepon. Tak lama kemudian, Jasper mulai mengatakan sebuah kalimat.
“Saya menemukannya..”
Segera Jasper menutup telepon setelah mengucapkan kalimat itu.
“Eh, sudah?” tanya Zicco.
“Bukankah Saya sudah mengatakannya? Hanya sebentar..” jawab Jasper.
Zicco hanya mengangguk mengerti lalu berjalan ke arah yang ditunjukkan oleh Jasper.
Sementara itu, beberapa saat sebelum Zicco di temukan oleh Tim Patroli, Zicco dan Zylvechia sedang dalam perjalanan menuju ke rumah Putra Kedua Randolf yang ada di perbatasan Kota Shannon dan Kota Eden.
Namun, di tengah perjalanan, ban mobil mereka tiba-tiba bocor, terpaksa mereka harus menepi dan berhenti untuk mengganti ban mobil mereka sebelum melanjutkan perjalanan.
Zicco dan Zylvechia turun dan berdiri di sisi mobil sembari menunggu Jasper mengganti ban mobilnya. Tetapi, secara tak terduga sesuatu tertangkap tengah mengawasi mereka dari kejauhan. Orang yang pertama menyadari hal itu adalah Si Bungsu.
Tanpa berkata apa pun, Zylvechia berjalan pelan menjauh sebelum akhirnya dia mulai berlari.
‘Sesuatu’ yang sadar Zylvechia menyadari keberadaannya langsung hilang dari pandangan, tentu saja Zylvechia tetap mengejarnya.
“Zyl?” panggil Zicco saat Zylvechia mulai berjalan.
Jasper menoleh saat Zicco memanggil saudarinya, sementara Zylvechia tak menanggapi panggilan Zicco, justru dia malah berlari saat objek yang tertangkap oleh retinanya melarikan diri.
“Larinya selalu saja sangat cepat!” gumam Zicco.
“Tu-
“Kau cepat selesaikan itu, aku akan membawa Zyl kembal!” ucap Zicco memotong kalimat Jasper sebelum akhirnya berlari mengejar Zylvechia yang sudah tak terlihat lagi.
Alih-alih menemukan Zylvechia, Zico malah tersesat di tengah Kota Shannon. Kota yang sangat padat penduduk itu sangat sunyi di malam hari, itu karena aktivitas penduduk mulai dibatasi sejak adanya teror malam. Zicco yang berjalan sendirian di sana pun merasa takut karena suasana yang sangat mencekam.
Sementara itu, Zylvechia tiba di Istana Militer secara tiba-tiba, dia menemukan Aillard yang tengah berada di sebuah gedung perpustakaan militer seorang diri. Aillard terlihat sangat fokus membaca sebuah buku sehingga tidak menyadari kedatangan Zylvechia.
“Nikmat bukan? Saat prajuritmu mungkin mati karena teror malam, kau malah membaca buku sepanjang malam!” kata-kata dingin dan tajam itu segera mengalihkan fokusnya.
“Lady?”
“Sejak kapan kau memanggilku seperti itu?” tanya Zylvechia.
“Kenapa kau ada di sini? Bagaimana caramu masuk?” tanya Aillard.
“Menolak usulan seorang Jenius dan bersikukuh pada logika manusia yang retak” ucap Zylvechia terus menerus mengalihkan pembicaraan.
“Apa maksudmu?” tanya Aillard.
“Kau tahu betul apa yang aku bicarakan.” Ucap Zylvechia tetap menggunakan nada dingin khasnya.
Aillard terdiam, sebagian yang dikatakan oleh Zylvechia adalah kebenaran, dia tidak akan bertanya dari mana adiknya mengetahui hal itu, karena dia sudah tahu jawaban Zylvechia mengenai pertanyaan tersebut.
Aillard beranjak dari duduknya setelah dia menutup buku tebal yang tengah ia baca sebelumnya.
“Lady, aku akan mengantarmu pulang..” ucap Aillard sambil berjalan menghampiri Zylvechia.
“Berhenti bersikap layaknya seorang kakak yang baik, itu memuakkan, Tuan Muda Randolf.” Ucap Zylvechia Ketus.
Aillard menghela nafas, dia tidak tahu bagaimana harus bersikap dalam menghadapi adik bungsunya. Pemikiran mereka tidak pernah sejalan dan obrolan mereka hanya berisi perdebatan sengit antar-saudara.
Zylvechia selalu bisa membuat kakak tertuanya kehabisan kata-kata, ucapan yang keluar dari mulutnya adalah kebenaran yang diuraikan dengan caranya. Lidah tajamnya mampu membuat orang diam.
Hubungan Zylvechia dan Aillard memang tidak baik sejak dulu, keduanya selalu saja perang dingin karena teori yang tidak bisa di jangkau oleh orang awam. Hingga, tidak heran jika keduanya tidak tampak akur atau terlihat seperti sepasang saudara.
“Alih-alih melakukan hal itu, kenapa kau tidak memastikan prajuritmu baik-baik saja? Aku bisa pergi sendiri, saat ini pasti orang itu pasti sedang mencari ku sambil ketakutan!” ujar Zylvechia.
“Orang itu?”
Tepat setelah Aillard menutup mulutnya, Zylvechia tiba-tiba mengalihkan pandangannya sambil menatap tajam. Hal itu membuat Aillard ikut menoleh.
“Kau mau mendengar saranku? Bocah itu mungkin saja bisa membantu menghilangkan kebodohanmu, dengan itu, kau mungkin bisa setara denganku..” ujar Zylvechia sebelum akhirnya berjalan mendekati sebuah jendela besar.
“Lady..” panggil Aillard pelan.
Tanpa basa-basi lagi, Zylvechia pergi meninggalkan Aillard. Aillard yang panik segera berlari ke arah jendela, namun bayangan Zylvechia sekalipun sudah tak terlihat lagi. Dari tempatnya berdiri hanya ada kegelapan.
Lalu, sebuah dering telepon mengejutkan dirinya yang tengah fokus melihat sekitarnya yang kosong.
"Halo?"
"Aillard, aku menemukan adik laki-lakimu, dia bilang dia berpisah dengan adikmu yang lainnya!"
"Manusia Serigala?"
Suara Aillard terdengar serak, dia ketakutan, namun yang ia lihat saat ini adalah seorang anak yang sedang terluka parah bukan seekor serigala. Dia mencoba berfikir positif dengan kejadian sebenarnya, anak itu muncul saat serigala ada di depan mata mereka, sangat tidak mungkin jika dua wujud dalam satu tubuh muncul secara bersamaan.
"Audric, bukankah kau melihat serigala itu ada di depan kita, bahkan saat anak ini muncul?" tanya Aillard.
"Benar, namun serigala itu menghilang setelah kita memalingkan pandangan kita sekilas. Apa serigala memang bergerak secepat itu? Bukankah besarnya melebihi mobil kita? Jika dia berlari seharusnya ada sedikit guncangan, minimal kita mendengar suara kakinya atau melihat bayangannya" ujar Audric.
Aillard terdiam, yang dikatakan Audric tidak salah, namun hal itu tidak membuktikan kalau anak yang sedang bersama mereka adalah manusia serigala.
"Baiklah, kita lanjutkan nanti, yang terpenting kita selamatkan dia dulu, sepertinya dia kehilangan banyak darah.. Bagaimanapun juga dia mungkin memiliki informasi tentang apa yang kita lihat hari ini." ujar Aillard setelah berhasil menenangkan dirinya.
Audric pun menurut, mereka akhirnya membawa anak itu bersama mereka menuju Delmare. Ditengah perjalanan, Audric mencoba mengobati luka anak itu dengan berbagai obat-obatan yang mereka bawa, Audric juga membalut lukanya agar tidak ada kotoran yang masuk, sementara itu Aillard tetap fokus pada kemudinya.
Matahari terbit begitu mereka sampai di Delmare. Kota Delmare sangat makmur, bahkan hampir tidak ada tindakan kriminal yang terjadi di kota ini. Selain itu Delmare juga memiliki pantai yang indah, banyak wisatawan yang datang untuk berlibur disini.
Aillard sempat berhenti di depan sebuah kedai untuk membeli beberapa makanan. Namun, hanya Audric yang pergi, sedangkan dia tetap berada di dalam mobil bersama dengan bocah laki-laki yang masih tak sadarkan diri di kursi belakang.
Selang beberapa detik di tempat yang sama, Zico baru saja keluar dari toko bunga yang berada tepat di samping kedai, bahkan Michaelis memarkir mobil di belakang mobil Aillard. Tak lama kemudian, Zylvechia juga keluar dari toko bunga sambil membawa buket mawar. Mereka memakai pakaian hitam mewah yang membuat mereka tampak elegan.
Mereka memasuki mobil sebelum akhirnya pergi tanpa tahu kalau Aillard berada di dalam mobil di depan mereka. Sesaat setelah melewati mobil Aillard, anak laki-laki yang tertidur di kursi belakang tiba-tiba terbangun dan mengucapkan satu nama sambil berteriak.
"LARK!!!"
Teriakan itu spontan membuat Aillard tersentak, dia menoleh ke belakang anak itu sedang mencari sesuatu dengan melihat ke segala arah. Tak lama setelah itu, Audric masuk ke mobil dengan kantong berisi makanan dan minuman.
"Kenapa kau berteriak?" tanya Aillard.
"Dimana kita??" tanya anak itu.
"Delmare.." jawab Audric.
"Tunggu, kenapa kau berteriak? Kau bermimpi buruk?" tanya Aillard.
"Seberapa jauh lagi untuk sampai di Dragon Palace?" tanya anak itu.
"Hah? Kenapa kau ingin pergi ke kediaman Randolf?" tanya Audric.
"Aku.."
Kata-katanya terhenti sejenak.
"Kau tadi menyebutkan satu nama, apa dia yang ingin kau temui?" tanya Aillard.
"Namaku Grey, aku salah satu teman Nona Ethelyne.." ucap anak bernama Grey itu tanpa menjawab pertanyaan Aillard.
"Aku sedang bertanya padamu sejak tadi, kenapa kau mengabaikan ku?" tanya Aillard.
"Ku mohon, Tuan, bawa aku kepadanya. Dia pasti mengenalku, aku tidak berani berbohong!" ucap Grey.
Audric mengangguk mengerti, dia melihat ke arah Aillard yang mungkin sedang kesal saat ini, namun bagaimanapun juga mereka memiliki tujuan yang sama, di samping itu, mereka juga tidak bisa membuang-buang waktu lagi.
Aillard segera menyalakan mesin lalu melajukan mobilnya.
Audric kembali membuka pembicaraan untuk mengisi kekosongan mereka, namun tidak ada yang tertarik dengan topik kali ini.
"Kau tau, orang-orang disini mulai membicarakan Auman serigala, mereka benar-benar percaya akan keberadaan manusia serigala hanya karena Auman itu.." ucap Audric.
Tidak ada yang menanggapi, baik Aillard maupun Grey.
"Grey, kenapa pupil mata mu berwarna merah?" tanya Audric.
"Entahlah, mungkin keturunan.." jawab Grey.
"Kau pernah melihat keluarga mu yang memiliki mata yang sama?" tanya Audric lagi.
"Hampir semuanya, tapi ku rasa mereka sudah tidak ada sekarang.." jawab Grey masih bersikap tenang.
"Apa maksudnya sudah tidak ada?" tanya Audric.
"Kau tidak mengerti? Berapa usiamu? ku pikir seharusnya kau mempelajari kata itu.." ucap Grey berbicara layaknya orang dewasa.
Bukan hanya Audric, bahkan Aillard pun terkejut.
"Apa yang kau katakan?" tanya Audric.
"Aku bilang mungkin saja mereka sudah mati saat ini!" ucap Grey dengan santainya.
"Hah???!!" Audric terhenyak.
"Itu tidak benar, jika mereka mati harusnya kau diam di rumah dan berkabung untuk mereka.." ucap Aillard.
"Justru karena mereka mati makanya aku ada disini!" jawab Grey.
"Kau sudah mengubur mereka?" tanya Aillard.
"Apa yang bisa di kubur, tidak semua makhluk memiliki kematian yang sama. Terimakasih atas tumpangannya Tuan-tuan.." pungkas Grey lalu turun mendahului mereka.
Aillard dan Audric masih mencerna hal yang baru saja mereka bicarakan dengan bocah bermata merah itu. Mereka hanya berusaha untuk tidak mempercayai kata-kata anak kecil, sehingga mereka mengabaikan apa saja yang baru mereka dengar.
Sementara itu, Jasper yang seharusnya menyambut kedatangan Aillard dan Audric di desak oleh Grey yang meminta dipertemukan dengan Zylvechia.
"Ayolah, Jack.. Bawa aku menemuinya, ini sangat mendesak!" ujar Grey.
Hal itu di dengar oleh Aillard dan Audric yang berjalan ke arah mereka. Sementara itu, Jasper memberikan salam kepada kedua Tuan Muda.
"Selamat datang kembali, Tuan Muda.." ucap Jasper.
"Tuan Muda? Jadi kalian? Putra sulung Randolf? Jadi selama ini aku bersama kalian?" ucap Grey bertanya-tanya.
"Tidak selama itu, hanya semalam!" tegas Aillard.
"Masa bodo, Jack, bawa aku menemuinya, ini sangat, sangat, sangat mendesak, tolong mengertilah.." rengek Grey.
"Tuan Muda Wolverine.. Anda sudah bukan anak kecil lagi, berhentilah merengek!" ucap Michaelis yang datang bersama dengan Zico.
"Jasper kau bisa membawanya menemui Zylvechia.. Dia sedang berada di Melody Hall.. Biarkan aku mengantar Kakakku.." ucap Zico.
"Baik, Tuan Muda.." ucap Jasper.
"Terimakasih Coco.." ucap Grey.
Jasper pergi membawa Grey menemui Zylvechia, sementara dua orang yang baru datang itu bertanya-tanya mengenai siapa Grey sebenarnya.
"Siapa anak itu? Dia seorang bangsawan juga? Dia mengatakan keluarganya mati dengan sikap santai..." celetuk Aillard.
"Dia teman Zylve.. hanya saja tidak dekat denganku, aku akan mengantar kalian menemui Ayah.." ucap Zico lalu berjalan di depan diikuti Aillard dan Audric.
Sementara itu, Michaelis terpaku. Entah apa yang membuatnya tetap diam, dalam beberapa saat dia menghadap ke utara sebelum akhirnya menyusul Zico.
Disisi lain, Zylvechia tengah memainkan pianonya, dia berhenti saat merasakan kehadiran seseorang.
"Benar-benar lancang, ya?" gumam Zylvechia sampai suara langkah kaki terhenti karena mendengar nya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!