NovelToon NovelToon

Melawan Restu

MR Bab 1 : Pertemuan

Sejak beberapa hari yang lalu, Anneta terus di sibukkan dengan persiapan untuk acara pameran tunggalnya. Setelah perjuangan selama  dua tahun, akhirnya Anne bisa menggelar pameran tunggalnya sendiri. Sejak pagi, Anne sudah sibuk bersiap-siap karena hari ini, adalah hari yang spesial dan bersejarah bagi karirnya di masa depan. Di mana ia akan menyajikan semua hasil karyanya selama dua tahun pada para penikmat seni.

Sebelum acara pembukaan di mulai, Anne menyempatkan diri untuk mengecek semua karyanya terlebih dahulu. Apakah sudah terpasang semua atau belum?

Melihat jarum jam yang sudah hampir berada di angka sembilan, membuat Prisillia berjalan menghampiri Anne.

" Anne, apakah sudah bisa di mulai acara pembukaannya?" tanya Prisillia selaku manager Anne.

Anne tersenyum, lalu mengangguk. Menandakan bahwa ia sudah siap untuk membuka acara pameran tunggalnya hari ini.

"Kalau begitu, ayo kita ke tempat acara pembukaan, " ajak Sila.

Anne mengangguk, lalu mengikuti langkah Sila menuju tempat pembukaan.

Di tempat pembukaan, sudah ada Mama Dira dan Papa Ken beserta rekan bisnisnya. Anne hanya bisa menyapa orang tuanya secara formal karena status mereka di tempat ini hanya sebagai tamu undangan VVIP.

Di karenakan tak ingin dikenal oleh khalayak luas serta tak ingin di anggap bisa terkenal karena status kedua orang tuanya, membuat Anne semakin menutup identitasnya sebagai putri ahli waris keluarga Fabio yang sah di mata hukum dan agama. Karena ia ingin di kenal sebagai pelukis berbakat yang memulai karirnya dari nol.

Setelah acara pembukaan dan potong pita selesai, semua tamu undangan segera memasuki ruangan pameran untuk menikmati karya seni yang ada di sana.

Seusai semua orang pergi, Mama Dira dan Papa Ken segera menghampiri Anne untuk memberikan selamat.

" Selamat sayang, semoga impian dan karirmu bisa berjalan dengan baik," ucap Mama Dira seraya memeluk Anne.

" Makasih, Ma." Anne ikut membalas pelukan hangat yang di berikan oleh Mamanya.

Setelah itu, giliran Papa Ken yang memberikan selamat pada putri kesayangannya. Sampai saat ini, Papa Ken masih belum percaya jika putrinya sudah bisa mengadakan pameran tunggalnya sendiri. Perasaan, baru kemarin Anne masih belajar berjalan, bisa berbicara, tapi kini dia sudah menjadi gadis dewas dengan keahliannya.

" Papa bangga sama Anne, tapi jangan pernah merasa mudah puas dengan apa yang kamu dapatkan hari ini. Terus berusaha menjadi pelukis yang lebih hebat lagi."

Anne mengangguk. " Terimakasih karena Papa selalu mendukung apa yang Anne inginkan," ucap Anne di sela pelukan mereka. Anne benar-benar bersyukur karena memiliki orang tua yang selalu mendukung penuh bakatnya, bukan orang tua yang suka mendikte anaknya untuk menjadi apa.

Jika papanya orang tua toxic, mungkin tidak akan ada Anne yang sekarang. Selama ini, Papa Ken selalu mendukung apa yang ingin di lakukan Anne tanpa membeda-bedakan dirinya dengan kedua kakak kembarnya. Anne memang berbeda, dia tidak genius dan sehebat kedua kakak kembarnya. Namun, dia lebih ke orang yang punya imajinasi dan kreatifitas yang cukup tinggi.

Begitulah manusia yang tak sama, Ia pasti memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri sehingga jangan pernah menjudge dengan mengatakannya bodoh atau membanding-bandingkannya dengan orang lain. Daripada membandingkan, lebih baik lihat apa keunggulan lain yang dimilikinya.

Tak berselang lama, Kakak sulungnya Keane datang bersama istri dan juga ketiga anak kembarnya. Kean dan Dinda memberikan selamat atas pameran tunggal Anne.

" Selamat atas pameran tunggalnya adikku yang manja dan juga ceroboh!" ujar Kean sembari memeluk Anne.

Wajah Anne justru terlihat cemberut ketika mendengar Kean masih saja menyebutnya manja dan juga ceroboh. Meski itu kenyataannya, tetap saja Anne tak suka.

Kini, giliran Dinda sang Kakak ipar yang memberikan selamat sekaligus buket bunga pada Anne.

" Makasih atas bunganya yang sangat cantik ya, Kakak iparku yang cantik," ucap Anne penuh penekanan.

" Kok makasihnya cuma sama Kak Dinda saja, sama Kakak tidak?" ujar Kean yang merasa iri karena Anne tidak mengucapkan terima kasih padanya.

" Memangnya Kakak ngasih apa? "tanya Anne.

" Em ... " Kean bergumam seakan memikirkan apa yang ia kasih pada adiknya.

" Gak ngasih apa-apa, kok mau di ucapin terimakasih! "lanjut Anne dengan memutar bola matanya malas.

" Yakin? Padahal Kakak mau memberikan sesuatu loh! " Kean mencoba memancing sang adik yang sangat suka sekali dengan sesuatu yang bernama 'hadiah' tapi siapa sih wanita yang tak suka di kasih hadiah?

Anne yang awalnya sedikit jutek, tiba-tiba mendekati Kean untuk menanyakan hadiah apa yang akan dia berikan.

" Kakak beneran mau memberikan aku hadiah?" tanya Anne seraya menakutkan kedua alisnya.

Kean sang pria dingin, tiba-tiba tak sanggup menahan tawanya ketika melihat tingkah menggemaskan adiknya itu.

" Memangnya kamu ingin hadiah apa sih, hem?" ujar Kean sembari mengusap lembut puncak kepala Anne.

" Bukannya Kakak tadi bilang sudah punya? Kok masih nanya!" kesal Anne.

Kean justru mencubit pipi Anne yang mengembang karena menahan kesal akibat di permainan oleh sang kakak.

" Iya ... Iya ... Jangan ngambek dong, nanti cantik dan kharismanya hilang! Nanti akan kakak kasih ketika sudah sampai rumah. "

Anne seakan tak memperdulikan ucapan Kean, Ia justru beralih menatap kearah ketiga keponakan yang masih tertidur pulas di strollernya.

" Kalian itu ya, memang jagonya tidur," ucap Anne gemas sembari menciumi keponakannya secara bergantian.

" Oh, ya. Lean sama Nala kok belum datang?" tanya Mama Dira yang belum melihat kedatangan Lean dan juga Nala.

" Mungkin masih di jalan, Ma," sahut Kean.

Karena tak kunjung melihat kedatang Lean dan Nala, membuat mereka semua memutuskan untuk memasuki ruang pameran saja.

...☘️☘️☘️...

Di tempat parkiran gedung pameran, terlihat seorang pria tampan baru saja keluar dari sebuah mobil. Di tangannya, terdapat sebuket bunga yang akan ia berikan untuk seseorang.

Tubuh atletis serta penampilan yang sangat keren bak model hollywood, membuat beberapa wanita melirik ke arahnya. Namun, ia tak menghiraukannya dan terus melangkahkan kedua kakinya berjalan menuju tempat pameran berada.

"Bisa perlihatkan kartu undangannya?" tanya seorang penjaga di depan pintu masuk ruangan pameran.

Hari ini, pameran memang masih di buka untuk tamu yang mendapatkan undangan saja. Besok, baru di buka untuk umum asalkan memiliki tiket masuk ruang pameran.

Brian mengeluarkan kartu undangan yang ia punya, lalu sang scurity pun mempersilahkan ia masuk ke dalam setelah melihat bahwa Brian mempunya kartu undangan VVIP.

Pria itu sesekali menetralkan rasa gugupnya karena sebentar lagi, ia akan bertemu dengan wanita yang sudah sangat di rindukannya.

Derap langkah kaki itu terus berjalan memasuki ruang pameran yang terlihat tidak tidak terlalu ramai karena memang hanya para undangan khusus yang berada di ruangan ini.

Di balik kaca mata hitam yang bertengger, sepasang mata itu terus mencari di mana sang gadis itu berada. Namun, tatapannya tiba-tiba terhenti pada sebuah lukisan yang seketika mencuri perhatiannya. Kini, langkahnya beralih mengarah untuk mendekati lukisan itu.

Saat menyadari bahwa ada seorang pria yang berdiri cukup lama di depan lukisan yang sejak tadi tak ada peminatnya, membuat Anne berjalan menghampirinya.

" Apakah anda menyukainya?" tanya Anne yang seketika membuat lamunan pria itu buyar.

" Em," jawabnya singkat seraya menoleh sebentar ke arah samping. Ketika melihat siapa yang berada di sampingnya saat ini, membuat detak jantungnya semakin cepat.

" Apa anda tahu makna dari lukisan ini?" tanya Anne pada pria asing itu.

" Sangat tahu, apakah ini di jual?"

Anne tersenyum, " Sepertinya anda harus melepaskan kaca mata hitam itu dulu agar bisa membaca dengan jelas tag di atas pigura lukisan itu," jelas Anne sembari memperlihatkan papan kecil di atas lukisan itu. " Not sale" yanga artinya bahwa lukisan itu tidak dijual.

" Sayang sekali, padahal saya sangat ingin membelinya," ujar Brian.

" Sayang sekali, tapi sepertinya anda kurang beruntung karena karya ini tidak untuk dijual. Jika anda mau, masih banyak karya yang bisa anda beli," tawar Anne.

Brian menggeleng. "Saya hanya ingin membeli karya ini, meski dengan harga tinggi sekalipun."

Anne memicingkan matanya tatkala mendengar jawaban dari pria di sampingnya itu. Padahal, sejak tadi tidak ada pengunjung yang tertarik dengan karya ini. Tapi, kenapa pria di depannya ini sangat ingin sekali membelinya? Bahkan sampai menawarkan harga tertinggi. Siapa sebenarnya dia?

...****************...

Halo reader kesayangan ... Dikarenakan ada masalah internal, sehingga membuat novel ini author ubah judul dan akan ada perubahan sedikit cerita. Jadi, kalian baca dari awal lagi ya? Yang penting, cerita ini bisa lanjut lagi biar kalian tidak penasaran dengan novel Anne yang sempat menggantung sebelumnya dan jangan lupa untuk memberikan dukungan berupa like, komen, vote dan hadiahnya yang banyak ya... biar author semangat untuk menulis kisah mereka sampai habis. Oke.

Salam sayang buat kalian semua love you all 💞💞💞

MR Bab 2 : Menepati janji

" Hello." pria itu menggoyangkan tangannya di depan wajah Anne yang tengah terdiam membisu.

" Oh, ya sorry!" Anne mencoba kembali fokus ke topik pembicaraannya bersama orang asing itu.

" Kamu kenapa?"

Anne menggeleng. " Saya tidak apa-apa, tapi Mr Saya tetap tidak akan menjualnya," pungkas Anne yang ikut kekeh tidak mau menjual lukisan itu karena lukisan ini khusus ia buat untuk seseorang.

" Kenapa?"

Anne kembali terdiam ketika sepasang netranya bersitatap dengan netra berwarna hazel itu. Jika di amati dengan seksama, Anne merasa seperti tak asing dengan pria di depannya ini.

"Kenapa ... Suaranya terdengar seperti Kak Brian? Tapi, dia 'kan sudah bilang kalau tidak bisa datang karena ada urusan penting. Dan ... Postur tubuhnya juga sepertinya lebih besar pria ini." Batin Anne sembari menelisik pria bertubuh atletis di depannya dengan kaca mata hitam dan juga masker yang menutup sebagian wajahnga sehingga membuat Anne tak bisa melihat dengan jelas siapa orang yang ada di hadapannya saat ini.

" Sebenarnya siapa anda?" tanya Anne yang tiba-tiba teringat jika tamu undangan hari ini hanya orang-orang tertentu saja, bukan untuk umum.

" Apa Kamu tidak mengingatku, Anne?" Bukannya menjawab pertanyaan Anne, pria itu justru bertanya kembali. Wajah Anne seketika berubah menjadi bingung, dan semakin penasaran siapa pria ini?

Di karenakan sudah tak tega lagi melihat wajah kebingungan Anne, pria itu terpaksa membuka kaca mata serta maskernya.

Sepasang bola mata berwarna abu itu seketika membulat sempurna, kedua tangannya pun langsung menutup mulutnya yang sedikit menganga karena terkejut dengan apa yang ia lihat saat ini.

" Kak Bri ...," lirih Anne saat tahu ternyata pria itu adalah Brian kakak angkatnya. Anne benar-benar tidak pernah mengira bahwa pria yang ia harapkan, sekarang sudah berdiri tegap di hadapannya. Waktu seakan berhenti sejenak, dunia terasa bagaikan mimpi belaka tatkala melihat Brian datang ke acara pameran tunggalnya.

" Hai Anne, apa kabar?" tanya Brian menggunakan bahasa Indonesia dengan logat asingnya.

Bukannya menjawab, Anne justru reflek mencubit lengan Brian.

" Au, sakit, Anne!" keluh Brian seraya mengusap bekas cubitan Anne yang cukup kuat.

" Biarin! Siapa suruh kakak bohong sama aku, katanya gak bisa datang karena sibuk, tapi ini apa?" Anne terlihat memberengut dengan mata yang sudah mengemban karena terharu bercampur kesal.

Melihat ekspresi Anne yang seperti ini, membuat Brian merasa gemas dan ingin mencubit pipi Anne. Namun, gadis itu langsung menghindar sehingga membuat Brian jadi canggung.

Demi menutupi rasa canggung itu, Brian mengalihkannya dengan memberikan buket bunga yang telah ia siapkan untuk Anne.

" Selamat atas pameran pertamanya gadis kecil," ucap Brian sembari mengusap puncak kepala Anne dengan sebuah senyuman manis menghias di wajahnya .

"Aku bukan gadis kecil! Lagian, perkataan Kakak sudah seperti pria tua saja. Padahal, jarak usia kita hanya tiga tahun, " pungkas anne yang tidak terima di panggil dengan sebutan gadis kecil karena sebentar lagi usianya akan menginjak 20 tahun.

Brian tersenyum, ia semakin gemas tatkala mendengar Anne yang tidak berubah sedikitpun, masih suka mengoceh dan protes.

" Baiklah, kamu mau di panggil apa?" tanya Brian yang masih menatap Anne dengan lekat.

Di tatap seintens ini oleh pria tampan, membuat jantung Anne tiba-tiba berdetak semakin kencang. Setelah dua tahun tidak bersua, Brian terlihat makin tampan dan juga gagah. Mungkin karena dua tahun lalu dia terlalu kurus dan pucat sehingga membuat kadar ketampanannya berkufang, tapi sekarang dia benar-benar bagaikan seorang model internasional yang sangat tampan.

"Andai kamu bukan kakakku ..." Anne segera menepis pikiran yang tidak-tidak dari dirinya.

Ia harus sadar bahwa Brian itu adalah Kakak angkatnya. Meskipun, bukan sedarah tapi dia tetap anak yang sudah di urus mamanya selama bertahun-tahun dan sudah di anggap seperti anak sendiri. Dan itu artinya, dia adalah kakaknya juga.

" Ternyata Kamu menepati janjimu, Kak, " ujar Anne guna mengalihkan perasaan aneh itu.

" Tentu saja karena aku tak pernah lupa dengan janjiku padamu, Anne. "

Brian memang tak pernah melupakan janjinya yang akan datang di acara pameran tunggal Anne, bahkan pria tampan itu selalu menantikan kapan waktu itu tiba. Dimana ia akan kembali bertemu dengan gadis cantik yang telah menjadi langit serta penyemangat untuk bertahan hidup lebih lama lagi.

Anne mengangguk, mengerti. Setelahnya, mereka kembali membahas tentang lukisan.

" Oh, ya Anne. Sekarang, apakah bisa kamu menjual lukisan ini padaku?" Brian maaih saja ingin membeli lukisan yang telah mampu menarik perhatiannya.

Anne menggeleng, membuat Brian jadi kecewa. Awalnya, Ia mengira bahwa Anne akan memberikan lukisan itu ketika tahu siapa pria misterius yang tertarik ingin membeli lukisannya.

"Sekali tidak ya tidak, lagian kenapa Kakak begitu tertarik sekali dengan lukisan ini? Bukankah masih banyak lukisan yang lain?"

" Ketika seseorang ingin membeli sebuah karya sampai rela menawarkan harga tinggi, itu menandakan bahwa Ia sangat menyukai karya itu. Dari awal aku datang, lukisan ini sudah membuatku tertarik padanya. Kisah di dalam lukisan ini, bisa di bilang cukup menyedihkan. "

" Oh, ya? "

Brian mengangguk." Darimana kamu mendapatkan inspirasi seperti ini? "tanya Brian penasaran.

" Ada deh! "ujar Anne yang tak mau mengaku.

" Kamu ya ... "

" Bri ..., " panggil seseorang dari kejauhan yang membuat Brian tak jadi menyentil dahi Anne.

Menyadari tak ada yang terjadi, membuat Anne mencoba membuka matanya yang tertutup gara-gara ingin di sentil.

...****************...

MR Bab 3 : Malam perayaan

"Brian ...," seru seorang wanita paruh baya yang menyadari bahwa putranya datang.

Mama Dira segera memeluk Brian dengan erat guna meluapkan rasa rindu di hatinya. Sejak dua tahun yang lalu, mereka sudah jarang bertemu lagi. Padahal, sejak Brian kecil mereka tak pernah berpisah selama ini. Paling lama hanya dua minggu, itupun karena Mama Dira harus menemani Samuel pergi dinas. Kalau tidak, mereka selalu hidup bersama sampai membuat Brian tak pernah mau jauh-jauh dari Mamanya. Namun, takdir berkata lain. Dua tahun yang lalu, Ia harus merelakan mamanya kembali ke keluarga aslinya yang telah berpisah selama enam belas tahun.

"Mommy Rindu, Bri," ucap Mama Dira.

" Brian juga sangat rindu sama Mommy," balas Brian yang juga mengeratkan pelukannya. Jujur, Brian juga sangat rindu dengan pelukan hangat dari seorang wanita yang telah merawatnya sejak kecil. Kehadiran Mama Dira, benar-benar membuat Brian tak pernah merasa kehilangan sosok seorang ibu karena ia sangat menyayanginya dengan sepenuh hati. Layaknya seorang ibu kandung yang sangat menyayangi putranya.

" Ma ...," panggil Papa Ken tatkala melihat istrinya yang tak kunjung melepaskan pelukannya pada Brian.

Menyadari tatapan kurang suka dari Papa Ken, membuat Brian segera mengurai pelukannya. Brian mencoba mengusap air mata yang jatuh membasahi wajah cantik Mommynya.

" Katanya Anne, kamu tidak bisa datang! Tapi kenapa ..."

" Surprise, Mom," sahut Brian dengan tersenyum.

Mama Dira tersenyum, lalu mencoba melihat kondisi putranya itu. " Kamu sepertinya sudah kembali seperti sedia kala, Brian yang mempunyai tubuh atletis! "puji Mama Dira yang seketika membuat pipi Brian memerah.

Ya, selama dua tahun ini Brian terus menjaga pola hidupnya dengan terus berolahraga dan menjaga makanan yang akan masuk ke dalam tubuhnya. Bukan hanya itu saja, Brian juga masih rutin memeriksakan dirinya karena Dokter mengatakan bahwa ada kemungkinan bahwa sel kanker itu akan muncul lagi.

Jadi, untuk antisipasi dia harus rutin memeriksakan diri agar bisa tahu lebih cepat jika memang ada bibit sel kanker baru.

Setelah itu, Brian menyapa Papa Ken.

" Bagaimana kabarmu, Bri?" tanya Papa Ken basa-basi.

Brian tersenyum tatkala melihat sikap Papa Ken yang masih terlihat canggung padanya.

" Seperti yang Om lihat, saya baik dan sehat," ucap Brian dengan memperlihatkan tubuhnya yang memang terlihat bugar dari sebelumnya.

" Baguslah! " ucap Papa Ken dengan menepuk pundak Brian. Entah kenapa, Papa Ken masih begitu canggung jika mengingat kembali siapa Brian. Tapi, ia tetap mencoba bersikap baik karena sang istri sangat menyayangi Brian.

Ketika melihat Brian mendekat, Kean segera memeluk ala pria padanya. Kurang lebih setahun yang lalu mereka berdua sudah pernah bertemu kembali, dan saat itu Brian bersikap sangat baik padanya layaknya sosok seorang adik pada Kakaknya.

" Selamat datang kembali di Indonesia, Bri," ucap Kean di sela pelukannya.

" Terimakasih, Kak."

Sedangkan Dinda, mereka hanya saling menyapa dengan menundukkan kepala.

" Apakah ini triplet?" tanya Brian tatkala melihat tiga bayi kembar di dalam stroller.

" Ya ... Ini ABC, " jawab Kean yang memperkenalkan nama panggilan ketiga anaknya.

" Mereka sangat lucu dan menggemaskan!" ucap Brian dengan tersenyum menatap ketiga bayi itu.

***

Selesai acara pameran, semua orang berkumpul bersama di kediaman Fabio untuk merayakan kesuksesan acara pembukaan pameran tunggal Anne.

Melihat kebersamaan ini, membuat Mama Dira merasa lengkap seakan berada di masa depan dimana Anne sudah memiliki pasangan juga.

"Kenapa aku merasa Anne terlihat cocok dengan, Bri? Astagfirullah ... kenapa aku bisa berpikiran seperti itu, sih!" gumam Mama Dira yang mencoba menepis pikiran anehnya.

Tapi, jika memang mereka bisa bersama pun tidak masalah. Toh, mereka tidak ada ikatan darah atau saudara yang haram menikah. Hanya ... Berbeda keyakinan saja.

" Makan yang banyak!" Brian memberikan lauk ke piring Anne dengan tersenyum. Sedangkan Anne tercengang melihat Brian memberikan begitu banyak lauk padanya.

" Apa Kakak mau membuat aku gemuk?" ketus Anne.

" Tidak, asalkan kamu kurangi porsi karbohidrat pasti tidak akan gemuk, " ujar Brian yang membuat Anne seketika cemberut.

" Oh ... jadi Kakak mau bilang kalau asupan karbohidratku itu kebanyakan, gitu?" ucap Anne dengan menyuapkan potongan daging ke dalam mulutnya dengan tatapan kesal.

Beginilah kalau berurusan dengan makhluk yang namanya wanita, sangat sensitif dan mudah sekali tersinggung. Apalagi soal berat badan atau makanan.

Brian hanya tersenyum melihat tingkah Anne yang menurutnya cukup menggemaskan. Rasanya dia ingin mencubit pipi yang sudah mengembang itu, namun Brian sadar ia ada di mana. Rasa rindu yang selama ini ia pendam, akhirnya bisa terobati. Melihat Anne secara langsung seperti ini sudah mampu membuat Brian merasa sangat bahagia.

Tanpa sengaja, Lean melihat interaksi mereka yang menurutnya sedikit aneh. Brian dan Anne memang duduk bersebelahan karena semua orang duduk di dekat pasangannya masing-masing.

"Kenapa tatapan Brian terlihat berbeda? Apa dia menyukai Anne?" batin Lean yang sangat peka terhadap hal seperti ini. Ia mencoba mengamati tatapan Brian pada adiknya untuk memastikan kalau duga nya benar atau tidak.

" Bee ... minta tolong ambilin iga asam manisnya, dong. " Pinta Nala dengan menyenggol lengan Lean.

" Ah, iya Bee ... mau apa?" tanya Lean yang sedikit bingung karena dia tadi sedang tidak fokus.

" Mau iga manis bee ...," ulang Nala dengan nada manja sembari menunjuk pring iga manis yang tak jauh dari Lean. Dengan sigap, Lean segera mengambilkan lauk yang di inginkan oleh istrinya.

Sejak hamil, Nala memang lebih manja yang sudah seperti bayi gede. Apa-apa minta di layani, dan semakin mudah bergairah. Lalu, apakah Lean senang atau kewalahan dengan perubahan Nala? Tentu saja senang karena Lean sudah sangat menanti- nanti waktu di mana ia akan menjadi seorang suami siaga dan calon ayah.

Saat ini kehamilan Nala masih baru memasuki trimester kedua karena dia baru siap hamil setelah pernikahan mereka berumur setahun lebih.

Selesai makan malam bersama, mereka berkumpul di ruang keluarga. Bercanda, serta bercerita bersama.

" Masya Allah ... aku kenapa jadi gemes gini lihat perutmu yang semakin besar dan pipi bakpao ini," ucap Anne sembari mengelus perut Nala, lalu mencubit pipi sahabat sekaligus kakak iparnya itu.

" Anne ... Kalau gemes gapapa, tapi jangan nyubit pipi bakpaonya bumil, nanti dia sakit gimana? " ujar Lean sembari mengusap pipi Nala bekas cubitan Anne.

Anne melongo melihat Kakaknya yang begitu posesif serta bermesraan dengan istrinya di depannya.

Anne mencebik. " Memang ya... berurusan dengan suami bucin plus over protektif itu sangat menyebalkan! Lagian, aku nyubitnya juga nggak keras, kok! Iya 'kan, Nal?" tanya Anne yang diangguki oleh Nala.

" Panggil Kakak!" tukas Lean yang tak suka mendengar Anne masih memanggil Nala masih sama seperti dulu, tanpa ada embel-embel kakak.

" Astagfirullah ... kenapa Kakak yang protes, Nala aja yang di panggil fine ... fine aja! Iya, 'kan Nak? " cetus Anne dengan melempar tatapan ke Nala.

" Ya__"

"Sudah ... sudah ... kalian berdua itu sudah pada dewasa masih saja ribut dengan masalah kecil. Lagian, aku lebih enak di panggil Nala daripada Kakak, biar tidak terlihat tua!" tutur Nala yang mencoba menengahi percekcokan kakak beradik itu.

Wajah Lean berubah masam tatkala mendengar istrinya lebih membela adik iparnya daripada suami sendiri. Sedangkan, Nala dan Anne tergelak bersama melihat perubahan raut wajah Lean yang terlihat lucu.

Merasa hanya menjadi bahan becandaan istri dan adiknya, membuat Lean beranjak pergi bergabung dengan gerombolan para pria.

" Mau kemana, Bee?" tanya Nala saat melihat Lean beranjak bangun dari duduknya.

" Ngumpul sama para pria!" jawab Lean ketus.

" Seharusnya dari tadi," sindir Anne yang membuat Lean semakin kesal.

" Oh, ya Anne ... kamu kapan mau menikah? Masak aku saja sudah mau jadi seorang Ibu kamu pacaran aja belum?" tanya Nala yang membuat Anne seketika terdiam.

...****************...

Jangan lupa like, komen, vote, dan hadiahnya ya guys...

Kalian juga bisa follow akun author : Novi_Rahajeng08 jika ingin lihat spill kisah Anne dan Brian.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!