Akankah ada kata 'kita' di kehidupanku?
-Hera-
S E L A M A T M E M B A C A
Oke sekarang aku kesel pakek banget! Ini udah lebih dari tiga puluh menit dan aku masih aja berdiri! Banyak omong banget sih?! Capek aku tuh dengernya .... batin Hera sambil terus menyimak nasehat Pak kepala sekolah. Sesekali dia melakukan peregangan di pergelangan kakinya.
"Jadi karena kamu terus membuat masalah, dan saya tidak tahan lagi. Mulai sekarang kamu dikeluarkan dari sekolah ini!" Akhirnya kalimat yang dari tadi ditunggu oleh Hera terucapkan juga. Pak kepala sekolah terlihat sangat serius dan marah ... bagaimana tidak?! Baru seminggu Hera bersekolah di sini dan dia sudah buat onar lebih dari duapuluh kali! Banyangkan kalau setahun gimana?
"Kalau begitu saya permisi, Pak," ujar Hera lalu meninggalkan ruang Kepala Sekolah. Dia menutup dengan pelan pintu ruangan itu. Tak berselang lama dia langsung loncat-loncat nggak jelas ditambah dengan mukul-mukul angin gitu, kayak cowok nembak terus diterima.
"Akhirnya gue bebas dari sekolah terkutuk ini!" teriak Hera yang langsung menjadikannya pusat perhatian. Semua mata melihat ke arah Hera yang sedang bahagia bukan main. Menyadari dirinya jadi pusat perhatian Hera langsung memberikan tatapan tajam kepada semua orang yang ada di situ.
"Apa lo pada liat-liat? Masih sayang nyawa hah?" Hanya dengan sebuah gertakan kecil mereka semua langsung menundukkan kepala mereka ketakutan dengan Hera, mereka tahu kalau Hera marah dia tidak segan menghabisi siapa pun.
Ini sudah adalah sekolah ke-18 yang mengusirnya. Alasannya selalu sama pertama karena Hera sering bolos, kedua karena berkelahi, ketiga terlambat lebih dari lima jam, keempat merusak fasilitas sekolah, dan lain sebagainya.
***
Kertas yang ada di genggaman cowok bersurai coklat itu sudah tidak terbentuk lagi. Kertas yang tidak berdosa itu sekarang benar-benar hancur. Seorang gadis yang duduk di depan pria itu hanya bisa menunduk dan tidak bisa berkata apapun.
"Hera ...," panggil pria itu pelan dan langsung dijawab oleh sang pemilik nama dengan waktu kurang dari sedetik. "Ya, Kak!" jawab Hera mantap dengan keringat dingin mulai keluar dari kening putih milik Hera. Dia tahu kalau kakaknya udah marah maka tamatlah riwayat kehidupan sang Hera Herlina Devana!
"Kenapa lo kasih surat pindah lagi ke gue?" tanya Kak Rendy dengan nada lembut. Namun yang ditanyai malah gugup tidak tahu harus menjawab apa, "I-itu ... emm ...."
"Ini udah ke dua puluh kali! Emang lo mau nyobain seluruh seluruh sekolah yang ada di negeri ini apa?!" Akhirnya meledak sudah, meledak! Sang gunung berapi yang maha dasyat! Dan satu hal yang Hera tahu, kalau udah begini maka apa pun yang dia katakan tidak ada gunanya.
"Gua tahu lo itu bad girl, tapi gak kayak gini juga! Ini keterlaluan ... mau sampai kapan lo terus hidup kayak gini?" Rendy menurunkan nada bicaranya, dia sudah tidak tahu apa yang harus dilakukan kepada adik perempuannya yang satu ini biar bisa berubah.
Hera menundukkan kepalanya, matanya hanya menatap keramik putih yang tersusun rapi dilantai. "Sampai kapan?" tanya Hera balik. Hera tersenyum basi lalu menatap kakaknya kembali. "Sampai gua sembuh dari penyakit ini ...," serunya lirih lalu pergi meninggalkan kakaknya yang tampak khawatir.
"Ra! Lo mau ke mana?" panggil Rendy dengan cemas namun tidak digubris oleh Hera, gadis itu terus melanjutkan langkahnya tampa memperdulikan kakaknya yang terus memanggilnya sedari tadi.
Hera duduk termenung di kasur kamarnya. Dia terus memikirkan kata-kata kakaknya tadi.
Mau sampai kapan lo hidup kayak gini?
Kalimat itu terus terulang di pikiran Hera. Tanpa disadarinya setetes air mata jatuh begitu saja dari matanya. Dengan cepat Hera mengapus paksa air mata itu menggunakan punggung tangan kanannya.
"Tenang Hera tenang! Lo kenapa jadi emosional? Tenang ok? Kalo lo nangis masalahnya jadi makin gak baik!" Dia terus mensugesti dirinya sendiri. Berkali-kali dia mencoba mengatur pernapasannya. Sampai akhrinya suara ketukan pintu membuatnya tersadar dari kegiatan penenangan diri.
"Masuk aja gak dikunci kok!" Lalu pintu itu terbuka, terlihatlah seorang pria tampan berkulit putih nan tinggi dengan mata segelap malam, siapa lagi kalau bukan Rendy. Rendy masuk dengan membawa satu set lengkap seragam sekolah yang baru.
"Wah, seragam baru? Biasanya cuma baju putih abu-abu. Kali ini seragamnya beda ya?" tanya Hera yang langsung menyambar seragam yang dipengang oleh Rendy. Hera langsung melihat-lihat dan menyelidiki seragamnya kali ini. Kayak nya seragam ini nggak asing, pernah liat dimana ya? Ah mungkin dijalan! pikir Hera sambil berpose dengan seragam barunya di depan cermin.
"Udah photoshoot-nya?" sindir Rendy kepada adiknya yang satu ini. Hera hanya terkekeh dengan sindiran kakak laki-lakinya, lalu menghentikan aktifitasnya.
"Gue mohon kali ini bertahanlah lebih dari sebulan di sekolah ini ... kali ini sekolahnya berbed," ujar Rendy dengan tatapan memohon. Hera menghembuskan napas kasar
"Apanya yang beda? Semua sekolah sama saja, kan?" Hera menatap kakaknya yang terlihat serius. Rendy menarik napas panjang lalu mulai menjelaskan.
"Sebenarnya, aku alumni sekolah itu .... Kamu tahu kan aku itu murid teladan yang paling dicintai seluruh guru dan siswa. Kalo kamu buat masalah, aku bakal jadi bahan pembicaraan karena kamu itu adikku." Hera hanya mengangguk pelan. Bukan karena dia mengerti, tapi karena dia baru tahu kenapa seragam ini tampak sangat tidak asing.
"Kalo gitu makin ada alasan untuk aku buat onar, dong," ujar Hera yang langsung dihadiahi tatapan tajam oleh Rendy. Hera menelan ludahnya, kakaknya terlihat sangat mengerikan sekarang. "Ok aku akan berusaha" ujar Hera memutar bola matanya jangah. Sementara Rendy langsung kegirangan bukan main.
"Ok! Sekarang ayo!" seru Rendy mantap, lalu memengan tangan adiknya itu dan dibawa keluar.
"Ayo ke mana?"
"Jakarta!" jawab Rendy santai, tapi lawan bicaranya yang malah menanggapinya dengan nggak santai. Hera langsung tercengang dan meronta tidak terima dibawa pergi begitu saja.
"Kenapa sih kamu gak suka di Jakarta? Gara-gara kamu aku juga harus tinggal sama kamu di Bandung, dan karenanya tanggal perilisan album baruku harus diundur!" Rendy sebenarnya adalah seorang idol yang sangat terkenal, tapi kerena Hera tinggal sendiri di Bandung mau tidak mau Rendy sebagai kakak tertua harus menjaganya. Dan juga karen Hera itu adalah pembuat masalah nomor satu di keluarga.
Hera menundukkan kepalanya, dia merasa bersalah dengan apa yang terjadi kepada kakaknya. Dia tahu kalau menjadi idol adalah impian Rendy dari kecil. Namun, Rendy harus menomor duakan impiannya demi Hera.
"Maaf"
"Kamu kenapa, sehat? Kenapa tiba-tiba minta maaf? Aku jadi gak enak."
"Minta maaf salah, gak minta maafpun salah ... pokoknya aku salalu salah deh!"
"Ya kamu salah! Sekarang ayo, nanti keburu malam."
Rendy kembali menarik paksa Hera utuk masuk ke dalam mobil. Hera mendengus kesal! Dia sudah berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia tidak akan menginjakkan kakinya kembali di Jakarta. Tapi sekarang karena kakaknya yang satu ini dia harus kembali ke Jakarta, untung ganteng! Kalo gak udah ditendang ke kali.
Dalam perjalanan dua kakak beradik itu sibuk dengan aktifitas mereka sendiri. Rendy sibuk mengendarai mobil sedangkan Hera sibuk dengan ocehannya yang tiada henti. Sempat beberapa kali dia pernah berpikir untuk meloncat keluar mobil, atau kabur waktu lampu merah. Tapi bagai bisa membaca pikiran adiknya yang satu ini, Rendy mengunci pintu dan jendela mobil sehingga semua rencana Hera tidak bisa terlaksana.
Butuh waktu sedikit lebih lama dari biasanya untuk bisa sampai di Jakarta, maklum sekarang sedang jam sibuk jadi kemacetan tidak bisa terelak lagi.
Mobil mereka melaju kesebuah kompleks perumahan elit yang hanya terdapat dua rumah mewah dan satu kolam berenang. Namun kawasan itu terlihat sangat besar dengan halaman yang gedenya minta ampun, dan sebuah lapangan basket.
Mereka berhenti disebuah rumah yang berada disamping kolam renang, rumah itu terlihat sangat mewah dengan desain modern. For your information, seluruh kawasan rumah itu termasuk dengan satu rumah lainnya, lapangan, kolam renang dan lain-lain adalah milik keluarga Hera.
"Sial! Aku kembali lagi ke sini!" gerutu Hera sambil memonyongkan bibirnya, dia menatap horor kakaknya yang sudah berjalan keluar dari mobil.
"Jangan sok jadi Tuan Putri! Aku nggak bakal buka pintu mobil buat kamu, jadi cepat turun sebelum aku paksa kamu turun!" ancam Rendy.
"Bacot!" bentak Hera lalu langsung turun dari mobil tidak lupa dia membanting pintu mobil dengan keras.
Begitu mereka masuk ke dalam rumah, semua pelayan dan pengawal yang ada di rumah itu berbaris dan membungkuk hormat. Ini bukan kali pertama Hera diperlakukan seperti ini, jadi dia sudah sangat terbiasa dengan perlakuan seperti ini.
For your information, keluarga Hera adalah salah satu keluarga terkaya di Indonesia. Ayahnya adalah presdir dari HN grub, dan ibunya adalah dokter sebuah rumah sakit besar di ibukota.
Hera langsung berjalan melewati Rendy dan naik ke lantai dua, sementara Rendy mengistirahatkan badannya di sofa yang terletak ditengah lantai pertama rumah itu.
Hera berdiri di depan sebuah pintu yang terletak disamping kamarnya. Pintu itu terlihat sangat menyebalkan karena ada sebuah kertas yang terpampang jelas didepan pintu itu yang bertuliskan.
'Dilarang masuk! Dilarang mengetuk! Iitu pun kalau lo masih mau hidup besok?!'
Hera nyengir. Sepintas ide jail menghampiri otaknya.
Tok!
Bruk!
Hera mengetuk pintu dan kemudian menendang pintu dengan keras. Terdengar sebuah suara dari dalam.
"Woi siapa sih?! Gak bisa baca ya?" Seorang wanita cantik berkulit putih bersih, berhidung mancung dengan memakai sebuah kacamata keluar dari kamar itu. Perempuan itu terkejut bukan main ketika mendapati Hera sedang berada di depan matanya, dengan segera wanita itu langsung memeluk Hera dengan erat.
"Kak! Gak bisa napas ...," lirih Hera dan wanita itu langsung melepaskan pelukannya.
"Kapan lo pulang?"
"Barusan"
"Ok kalo gitu bye!" seru Riana--kakak Hera--lalu langsung menutup pintu kamarnya kembali.
Hera mendengus kesal dengan sikap kakak perempuannya yang langsung berubah, dari yang awalnya manis jadi pahit kayak obat. Hera membuka pintu kamar Riana dan mendapati kondisi kamar yang bisa dikatakan lebih mirip kapal pecah. Riana duduk dengan santai di atas kasur sambil mengetik sesuatu di laptopnya, sesekali dia makan keripik kentang, sungguh kehidupan penuh micin ck .. ck ....
"Berhenti pacaran sama labtop, Kak!" ujar Hera menghampiri kakaknya yang sedang sibuk dengan aktifitasnya.
"Lagian sejak kapan Kakak pakek kaca mata? Bukannya mata Kakak yang paling sehat yak?" tanya Hera langsung menyambar keripik kentang yang ada di samping Riana.
"Ini cuma pencitraan biar lebih mirip kayak penulis gitu ...," ujarnya yang langsung disambut tawa terbahak-bahak oleh Hera. Memang kakak perempuannya yang ini adalah salah satu penulis ternama, tapi kak Riana belum pernah memperkenalkan dirinya di depan umum sebagai penulis ... selama ini dia terus menggunakan nama pena sehingga nggak ada orang yang mengenal dia sebagai penulis selain keluarganya.
"Oh ya si curut yang satu itu mana? Kok gak keliatan?" tanya Hera sambil terus ngemil keripik.
"Nginap di rumah temen katanya ... dan lo cepat balik ke kamar lo! Gua mau fokus ngetik, oke?" tanpa ba-bi-bu lagi Hera langsung turun dari kasur kak Riana dan berjalan menuju kamarnya yang tepat berada di sebelah.
***
We going kokobop!
Hera asyik bernyanyi di dalam mobil sambil menyetel lagu Exo-kokobop dengan volume yang lumayan besar, sementara Rendy selaku supir yang sedang nyetir sama sekali tidak menggubris apa yang dilakukan adiknya itu.
Tidak beberapa lama, mereka sampai di sebuah sekolah. Pamflet yang bertuliskan 'Selamat Datang di SMA Harapan' bertengger indah di atas pintu gerbang. Hera memperhatikan dengan seksama siswa-siswa di sekolah ini. Hera tercengang ketika melihat cara berpakaian siswa di sini, mereka semua seperti sedang peragaan busana di sekolah. Mulai dari barang bermerek, rambut yang dicat, seragam yang dimodif, dan lainnya.
Sungguh sekolah yang menarik! batin Hera.
-TBC-
Andai lo tahu gua nggak seperti yang lo liat, dan gua nggak seperti yang mereka katakan..
-Hera yang mirip Yoona-
S E L A M A T M E M B A C A
Hera hanya mengamati percakapan kakaknya dengan wali kelas Hera yang baru. Tidak ada percakapan yang bearti, hanya percakapan antara alumni dengan guru. Hera asyik bersenandung dalam hatinya sampai sebuah tepukan ringan di bahunya menghentikan kegiatannya, Kak Rendy memberi tanda bahwa acara percakapannya telah selesai.
"Baik Nona Hera Herlina Devani, kamu masuk ke kelas X IPA 2," ujar Pak guru dengan sertai senyuman, Hera membalas senyumannya .... dalam peraturan hidup gadis itu ada pasal yang berbunyi: Berikan kesan baik saat pertama bertemu seseorang.
Setelah keluar dari ruang kepala sekolah Rendy kembali memakai topi dan hoodie-nya untuk menyamar. Bagaimana pun tidak boleh ada kehebohan karena ada idol yang datang ke sekolah, kan?
"Aku masuk kelas dulu ya!"
"Ingat! Sebulan. Bertahanlah sebulan!" ujar Rendy lalu berjalan meninggalkan Hera yang juga mulai berjalan ke kelas barunya.
Hera mengamati seluruh papan nama kelas di setiap kelas yang dilewatinya. Sesampainya di kelas barunya Hera langsung masuk saja, dia tahu dia datang kecepetan jadi belum ada guru yang datang. Dengan segera diletakkannya begitu saja tasnya di kursi yang terletak paling belakang. Menurutnya tempat duduk yang paling bagus itu ada di sudut paling ujung dan dekat dengan jendela, pas banget untuk tidur cantik.
Tidak beberapa lama keadaan kelas mulai ribut, Hera melihat beberapa cewek dengan dandanan yang terkesan berlebihan dan lebih mirip cabe-cabean dibanding siswa. Tidak beberapa lama kemudian masuklah seoraang cowok dengan seorang cewek yang sepertinya adalah kekasihnya. Mata Hera langsung terbelalak begitu melihat cowok yang berjalan masuk ke dalam kelas itu. Cowok itu sangat tidak asing bagi Hera, ingatanya terus terputar pada kejadian satu tahun lalu. Ingatan tentang bagaimana cowok berengsek itu meninggalkannya demi teman dekatnya sendiri.
Cowo itu sekarang terlihat sangat bahagia dengan pacarnya, tawa tidak pernah luntur dari wajah mereka. Seketika dada Hera terasa sesak, jantungnya memompa lebih kenjang dari biasanya. Hera berlari keluar dari ruangan kelas, dia terus berlari menuju belakang sekolah dimana tidak banyak siswa yang pergi ke sana ketika pagi hari.
Dengan tenaga yang tersisa Hera duduk di sebuah bangku taman. Napasnya masih sulit diatur, perlahan-lahan pandangannya mulai kabur, Hera mulai panik dan merogoh saku roknya ... dan akhirnya dia menemukan sebuah kotak obat. Dengan tergesa dia membuka kotak obat itu dan langsung memakan obatnya dia bahkan tidak peduli dengan rasa pahit yang memenuhi mulutnya.
Hera terus mensugesti dirinya sendiri bahwa semuanya akan baik-baik saja. Namun percuma saja! Pandangan matanya terus kabur sampai menjadi benar-benar gelap! Dia tidak bisa melihat cahaya secuil pun. Perlahan-lahan Hera mulai bisa mengendalikan emosinya, napasnya mulai stabil ... sedikit demi sedikit cahaya mulai bisa terlihat
sepertinya efek obatnya mulai terlihat! pikir Hera.
Perlahan-lahan penglihatannya mulai kembali. Hera dapat melihat ada seseorang sedang berdiri di depannya, tubuhnya terlihat sangat tinggi dengan bahu yang lebar .... Cowok itu juga terlihat tidak memakai sergam. Hera mengingat bahwa tadi Kak Rendy memakai hoodie yang sama dengan yang dipakai cowok ini, jadi ini pasti Kak Rendy! Lagian mana ada siswa yang nggak pakai seragam di sekolah.
Hera tersenyum kepada cowok itu yang dikiranya kak Rendy,
"Hehe, Kak? Sorry, Kak. Aku lagi nggak bisa lihat ..., tadi udah minum obat kok, palingan bentar lagi udah sembuh," ujar Hera.
Namun, sekarang kebingungan mulai melanda pikiran Hera. Kalo ini kakaknya pasti Kak Rendy bakal menanyakan ini-itu tapi kok cowok ini diam aja? Jangan-jangan ini bukan kakaknya?
"Lo Kak Rendy kan?" tanya Hera memastikan, dan cowok itu hanya mengangguk. Setelah memastikan bahwa itu adalah Kak Rendy, Hera langsung menarik tangan cowok itu hingga duduk di sampingnya. Hera merebahkan kepalanya di bahu cowok yang dipikirnya adalah kakaknya itu.
"Aku gak pernah nyangka penyakitku bakal kambuh .... Kakak di sini aja aku masih belum bisa liat dengan jelas," ujar Hera. Setetes air mata jatuh membasahi pipi putih Hera, dia memeluk Rendy erat ... setidaknya dia bisa sedikit tenang kalo ada orang di dekatnya.
***
Cahaya matahari mulai mengusik mimpi gadis itu. Perlahan dia membuka kelopak matanya, lalu mengerjap pelan beberapa kali, mencoba membiasakan matanya dengan cahaya sang bagaskara. Hera baru menyadari bahwa barusan dia tertidur di bangku taman, dan orang yang bersamanya tadi hilang bagai ditelan bumi.
"Kak Rendy sialan! Dia tidak membangunin gue, dan dia juga meninggalin gue! Huh!" Hera bagun dari kursi itu dan terus mengutuk apa pun yang ada di depannya. Lebih dari satu jam gadis itu tertidur dan sekarang pasti sudah masuk jam pelajaran kedua.
Hera berjalan menuju kelasnya, dia menarik napas dalam-dalam berusaha supaya tidak terbawa emosi ketika bertemu mantan pacar di dalam. Tampa mengatakan apapun Hera langsung masuk begitu saja kedalam kelas, dia masuk melalui pintu kedua yang berada di belakang kelas.. menurutnya pintu ini yang paling dekat dengan tempat duduknya.
Hera langsung merebahkan kepalanya di atas meja bersiap untuk melanjutkan tidurnya di dalam kelas.
"Kamu! Yang duduk paling belakang, cepat ke depan!"
Suara Pak guru yang bagaikan guntur disiang hari itu sontak membangunkan Hera. Dengan sangat-sangat terpaksa dia harus mengikuti apa yang diperintahkan oleh Pak guru.
Hera berdiri di depan kelas, semua mata menjadikannya pusat perhatian. Dan saat-saat seperti ini adalah saat yang paling dibenci gadis berusia 17 tahun itu.
"Kamu siswa baru?"
Hera hanya mengangguk.
"Perkenalkan dirimu!"
Seketika kelas jadi heboh. Hal ini sudah sering terjadi, maklum Hera itu terlihat sangat cantik secara visual ... itu bisa terlihat dari kulit putihnya, hidung mancung dan jangan lupakan rambut panjang berwarna hitam dengan gradasi warna biru langit yang membuatnya makin terlihat menawan di mata para kaum Adam.
"Perkenalkan nama gue Hera Herlina Devana ...," ujar Hera sambil memberikan senyum manis dan polosnya. Sontak seluruh siswa laki-laki makin jadi heboh.
"Udah punya pacar belom?"
"Tipe lo yang kayak gimana?"
Mereka semua heboh dengan melontarkan pertanyaan yang tidak penting seperti itu. Hera memberikan tatapan tajam kepada mereka semua, lalu langsung melontarkan satu pernyataan yang lebih mirip seperti ancaman.
"Kalau lo pada masih sayang nyawa, lebih baik jangan macam-macam sama gue!"
Wajah mereka langsung berubah pucat. Maklum, ini adalah hal yang sering terjadi--seperti sebuah siklus. Pertama, semua orang akan menyukai Hera karena tampangnya bak seorang malaikat .... Namun, setelah mengetahui sikap bad girl-nya mereka akan dengan kompaknya menjadi takut bagaikan tikus ketika berhadapan dengan kucing.
"Silakan duduk!" ujar pak guru yang sepertinya ikut terguncang dengan sikap Hera. Bagaimana tidak, ini kali pertama beliau melihat siswa yang model begini.
Tidak berselang lama waktu istirahat pun tiba, ini adalah salah satu dari dua waktu yang paling disukai siswa setelah waktu untuk pulang. Hera langsung memeriksa kantongnya untuk mengecek uang, ya dia akan jajan makanan di kantin. Otak Hera mulai membayangkan rasa enak makan dikantin.
"Hey kau Hera kan?" tanya sebuah suara yang tentunya sangat tidak bagi Hera. Siapa lagi kalo bukan sang mantan yang paling brengsek sedunia..
"Kalo lo udah tau kenapa nanya?!" cetus Hera.
"Santai ... gue cuma mau memastikan, karena gua juga kenal sama orang yang namanya persis sama kayak nama lo ...," jelas Reza--mantan Hera--tentu saja Hera tahu siapa yang sedang dibicarakan oleh Reza. Ya! Itu tidak lain adalah dirinya sendiri.
"Oh ya? Perasaan nama gue itu gak pasaran!"
"Tapi cewek yang gue bicarain itu gak mungkin elo. Lo kan cantik terus tipe-tipe bad girl gitu. Kalau cewek yang gue bilang itu orangnya cupu banget trus jelek lagi.. Untung pin--"
Plak!
Sebuah tamparan mendarat di pipi Reza, dia tampak sangat terkejut dengan apa yang dilakukan Hera kepadanya. Dia tidak menyangka akan ditampar sama cewek yang baru dikenalnya. Tapi apa boleh buat kemarahan Hera tidak bisa ditahan lagi, emosinya sudah meluap! Bahkan salah satu indra nya sudah kehilangan kemampuannya. Sekarang giliran indra penciumannya yang eror, tapi Hera masih mencoba santai untuk tidak menunjukkan kelemahannya.
"Lo kenapa sih?!" bentak Reza yang tidak terima dia ditampar begitu saja.
"Lo lupa sama peringatan gue pas kenalin diri gue? Apa perlu gue ulang?! Jangan deketin gue kalau lo masih sayang nyawa!" tegas Hera. Dia sengaja menekankan setiap kata yang diucapnya.
Reza langsung ternganga tidak percaya ada cewek yang kayak begini.
Hera langsung meninggalkan Reza yang sedang dikerumuni sama sekumpulan cabe-cabean yang super caper.
"Oh ya. Tika apa kabar?" tanya Hera sebelum meninggalkan kelas yang tentunya berniat menyindir Reza dengan menyebutkan nama teman Hera yang berkhianat dengan berselingkuh dengan Reza.
-TBC-
Gue yakin pendapat gue tentang lo itu benar!
-Sean-
S E L A M A T M E M B A C A
Stop baby don't stop!
Hera sedang mendengarkan lagu NCT U yang berjudul baby don't stop melalui headset-nya, dan dia juga sedang sibuk menyantap bakso pesanannya. Semuanya terasa sempurna bagi Hera sampai sebuah suara cempreng menganggu konsenterasinya saat makan.
"Woi, Prince udah datang!" seru seorang gadis yang berpenampilan seperti cabe dan disambung oleh cabe lainnya.
"Etdah! Gue mau makan pun salah! Apaan sih tu cabe kiloan?" ujar Hera kesal lalu melanjutkan makannya lagi. Namun perhatian gadis 17 tahun itu teralihkan kembali kepada suatu kejadian yang menurutnya menarik.
Bagaimana tidak, seluruh siswi berbaris dengan rapi di sepanjang koridor depan kantin itu. Sebenarnya apa yang terjadi?
Karena rasa penasaran Hera yang tak bisa terelakkan lagi, akhirnya dia memutuskan untuk masuk ke dalam kerumunan orang itu. Tapi di luar dugaan, sepertinya Hera tidak bisa masuk karena kerumunan orang itu ternyata sangat padat!
"Yang berdiri di depan gue cepat minggir!" perintah Hera, tapi mereka malah menatap aneh kepadanya. Hera masih terbiasa dengan sekolah lamanya, disana tidak perlu Hera suruh minggir mereka langsung minggir malahan lari ketakutan.
"Gue bilang minggir!" seru Hera penuh penekanan, namun mereka tetap tidak peduli dengan ultimatum yang Hera berikan. Sampai sebuah suara membuat Hera menjadi makin tidak sabaran.
"Ini cewek songong banget sih?"
Hera langsung melemparkan tatapan membunuh pada pemilik suara itu, namun siswa itu mengabaikannya. Lo main-main sama gue! Dengan cepat Hera langsung menendang kaki kanan siswa itu hingga dia terjatuh dan mengaduh kesakitan. Pemandangan itu membuat seluruh siswa yang melihatnya bergidik ngeri, bagaimana tidak? Hera baru saja menjatuhkan laki-laki yang bobotnya dua kali lipat dibanding dengan bobot tubuhnya sendiri. Dengan sekali kedipan mata, sebuah jalan terbuka di hadapan Hera .... Sekarang lo taukan siapa Hera Herlina Devana? batin Hera.
Sesampainya di barisan paling depan kerumunan itu, Hera makin dibuat takjub karena ternyata kerumunannya lebih ramai dari ekspetasi Hera. Sebenarnya siapa prince yang mereka sebut itu?
Tak berselang lama, datanglah lima pria yang diakui Hera tampan, ralat sangat tampan! Sedang berjalan ditengah kerumunan.. sontak kerumunan itu menjadi histeris, saking ributnya Hera bahkan sampai menutup kedua telinganya. Dan Hera lebih terkejut lagi karena dia mengenal salah seorang dari lima pangeran yang mereka bicarakan tadi. Cowok tampan berkulit putih bersurai coklat dengan iris mata coklat terang yang berjalan di antara ke empat pria tampan lainnya. Yang tidak lain adalah kakaknya, lebih tepatnya kembarannya! Henry!
"Lo ngapain di sini?" tanya Hera kepada kembarannya itu dengan bisikan yang hanya bisa di dengar seekor semut. Dan entah mengapa pertanyaan yang tidak bersuara itu dapat dijawab oleh lawan bicaranya, "Lo yang ngapain di sini?"
Keduanya saling bicara tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Saking serunya beradu argumen tampa suara, sampai-sampai Hera tidak menyadari bahwa sedari tadi tepat di hadapannya berdiri cowok lain yang lebih tampan dengan tatapan dingin, sepertinya cowok itulah pemimpin mereka.
Semua tatapan iri itu akhirnya mulai mengusik Hera, dia heran sebenarnya kenapa semua orang menatap iri kepadanya? Ya ... ya ... gue tau gue itu super cantik tapi bisa gak sih matanya dikondisikan! Kesel deh gue?! By the way ini perasaan gua aja, apa suasana nya emang makin dingin? batin Hera.
Akhirnya dia melihat ke arah depannya dan melihat seoarang cowok ganteng sedang menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. ini kulkas berjalan kenapa yak? pikir Hera. ya gadis itu mengakui bahwa pria itu ganteng banget! Rambut hitam kecoklatan, kulit putih, tatapan yang tajam ... benar-benar terlihat bak ukiran patung Yunani.
"Lo bisa minggir gak?" Sontak pertanyaan Hera yang singkat, padat dan jelas itu membuat semua orang terkejut. Maklum saja belum ada yang pernah mengatakan seperti itu kepadanya.
"Gak," jawabnya tampa intonasi, namun bisa membuat siapa saja yang mendengarnya dibikin kesal!
"Ya udah serah lo aja!" ujar Hera kembali lalu meninggalkan pria itu dan Henry serta kerumunan orang itu.
***
"Ke kelas ada Reza? Kalo pulang bakal ketemu sama Kak Riana terus dimarahin ..., kalo gue jalan-jalan nanti bakal ketemu si curut Henry, kalo bolos ... paling nanti dimarahin sama Kak Rendy! Oke, pilihan terbaik adalah nongkrong di kantin!" Hera terus beragumen dengan dirinya sendiri.
Tak butuh waktu lama untuknya sampai di kantin. Dengan segera dia langsung memesan mie bakso sama lemon tea kesukaannya. Untuk mengisi kebosanannya dia memutuskan untuk memainkan handphone-nya.
Tak berselang lama pesanannya telah tersaji rapi diatas meja makan. Hera mengambil sendok dan garpu, bersiap untuk makan.
Tapi aktifitas Hera terganggu karena adanya benda cair yang membasahi rambutnya bahkan seragamnya. Hera sama sekali tidak berkutik, dia bagaikan patung yang tidak bisa bergerak. Sekarang gue dibully!? batinHera.
"Lo itu cuma murid baru di sini. Jangan songong deh! Baru sehari udah berani deket-deket sama Kak Sean! Dasar cabe lo!" ujar salah seorang dari mereka. Mereka mungkin gak punya cermin di rumah? Yang kayak cabe siapa, yang dikatain cabe siapa? Dari seragam yang dipermak hingga menampakkan paha mereka, baju ketat kayak bungkusan sosis ... terlihat jelas ciri-ciri para cabe!
Cari gara-gara mereka! Lagian siapa sih Sean!? Perasaan gue gak kenal sama tu orang!
Hera langsung berdiri dan memeras dengan asal rambutnya yang telah basah semua! Lalu dia mulai tersenyum dengan lembut. Hera juga menambah kesan sosok cewek cupu yang lagi di-bully dan tak lupa dia mengeluarkan air mata buaya.
"A-apa s-salah gue ... hiks ... hiks ...."
"Salah lo? Lo itu keganjengan tau gak?!"
Cewek yang sepertinya pemimpin gerombolan para cabe-cabean itu, menarik rambut Hera.
"T-tolong lepasin ...," rintih Hera.
"Apa?! Gue gak denger tuh ... hahaha ...."
"Gue bilang lepasin!" Sekarang Hera mulai serius, dia melempar tatapan mautnya kepada cewek sok cantik itu. Namun sepertinya itu belum cukup untuk membuat cewek itu melepaskan jambakkannya. Dengan kecepatan secepat kilat Hera langsung membating cewek itu hingga tersungkur di lantai. Cewek itu bahkan terus mengaduh kesakitan.
Tapi hukuman dari Hera belum berakhir di sini, seperti kata pepatah! Mata dibayar mata! Hera langsung mengambil mangkuk mie bakso yang tadi dipesannya namun belum dimakannya, lalu dia menuangkan bakso itu keatas cewek yang telah terjatuh tak berdaya itu. Sontak perpuatan yang Hera lakukan langsung mendapatkan sorotan tajam oleh siswa lainnya, tapi apa yang bisa mereka lakukan? Jika mereka melawan maka mereka akan bernasib seperti gadis itu.
Tak ingin berlama-lama mendapat sorotan, Hera memutuskan untuk langsung meninggalkan tempat itu dan kembali kekelasnya. Hera sibuk bersenangdung ria diperjalanan. Kini mulai tampak suasana yang biasa Hera dapatkan! Memang kekuatan gosib sangat cepat, seperti kecepatan cahaya. Mereka mulai menjahui Hera bagaikan sedang bertemu seorang monster yang siap menerkam mereka ..., atau Hera memang monster sebenarnya?
From : Kembaran kampret
Woi lo ngapain hah? Lo jadi bahan bicaraan tau! Ini baru hari pertama ... jangan buat masalah, awas lo!
Hera memiringkan kepalanya sambil membaca pesan yang dikirimkan kembarannya. Dia terus menghela napas sebanyak dua kali.
"Apa salah gue?" ujarnya sambil mengetik balasan untuk Henry.
To : kembaran kampret
Bukan urusan lo!
Hanya pesan singkat itu yang dia kirimkan, walau dalam hatinya dia ingin mengatakan semuanya ..., tapi begitulah sikap Hera, dia selalu memendam apapun sendirian. Dan apapun yang dia rasakan dia tidak boleh sampai berlebihan.
Sementara itu disisi Henry, dia sedang duduk sambil mendengarkan ocehan Rio teman sekelasnya yang tiada henti-hentinya berbicara.
"Oh ya barusan gue dengar kalo sebenarnya bukan Hera yang cari masalah, tapi Cessy!" ujarnya setelah banyak bercerita tentang hal yang tidak berguna. Begitu mendengar itu Henry langsung berubah menjadi serius, awalnya yang Henry dengar kalo Hera menyerang Cessy ... tapi apa? Cessy menyerang Hera duluan?!
"Maksud lo?" tanya Henry mulai penasaran.
"Si Cessy nyiram si anak baru di kantin, terus si anak baru ngelawan!" jelasnya.
Henry mengepal tangannya, dia benar-benar marah kalau adiknya diperlakukan seperti ini. Amarahnya sudah mencapai ubun-ubun dan seperti dia siap meledak sekarang.
"Kok jadi panas ya?" Rio berjalan pelan-pelan meninggalkan Henry yang terlihat dipenuhi api kemarahan. Henry berniat menemui adiknya, namun baru saja dia berjalan satu langkah keluar kelas, langsung ada berita panggilan.
"Kepada Hera Herlina Devani harap menjumpai Kepala sekolah." Pengumuman itu menggema hingga keseluruh sekolah, dan tentunya itu menjadi buah bibir di antara siswa sekolah itu.
***
"Ada apa pak? Perasaan saya baru datang ke sini tadi pagi deh Pak!" ujar Hera sok polos. Tak berselang lama dari jeda pertanyaan yang disampaikan Hera lalu datang tamu yang tak diundang, siapa lagi kalo bukan Cessy si gadis pembuat onar yang barusan dihajar sama Hera. Kali ini dia masuk didampingi oleh seorang wanita dewasa yang nampaknya adalah ibu dari Cessy.
"Oh jadi ini ya anak kurang ajar yang buat my baby jadi kayak gini?!" cetus wanita itu. Tampak wajah kemenangan terlukis jelas diwajah gadis 17 tahun itu.
Hera hanya diam seribu bahasa, dia tidak ingin menanggapi semua pertanyaan yang tidak henti-hentinya ngerocos keluar dari bibir wanita itu.
"Kamu tau kamu sedang berhadapan dengan siapa, hah? Ayah Cessy itu CEO Oliva tau gak?" Perkataan ibu Cessy terdengar seperti ancaman, dimana Hera seperti diancam untuk tidak macam-macam lagi dengan anaknya. Bahkan Pak kepala sekolah tampak diam seribu bahasa, dia terlihat terlalu takut untuk berhadapan dengan pihak yang lebih berkuasa.
Hera hanya tersenyum sinis dengan kejadian yang sedang dihadapinya sekarang.
"Oliva corp ya? Oke ...," ujar Hera santai. Dia sebenarnya sangat mengetahui tentang perusahan yang disebutkan oleh keluarga Cessy. Hera sebagai pewaris yang akan mewarisi HN grup tentu sangat mengetahui tentang perusahan lain yang menjadi mintra kerja perusahaannya. Gini-gini Hera sangat menguasai tentang menejemen perusahan. Ya bagaimanapun hanya dia harapan satu-satunya untuk mewarisi perusahaan. Kak Rendy adalah seorang idola, kak Riana penulis, sedangkan Henry bermimpi menjadi dokter ... hanya Hera yang tidak memiliki mimpi dan memutuskan untuk mengambil alih perusahaan.
"Nona Hera sebaiknya kamu memanggil walimu ...." Akhirnya Pak kepala sekolah membuka suaranya.
"Wahh ... Pak gak bisa! Keluarga saya tuh orang sibuk semua, mana bisa luangin waktu buat kejadian yang gak penting kayak begini. Lagian walaupun saya bawa wali saya Bapak tetap memihak anak dari CEO Oliva corp, kan?" sindir Hera dengan kata-kata sopan namun sangat menusuk.
"Tuh kamu sadar! Makanya jangan cari gara-gara sama orang yang salah!" bentak ibu Cessy.
"Anak anda yang cari masalah sama orang yang salah!"
"Apa? Siapa kamu berani ngejawab?!"
Plak!
Satu tamparan keras berhasil mendarat mulus di pipi kanan Hera. Hera tersenyum sinis kepada wanita yang menamparnya.
"Awalnya gue gak mau perpanjangin masalah tapi kalian cari gara-gara duluan." Tatapan Hera langsung berubah menjadi lebih mengerikan dari biasanya. Dengan segera dia merogoh sakunya untuk mencari smartphone-nya.
"Bang! Bantuin gue, gue buat masalah ... cepat!" Hera mematikan kembali smartphone-nya. Lalu tersenyum polos ke arah tiga orang yang sedari tadi setia mengawasinya.
"Bentar lagi wali saya datang."
***
Tiga mobil impor keluaran terbaru terparkir tepat di depan gerbang sekolah SMA Harapan. Sebuah mobil laborgini berwarna silver yang terparkir paling depan, dan diikuti dua mobil lainnya. Seorang pemuda tampan dengan menggunakan topi tampak turun dari mobil itu. Seketika semua gadis yang melihatnya berteriak histeris, jika kalian menebak itu Rendy maka itu benar!
Rendy berjalan masuk kedalam perkarangan sekolah itu dangan diikuti lima orang pengacara top ibu kota. Maklum saja terakhir Hera menelpon Rendy untuk datang kesekolah karena dia mematahkan tangan anak orang.. dan itu sangat merepotkan, jadi untuk berjaga-jaga dia membawa pengacara sekalian untuk membereskan masalahnya.
-TBC-
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!